Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Usus merupakan organ yang ada pada tubuh manusia. Usus besar
merupakan tabung muscular dengan panjang sekitar 1,5 m yang terdiri dari
sekum, colon, dan rectum. Dimana diameter usus besar lebih besar daripada
usus kecil. Semakin ke bawah menuju rectum, diameternya akan semakin
kecil (Izadi M, 2009). Secara fisiologis, usus besar berfungsi untuk menyerap
air, vitamin, dan elektrolit. Selain itu usus besar juga berfungsi untuk
menyimpan feses, dan mendorongnya keluar.Inervasi usus besar dilakukan
oleh sitem saraf otonom. Inervasi usu besar sangat berkaitan dengan sel
ganglion pada submukosa (Meissner’s) dan pleksus myentik (Aurbach’s)
pada usus besar bagian distal. Apabila sel ganglion tersebut tidak ada, maka
akan timbul penyakit yang disebut Hirschsprung Disease (Izadi, M; 2007).
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus,
dan paling sering pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada usus secara
ritmis akan menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit Hirschsprung,
saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus
tidak ditemukan.Hal ini mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti
fungsi fisiologis seharusnya.
Pada tahun 1886, Harold Hirschsprung menemukan penyakit ini untuk
pertama kali.Ia menyimpulkan bahwa penyakit Hirschsprung dapat
mengakibatkan nyeri abdomen dan konstipasi pada bayi dan anak-anak.
Namun hal ini belum diketahui patofisiologinya secara pasti.Hingga pada
tahun 1993, dimana Roberston dan Kermohan menyatakan bahwa megacolon
yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh peristaltic di bagian distal
akibat defisiensi sel ganglion pada organ usus (colon).
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling
sering dialami oleh neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus
Hirschsprung terdiagnosis pada saat bayi, walaupunpada kasus baru dapat
terdiagnosis pada usia remaja atau usia muda (Izadi M, 2009). Terdapat
kecenderungan bahwa penyakit Hirschsprung dipengaruhi oleh riwayat atau
latar belakang keluarga dari ibu. Angka kejadian penyakit Hirschsprung,
sekitar 1 diantara 4400 sampai 7000 kelahiran hidup, dengan rata-rata 1:5000
kelahiran hidup (Laksmi, 2008). Dengan mayoritas penderita adalah laki-laki
dibandingkan wanita dengan perbandingan 4:1.
penyakit ini harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan
berat lahir lebih dari 3 kg yang terlambat mengeluarkan tinja, hal ini juga
dapat dialami oleh bayi yang lahir kurang bulan. Penyakit Hirschsprung dapat
berkembang menjadi buruk dan dapat mengancam jiwa, apabila terjadinya
keterlambatan dalam mendiagnosis penyakit ini.
Penegakan diagnosis ini merupakan hal yang sangat penting, agar
lebih cepat merujuk pasien ke dokter spesialis, sehingga pasien memperoleh
penanganan yang lebih baik.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Hirschsprung?
b. Bagaimana etiologi Hirschsprung?
c. Apa saja manifestasi klinis Hirschsprung?
d. Bagaimana patofisiologi Hirschsprung?
e. Bagaimana penatalaksaan Hirschsprung?
f. Bagaimana asuhan keperawatan Hirschsprung?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui tinjauan teori Hirschsprung serta asuhan
keperawatan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak semester VI.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengtahui definisi Hirschsprung
b. Untuk mengetahui etiologi Hirschsprung
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis Hirschsprung
d. Untuk mengetahui patofisiologi Hirschsprung
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan Hirschsprung
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Hirschsprung
BAB II

ISI

2.1. Definisi
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus,
dan paling sering pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada usus secara
ritmis akan menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit Hirschsprung,
saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus
tidak ditemukan.Hal ini mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti
fungsi fisiologis seharusnya (Henna N, 2011).
Penyakit Hirschsprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megakolon (aganglionik megakolon) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam
rectum dan sebagain tidak ada dalam kolon (Suriadi : 2001).
Hirschsprung atau megakolon adalah penyakit yang tidak adanya sel-
sel ganglion dalam rectum atau bagian rectosigmoid kolon. Dan ketidakadaan
ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltic serta tidak
adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily &Sowden : 2010).
Penyakit Hirschsprung disebut juga konginetal anganglianosis atau
megakolon yaitu adanya sel ganglion parasimpatik, mulai dari spingter ani
interna kea rah proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapatdari kolon
sampai usus halus.
Jadi penyakit Hirschsprung adalah suatu kelianan bawaan dimana
tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatik, mulai dari spingter ani interna
kea rah proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari kolon sampai
usus halus.
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik
megakolon.Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak
mempunyai persarafan (aganglionik).Jadi, karena ada bagian dari usus besar
(mulai dari anus ke arah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion),
maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga
usus besar menjadi membesar (mega kolon).
2.2. Klasifikasi

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner danAurbach dalam


lapisan dinding usus, mulai dari spingterani internus kearahproksimal, 70 %
terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolondan sekitarnya
5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Didugaterjadi karena faktor
genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom,kegagalan sel neural
pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,kranio kaudal pada
myentrik dan sub mukosadinding plexus (Budi,2010).

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit Hirschsprung


dapatdibedakan dua tipe, yaitu:

1. Penyakit Hirschsprung segmen pendek


Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, inimerupakan
70 % dari kasus penyakit Hirschsprung dan lebih seringditemukan
pada anak laki-laki dari pada anak perempuan.
2. Penyakit Hirschsprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai
seluruhkolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak
laki-lakimaupun perempuan.

2.3. Etiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi akibat tidak adanya sel ganglion di
dinding usus ( dari anus sampai ke proximal dengan derajat yang bervariasi).
Segmen Aganglion yang ada di recto sigmoid terjadi pada 75 % pasien, 10 %
pada seluruh colon.Total Aganglion bowel disease sangatlah jarang terjadi.
Speciment Histopathology ditandai dengan tidak adanya plexus Meisner dan
Aurbach dan hipertrofi bundle saraf dengan tingginya kadaracetylcolinsetrase
antara lapisan otot dan submucosa. Gagalnya pengeluaran feses
menyebabkan dilatasi dari usus bagian proximal sampai distensi dari
abdomen. Dilatasi dari usus menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
sehingga mengakibatkan turunnya tekanan darah dan perubahan pada
mucosal barier.Stasis menyebabkan bertumbuhnya bakteri di colon
menyebabkan enterocolitis dan sepsis serta tanda-tanda ileus obstruksi.
Deteksi dini dari Hirschsprungdisease sebelum terjadinya enterocolitis dapat
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.Hirschsprung disease
berhubungan dengan enterocolitis lebih sering pada bayi berumur 3 bulan
yang terlambat terdiagnosa, Trisomi 21, dan dengan long segmen. Pada
wanita dan dengan paseien yang mempunyai riwayat keluarga juga lebih
bersar kemungkinan terjadi.

Penyakit Hirschsprung juga disebut sebagai megacolon congenital


atau colonic agangliosis congenital, terjadi pada 1 dalam 500-7200
kelahiran.Di afrika hanya 20-40% terjadi pada neonatus, dibandingkan
dengan negara berkembang sebesar 90%. Rasio bayi laki-laki : bayi
perempuan sebesar 4:1. Kurang lebih 3 sampai 5 % pada saudara laki-laki dan
1 % pada saudara perempuan pada anak dengan penyakit segmen pendek juga
akan memiliki penyakit hirschsprung. Bagaimanapun juga resiko ini secara
substansial meningkat ( 12,4-33%) pada saudara dengan total colonic
aganglion.

Penyebab penyakit Hirschsprung adalah multifaktorial dimana


penyakit ini bisa merupakan penyakit turunan atau terbentuk secara
spontan.Penyakit hirschsprung juga dapat dihubungkan dengan kelainan
neurologis, kardiovaskular, urologi dan gastrointestinal.Down syndrome
(trisomi 21) merupakan kelainan kromosom yang paling sering berkaitan
dengan penyakit Hirschsprung, sebesar 10% dari pasien. Kondisi lain yang
dihubungkan dengan penyakit Hirschsprung termasuk tuli congenital,
hydrocephalus, divertikel pada buli, divertikel meckel, anus imperforate,
ventricular septal defek, renal agenesis, kriptokismus, sindrom waardenburg
(kelainan pada pigmen disertai tuli), neuroblastoma.

2.4. Manifestasi Klinis

Berdasarkan usia penderita gejala penyakit Hirschsprung dapat


dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Periode Neonatus

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni


pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan
distensi abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit
Hirchsprung tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam
pertama, kebanyakan bayi akan mengeluarkan mekonium setelah 24
jam pertama (24-48 jam). Muntah bilious (hijau) dan distensi
abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat
dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang
mengalami konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan karena
tingginya kadar laktosa pada payudara, yang akan mengakibatkan
feses jadi berair dan dapat dikeluarkan dengan mudah (Kessman,
2008)

b. Periode anak-anak

Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun


ada beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga
usia kanak-kanak (Lakhsmi, 2008). Gejala yang biasanya timbul pada
anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan
malnutrisi.Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding
abdomen disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang
berkepanjangan.Selain obstruksi usus yang komplit, perforasi sekum,
fecal impaction atau enterocolitis akut yang dapat mengancam jiwa
dan sepsis juga dapat terjadi (Kessman, 2008).

a) Masa Neonatus
 Gagal mengeluarkan meconium setelah 48 jam setelah kelahiran
 Muntah berisi empedu
 Enggan minum
 Distensi abdomen
b) Masa bayi dan anak-anak
 Konstipasi
 Diare berulang
 Tinja seperti pita, berbau busuk
 Distensi abdomen
 Gagal tumbuh

2.5. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya


kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal
sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden,
2010:197).
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul
didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon
tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 2006 : 141 ).

Aganglionic mega colon atau Hirschsprung dikarenakan karena tidak


adanya ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik
(aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon
menyebabkan peristaltik usus abnormal.Peristaltik usus abnormal
menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien
mengalami distensi abdomen.Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter
ani interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses,
gas dan cairan terhambat.Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak
merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna
berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman
ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani
anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian.

2.7. Komplikasi
a. Gawat pernafasan akut
b. Enterokolitis akut
c. Trikura ani pasca bedah
d. Inkontinensia jangka panjang
e. Obstruksi usus
f. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
g. Konstipasi

Komplikasi pasca bedah:

a. Enterocolitis
b. Pendarahan dari dubur
c. Diare
d. Demam
e. Pembengkakan perut
f. Muntah
2.8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Polos Abdomen (BNO)
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rectum. Pada foto polos bagian abdomen
dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi
sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.Bayangan udaya
dalam kolon pada neonatus jarang dapat udara pada usus halus.Daerah
rectosigmoid tidak terisi udara.Pada foto posisi tengkurap kadang-kadang
jelas terlihat bayangan udara dalam rectosigmoid dengan tanda-tanda
klasik Hirshsprung.
b. Enema Barium
Barium enema merupakan pemeriksaan standart dalam menegakkan
diagnose Hirshsprung, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
1. Tampak penyempitan di bagian rectum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan
kea rah dilatasi
3. Terdapat pelebaran faerah lumen di proksimal daerah transisi

c. Pemeriksaan Biopsi
Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang terinfeksi,
merupakan langkah penting dalam mendiagnosis penyakit
Hirschsprung.Ada beberapa teknik, yang dapat digunakan untuk
mengambil sampel jaringan rektum. Hasil yang didapatkan akan lebih
akurat, apabila spesimen/sampel adekuat dan diambil oleh ahli patologi
yang berpengalaman. Apabila pada jaringan ditemukan sel ganglion,
maka diagnosis penyakit Hirschsprung dieksklusi. Namun pelaksanaan
biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat di pilih teknik lain yang
kurang invasive, seperti Barium enema dan anorektal manometri, untuk
menunjangdiagnosis.
d. Radiologi
Pada foto polos, dapat dijumpai gambaran distensi gas pada usus, tanda
obstruksi usus (Lakhsmi, 2008) Pemeriksaan yang digunakan sebagai
standar untuk menentukan diagnosis Hirschsprung adalah contrast enema
atau barium enema. Pada bayi dengan penyakit Hirschsprung, zona
transisi dari kolon bagian distal yang tidak dilatasi mudah terdeteksi.
Pada total aganglionsis colon, penampakan kolon normal. Barium enema
kurang membantu penegakan diagnosis apabila dilakukan pada bayi,
karena zona transisi sering tidak tampak. Gambaran penyakit
Hirschsprung yang sering tampak, antara lain; terdapat penyempitan di
bagian rectum proksimal dengan panjang yang bervariasi; terdapat zona
transisi dari daerah yang menyempit (narrow zone) sampai ke daerah
dilatasi; terlihat pelebaran lumen di bagian proksimal zona transisi.
e. PemeriksaanAnorectal Manometry
Selama anorektal manometri, balon fleksibel didekatkan pada sfingter
anal. Normalnya pada saat balon dari posisi kembang didekatkan pada
sfingter anal, tekanan dari balon akan menyebabkan sfingter anal
relaksasi, mirip seperti distensi pada ampula rectum manusia. Namun
pada pasien dengan penyakit Hirschsprung sfingter anal tidak bereaksi
terhadap tekanan pada balon. Pada bayi baru lahir, keakuratan anorektal
manometri dapat mencapai 100%
2.9. Penatalaksanaan
2.9.1. Medis
Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya (merupakan tindakan
sementara) dilakukan pemasangan pipa rectum, dengan atau tanpa
dilakukan pembilasan air garam fisiologis secara teratur
a. Bayi dengan obstruksi akut
 Pemeriksaan rectal atau pemasukan pipa rectal sering
dapat memperbaiki keadaan sementara waktu
 Mengosongkan rectal tiap hari dengan cairan NaCl 0,9%
2.9.2. Bedah
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portiona ganglionik
di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi danmengembalikan
motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsispinkter ani
internal. Pembedahan yang dilakukan yaitu:
a. Colostomy; sementara pada bagian transisi segera setelah
dipastikandiagnosis, dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
histologysehinggaakan mengurangi adanya enterolitis
b. Anastomosis definitive bagian yang mempunyai ganglion
dengansaluran anus, dilakukan pada umur 9 sampai 12 bulan atau
6 bulansetelah kolostomi pada anak yang lebih besar.
 Prosudur SwensonOrvar swenson dan Bill (1948) adalah
yang mula-mulamemperkenalkan operasi tarik terobos
(pull-through) sebagaitindakan bedahdefinitif pada
penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya,operasi yang
dilakukan adalah rektosigmoidektomi denganpreservasi
spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum
distaldari linea dentata, sebenarnya adalahmeninggalkan
daerahaganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca
operasi masih seringdijumpai spasme rektum yang
ditinggalkan. Oleh sebab itu Swensonmemperbaiki metode
operasinya (tahun 1964) dengan melakukanspinkterektomi
posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cmrektum
bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior kelima.
 Prosedur Duhamel; ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956
untuk mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur
Swenson. Prinsipdasar prosedur ini adalah menarik kolon
proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian
posterior rektum yang aganglionik,menyatukan dinding
posterior rektum yang aganglionik dengandinding anterior
kolon proksimal yang ganglionik sehinggamembentuk
rongga baru dengan anastomose end to side.
 Prosedur Soave; prosedur ini sebenarnya pertama sekali
diperkenalkan Rehbeintahun 1959 untuk tindakan bedah
pada malformasi anorektal letak tinggi.Namunoleh Soave
tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakanbedah definitive
Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini
adalah membuang mukosarektum yang
aganglionik,kemudianmenarik terobos kolon proksimal
yangganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah
dikupas tersebut.
 Prosedur Rehbein; Prosedur ini tidak lain berupa deep
anterior resection, dimanadilakukan anastomose end to end
antara usus aganglionik denganrectumpada level otot
levator ani (2-3 cm diatas anal verge),menggunakan
jahitan satu lapis yang dikerjakan intraabdominalekstra
peritoneal. Pasca operasi sangat penting melakukan
businasisecara rutin guna mencegah stenosis.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit
nomor , dan identitas penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24
jam setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal .
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami operasi, riwayat
alergi dan imunisasi. Riwayat nutrisi meliputi masukan diet anak
dan pola makan anak
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan kebada orang tua atau keluarga apakah ada keluarga
yang lain yang menderita hirschsprung
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun seluruh tubuh,
pada palpasi dapat dilihat capillary refill , warna kulit, edema
kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernafas , frekuensi pernafasan
c. Sistem kardiovaskular
Kaji adanya kelainan bunyi jantung, irama denyut nadi apical ,
frekuensi denyut nadi/ apical
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivis, rhinitis pada mata.
e. Sistem gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi
bising usus, adanya kembung pada abdomen, muntah dan
adanya keram, tendernes.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (distensi abdomen) (Domain 12. Kelas
00132)
2. Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen (Domain 3. Kelas 00011)
3. Kekurangan volume cairan b.d intake cairan yang kurang (Domain 2.
Kelas 00027)
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual
muntah (Domain 2. Kelas 00002).
C. Rencana Keperawatan

DX 1

Nyeri akut b.d agen cedera fisik (distensi abdomen) (Domain 12. Kelas
00132)

NOC :

a. Pain control
b. Pain level

Kriteria Hasil :

1. Mampu mengenali kapan nyeri terjadi


2. Mampu menggambarkan faktor penyebab nyeri
3. Mampu menggunakan analgesic yang direkomendasikan
4. Mampu melaporkan nyeri yang terkontrol
NIC:
a. Pain management
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi: lokasi,
karakeristik, durasi, frekuensi , kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus.
2. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri.
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
4. Gali pengetahuan dan perasaan pasien mengenai nyeri.
5. Memilih tindakan penanganan nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi dan interpersonal)
6. Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur.

DX 2

Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen (Domain 3. Kelas 00011)

NOC

a. Eliminasi usus
b. Perawatan ostomi sendiri

Kriteria Hasil:

1. Adanya bising usus


2. Melaporkan perasaan lega atau bebas dari ketidaknyamanan
konstipasi
3. Waran, lemak, dan bau tinja dalam batas normal
4. Tidak terjadi kehausan yang abnormal

NIC

a. Manajemen konstipasi
1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
2. Monitor pergerakan usus (feses) meliputi; frekuensi,
konsistensi, bentu, volume, dan warna dengan cara yang tepat
3. Monitor isi usus
4. Instruksikan pasien/ keluarga akan penggunaan laksatif yang
tepat
DX 3

Kekurangan volume cairan b.d intake cairan yang kurang (Domain 2. Kelas
00027)

NOC:
a. Fluid balance
b. Hydration

Kriteria Hasil :

1. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB


2. Tekanan darah, nadi , suhu dalam batas normal
3. Tidak ada tanda dehidrasi
4. Elastisitas turgor kulit baik , membrane mukosa lembab dan tidak
ada rasa haus yang berlebihan

NIC :

a. Fluid management
1. Pertahankan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi
3. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori
harian
4. Kolaborasi pemberian cairan IV

DX 4

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah
(Domain 2. Kelas 00002)

NOC:
a. Nutrition status: food and fluid
b. Nutrition status : nutrient intake
Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5. Tidak ada penurunan berat badan yang berarti

NIC:

a. Nutrition management
b. Nutrition monitoring

Nutrition management :

1. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake


2. Kaji adanya alergi makanan
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang di butuhkan pasien
4. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
5. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition monitoring :

1. Monitor adanya penurunan berat badan


2. Monitor mual muntah
3. Monitor kalori dan intake nutrisi
4. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Hirschsprungmerupakan penyakit yang sering menimbulkan
masalah.Baik masalah fisik, psikologis, maupun psikososial.Masalah
pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit Hirschsprung yaitu
adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian
rectosigmoid kolon.Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya peristaltic serta tidak adanya evakuasi usus
spontan.Penatalaksanaan yang benar yang benar mengenai Hirschsprung
harus difahami dengan benar oleh semua pihak.Baik tenaga medis maupun
keluarga.Untuk terjadinya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan
kerjasama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga
medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

Vous aimerez peut-être aussi