Vous êtes sur la page 1sur 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

–lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita. Lansia adalah seorang

yang mencapai usia 65 tahun ke atas. Usia lanjut atau lanjut usia bukan

merupakan suatu penyakit, tetapi keadaaan tersebut dapat menimbulkan

masalah sosial. Di beberapa negara, terutama negara-negara maju, umur

harapan hidup telah bertambah panjang sehingga warga yang berusia lebih

dari 65 tahun juga semakin bertambah. Tanda-tanda masa tua ditanda

dengan adanya kemunduran-kemunduran kemampuan kerja panca indra,

gangguan fungsi alat-alat tubuh, perubahan psikologis serta adanya

berbagai penyakit yang muncul.

Masalah yang biasa dialami oleh lansia adalah pada sistem

kardiovaskuler yaitu pada tekanan darah yang tinggi. Para lanjut usia

(Lansia) tidak mengetahui penyebab tekanan darahnya meningkat, yang

selain dikarenakan oleh faktor usia, juga di kehidupan sehari-hari lansia

sering sekali menerapkan pola makan yang tidak teratur, mengkonsumsi

makanan rendah serat, tinggi lemak, tinggi gula, dan mengandung banyak

garam yang dapat menyebabkan hipertensi (Megha, 2012). Ketika tubuh

1
2

kita mendapatkan asupan garam yang terus meningkat, maka volume

darah akan meningkat dan dapat meningkatkan beban kerja pada jantung.

Arteriosclerosis, kerusakan pada ginjal, masalah pembuluh darah,

serangan jantung, dan stroke adalah beberapa kondisi dari resiko hipertensi

(Yuli, 2014)

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan sistolik darah >

140 mmHg dan diastolic > 90 mmHg (WHO, 2013). Hipertensi yang

lama dapat menyebabkan aterosklerosis dan gangguan autoregulasi

serebrovaskular, yang pada gilirannya diduga berkorelasi dengan demensia

(Kennelly, 2009). Selain pada jantung, tekanan darah tinggi dapat

mengakibatkan kerusakan pada pembulu darah di otak (Muhammadun,

2010), hal tersebut disebabkan karena terjadi perubahan sirkulasi atau

perfusi serebral akibat dari sel neuron sistem saraf simpatis ke ganglia

simpatis, neuron perigangglion melepaskan asetilkolin yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya noreprineprin mengakibatkan kontraksi pembuluh

darah. Hipertensi mempengaruhi seluruh sistem aliran darah termasuk

pembuluh darah yang menuju otak. Jika pembuluh darah otak ini

terganggu risiko terjadinya gangguan fungsi otak meningkat ( Duron, dkk

2008).

Tingkat hipertensi pada orang dewasa menurut badan kesehatan

dunia WHO tahun 1999 dalam Endaswari (2012) mengkategorikan

tekanan darah optimal yaitu < 120/<80 , tekanan darah normal <130/<85 ,
3

tekanan darah normal tinggi 130 / 89 , hipertensi ringan 140 / 99 ,

hipertensi sedang 160 / 109 , hipertensi berat 180 / 119, hipertensi maligna

≥ 210 / ≥ 120.

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko yang dapat

menurunkan fungsi kognitif seperti tipe predemensia alzeimer dan

prevaskular demensia (Arntzen, Schirmer, Wilsgaard, &amp; Mathiesen,

2011; Grassi, Ferri, Cheli, Giosia, &amp; Ferri, 2011). Data Kemenkes

(2012) menyatakan prevalensi penderita hipertensi yang mengalami

penurunan fungsi kognitif sebesar 7-9%. Kejadian penurunan fungsi

kognitif yang diakibatkan oleh hipertensi sulit untuk diketahui dikarenakan

banyaknya faktor yang mempengaruhi seperti proses degeneratif, genetik

dan penyakit tertentu (Dongoran, 2007; Kemenkes, 2012). Menurut Sharp

(2011), salah satu komplikasi hipertensi disistem saraf pusat selain struk

juga menyebabkan penurunan fungsi kognitif, salah satunya fungsi

memori yang dibiarkan secara kronis dapat menyebabkan demensia.

Proses penurunan fungsi kognitif pada penderita hipertensi diawali

dengan terjadinya penyumbatan pada arteri serebral sehingga terjadi

sklerosis arteri yang menyebabkan penurunan vaskularisasi ke sel-sel otak.

Hipoperfusi yang terjadi akan mengakibatkan lesi dan iskemik pada

subkortikal. Hal ini akan menyebabkan penurunan kognitif. Multiple

infrak serebral merupakan faktor penurunan kognitif secara progresif yang

berkembang menjadi demensia. Penurunan kognitif dapat disertai dengan

kejadian stroke maupun tanpa kejadian stroke. Lesi serebral parenkim


4

merupakan salah satu tanda klinis demensia vaskular tanpa adanya stroke

(Birns & Kalra, 2009; Dongoran, 2007; Kemenkes, 2012; Paglieri,

Bisbocci, & Caserta, 2008; Westhoff et al., 2011)

Masalah yang terjadi pada penurunan fungsi kognitif akibat faktor

resiko hipertensi sesuai dengan area serebral yang mengalami lesi atau

gangguan. Gangguan kognitif yang dapat terjadi seperti penurunan pada

atensi (kesadaran dan konsentrasi), daya ingat dan penyimpanan informasi,

gangguan bahasa seperti afasia sensorik dan motorik, visuospasial (tidak

dapat mengenal arah), gangguan fungsi eksekutif seperti penurunan

kalkulasi atau kemampuan menghitung, pengambilan keputusan dan

berpikir abstrak (Arntzen et al., 2011; Kemenkes, 2012). Penelitian tes

kognitif yang dilakukan oleh Arntzen et al (2011) menyatakan penurunan

fungsi kognitif berupa atensi sebesar 13%, fungsi eksekutif 36% dan

penurunan memori akibat infrak pada thalamus sebesar 26%.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2016) dengan

judul hubungan jenis kelamin dan usia penderita diabetes militus dengan

penurunan fungsi kognitif pada wilayah kerja puskesmas pringapus

kecamatan pringapus menunjukan hasil penelitian Didapatkan hasil 31

responden (51,7%) berjenis kelamin perempuan dan 29 responden (48,3%)

berjenis kelamin laki-laki dan paling banyak pada kelompok umur diatas

46 tahun sejumlah 21 responden (35%) dimana penurunan kognitif

kategori probable sejumlah 32 responden (53,3%) dan kategori definite

yaitu sejumlah 2 responden (3,3%).


5

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 13 Mei 2017

didapatkan data dari 12 lansia dengan cara wawancara dan mengukur

tekanan darah yang menderita hipertensi didapatkan 5 orang lansia dengan

hipertensi berat. Dari 5 orang ada 3 orang mengalami gangguan kognitif,

dengan skor MMSE <26 dan 2 orang tidak mengalami gangguan kognitif,

Data selanjutnya didapatkan ada 3 orang lansia dengan hipertensi sedang

yaitu 2 orang yang mengalami gangguan kognitif dengan skor MMSE 20

dan 18 dan 1 orang tidak mengalami gangguan kognitif . Data selanjutnya

terdapat 4 orang lansia dengan hipertensi ringan 1 orang mengalami

gangguan kognitif dengan skor MMSE 19, dan 3 orang tidak mengalami

gangguan kognitif .

Berdasarkan fenomena dan data diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan sebuah penelitian tentang ““Hubungan tingkat hipertensi

terhadap fungsi kognitif pada lansia Di Desa Waringin Putih Kecamatan

Bergas Kabupaten Semarang “?.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan ulasan diatas maka peneliti merumuskan masalah

adakah hubungan tingkat hipertensi terhadap fungsi kognitif pada lansia

Di Desa Waringin Putih Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang”.


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan

Tingkat Hipertensi Terhadap Fungsi Kognitif Pada Lansia Di Desa

Wringin Putih Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran tingkat hipertensi pada lansia di Desa

Waringin Putih Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.

b. Mengetahui gambaran penurunan fungsi kognitif pada lansia di

Desa Waringin Putih Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.

c. Menganalisa hubungan tingkat hipertensi terhadap fungsi

kognitif pada lansia Di Desa Waringin Putih Kecamatan Bergas

Kabupaten Semarang.

C. Manfaat Penelitian

1. Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

menambah wawasan tentang hubungan tingkat hipertensi terhadap

fungsi kognitifpada lansia serta sebagai sumber informasi dan ilmu

bagi semua mahasiswa keperawatan.

2. Masyarakat
7

Diharapkan masyarakat lebih mengetahui tentang tekanan

darah tinggi (hipertensi) yang dapat berdampak pada kejadian fungsi

kognitif sehingga masyarakat mampu untuk melakukan cara

mencegah atau pun menurunkan jika tekanan darah tinggi

(hipertensi).

3. Bagi Lansia

Diharapkan dapat diketahui hubungan antara tingkat

hipertensi pada pasien usia lanjut yang mengalami penurunan fungsi

kognitif sehingga dapat menambah pengetahuan mengenai hipertensi

pada pasien usia lanjut. Oleh karena itu nantinya diharapkan dapat

dilakukan upaya pengelolaan dan penatalaksanaan yang lebih

maksimal pada pasien usia lanjut penderita hipertensi yang

mengalami penurunan status kognitif.

4. Bagi Peneliti

Peneliti mendapatkan sebuah pengalaman yang nyata dalam

melakukan penelitian dan bisa sebagai masukan serta perbandingan

bagi mahasiswa yang akan mengadakan penelitian tentang Hubungan

tingkat hipertensi terhadap fungsi kognitif pada lansia penderita

hipertensi Di Desa Waringin Putih Kecamatan Bergas Kabupaten

Semarang.

Vous aimerez peut-être aussi