Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh


virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albocpictus. Di Indonesia merupakan wilayah endemis
dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Gejala yang akan muncul seperti
ditandai dengan demam mendadak, sakir kepala, nyeri belakang bola mata,
mual dan menifestasi perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah serta
adanya kemerahan di bagian permukaan tubuh pada penderita.
Pada umumnya penderita DBD (Demam Berdarah Dengue) akan
mengalami fase demam selama 2-7 hari, fase pertama: 1-3 hari ini penderita
akan merasakan demam yang cukup tinggi 400C, kemudian pada fase ke-dua
penderita mengalami fase kritis pada hari ke 4-5, pada fase ini penderita akan
mengalami turunnya demam hingga 370C dan penderita akan merasa dapat
melakukan aktivitas kembali (merasa sembuh kembali) pada fase ini jika tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat dapat terjadi keadaan fatal, akan
terjadi penurunan trombosit secara drastis akibat pemecahan pembuluh darah
(pendarahan). Di fase yang ketiga ini akan terjadi pada hari ke 6-7 ini,
penderita akan merasakan demam kembali, fase ini dinamakan fase
pemulihan, di fase inilah trombosit akan perlahan naik kembali normal
kembali.
Sampai saai ini BD masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat
dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang
terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian
anggota keluarga dan berkurang usia harapan dalam keluarga, kematian
anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup msyarakat. Dampak
ekonomi langsung adalah biaya pengobatan yang cukup mahal, sedangkan
dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang
dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama

24
perawatan sakit. Mengingat obat untuk membunuh virus Dengue hingga saat
ini belum ditemukan dan vaksin untuk mencegah DBD masih dalam tahap
ujicoba, maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan
memberantas nyamuk penular (vektor). Pemberantasan vektor ini dapat
dilakukan pada saat masih berupa jentik atau nyamuk dewasa.

25
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue

A. Definisi

Demam Dengue adalah penyakit febris virus akut yang seringkali disertai

dengan gejala sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan

lekopenia. Demam Berdarah Dengue ditandai dengan manifestasi klinis

utama yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan

hepatomegali dan pada kasus berat ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi.

Pasien dapat mengalami syok hipovolemik (penurunan cairan) akibat

kebocoran plasma. Syok ini disebut Dengue Shock Syndrome (DSS) dan

dapat menjadi fatal yaitu kematian.28

B. Etiologi

Virus dengue termasuk group B anthropod-borne virus (arboviruses) dan

sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang

mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-

4.Serotipe utama selama beberapa tahun terakhir adalah DEN-2 dan DEN-

3. Infeksi dari satu serotipe memberikan imunitas seumur hidup terhadap

serotipe tertentu tapi hanya beberapa bulan imunitas terhadap serotipe lain.

26
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan

3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya.Keempat jenis serotipe virus

dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,

pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa

rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan

bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang

dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.28

C. Patogenesis

Gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel langerhans di epidermis

dan keratinosit.Kemudian menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel

dendritik, makrofrag, sel endotelial dan hepatosit.Monosit dan sel

dendritik yang terinfeksi memproduksi banyak sitokin proinflammatori

dan kemokin yang selanjutnya mengaktivasi sel T yang diperkirakan

menyebabkan disfungsi endotelial.Disfungsi endotelial menyebabkan

peningkatkan permeabilitas pembuluh yang kemudian menyebabkan

perembesan cairan di pleura, rongga peritonium, dan syok.Sel endotelial

juga dirangsang untuk menimbulkan respons imun yang mengakibatkan

permeabilitas vaskular meningkat. Menurut IDAI (2012), patogenesis

DHF belum jelas namun terdapat hipotesis yang mendukung seperti

heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis

yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah

terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan

virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.28

27
Gambar 1. Hipotesis secondary heterologous infection. 28

Menurut hipotesis infeksi sekunder (Gambar 1), sebagai akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik

pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit

dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di

limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi

virus dengue.Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi

yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen.Pelepasan C3a dan C5a

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan

peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan

dalam rongga serosa.28

28
D. Manifestasi klinis

World Health Organization (2009) membagi gejala klinis demam dengue

menjadi 3 fase :

1. Fase I – Fase Demam

Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka

kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan

sakit kepala. Beberapa pasien dapat memiliki gejala sakit tenggorokan,

faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anorexia, mual, dan muntah

sering terjadi dan dapat sulit dibedakan dengan demam non-dengue

pada fase awal. Uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan

kepastian dari dengue. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie

dan perdarahan membran mukosa (mis. hidung dan gusi) dapat terlihat.

Gejala tidak khas seperti perdarahan vagina dan perdarahan

gastrointestinal dapat terjadi. Hati dapat membesar dan terasa sakit pada

beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel darah putih dapat

memberikan tanda sebagai infeksi dengue. Tanda dan gejala ini kurang

dapat membedakan antara severe dan non severe dengue sehingga perlu

monitoring lebih untuk berhati - hati dalam menilai fase perkembangan

ke fase kritis 31

2. Fase II – Fase Kritis

Pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3-7 namun

temperatur sedikit menurun yaitu 37.5-380 C atau lebih rendah dan juga

menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dengan level

hematokrit yang meningkat. Periode kebocoran plasma berlangsung

29
selama 24 -48 jam. Leukopenia parah diikuti dengan penurunan hitung

trombosit mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma. Pada pasien

dengan tidak diikuti peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik

namun pasien yang memiliki keadaan tersebut akan bertambah parah

dengan kehilangan volume plasma. Efusi pleura dan ascites dapat

terdeteksi tergantung dari tingkat keparahan kebocoran plasma tersebut.

Maka foto thorax dan USG abdomen dapt digunakan sebagai alat bantu

diagnosa. Kadar hematokrit yang melebihi batas normal dapat

digunakan sebagai acuan melihat derajat keparahan kebocoran plasma.

Syok dapat terjadi jika volume plasma berkurang hingga titik kritis dan

sering didahului oleh warning signs. Syok yang berlangsung lama,

menyebabkan hipoperfusi organ sehingga dapat mengakibatkan

gangguan organ, metabolik asidosis, dan Disseminated Intravascular

Coagulation (DIC). 31

3. Fase III – Fase Penyembuhan/Recovery

Pasien yang melewati fase kritis akan memasuki fase recovery dimana

terjadi reabsorpsi cairan extravaskular dalam 48-72 jam, dimana

keadaan umum akan membaik, nafsu makan bertambah, gejala

gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil, dan diuresis

terjadi. Ruam, pruritis, bradikardia dapat terjadi pada fase ini.

Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek pengenceran

dari absorpsi cairan. Sel darah putih perlahan mengalami peningkatan

setelah suhu tubuh menurun diikuti dengan peningkatan trombosit.

Respiratory distress akibat efusi pleura masif dan ascites dapat terjadi

30
akibat dari terapi cairan IV yang berlebih sewaktu fase kritis ataupun

fase recovery yang dapat dikaitkan dengan edema paru atau gagal

jantung kongestif.31

E. Diagnosis

Demam dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua

atau lebih manifestasi sebagai berikut: nyeri kepala, nyeri retro orbital,

mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan lekopenia.

Gambar 2. Spektrum klinis infeksi virus dengue 29

Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), gejala prodromal yang

tidak khas seperti nyeri kepala, sakit tulang belakang, dan perasaan lelah.

Tanda khas dari DD adalah demam mendadak, kadang disertai menggigil,

sakit kepala dan flushed face. Dalam 24 jam , terasa nyeri pada belakang

mata terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, foto

31
fobia, dan nyeri otot sendi. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah

anoreksia, konstipasi, nyeri perut/ koli, nyeri tenggorok, dan depresi.

Demam, suhu pada umumnya antara 39-400C, dapat bersifat bifasik,

menetap antara 5-6 hari. Pada awal fase demam timbul ruam menyerupai

urtikaria di muka, leher, dada, dan pada akhir fase demam (hari sakit

ketiga atau keempat), ruam akan menjadi makulopapular. Selanjutnya pada

akhir fase demam atau awal suhu turun timbul petekie yang menyeluruh

biasanya pada kaki dan tangan, diantara petekie dapat dijumpai area kulit

normal berupa bercak keputihan.Kadang-kadang dirasakan gatal.

Perdarahan kulit pada DD terbanyak adalah uji tourniquet positif dengan

atau tanpa petekie.29

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO (1997). Terdiri

dari Kriteria klinis dan Laboratorium DBD sebagai berikut :

1. Kriteria Klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus

menerus selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan uji tourniquet

positif, petekie, ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis,

perdarahan gusi, hematemesis, dan melena

c. Pembesaran hati

32
d. Shock ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan

tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan

pasien tampak gelisah.

2. Kriteria Laboratorium

a. Trombositopenia (=100.000/ ul )

b. Terdapat peningkatan hematokrit20% dibandingkan dengan

nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa

konvalesen.

c. Tanda kebocoran plasma seperti:efusi pleura, asites

atauhipoproteinemia. Dua atau tiga patokan klinis pertama

disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup

untuk menegakkan diagnosa DBD. 28

Pembagian derajat penyakit DBD dalam 4 derajat yaitu :

- Derajat I : Demam dengan uji bendung positif.

- Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit

atauperdarahan lain.

- Derajat III : Ditemui kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat

danlemah, tekan nadi menurun (< 20mmHg) atauhipotensi disertai

kulit yang lembab dan pasienmenjadi gelisah.

- Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan

darah tidak dapat diukur.28

33
F. Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas

kapiler dan sebagai akibat perdarahan.Pasien DD dapat berobat jalan

sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada

pasien DSS diperlukan perawatan intensif.Diagnosa dini terhadap tanda –

tanda syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi

kematian.Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, diberi obat

antipiretik atau kompres hangat.Tidak dianjurkan pemberian

asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis, perdarahan

atau asidosis sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol.

Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirup, susu, selain air

putih juga dianjurkan pada pasien demam dengue.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda

penyembuhan.Meskipun semikian semua pasien harus diobservasi

terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun.

Perbedaan akan tampak jelas pada saat suhu turun , yaitu pada DD akan

terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal

kegagalan sirkulasi.29

Oleh karena itu, orangtua atau pasien dinasehati bila nyeri perut hebat,

buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti

mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dan kulit

34
dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus dibawa

ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah

suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.29

Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala tidak sepesifik,

sehingga patut diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang

mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala

awal berupa demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, terus

menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu.Pertama yang harus

dilakukan adalah melihat tanda syok yang merupakantanda

kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki

dingin, kulit lembab dan sebagainya.Jika ditemukan kejang, muntah

berulang, kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya dilakukan

rawat inap.Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan

pemeriksaan uji torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit.Apabila

uji torniquet (-) atau uji torniquet (+) dengan jumlah trombosit

>100.000/ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap hari hingga

demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa

parasetamol.Apabila jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk

observasi.Pada pasien rawat jalan, di beri nasehat kepada orang tua

apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus di bawa ke rumah

sakit untuk diperiksa lebih lanjut.28

35
Gambar 3.Tatalaksana kasus tersangka DBD.28

Pada keadaan dehidrasi/kehilangan cairan yang disebabkan demam

tinggi, anoreksia dan muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa

minum 50 ml/kg berat badan dalam 4-6 jam pertama kemudian jika

dehidrasi teratasi diberi cairan rumatan 80 – 100 ml/kgBB dalam 24 jam

berikutnya. Bila terjadi kejang demam, diberikan antikonvulsif selain

diberi antipiretik. Kemudian dilakukan pemeriksaan hematokrit berkala

untuk monitor hasil pengobatan sebagai gambaran derajat kebocoran

plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. 28

36
Gambar 4.Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II28

Adapun kriteria memulangkan pasien adalah pasien dapat dipulangkan

apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan

membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari

setelah syok teratasi, jumlah trombosit >50.000/ul dan cenderung

meningkat, serta tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi

pleura atau asidosis). Pemberian cairan intravena dapat dihentikan

apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%.Jumlah urin 12ml/kgBB/jam

37
atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik.Sedatif

dapat diberikan untuk menenangkan pasien tapi keadaan gelisah akan

hilang dengan sendiri nya apabila pemberian cairan sudah adekuat dan

perfusi jaringan membaik.28

Pada pasien syok, pemberian oksigen 2 liter per menit harus dilakukan

dengan menggunakan masker.Pemberian transfusi darah diberikan pada

keadaanmanifestasi perdarahsn yang nyata.Penurunan hematokrit (dari

50% ke40%) tanpa perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan

tanda adanya perdarahan. Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan

konsentrasi sel darah merah sedangkan plasma segar dan atau suspensi

trombosit untuk pasien dengan DIC. DIC biasanya terjadi pada syok

berat dan menyebabkan perdarahan masif.DIC dipicu oleh hiponatremia

dan asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok berat sebaiknya

dilakukan perbaikan pada asidosis sebelum berkembang menjadi DIC.28

G. Komplikasi

Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya.

Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan

cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Pada usia 1 – 4

tahun wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan

usia tersering terjadinya kejang demam .Kegagalan dalam melakukan

tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan jalan menuju DSS (Dengue

Shock Syndome) dengan tanda kegagalan sirkulasi, hipotensi dan syok.28

38
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, 2011.Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Factsheet No.117.

Revised May 2011. Geneva, World Health Organization.

(http://who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/)

2. Poorwo, Soedarmo S, Herry G, Sri Rezeki S, Hindra I, 2012. Buku Ajar:

Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

3. Bower Albert. Laboratory Diagnosis Of Thypoid Fever. Los Angeles. p. 23-

25.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1512954/pdf/califmed001

81-0077.pdf

4. Sri Rezeki, Soegeng Soegijanto, Suharyono Wuryadi. 2002. Tatalaksana

Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Jakarta: FKUI.

5. Kalayanarooj S, Nimmannitya S, editor. 2004. Guidelines fordengue

hemorrhagic fever case management. Bangkok:WHO Collaborating Centre

for Case Management ofDengue/DHF/DSS Queen Sirikit National Institute

ofChild Health. Sumarmo S Poorwo Soedarmo, Herry Garna, Sri rezeki S.

Hadinegoro, Hindra Irawan Satari, 2008. Buku ajar infeksi dan pediatri

tropis. Edisi kedua Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

6. WHO. 2009. Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

7. Behrem RE, Kliegman RM, 2005. Nelson Texbook of Pediatrics. WB

Sauders.Philadelpia.

39

Vous aimerez peut-être aussi