Vous êtes sur la page 1sur 3

Ada Apa dengan Akademi Komunitas Negeri Pijay ?

Berangkat dari fakta terkini tentang kisruh pembangunan kampus Akademi Komunitas Negeri
(AKN) yang didanai oleh Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia di Gampong Blang Dalam
Kecamatan Bandar Baru Pidie Jaya beberapa waktu silam. Hingga saat ini proses
pembangunan itu masih tertunda akibat penolakan dari masyarakat dan ulama. Dana yang
akan digelontorkan senilai Rp 25 miliar sumbangan dari 18.000 relawan Buddha Tzu Chi di
Sumatera Utara. Kisruh terjadi bukan hanya karena ghirah keislaman masyarakat yang masih
menyala, namun merupakan bentuk pembelaan atas izzah yang mulai luntur dikalangan
pemegang kekuasaan. Sejumlah aktivitas pada prosesi peletakan batu pertama sarat dengan
budaya cina yang notabene adalah budaya kafir, pencatuman tulisan cina pada monumen yang
dibangun menyiratkan lemahnya bergaining position masyarakat Aceh yang notabene
masyarakat muslim pemilik tempat. Ditambah dengan berbagai pembenaran yang diberikan
oleh kalangan pemerintahan, yayasan advokasi, dan kalangan muda yang menyebut dirinya
intelektual muda Aceh. Logikanya, jika anda menawarkan bantuan dan orang yang anda
tawari menolak, seharusnya anda berlapang dada bukan ? namun tidak demikian dengan
Yayasan Bunda Tzu Chi, ketika pembangunan kampus terhenti karena penolakan masyarakat,
mereka pantang menyerah. Bersama Dewan Pengurus Daerah, Aksi Kesetiakawanan Sosial
Indonesia Raya (DPD AKSIRA) Provinsi Sumatera Utara dan Aceh, pada Jumat 16 Februari
2018 berkunjung ke Dayah Al-Muhajirin menemui Abi Lampisang. Dalam kunjungannya
Ketua Bunda Tzu Chi, Mujianto, menyampaikan bahwa ulama memiliki peran yang sangat
penting dalam upaya mencerahkan, mencerdaskan dan membimbing umat. Bisa ditebak bukan
arahnya kemana ? mereka merayu ulama untuk memuluskan jalannya. Langkah yang sangat
berani. Dimana harga diri kita yang sangat megah itu ? tentunya Cut Nyak Dhien menangis
dan Laksmana Malahayati menelungkupkan wajahnya tersebab malu menyaksikan aneuk
Aceh zaman now.

Selama kisruh memanas, berbagai pihak yang menyambut baik bantuan ini menyampaikan
konfirmasinya. Mereka menyampaikan bantuan ini sama sekali tidak ada keterikatan agama.
Retorika dibangun demikian apik untuk meyakinkan masyarakat bahwa bantuan ini semata-
mata bantuan kemanusian, menerimanya tidak akan berakibat buruk dan tidak akan
memurtadkan masyarakat Aceh. Toh, di Banda Aceh juga telah dibangun banyak rumah
bantuan untuk korban tsunami namun tidak ada masyarakat Aceh yang murtad setelah
menerima rumah itu. Analisa yang demikian dangkal, sungguh sejarah telah mencatat
bagaimana hibah dan bantuan orang-orang kafir tidak gratis, memiliki agenda terselubung dan
berbagai konspirasi berbahaya. Untuk itulah saya tertarik mengupasnya didalam tulisan ini,
semoga ini menjadi catatan bagi muslim Aceh yang hidup di akhir zaman, masa yang penuh
tipuan dan fitnah.

Saat ini kita hidup ditengah derasnya arus sekulerisme, paham yang memisahkan agama
dengan kehidupan. Pasca tsunami dan pembangunan kembali Aceh, masyarakat ini menjadi
santapan lezat orang-orang kafir, melalui berbagai lembaga, didukung aneka program juga
sarana dan prasarana yang mereka miliki termasuk media massa yang diberikan kepada
masyarakat atas nama pembangunan kembali Aceh. Mereka melancarkan serangan secara
halus, terencana dan terstruktur dengan rapi melalui media massa, sosial budaya dan juga
pendidikan. Kehidupan Aceh yang dulu tegak diatas idiologi dan Teologi perlahan namun
pasti mulai memudar dan berganti dengan cepat menjadi kehidupan yang semakin sekuler.
Islam tidak lagi menjadi rule of life, telah tergantikan dengan kesepakatan bersama. Jika
sebelumnya penguasa sendiri yang membentengi akidah umat dengan himbauan mematuhi
Syariat Islam agar diberkahi Allah, kini justru penguasa yang melarang himbauan-himbauan
menjauhi maksiat semacam merayakan valentine day, jika itu dilakukan maka telah dianggap
melanggar hukum. Dalam waktu yang sama, orang-orang kafir yang berpegang teguh pada
sistem dan idiologi yang jelas semacam kapitalisme dan sosialisme mulai mencari jalannya di
bumoe meutuwah ini.

Saat ini gencar kita menyimak dari berbagai media baik televisi, berita cetak maupun online,
tenaga kerja asing asal cina menyerbu Indonesia. Setiap saat berbagai bandara ditanah air
dipenuhi oleh tenaga kerja asing. Mereka didistribusikan ke berbagai wilayah Indonesia,
bahkan membuka hutan-hutan di pegunungan berbagai wilayah Indonesia. Mereka bekerja
dengan gaji tinggi dan berbagai fasilitas. Pada saat yang sama anak negeri kesulitan
mendapatkan pekerjaan di negerinya sendiri. Terakhir bahkan dikeluarkan Peraturan Presiden
tentang Penggunaan Tenaga Kerja asing untuk mempermudah mereka meraup untung di
Indonesia.

Segala potensi yang dimiliki Aceh tentu mengiurkan mereka, jangan anggap ini berakhir.
Mereka punya mega proyek di tanoh geutanyoe. Mereka akan menggerakkan aneuk-aneuk
deuk dari putra-putra Aceh untuk menjembatani usahanya. Akan selalu ada orang-orang yang
bersedia menjual diri dan agamanya untuk meraup keuntungan materi dengan memanfaatkan
kedudukan dan jabatannya. Apalagi saat ini kita hidup di akhir zaman, sebagaimana yang
disampaikan oleh Rasulullah :

“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap
jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap
pengkhianat. Ketika itu, orang “Ruwaibidhah” berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa
Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (Hr.
al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, V/465).

Untuk mudahnya, mari bercermin kepada Medan hari ini, siapa yang menguasai berbagai
sektor kehidupan disana ? Cina. Begitu pula Jakarta, Batam, Surabaya dan kota-kota lain di
wilayah Indonesia. Anda tentu masih ingat kisruh reklamasi yang penuh konspirasi, begitupula
proyek negara dalam negara semacam Meikarta. Kita juga bisa melihat sejarah negara
Singapura, Malaysia atau bahkan Rohingya. Mereka terusir dari tanahnya, dengan pola-pola
licik dan menjijikkan. Lebih dari itu Cina adalah kafir harbi Fi`lan, mereka menjajah saudara
muslim kita di xinjiang dan menjadi sponsor utama Budha Myanmar melakukan genosida dan
pembantaian mengerikan terhadap saudara muslim kita Rohingya. Semoga kita bisa
memaksimalkan pemikiran kita, karunia Allah yang luar biasa dengan segenap potensinya
untuk Islam dan Kaum Muslimin. Kita harus senantiasa membuka pemikiran dan
meningkatkan kepedulian, jangan menyepelakan segala sesuatu dan mencukupinya dengan
berdiam diri. Sesungguhnya nanti, kita akan ditanya atas segala pilihan dan sikap kita, maka
kita harus menolak segala bentuk dan cara kaum kafir menguasai nanggroe geutanyaoe meski
dengan berkedok bantuan bidang pendidikan. Wahai aneuk Aceh, takutlah kepada Allah.
Ingatlah firman Allah :

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi ‘auliya’ dengan


meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah
kembali (mu)”. (Q.S. Ali Imran [3]: 28).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian
yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”(Q.S. Al-Maidah [5]: 51). Wallahu`alam bisshawab.

Vous aimerez peut-être aussi