Vous êtes sur la page 1sur 15

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

I. Konsep Penyakit IMA


I.1 Definisi
Infark miokardium akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasukan darah akibat sumbatan akut pada arteri
koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri
koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokontriksi, reaksi
inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula
disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis (Perki, 2004)

Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya timbul sebagai
akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk menghasilkan nekrosis
inversibel otot jantung. (Huan H Gray, dkk, 2005)

Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Brunner &
Sudarth, 2002) infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah
ke otot jantung terganggu. (Suyono, 1999)

AMI merupakan kondisi kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran
darah ke bagian otot jantung terhambat.

I.2 Etiologi
Faktor penyebab Akut Miokard Infark (AMI) : (Kasuari, 2002)
I.2.1 Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
I.2.1.1 Faktor pembuluh darah :
a. Aterosklerosis
b. Spasme
c. Arteritis
I.2.1.2 Faktor sirkulasi :
a. Hipotensi
b. Stenosos aurta
c. Insufisiensi
I.2.1.3 Faktor darah :
a. Anemia
b. Hipoksemia
c. Polisitemia
I.2.1.4 Curah jantung yang meningkat :
a. Aktifitas berlebihan
b. Emosi
c. Makan terlalu banyak
d. Hypertiroidisme
I.2.1.5 Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a. Kerusakan miokard
1
b. Hypertropimiokard
c. Hypertensi diastolik

Faktor resiko Akut Miokard Infark (AMI) :


1.2.1 Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi. Merupakan faktor resiko yang bisa
dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang
termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
1.2.1.1 Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain:
menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan
vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung,
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam
sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak
merokok.
1.2.1.2 Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah
hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen,
mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam
sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak semua
literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia,
hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
1.2.1.3 Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler
dan penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya
berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik
1.2.1.4 Hipertensi sistemik
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara
tidak langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti
ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari
meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan
oksigen jantung.
1.2.1.5 Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan
darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan
tingkat aktivitas yang rendah.
1.2.1.6 Kurang olahraga
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan resiko terkena
penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
1.2.1.7 Penyakit diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM
sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan
dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi
sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi
platelet dan peningkatan trombogenesis).

2
1.2.2 Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Merupakan faktor resiko yang
tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya
1.2.2.1 Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55
tahun (umumnnya setelah menopause).
1.2.2.2 Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-laki dua
kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan
dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada perempuan.
Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya
setare dengan laki pada wanita setelah masa menopause.
1.2.2.3 Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia
70 tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK.
Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic
pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga
mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
1.2.2.4 RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris
lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk lokal, sedangkan angka
yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia
1.2.2.5 Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara,
Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan
perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan
kehidupan urban.
1.2.2.6 Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar,
sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan
untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan
abnnormalitas metabolisme lipid.
1.2.2.7 Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar
laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi
(missal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar
ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat
PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual

Faktor predisposisi Akut Miokard Infark (AMI) : (Kasuari, 2002)


1.2.1 Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1.2.1.1 Usia lebih dari 40 tahun
1.2.1.2 Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
1.2.1.3 Hereditas
1.2.1.4 Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
1.2.2 Faktor resiko yang dapat diubah :
1.2.2.1 Mayor :
3
a. Hiperlipidemia
b. Hipertensi
c. Merokok
d. Diabetes
e. Obesitas
f. Diet tinggi lemak jenuh, kalori
1.2.2.2 Minor :
a. Inaktifitas fisik
b. Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif).
c. Stress psikologis berlebihan.
Infarkmiokard dapat disebabkan oleh penyempitan kritis arteri koroner akibat
ateriosklerosis atau oklusiarteri komplit akibat embolus atau trombus. Penurunan
aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragi.
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.

1.3 Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala infark miokard (triage) adalah :
1.3.1 Klinis
1.3.1.1 Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, ini merupakan gejala utama.
1.3.1.2 Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
1.3.1.3 Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
1.3.1.4 Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
1.3.1.5 Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
1.3.1.6 Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
1.3.1.7 Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri).
1.3.2 Laboratorium
1.3.2.1 Pemeriksaan Enzim jantung
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6
jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48
jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk
kembali normal
c. AST/SGOT

4
Meningkat (kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 2 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
1.3.2.2 EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T
tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan
yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang
menandakan adanya nekrosis.
1.3.2.3 Diagnostik
Diagnosis AMI dapat ditegakkan secara :
Anamnesis keluhan nyeri dada yang disebabkan oleh IMA ialah
sebagai berikut:
Nyeri substernal, prekordial, epigastrium. Nyeri menjalar ke lengan
kiri , leher dan rahang. Nyeri dada lebih dari 30 menit. Kualitas nyeri
dada seperti ditekan, diremas, terasa berat. Nyeri dada tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrat sublingual. Dapat disertai
palpitasi , sesak nafas, banyak keringat dan pucat (Schneider &
Seckler, 1981)

1.4 Patofisiologi
AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu lebih dari 30-
45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung
yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling
banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease (CAD). Pada
penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa
tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay darah dan oksigen
pada jantung) Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan
darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa
menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.

Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian
otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot
jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung rusak itu akan
mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark
juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa
spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini.

Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-
obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang
ekstrim Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik
sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika
terlambat dalam penangananya. Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan
arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar
yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi
dua yaitu desenden Anterior dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria desenden
anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini
menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan
ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri
5
kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium
kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel
posterior.Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri
pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung
yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum
interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan diafragmatik
ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior
kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan
infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan. Berdasarkan
ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi
infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom
disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja
disebut infark subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel
karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang
mengalami iskemi (disekeliling daerah infark).

Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai


berikut: Daya kontraksi menurun; Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena
infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi); Perubahan daya
kembang dinding ventrikel; Penurunan volume sekuncup; Penurunan fraksi ejeksi.
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini:
Ukuran infark à jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik; Lokasi
Infark àdinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar dibandingkan
jika terjadi pada bagian inferior; Sirkulasi kolateral à berkembang sebagai respon
terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang
menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan
yang terjadi minimal; Mekanisme kompensasi à bertujuan untuk mempertahankan
curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme
kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menmghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran
listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan
iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada infark,
miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi
secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk,
dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q
terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal,
tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat
iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan
gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya,
gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q
menetap dan segmen ST kembali normal.

Gambaran spesifik pada rekaman EKG


6
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal
(depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama
gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

1.5.2 Test Darah


Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-
protein tertentu keluar masuk aliran darah.
1.5.2.1 LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark
miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6
hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.Iso enzim LDH
lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan
klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama
Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-
MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa
ditemukan pada otot skeletal.
1.5.2.2 Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda paling spesifik
cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT)Tn T sudah terdeteksi
3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi dalam
serum selama 1-3 minggu.Pengukuran serial enzim jantung diukur
setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2
kali batas tertinggi nilai normal.
1.5.3 Pemeriksaan enzim jantung :
1.5.3.1 CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6
jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
1.5.3.2 LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk
kembali normal
1.5.3.3 AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari

1.6 Komplikasi
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,
supraventrikulertakiaritmia,aritmia ventrikular, gangguan konduksi), disfungsi otot
jantung (gagal jantung kiri, hipotensi, dan shock), infark ventrikel kanan, defek
mekanik, ruptur miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan trombus mural.

1.7 Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan
7
serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk
penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut.Berikut ini adalah penanganan
yang dilakukan pada pasien dengan AMI :
1.7.1 Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen
yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung.
Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
1.7.2 Pasang monitor kontinu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat
terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan.
1.7.3 Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga
mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung
berarti memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri
1.7.4 Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi
yang diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan
mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan kebutuhan
tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani jantung.
1.7.5 Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya
mendapatkan aspirin (antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah.
Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan
clopidogrel.
1.7.6 Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan
memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga
dapat membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri
tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin.
1.7.7 Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat
mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien
dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan
petidin
1.7.8 Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai mendapatkan
serangan jantung, segera hubungi 118 untuk mendapatkan pertolongan segera.
Karena terlambat 1-2 menit saa nyawa korban mungkin tidak terselamatkan
lagi

1.8 Pathway

8
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Infark Miokard Akut
II.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
II.1.1.1 Keluhan utama
II.1.1.2 Riwayat penyakit sekarang
II.1.1.3 Riwayat penyakit sebelumnya
II.1.1.4 Riwayat penyakit keluarga (genogram jika ada)
II.1.2 Pemeriksaan fisik : data fokus
Pengkajian primer akut mokard infark (AMI)
II.1.2.1 Airways
a. Sumbatan atau penumpukan secret
b. Wheezing atau krekles
II.1.2.2 Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas
II.1.2.3 Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat/menurun
d. Edema
9
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun
Pengkajian sekundar akut miokard infark (AMI)
2.1.2.1 Aktifitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap, jadwal olah raga tidak teratur.
Tanda : Takikardi,dispnea pada istirahat / aktifitas
2.1.2.2 Sirkulasi
Gejala : Riwayat MI sebelumnya, penyakit arteri koronaria, GJK,
masalah TD, DM.
Tanda : TD dapat normal atau naik/turun.
Nadi dapat normal, penuh / tak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (distritnya)
Bunyi jantung : bunyi jantung ekstra S3 / S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung / penurunan kontraktilitas ventrikel.
Murmur, bila ada menunjukkan gagal katub/disfungsi otot papiler
Friksi dicurigai perikarditis
Irama jantung : dapat teratur/tidak teratur
Edema : distensi vena jugular, edema dependen/perifer, edema
umum krekels mungkin ada dengan gagal jantung
Warna : pucat/sianosis/kulit abu-abu kuku datar pada membran
mukosa dan bibir.
2.1.2.3 Integritas Ego
Gejala : menyangkal gejala penting/adanya kondisi
Tanda : mendak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata gelisah,
marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri.
2.1.2.4 Eliminasi
Tanda : normal/bunyi usus menurun.
2.1.2.5 Makanan/cairan
Gejala : mual/kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar, penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
Tanda : muntah, perubahan berat badan.
2.1.2.6 Higiene
Tanda/gejala : kesulitan melakukan tugas perawatan
2.1.2.7 Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur/saat bangun
Tanda : perubahan mental,kelemahan.
2.1.2.8 Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak
Lokasi : tipikal pada dada anterior,subternal, prekordia, dapat
menyerang ke tangan, rahang wajah.
Kualitas : menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
Intensitas : biasanya pada skala 1-5
Catatan : nyeri mungkin tak ada pada klien post operasi, dengan
DM, hipertensi, lansia.
10
Tanda :
Wajah meringis
Perubahan postur tubuh
Menarik diri, kehilangan kontak mata
Respon otomatik : perubahan frekuensi/irama jantung, tekanan
darah, pernafasan, warna kulit, kelembaban, kesadaran.
2.1.2.9 Pernafasan
Gejala :
Dyspnea dengan/tanpa kerja, dyspnea nokturnal
Batuk dengan/tanpa sputum
Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
Tanda :
Peningkatan frekuensi pernafasan
Sianosis
Bunyi nafas : bersih/krekels
Sputum : bersih, merah muda kental
2.1.2.10 Interaksi sosial
Gejala : stres saat ini contoh kerja, keluarga, kesulitan koping
dengan stresor yang ada
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, menarik diri dari keluarga

2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1 : Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal (NANDA NIC-
NOC, 2011 : 806)
2.2.1 Definisi : penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman
nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler
2.2.2 Batasan Karakteristik
Subjektif
2.2.2.1 Nyeri dada
2.2.2.2 Dispnea
2.2.2.3 Rasa seperti “akan mati”
Objektif
2.2.2.1 Gas darah arteri tidak normal
2.2.2.2 Perubahan frekuensi pernafasan di luar parameter yang dapat
diterima
2.2.2.3 Aritmia
2.2.2.4 Bronkospasme
2.2.2.5 Pengisian kembali kapiler > 3 detik
2.2.2.6 Retraksi dada
2.2.2.7 Nafas cuping hidung
2.2.2.8 Penggunaan otot bantu pernafasan
2.2.3 Faktor Yang Berhubungan
2.2.3.1 Perubahan afinitas Hb terhadap O2
2.2.3.2 Perubahan konsentrasi Hb dalam darah
2.2.3.3 Keracunan enzim
2.2.3.4 Gangguan pertukaran
2.2.3.5 Hipervolemia
11
2.2.3.6 Hipoventilasi
2.2.3.7 Hipovolemia
2.2.3.8 Gangguan transport O2 melalui alveoli dan membrane kapiler
2.2.3.9 Gangguan aliran arteri atau vena
2.2.3.10 Ketidaksesuaian antara ventilasi dan aliran darah

Diagnosa 2 : Nyeri akut (NANDA NIC-NOC, 2015: 317 [45])


II.1.1 Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association
for the study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung < 6 bulan.
II.1.2 Batasan karakteristik
II.1.2.1 Perubahan selera makan
II.1.2.2 Perubahan tekanan darah
II.1.2.3 Perubahan frekuensi jantung
II.1.2.4 Perubahan frekuensi pernapasan
II.1.2.5 Laporan isyarat
II.1.2.6 Diaforesis
II.1.2.7 Perilaku distraksi (mis. Berjalan mondar-mandir mencari orang lain
dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
II.1.2.8 Mengekspresikan perilaku (mis. Gelisah, merengek, menangis)
II.1.2.9 Masker wajah (mis. Mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu focus meringis)
II.1.2.10 Sikap melindungi area nyeri
II.1.2.11 Fokus menyempit (mis. gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
II.1.2.12 Indikasi nyeri yang dapat diamati
II.1.2.13 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
II.1.2.14 Sikap tubuh melindungi
II.1.2.15 Dilatasi pupil
II.1.2.16 Melaporkan nyeri secara verbal
II.1.2.17 Gangguan tidur
II.1.3 Faktor yang berhubungan
Agen cedera (mis. biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

II.2 Perencanaan
No. Tujuan & Kriteria
Intervensi (NIC) Rasional
Dx Hasil (NOC)
1. Setelah dilakukan 1. Pemantauan asam-basa 1. Mengatur dan menganalisis
asuhan keperawatan data pasien untuk mengatur
selama … x 24 jam 2. Perawatan jantung : akut keseimbangan asam-basa
diharapkan pasien 2. Meminimalkan komplikasi
perfusi jaringan 3. Perawatan sirkulasi : untuk pasien yang saat ini
kardiopulmonal efektif insufiensi arteri mengalami episode
kembali dengan kriteria ketidakseimbangan antara
12
hasil : 4. Perawatan sirkulasi : suplai dan kebutuhan
1. Jantung efektif dalam insufiensi vena oksigen miokardium, yang
memompa darah mengakibatkan kerusakan
2. Sirkulasi jantung baik 5. Terapi oksigen fungsi jantung
3. Meningkatkan sirkulasi
6. Pemantauan pernafasan arteri
4. Meningkatkan sirkulasi
7. Manajemen syok : vena
jantung 5. Memberikan oksigen dan
memantau keefektifannya
8. Pemantauan tanda vital 6. Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien
untuk memastikan
kepatenan jalan nafas serta
keadekuatan pertukaran gas
7. Meningkatkan keadekuatan
perfusi jaringan, untuk
pasien yang mengalami
masalah fungsi pompa
jantung yang serius
8. Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien
kardiovaskular, pernafasan,
dan suhu tubuh untuk
menentukan dan mencegah
komplikasi
2. Setelah dilakukan 1. Pemberian analgesik 1. Menggunakan agen-agen
asuhan keperawatan farmakologi untuk
selama … x 24 jam 2. Manajemen medikasi mengurangi atau
diharapkan pasien tidak 3. Manajemen nyeri menghilangkan nyeri
mengalami nyeri dengan 2. Memfasilitasi penggunaan
kriteria hasil : 4. Manajemen sedasi obat resep atau obat bebas
1. Memperlihatkan secara aman dan efektif
teknik relaksasi 3. Meringankan atau
secara individual mengurangi nyeri sampai
yang efektif untuk pada tingkat kenyamanan
mencapai keamanan yang dapat diterima oleh
2. Mempertahankan pasien
tingkat nyeri pada __ 4. Memberikan sedatif,
atau kurang memantau respon pasien,
3. Melaporkan nyeri
dan memberikan dukungan
pada penyedia
fisiologis yang dibutuhkan
layanan kesehatan
selama prosedur diagnostic
4. Tidak mengalami
atau terapeutik
gangguan dalam
frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung atau
tekanan darah

13
III.Daftar Pustaka
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Hudak & Gallo. 1995. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. EGC : Jakarta
Judith M. Wilkinson. (2005). Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervention and NOC Outcomes. Upper Saddle River: New Jersey
Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2.
Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli
diterbitkan tahun 1989)
Muttaqin, A. (2012). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: EGC.
Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998

Banjarmasin, Januari 2018


14
Preseptor Klinik,

( Muhammad Fadli, S.Kep.,Ns )

15

Vous aimerez peut-être aussi