Vous êtes sur la page 1sur 8

ETIOPATOGENESIS FIBROMATOSIS UTERI

Manta L & Suciu N & Toader O & Purcărea RM & Constantin A & Popa F
Journal of Medicine and Life

Abstrak
Fibroid atau leiomioma uteri adalah tumor jinak rahim yang paling umum menyerang wanita
usia subur. Mekanisme terjadinya fibromatosis uteri serta perkembangannya dapat berkaitan
dengan faktor risiko dan mekanisme genik tertentu, walaupun penyebab pastinya belum
sepenuhnya diketahui. Perkembangan fibroid uteri tidak hanya berhubungan dengan
metabolisme dan tingkat hormon estrogen dan progesteron saja, tetapi juga jumlah reseptor
hormon yang diekspresikan pada permukaan miometrium. Efek proliferatif dari estrogen dan
progesteron dapat meningkat dengan adanya faktor proinflamasi (TNFα), faktor pertumbuhan
(IGF1, IGF2, TGFbeta3 dan betaFGF) atau inhibitor apoptosis (p53 suppression). Sejumlah
faktor predisposisi seperti etnis-kulit hitam, menarke usia dini, nuliparitas, konsumsi kafein dan
alkohol, peradangan kronis, dan obesitas juga dapat menjadi faktor resiko fibroid uteri. Sekitar
40% fibroid uteri disebabkan oleh perubahan sitogenetika yang sama yang ditemukan pada jenis
tumor lainnya seperti tumor ginjal, paru, atau leiomiosarcoma. Fibromatosis uteri sering
dihubungkan dengan kelainan lain seperti AHT (hipertensi arterial), adenokarsinoma
endometrium, adenomiosis, endometriosis, diabetes mellitus, dan tumor payudara. Efek dari
beberapa ketidakseimbangan hormonal terhadap berbagai organ bergantung pada jumlah
ekspresi reseptor hormon tersebut, menjadi penyebab banyak kelainan diantaranya fibromatosis
uteri.

Kata kunci: fibromatosis uteri, fibroid uteri, leiomioma uteri, tumor jinak
PENDAHULUAN
Fibroid atau leiomioma uteri adalah suatu tumor jinak rahim yang paling umum
menyerang wanita usia subur, dimana penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami. Tumor
ini disebabkan oleh proliferasi dan transformasi jaringan miometrium dalam kondisi
fisiopatologis tertentu. Prevalensi fibromatosis uteri meningkat dari sekitar 35% (diagnosis klinis
secara eksklusif) sampai sekitar 50% pada wanita subur (diagnosis ultrasonografi) dengan
perkembangan ultrasonografi. Angka kejadian fibromatosis uteri terus meningkat hingga sekitar
80% pada temuan spesimen histerektomi. Kejadian dan perkembangan fibromatosis dapat terkait
dengan faktor risiko dan mekanisme genetik tertentu, walaupun penyebab pastinya belum
sepenuhnya diketahui.
Faktor Risiko Fibromatosis Uteri
1. Estrogen dan progesteron
Perkembangan fibroma uteri, dalam banyak penelitian, dikaitkan dengan metabolisme
dan tingkat hormon seksual wanita, terutama hormon estrogen dan progesteron. Pertumbuhan,
stagnasi atau regresi dari fibroma uteri pada berbagai wanita, yang memiliki kadar hormon yang
serupa, menimbulkan gagasan mengenai monoclonal tumor origin, dengan ciri khas molekul dan
reseptor permukaan. Fakta bahwa perkembangan leiomioma tidak hanya terkait dengan tingkat
estrogen, tetapi juga jumlah reseptor yang diekspresikan pada permukaan miometrium menjadi
penjelasan dari gagasan tersebut, sehingga ekspresi reseptor estrogen α dan β ditemukan lebih
tinggi pada sel tumor. Akibat perubahan epigenetik mikro-ARN, hipometrofi reseptor estrogenik
serta aktivasinya terjadi pada sel tumor. Efek proliferatif estrogen dapat meningkat dengan
adanya faktor proinflamasi (sitokin), faktor pertumbuhan (IGF1, IGF2, TGFbeta3 dan betaFGF)
dan inhibitor apoptosis seluler (p53).
Pertumbuhan fibroma yang cepat setelah usia 30 tahun dan terutama selama
premenopause menunjukkan adanya hubungan antara perubahan usia dan perubahan hormon
dalam fluktuasi hormonal, yang mengindikasikan tingkat LH yang meningkat selama
premenopause menyebabkan pertumbuhan volume fibroma uteri. Aktivitas progesteron
bermanifestasi melalui reseptor A dan B. Pada tingkat fibroma, jumlah reseptor progesteron
ditemukan meningkat. Efek mitogenik progesteron menyebabkan peningkatan kadar IGF, TGF
beta 3 dan penurunan ekspresi TNF alfa. Regresi fibroma uteri dengan pengobatan anti-
progesteron (RU486) atau dengan penghambat reseptor progesteron (ulipristal asetat),
membuktikan adanya efek proliferasi progesteron pada fibroma uteri.
2. Etnisitas
Seperti yang sudah diketahui, keberadaan ras kulit hitam merupakan faktor risiko
terjadinya fibromatosis uteri. Wey et al. menemukan ekspresi yang berbeda, tergantung pada
genetik protein yang mengkode mutasi genetik pada tingkat leiomioma yang menyebabkan
perkembangan gangguan ini berbeda pada ras yang lain.
3. Menarke dini
Menarke sebelum usia 10 tahun terbukti menjadi faktor risiko, sedangkan onset menarche
setelah usia 16 tahun nampaknya menjadi faktor protektif terhadap perkembangan fibromatosis
uteri. Usia menarke adalah faktor risiko untuk endometrium atau kanker payudara, penyakit yang
sering dikaitkan dengan fibromatosis uteri.
4. Paritas dan kehamilan
Paritas memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan terjadinya fibromatosis uteri.
Mekanisme perlindungan kehamilan belum diketahui, namun lesi kecil mungkin muncul selama
regresi uteri saat persalinan, akibat terjadinya proses apoptosis. Fibroma uteri sensitif terhadap
iskemia uteri selama persalinan, sehingga menyebabkan involusi dari fibroma tersebut.
5. Konsumsi kafein dan alkohol
Studi terbaru menunjukkan terdapat hubungan langsung antara konsumsi kafein dan
alkohol dengan kejadian fibromatosis uteri. Konsumsi lebih dari 500μg kafein/hari dikaitkan
dengan peningkatan risiko perkembangan fibromatosis uteri.
6. Peradangan kronis
Mekanisme yang menjelaskan penyebab peradangan dan proliferasi tumor adalah luka
yang disebabkan oleh infeksi, yang menyebabkan pertumbuhan matriks ekstraselular dan
proliferasi seluler akibat faktor pro-inflamasi dan pertumbuhan, penurunan apoptosis dan
perbaikan jaringan abnormal.
7. Terapi hormonal
Terapi hormonal, sampai saat ini, tidak dapat dianggap memberatkan pertumbuhan
volume fibroid uteri. Pengaruh pemberian kontrasepsi oral pada awal kejadian dan
perkembangan fibroma uteri tetap menjadi kontroversi sejauh ini, efeknya mungkin berbanding
lurus dengan dosis dan jenis estrogen dan progestin dari komposisi tablet kontrasepsi tersebut.
Risiko perdarahan pada fibromatosis uteri tampaknya berkurang selama pemberian kontrasepsi
oral.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunan risiko 30% pada awal fibromatosis
uteri pada wanita dengan berat badan normal yang telah menggunakan kontrasepsi oral selama
lebih dari 10 tahun, mungkin karena penghambatan ovarium yang berkepanjangan sehingga
menghindari fluktuasi dan perubahan hormonal yang spesifik untuk berbagai interval waktu
reproduktif. Bahkan jika kontrasepsi oral tidak mengurangi ukuran tumor, kontrasepsi dapat
mengurangi gejala dan perdarahannya, tanpa kontraindikasi pada wanita dengan fibroma uteri.
8. Merokok
Merokok mengurangi risiko fibromatosis uteri. Nikotin menghambat aromatase, sehingga
menurunkan kadar hormon estrogen baik oleh apoptosis folikel ovarium, maupun dengan
menurunkan tingkat konversi androgen ke estrogen. Nikotin juga mengubah metabolisme
estradiol dengan hidroksilasi dan menurunkan bioavailabilitas jaringan.
9. Faktor genetik
Fibromatosis uteri sampai saat ini tidak dipandang sebagai kelainan akibat genetik.
Temuan terbaru membuktikan pentingnya perubahan sitogenetika dalam etiopatogenesis
fibromatosis uteri. Sekitar 40% fibroma uteri disebabkan oleh perubahan sitogenetika yang
terjadi juga pada jenis tumor lainnya, seperti tumor ginjal, paru atau leiomiosarcoma. Mutasi gen
yang dapat menyebabkan fibromatosis uteri adalah translokasi antara kromosom 12 dan 14,
translokasi antara kromosom 6 dan 10, serta delesi kromosom 3 dan 7.
HMGA2 yang ditemukan dalam translokasi 12:14 tampaknya merupakan anomali
sitogenetik yang paling sering terjadi, terjadi pada sekitar 20% fibroma uteri, namun tidak pada
miometrium normal. Gen kode gen HMGA2 bertanggung jawab untuk proliferasi tipe embrio,
yang bekerja pada tingkat DNA seluler. Gen ini diekspresikan pada tingkat sel leiomiomatous,
tetapi diekspresikan pada jaringan lain juga, seperti di paru atau hati. Perubahan epigenetik
(RNA) juga dikaitkan dengan patogenesis fibromatosis uteri. Sebuah hipermetilasi dari reseptor
estrogen alpha diamati terjadi pada fibroma, pada tingkat sel. Hipermetilasi protein dan enzim
secara global terkait dengan perkembangan fibromatosis uteri. Metilasi DNA dan protein adalah
mekanisme yang mengatur aktivitas transkripsi dan aktivitas enzimatik. Hipometilasi DNA
seluler menyebabkan peningkatan aktivitas transkripsi dan proliferasi seluler yang spesifik pada
perkembangan tumor (perubahan epigenetik). Perubahan molekuler tersebut terjadi selama masa
kanak-kanak. MicroRNA adalah molekul kecil, yang tidak memiliki peran dalam pengkodean
informasi genetik, yang berfungsi dalam hipoexpresi RNA seluler (silencing) dan regulasi
transkripsi post-transkripsional dari ekspresi gen. Beberapa molekul microRNA, seperti let7
(miR21, miR93, miR106b, miR200) memiliki fungsi yang berubah dalam fibromatosis uteri.
Penelitian tambahan diperlukan untuk identifikasi terapi gen pada fibromatosis uteri.
10. Obesitas
Obesitas dianggap sebagai faktor risiko untuk fibromatosis uteri. Berbagai penelitian
melaporkan hampir 70% wanita dengan fibromatosis memiliki BMI lebih tinggi dari 25.
Mekanisme yang terjadi adalah adanya peningkatan produksi estrogen perifer di jaringan
adiposa, melalui aromatisasi. Fibroma uteri dianggap tumor yang perkembangannya bergantung
pada tingkat estrogenik tinggi yang spesifik pada obesitas.
11. Fisiopatologi perdarahan pada fibromatosis uteri (miometrial junction)
Subendometrial dari miometrium (miometrial junction) adalah kompartemen berbeda
yang dapat dilihat pada echography dan MR-scan. Area miometrial junction memiliki struktural
dan fungsional yang berbeda. Fibroma menurut lokasinya diklasifikasikan menjadi submukosa,
intramural, dan subserous. Fibroma submukosa menonjol ke dalam rongga uteri, sedangkan
fibroma submukosa dikaitkan dengan terjadinya metrorrhagia dan disfungsi reproduksi. Ukuran
dan tingkat tonjolan di rongga uteri adalah faktor utama yang menentukan keparahan gejala.
Fibroma tebal yang berasal dari miometrium eksternal juga dapat menyebabkan kelainan pada
rongga uteri. Fibroma yang terjadi di daerah miometrial junction memiliki pertumbuhan yang
lebih cepat dan mengekspresikan lebih banyak reseptor estrogen dan progesteron dibandingkan
dengan fibroma dari miometrium lainnya. Daerah junction tersebut dapat diidentifikasi dalam
ekografi sebagai garis hipoekogenik, yang terletak di subendometrium.
Fibromas submukosa menyebabkan diskontinuitas dalam gambaran MR atau ekografi
pada daerah junction, sedangkan fibroma di daerah miometrium lain hanya menyebabkan
deformasi dengan cara menekan, tanpa mengubah morfologinya. Mengidentifikasi daerah
fibroma dapat berguna dalam konseling dan menjelaskan prognosis dan gangguan yang dapa
terjadi pada pasien. Penebalan area junction dapat diamati pada pasien wanita dengan
fibromatosis, dimana terjadi perubahan vaskular dan biokimia, menyebabkan perdarahan pada
tingkat endometrium dan menurunkan tingkat implantasi embrio. Fibroma submukosa juga
terbentuk di daerah ini. Perubahan ini harus dibedakan dengan adenomiosis.
Mekanisme diferensiasi miometrium belum sepenuhnya diketahui, namun tampaknya
terjadi dibawah pengaruh hormon estrogen, yang dimediasi oleh sitokin dan uterotonin yang
dikeluarkan secara lokal oleh endometrium basal dan limfosit endomiometrium. Penebalan area
junction, yaitu hiperplasia, adalah temuan MR yang sering terjadi pada wanita dengan disfungsi
menstruasi dan metrorrhagia.
12. Disfungsi terkait, mekanisme aksi
Sebagai bagian dari disfungsi sistem, fibromatosis uteri dihubungkan dengan kelainan
lain seperti AHT (hipertensi arterial), adenokarsinoma endometrium, adenomiosis,
endometriosis, diabetes melitus, tumor payudara, yang tampaknya memiliki kausalitas yang
umum. Hipertensi arterial meningkatkan risiko fibromatosis uteri oleh mekanisme serupa yang
ditemukan pada aterosklerosis, yang menginduksi proliferasi pada otot polos pembuluh darah
(proatherogenic). Stres hemodinamik yang disebabkan oleh AHT menyebabkan lesi pada endotel
vaskular, sehingga meningkatkan permeabilitas, migrasi sel otot polos dan membentuk patch
atheroma dan jaringan fibrosa. Mekanisme yang sama yang memulai pembentukan fibroma
tampaknya menyebabkan lesi pada sel miometrium. Temuan mengenai struktur dan anomali
fungsi vaskularisasi uteri pada fibromatosis menunjukkan kausalitas penyakit tersebut. Atheroma
patch dan fibroma uteri memiliki karakteristik yang serupa, diantaranya asal monoklonal,
perilaku serupa dalam kultur sel; Pada preeklampsia, sel miometrium menumpuk lipid dengan
cara yang sama seperti sel aterosklerotik, yang memiliki kecenderungan umum dalam fibrosis
dan kalsifikasi.
Meskipun dapat dianggap bahwa hiperinsulinemia dan peningkatan kadar IGF 1 dapat
menyebabkan dan mendukung proliferasi dan perkembangan leiomioma, nampaknya ada
hubungan negatif antara fibroma dengan diabetes mellitus, yang akhir lebih ini merupakan faktor
pelindung, kemungkinan karena angiopati. Dalam berbagai penelitian yang diamati, fibromatosis
uteri berdampingan secara proporsional hingga 20% dengan endometriosis, terutama pada
kelainan simtomatik, memiliki etiopatogenesis umum dan terlibat secara independen dalam
mekanisme infertilitas.
Reseptor progesteron memediasi tindakan progesteron yang disekresikan oleh ovarium
dan, bersama dengan estrogen, mempersiapkan endometrium untuk implantasi, menjaga
kehamilan, diferensiasi, dan pematangan jaringan mammae. Identifikasi pasti dari cara masing-
masing hormon feminin bertindak, tetap menjadi tantangan. Kelainan patologi pada uteri dan
payudara, termasuk kanker endometrium, endometriosis, fibromatosis uteri, dan kanker payudara
berhubungan langsung dengan tingkat estrogen darah, yang dianggap sebagai faktor mitogenik.
Sejumlah temuan juga mendukung peran progesteron yang berbeda dalam asal mula gangguan
ini. Progesteron menentang proliferasi endometrium akibat estrogen, dan karena itu
insufisiensinya secara substansial meningkatkan risiko kanker endometrium.
Pada endometriosis, jaringan endometrium eutopik dan ektopik memiliki respons yang
lemah terhadap progesteron dan dianggap tahan progesteron yang menambah evolusi kelainan
ini. Progesteron menginduksi perkembangan tumor dan pertumbuhan fibromatosis uteri dengan
meningkatkan proliferasi tumor, hipertrofi seluler dan pertumbuhan pada deposisi matriks
ekstraselular. Progesteron adalah faktor proliferatif dan karsinogenik pada jaringan mamaria
normal dan neoplastik. Mekanisme inti untuk aksi terdiferensiasi progesteron di jaringan ini
mungkin merupakan interaksi paracrine dari reseptor progesteron di stroma dan epitelium.
Endometrium normal adalah mukosa dengan sel stroma yang mengekspresikan reseptor
progesteron dalam jumlah tinggi, yang mempengaruhi proliferasi dan diferensiasi sel, memiliki
peran anti-karsinogenik. Target seluler utama progesteron di jaringan mammae dan fibromatosa
yang berlawanan dengan jaringan endometrium adalah sel epitel mammae dan leiomiomatosa
dan stroma dengan ekspresi reseptor progesteron yang meningkat kurang lengkap, sehingga
menimbulkan efek protopik pada stroma dan antiproliferatif.
Tindakan dan efek dari beberapa ketidakseimbangan hormonal terhadap berbagai organ
bergantung pada ekskresi histologis dan lokal dari berbagai reseptor, yang menjadi penyebab
banyak kelainan, di antaranya fibromatosis uteri.
Referensi
1. Manta, L., Suciu, N., Toader, O., Purcărea, R., Constantin, A., & Popa, F. (2016). The
etiopathogenesis of uterine fibromatosis. Journal of Medicine and Life, 9(1), 39–45.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5152611/

Vous aimerez peut-être aussi