Vous êtes sur la page 1sur 17

Asma Bronkial Pada Anak

Hermita Octoviagnes Buarlele

102013148

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat.

ABSTRACT

Asthma is a chronic inflammatory airway disorder which involves a variety


of inflammatory cells. The basis of this disease is bronchial hyperactivity in
different levels, airway obstruction, and respiratory symptoms (wheezing and
tightness). Airway obstruction is generally are reversible, but may be less
reversible even relativ nonreversibel depending on the weight and length of the
illness. Asthma is a disease of the familiar, handed down in poligenik and
multifaktorial. Although there is overlap between the meaning, causes asthma
group du can be divided into two main categories: extrinsic and intrinsic. Mild to
moderate asthma has been characterised by airway smooth muscle contraction,
cellular infiltration of Mucosa, edema, and mucous blockage in the airway lumen,
which is a factor that contributes to bronchoconstriction and airway hyperactivity.

Key words: asthma, Lung, Respiration

ABSTRAK

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan


berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam
berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala pernapasan (mengi dan sesak).
Obstruksi jalan napas umumnya bersifat reversibel, namun dapat menjadi kurang
reversibel bahkan relativ nonreversibel tergantung berat dan lamanya penyakit. Asma
merupakan penyakit familier, diturunkan secara poligenik dan multifaktorial.
Meskipun terdapat ketumpangtindihan bermakna antara du kelompok, penyebab asma
dapat dibagi menjadi dua kategori utama: ekstrinsik dan intrinsik. Asma ringan
sampai sedang dikarakteristikan dengan kontraksi otot polos saluran napas, edema
mukosa, infiltrasi seluler, dan sumbatan mukus dalam lumen saluran napas, yang

1
merupakan faktor yang berkontribusi pada bronkokonstriksi dan hiperaktivitas saluran
napas.

Kata kunci: Asma, Paru, Respirasi

PENDAHULUAN

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan


berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam
berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala pernapasan (mengi dan sesak).
Obstruksi jalan napas umumnya bersifat reversibel, namun dapat menjadi kurang
reversibel bahkan relativ nonreversibel tergantung berat dan lamanya penyakit. Asma
merupakan penyakit familier, diturunkan secara poligenik dan multifaktorial.

Serangan asma dapat berupa sesak nafas ekspiratori yang paroksismal,


berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi
atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang
berlebihan.Gejala ini sering memburuk selama tidur. Serangan asma adalah suatu
perburukan akut dari gejala tersebut dan pada kasus berat, serangan bisa mengancam
jiwa sebab onset sering tiba-tiba dan tanpa peringatan.1

ISI

ANAMNESIS

Anamnesis merupakan wawancara yang seksama terhadap pasien atau


keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat
pelayanan kesehatan. Perapaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang
mendalam tentang gejala (symptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan
memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan
sehingga membantu dalam menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya.

Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni autoanamnesis dan


alloanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan cara autoanamnesis yaitu
anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang
menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Namun
berbeda dengan pasien yang dalam kondisi tidak sadar diri, sangat lemah atau sangat
sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pun pada pasien anak-anak, maka perlu orang

2
lain atau orang tuanya untuk menceritakan permasalahannya. Anamnesis yang didapat
dari informasi orang lain inilah yang disebut dengan alloanamnesis.

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas terlebih dahulu, kemudian
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi yaitu
meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan dan lingkungan.

1. Gejala-gejalanya dapat mencakup batuk, mengi, kesulitan bernapas, dada


terasa tertekan.
2. Tanyakan tentang penyakit yang menyertai: rhinitis, sinusistis, polip nasal,
dermatitis atopik.
3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap asma antara lain: infeksi pernapasan
atas oleh virus, alergen, iritan, emosi, obat, zat aditif pada makanan, udara
dingin, olag raga. Esofagitis refluks merupakan presipitan yang lazim untuk
asma terutama jika gejala nocturnal lebih menonjol.
4. Usia saat awitan, perkembangan penyakit.
5. Penanganan, pengobatan, respons terhadap pengobatan sebelumnya.
6. Pengelolaan sekarang, mencakup rencana untuk terjadinya eksaserbasi.
7. Kunjungan ke bagian gawat darurat sebelumnya, perawatan di rumah sakit,
intubasi, perawatan di ICU.
8. Tidak masuk sekolah atau kerja.
9. Gejala-gejala nokturnal.
10. Pengaruh pada gaya hidup, pertumbuhan, sekolah, kerja.
11. Merokok, menjadi perokok pasif, terpapar akibat pekerjaan.
12. Riwayat keluarga menderita asma atau atopi.
Dari anamnesis didapatkan bahwa:
 Keluhan terumata terjadi pada malam hari.
 Seminggu terakhir batuk dan pilek semakin sering terjadi.
 Demam (-)
 Riwayat alergi pada keluarga (+)

3
PEMERIKSAAN FISIK

Setelah penilaian umum keadaan pasien, pemeriksaan dada posterior


dilakukan ketika pasien masih duduk. Lengan pasien sebaiknya dilipat dan diletakkan
di atas pangkuannya. Bila pemeriksaan dada posterior sudah selesai, pasien diminta
untuk berbaring dan pemeriksaan dada anterior dimulai. Selama pemeriksaan,
pemeriksa perlu berusaha membayangkan daerah paru-paru di bawahnya.2,3
Jika pasiennya pria, pakaiannya harus dibuka sampai sebatas pinggang. Jika
pasiennya wanita, pakaiannya harus diatur sedemikian rupa untuk mencegah
pemaparan payudara yang tidak perlu dan memalukan. Pemeriksa berdiri menghadapi
pasien.

Pemeriksaan dada anterior dan posterior mencakup:

1. Inspeksi
 Kelainan dinding dada : parut bekas operasi, pelebaran vena-vena
superfisial akibat bendungan vena, spider naevi, ginekomastia tumor, luka
operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain.
 Kelainan bentuk dada : Barrel-shape, kifosis, skoliosis, pectus
excavatum, pectus carinatum.
 Jenis pernafasan : torakal, abdominal, torako-abdominal,
abdomino-torakal
 Lihat apakah ada bagian yang tertinggal saat pernafasan
 Pola pernafasan (normal: irama pernafasan yang teratur, takipnea : nafas
cepat dan dangkal, hiperventilasi : nafas cepat dan dalam.

2. Palpasi
 Statis : pemeriksaan kelenjar getah bening untuk kanker paru,
pemeriksaan posisi trakea dan apeks jantung, pemeriksaan kelainan
dinding dada seperti tumor, nyeri tekan pada dindind dada, krepitasi.
 Dinamis : pemeriksaan vokal fremitus mengeras pada pneumonia,
tuberkulosis paru aktif dan yang melemah pada emfisema, hidrothoraks,
atelectasis.

4
3. Perkusi
 Sonor : udara dalam paru cukup banyak pada orang normal
 Hipersonor : udara dalam paru paru menjadi jauh lebih banyak pada
emfisema paru
 Redup : bagian padat lebih banyak dari pada udara pada
konsolidasi akibat pneumonia, efusi pleura yang sedang
 Pekak : di jarongan yang tidak mengandung udara di dalamnya
pada tumor paru, efusi pleura massif
 Timpani : terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara
di dalam lambung

4. Auskultasi
 Wheezing : ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang
yang biasanya terdengar pada serangan asma

PEMERIKSAAN PENUNJANG4

1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

5
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
3. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes
tempel.
4. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

WORKING DIAGNOSIS

Asma bronkial adalah penyakit saluran nafas yang ditandai oleh serangan
mendadak dyspnea, batuk, serta mengi(bunyi patologis). Serangan asma ini dapat
berlangsung singkat dan ringan atau berat dan berlangsung selama berhari-hari.
Umumnya diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik
seperti sesak napas, batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang
dengan masa remisi diantaranya. Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan,
tetapi kadang-kadang dapat pula hilang sendiri dengan spontan. Asma dapat pula
menjadi kronik sehingga berlangsung secara terus menerus. Penemuan pada
pemeriksaan fisik penderita tergantung dari derajat obstruksi jalan napas.

6
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Bronkitis Kronik atau Batuk Kronik Berulang (BKB)


Bronkitis kronik adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai
penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa
gejala respiratorik lainnya. Etiologinya dapat disebabkan oleh Rhinovirus,
Parainfluenza, Influenza, Adenovirus, Enterovirus, maupun bakteri (H.influenza,
Strep.pneumonia, Staf.aureus).
Gejala utama yang terlihat pada pederita bronkitis kronis adalah batuk baik
yang produktif maupun yang kering. Selain itu, kadangkala ditemukan wheezing, rasa
nyeri di dada, dan memburuk saat malam hari. Karena itulah, pada anak yang datang
dengan gejala seperti bronkitis kronis, harus dipikirkan pula kemungkinan terjadinya
asma. Williams dan McNicol pada tahun 1969 telah menemukan kesamaan klinis,
patologi, dan epidemologi antara bronkitis kronik dan asma. Pengobatan yang dapat
dilakukan antara lain dengan pemberian bronkodilator bila berhubungan dengan asma
dan antibiotik seperti ampisilin maupun eritromisin bila diperlukan.

7
Gambar 3. Gambaran Bronkiolus Penderita Bronkitis.

2. Bronkiolitis Akut
Penyakit ini merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering di
derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun. Angka kejadian
tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan. Penyebabnya sebagian besar (50%)
dikarenakan Respiratory syncytial virus. Sebagian lagi disebabkan oleh parainfluenza
virus, Eaton agent (Mycoplasma pneumonia), adenovirus dan beberapa virus lain.
Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas,
disertai dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan
suhu. Anak mulai mengalami sesak napas, makin lama makin hebat, pernafasan
dangkal dan cepat disertai dengan serangan batuk. Pada pemeriksaan terdengar
ekspirium memamjam disertai dengan mengi (wheezing). Keadaan ini harus
dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak

8
dengan asma akan memberikan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator,
sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak.3

Gambar 4. Bronkiolus pada Penderita Bronkiolitis.


ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi


timbulnya serangan asma bronkial.6

1. Faktor predisposisi
 Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Genetik diturunkan dalam keluarga dan berhubungan dengan atopi.
Penelitian genetic menunjukkan adanya hubungan reseptor IgE afinitas
tinggi dan gen sitokin T-helper (Th2) (kromosom 5)6
2. Faktor presipitasi
 Alergen
Dimana allergen dapat dibagi dalam beberapa jenis alergi, yaitu
makanan, obat-obatan kontak dengan kulit seperti perhiasan ataupun
logam
 Perubahan cuaca

9
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
 Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
 Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
 Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.6

EPIDEMIOLOGI

Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit


pernapasan dan menyebabkan 2000 kematian/tahun. Prevalensinya, sekarang sekitar
10-15%, semakin meningkat di masyarakat Barat. Insidensi mengi tertinggi pada

10
anak-anak (satu dari tiga anak mengalami mengi dan satu dari tujuh anak sekolah
terdiagnosis asma).7

PATOFISIOLOGI

Triger (pemicu) yang berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma oleh


karena inflamasi saluran napas atau bronkospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang
dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat, atau
ekspresi emosi yang berlebihan.5,9

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot


bronkus, penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit
pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang
tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT) yang akhirnya menyebabkan paru
menjadi hiperinflasi. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap
terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot bantu napas. 5,9

Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif
dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak
Ekspirasi), sedang penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan
derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada
saluran napas besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi (wheezing) menandakan
adanya penyempitan disaluran napas besar, sedangkan penyempitan pada saluran
napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi. 5,9

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada
daerah-daerah yang kurang mendapatkan ventilasi, sehingga darah kapiler yang
melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Untuk mengurangi kekurangan
oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. 5,9

11
Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2
menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma
yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga
tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia
dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi
CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus
menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal
napas. 5,9

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda- benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. 5,9

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal
pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih
berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan
dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma

12
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest. 7

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat


hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun
dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain:8

1. Dispnea yang bermakna.


2. Batuk, terutama di malam hari.
3. Pernapasan yang dangkal dan cepat.
4. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar
hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
5. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai
perburukan kondisi, napas cuping hidung.
6. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara
yang cukup.
7. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama
ekspirasi pada pasien asma. Kondisi ini terlihat denganmemanjangnya waktu
ekspirasi.
8. Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi,
dalam pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan di antara
serangan pada pasien yang memiliki asma persisten.

KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :9


1. Status asmatikus

13
Status asmatikus merupakan suatu eksasebasi akut dari asma yang tidak berespons terhadap
pengobatan awal dengan bronkodilator
2. Atelektasis
Atelektasis merupakan kondisi paru-paru yang mengerut baik sebagian atau
keseluruhan akibat penyumbatan saluran udara di bronkus atau bronkiolus. Bisa
juga disebabkan oleh pernapasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Gagal nafas

PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama
dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. Pengobatan pada asma bronkhial
terbagi 2, yaitu:10
a. Pengobatan farmakologik :
 Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas.
 Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered
dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup
(Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator
(Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah
menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin

14
 Santin (teofilin)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi
cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan
efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh
darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
 Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma
yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
 Anafilatik (ketotifen)
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini
adalah dapat diberika secara oral.

b. Pengobatan non farmakologik:11


 Memberikan penyuluhan.
 Menghindari faktor pencetus.
 Pemberian cairan.
 Beri O2 bila perlu.

KESIMPULAN
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang masih menjadi masalah
kesehatan serius di seluruh dunia. Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran
napas yang berhubungan dengan hambatan jalan napas yang reversible, inflamasi

15
alergi dan hiperesponsif jalan napas. Semua tingkatan umur dapat mengalami
gangguan saluran napas ini dan dapat ditemukan pada negara maju atau berkembang.
Untuk mengetahui diagnosis pasti bahwa penyakit yang diderita pasien adalah asma
bronchial haruslah kita melakukan berbagai pemeriksaan dari mulai anamnesa,
pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Penanggulangan serangan asma
terdiri dari pencegahan serangan asma, bila perlu dengan obat dan penanganan
serangan asma. Bila serangan asma tidak ditanggulangi dengan baik dapat
mengakibatkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Grabber MA, Toth PP, Robert L. Buku saku kedokteran keluarga. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC; 2006.h.151-2.
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W.
Kapitaselektakedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI;
2000.h.456-62.
3. Swartz MH. Bukua ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995.h.161-75.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M Setiati S.
Bukuajarilmupenyakitdalam. Edisi ke-5. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
h. 59-64, 405-6.
5. Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. BS Dasarpatologispenyakit.Edisi ke-7. Jakarta:
EGC;2006. h. 435-7.
6. StafPengajarDepartemenFarmakologiFakultasKedokteranUniversitasSriwijay
a. Kumpulan kuliahfarmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2008.h.571-86.
7. Tambayong J. Patofisiologiuntukkeperawatan. Jakarta: EGC;2000.h.97-100.
8. Corwin EJ. Patofisiologi: bukusaku. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.566-71.
9. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;2005.h.178-80.
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M Setiati S.
Bukuajarilmupenyakitdalam. Edisi ke-5. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
h. 59-64, 405-6.
11. Tinjauanpustaka (online). Universitas Sumatera Utara
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23277/4/Chapter%20II.pdf
di unduhpada 12 Juli 2016

17

Vous aimerez peut-être aussi