Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah telah mencatat bahwa islam telah memberikan suatu kerangka bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia. Sikap dan semangat ilmiah yang
telah di bentuk oleh dunia islam pada abad pertengahan, melahirkan figure ensiklopedik
dari berbagai ilmu pengetahuan. Peradaban dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan
yang telah di capai Oleh kaum muslimin sebelumnya tidak nampak lagi bahkan kaum
muslimin tampak statis dalam lapangan pemikiran, termasuk bidang pemikiran
keagamaan.

Sejak itu kondisi dunia islam dengan berbagi aspeknya menarik perhatian banyak
kalangan. Dari pihak non muslim yang bersimpati berpandangan agar kaum muslimin
itu bisa menyesuiakan diri dengan semangat kebudayaan modern. Bagaimana kaum
muslimin dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda itu memahami ajaran islam
untuk memecahkan persoalan-persoalan kini. Bahkan sebagian dari kelompon non
muslim yang lebih ekstrim mengatakan bahwa kemungkinan yang ada untuk
mengembalikan kejayaan islam adalah meninggalkan warisan lama dan memasukkan
kebudayaan barat ke dalam kehidupan kaum muslimin. Kelompok ini mengganggap
bahwa setiap apa yang di hasilkan barat identik kemajuan.

Dari kalangan kaum muslimin terdapat dua kelompok. Pertama, mereka yang menyadari
tentang keadaan kaum muslimin dan menilai kenyataan pemahaman dari praktek
keagamaan kini yang telah di anggap menyimpang dari ajaran islam yang benar. Mereka
berpendapat jika kaum muslimin kembali pada prinsip ajaran islam dan mengegerakkan
semangat islam dan mengegerakkan semangat ijtihad dalam setiap proses pemikiran,
maka kaum muslimin akan memperoleh kembali kemajuan sebagai mana yang telah di
capainya pada waktu lampau. Kedua, mereka yang berpegang teguh pada warisan tradisi
abad pertengahan beranggapan bahwa apa yang telah di capai oleh ulama islam di
bidang pemikiran agama di nilai mutlak, dan tidak mungkin ada pemikiran lain yang
bisa menandinginya.

Di Indonesia, proses perubahan alam pikiran tentang islam, selain fakor kondisi intern
umat islam terjadi setelah terbukanya komunikasi yang luas dengan Negara timur tengah
yang menjadi pusat islam. Proses perubahan ini di lakukan oleh individu dalam
kelompok masyarakat yang ingin memperjuangkan identitas dan prinsip ajaran islam
di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia. Usaha tersebut di realisir dengan
mendirikan organisasi tertentu. Di antara organisasi ini, muhammdiyah di pandang
memiliki peranan yang sangat penting dalam menyebarkan ide-ide pembaharuan islam
dan memiliki perngaruh yang cukup kuat di kalangan masyarakat menengah Indonesia.
(Din Syamsuddin )

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama


organisasi ini diambil dari nama Nabi MuhammadSAW. sehingga Muhammadiyah juga
dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan


untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda
berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan
dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School
Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah
(sekarang dikenal dengan Madrasah Mu’allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di
Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah_khusus
Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).

Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena berasal dari
kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi
berarti gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada al-
Qur’an dan as-Sunnah. Berkaitan dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah
secara garis besar faktor penyebabnya adalah pertama, faktor subyektif adalah hasil
pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap al-Qur’an dalam menelaah, membahas dan
mengkaji kandungan isinya. Kedua, faktor obyektif di mana dapat dilihat secara internal
dan eksternal. Secara internal ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya al-
Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagiab besar umat Islam
Indonesia.

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi
munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah
berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi
aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang
utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan
mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau
mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-‘alamin dalam kehidupan di
muka bumi ini.

Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan as-
Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam
melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di segala bidang, sehingga
menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju
terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah swt dalam
kehidupan di dunia ini. Misi Muhammadiyah adalah:

(1) Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah swt yang
dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad saw.

(2) Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran
Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat
duniawi.

(3) Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab Allah
yang terakhir untuk umat manusia sebagai penjelasannya.

(4) Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan


masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39 Muhammadiyah
Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto

2.2 Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Keininan dari KH. Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat dijadikan
sebagai alat perjuangnan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf nahyi munkar yang
bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un sebagai sumber dari
gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid.

Ketidak murnian ajaran islam yang dipahami oleh sebagian umat islam Indonesia,
sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara
dalam awal bermuatan faham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya
umat islam di indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-
prinsif ajaran islam, terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah islam yag menolak
segala bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran
menjadi piliha mutlak bagi umat islamm Indonesia.
Keterbelakangan umat islam indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber
keprihatinan untuk mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi keterbelakangan.
Keterbelakangan umat islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama
keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya dianggap menjadi
sumber lahirnya generasi baru muda islam yang berpikir moderen. Kesejarteraan umat
islam akan tetap berada dibawah garis kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi
umat islam indonesia.

Maraknya kristenisasi di indonesia sebegai efek domino dari imperalisme erofa ke dunia
timur yang mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek
imperialalisme dan modernisasi bangsa eropa, selain keinginan untuk memperluas
daerah koloni untuk memasarkan produk-produk hasil refolusi industeri yang melada
erofa.

Imperialisme erofa tidak hanya membonceng grilia gerejawan dan para penginjil untuk
menyampaikan ’ajaran jesus’ untuk menyapa umat manusia diseluruh dunia untuk
’mengikuti’ ajaran jesus. Tetapi juga membawa angin modernisasi yang sedang melanda
erofa. Modernisasi yang terhembus melalui model pendidikan barat (belanda) di
indonesia mengusung paham-paham yang melahirkan moernisasi erofa, seperti
sekularisme, individualisme, liberalisme dan rasionalisme. Jika penetrasi itu tidak
dihentikan maka akan terlahir generasi baru islam yang rasionaltetapi liberal dan
sekuler.

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat islam sendiri yang
tercermin dalam dua hal, yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan islam.

Sikap beragama umat ilam saat itu pada umumnya belum dapat dikatakan sebagai
sikapberagama yang rasional. Sirik, taklid, dan bid’ah masih menyelubungai kehidupan
umat islam, terutama dalam lingkungan kraton, dimana kebudayaan hindu telah jauh
tertanam. Sikap beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara tiba-tiba pada awal
abad ke 20 itu, teapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa terjadinya proses
islamisasi beberapa abad sebelumnya. Seperti diketahui proses islamisasi di indonesia
sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat dan mazhab fikih, dan dalam
proses tersebut para pedagang dan kaum sifi memegang peranan yag sangat penting.
Melaluii merekalah islam dapat menjangkau daerah-daerah hampir diseluruh nusantara
ini.

1. Faktor eksernal
Faktor lain yang melatrbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiah adalah faktor yang
bersifat eksternal yang disebabkan oleh politik penjajahan colonial belanda. Faktor
tersebut antara lain tanpak dalam system pendidikan colonial serta usaha kearah
westrnisasi dan kristenisasi.

Pendidikan colonial dikelola oleh pemerintah kolonia untuk anak-anak bumi putra,
ataupun yang diserahkan kepada misi and zending Kristen dengan bantuan financial dari
pemerintah belanda. Pendidikan demikian pada awal abad ke 20 telah meyebar
dibeberapa kota, sejak dari pendidikan dasar sampai atas, yang terdiri dari lembaga
pendidikan guru dan sekolah kejuruan. Adanya lembaga pendidikan colonial terdapatlah
dua macam pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan islam tradisional dan
pendideikan colonial. Kedua jenis pendidikan ini dibedakan, bukan hanya dari segi
tujuan yang ingin dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.

Pendidikan colonial melarang masuknya pelajaran agama dalam sekolah-sekolah


colonial, dan dalan artian ini orang menilai pendidikan colonial sebagai pendidikan yang
bersifat sekuler, disamping sebagai peyebar kebudayaan barat. Dengan corak pendidikan
yang demikian pemerintah colonial tidak hanya menginginkan lahirnya golongan
pribumi yang terdidik, tetapi juga berkebudayaan barat. Hal ini merupakan salah satu
sisi politik etis yang disebut politik asisiasi yang pada hakekatnya tidak lain dari usaha
westernisasi yang bertujuan menarik penduduk asli Indonesia kedalam orbit kebudayaan
barat. Dari lembaga pendidikan ini lahirlah golongan intlektual yang biasanya memuja
barat dan menyudutkan tradisi nenekmoyang serta kurang menghargai islam, agama
yang dianutnya. Hal ini agaknya wajar, karena mereka lebih dikenalkan dengan ilmu-
ilmu dan kebudayaan barat yang sekuler anpa mengimbanginya dengan pendidiakan
agama konsumsi moral dan jiwanya. Sikap umat yang demikianlah tankanya yang
dimaksud sebagai ancaman dan tantangan bagi islam diawal abad ke 20.

2.3 Profil Pendiri Muhammadiyah

Ahmad Dahlan (bernama kecil Muhammad Darwisy), adalah pelopor dan bapak
pembaharuan Islam. Kyai Haji kelahiran Yogyakarta, 1 Agustus 1868, inilah yang
mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912. Pahlawan Nasional
Indonesia ini wafat pada usia 54 tahun di Yogyakarta, 23 Februari 1923.

KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita


pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Ia mendirikan
Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi sosial
kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.

Pada saat Ahmad Dahlan melontarkan gagasan pendirian Muhammadiyah, ia mendapat


tantangan bahkan fitnahan, tuduhan dan hasutan baik dari keluarga dekat maupun dari
masyarakat sekitarnya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi
agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa
Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang
hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar.
Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di
tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut. 1)

Atas jasa-jasa KH Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui
pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia
menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657
tahun 1961. Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional didasarkan pada empat pokok
penting yakni: Pertama, KH Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat
Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat.

Kedua, dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan


ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan,
kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
Ketiga, dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan
pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa
ajaran Islam. Keempat, dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah)
telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.

Diasuh di Lingkungan Pesantren Muhammad Darwisy lahir dari keluarga ulama dan
pelopor penyebaran dan pengembangan Islam di tanah air. Ayahnya, KH Abu Bakar
adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta,
dan ibunya, Nyai Abu Bakar adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu
Kasultanan Yogyakarta pada masa itu

Ia anak keempat dari tujuh orang bersaudara, lima saudaranya perempuan dan dua lelaki
yakni ia sendiri dan adik bungsunya. Dalam silsilah, ia termasuk keturunan yang kedua
belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka
diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan
pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). 2)Idem
Silsilahnya lengkapnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH Abu Bakar
bin KH Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung
Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng
Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul’llah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul
Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).

Sejak kecil Muhammad Darwisy diasuh dalam lingkungan pesantren, yang


membekalinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Pada usia 15 tahun (1883), ia
sudah menunaikan ibadah haji, yang kemudian dilanjutkan dengan menuntut ilmu
agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Ia pun semakin intens berinteraksi
dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh,
al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Interaksi dengan tokoh-tokoh Islam
pembaharu itu sangat berpengaruh pada semangat, jiwa dan pemikiran Darwisy.

Semangat, jiwa dan pemikiran itulah kemudian diwujudkannya dengan menampilkan


corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui
pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih
bersifat ortodoks (kolot). Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan
menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan)
ummat Islam. Maka, ia memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus
diubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan
kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits.

Setelah lima tahun belajar di Makkah, pada tahun 1888, saat berusia 20 tahun, Darwisy
kembali ke kampungnya. Ia pun berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Lalu, ia pun
diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta Pada tahun 1902, ia
menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, sekaligus dilanjutkan dengan
memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah hingga tahun 1904.

Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai
Penghulu Haji Fadhil. Siti Walidah, kemudian lebih dikenal dengan nama Nyai Ahmad
Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Pasangan ini mendapat
enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah,
Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah
pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum,
adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang
bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta.
Mendirikan Muhammadiyah Semangat, jiwa dan pemikiran pembaharu dalam dunia
Islam, yang diperolehnya dari Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, ibn
Taimiyah dan lain-lain selama belajar Makkah (1883-1888 dan 1902-1904), kemudian
diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui
Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman)
di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ahmad
Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta
stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Maka, ia memandang,
pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan
purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits.

Dalam artikel riwayat Ahmad Dahlan di situs resmi Parsyarikatan Muhammadiyah


(muhammadiyah.or.id), pesan ini disebut menyiratkan sebuah semangat yang besar
tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka
Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu
dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta
memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan
perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal
mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya
bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia
melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.

Dijelaskan dalam artikel itu, kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat
merasakan kemunduran ummat Islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa
bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka.
Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus
dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara
beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi. Perkumpulan, parsyarikatan dan
gerakan dakwah: Muhammadiyah. Dahlan pun memilih strategi yang amat baik dengan
lebih dahulu membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya
dakwah tersebut, sekaligus meneruskan cita-citanya memajukan bangsa ini.

Pada tahun 1912, tepatnya tanggal 18 Nopember 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan
organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam. Ia punya
visi untu melakukan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut
tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup
menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Berbagai tantangan ia hadapi sehubungan
dengan gagasan pendirian Muhammadiyah itu. Bahkan ia dituduh hendak mendirikan
agama baru yang menyalahi agama Islam. Kiai palsu. Sampai ada pula orang yang
hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar.
Dahlan teguh pada pendiriannya. Pada tanggal 20 Desember 1912, ia mengajukan
permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum.
Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah
No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Tampaknya, Pemerintah Hindia Belanda ada
kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Sehingga izin itu hanya berlaku untuk
daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta
Namun, walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan,
Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini
jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk
mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar
cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam
di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama
Ahmadiyah

Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang
mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta
sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian
dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah
ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul
Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama,
Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima
kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan
Safwan, 1991: 33). Gagasan pembaharuan Islam, Muhammadiyah disebarluaskan oleh
Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui
relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang
besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah
lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah.
Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh
karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh
Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2
September 1921.

Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam
kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna
mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut,
Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di
bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum
Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang
aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab
baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga dituduh
hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional
merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan
menjawabnya dengan perkataan, “Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat
agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung
tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada
Qur’an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya
melalui kitab-kitab tafsir”.

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah


Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses
evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam
aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali
pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene
Vergadering (persidangan umum). Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya
tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai
pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Sebagai salah seorang
keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar
Yogyakarta, ia mempunyai penghasilan cukup tinggi. Ia juga berkecimpung sebagai
seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik.

BAB III

KESIMPULAN

 Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi
munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
 Keinginan dari KH. Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat
dijadikan sebagai alat perjuangnan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf nahyi
munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un
sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid. 104 :
hendaklah ada diantara kamu umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh dengan
ma’ruf (yang baik baik) dan melarang dari yang mungkar dan mereka itulah yang
menang.
 KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-
cita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam
cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat
Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Ia
mendirikan Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi
sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymoous, 2010, Gerakan


Muhammadiyah.http://regenerasi.wordpress.com/?p=9 Diakses pada tanggal 15
September 2018

Ahmad Syafii Maarif : Strategi Dakwah


Muhammadiyah. http://www.muhammadiyah.or.id/index2.php?option=com_content&d
o_pdf=1&id=471. Diakses pada tanggal 15 September 2018

Website resmi Muhammadiyah. Sejarah Singkat Pendirian Persyarikatan


Muhammadiyah. http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&tas
k=view&id=22&Itemid=35 diakses tanggal 15 September 2018

Lubis, arbiyah .1989. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh . PT Karya


Unipress, Jakarta

Sairin. Weineta, 1995. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah. PT Fajar Interpratama,


Jakarta

Syamsudin . 1990. Muhammadiyah Kini dan Esuk. Pustaka Panjimas, Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi