Vous êtes sur la page 1sur 5

ARTIKEL

Anggaran Pemerintah Terhadapap Pembiayaan Kesehatan Nasional Tahun


2016 Sudah Mencapai 5% Dari APBN

Agung Sutriyawan
150510001

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA
2016

SITUATION

Di Indonesia, tak bisa dipungkiri, trend pembangunan kesehatan bergulir mengikuti


pola rezim penguasa. Pada zaman ketika penguasa negeri ini hanya memandang
sebelah mata kepada pembangunan kesehatan, kualitas hidup dan derajat
kesehatan rakyat kita juga sangat memprihatinkan. Minimnya Anggaran Negara
yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat dipandang sebagai rendahnya
apresiasi kita akan pentingnya bidang ini sebagai elemen penyangga, yang bila
terabaikan akan menimbulkan rangkaian problem baru yang justru akan menyerap
keuangan negara lebih besar lagi.

Pertama kalinya dalam sejarah anggaran bidang kesehatan sesuai dengan amanat
undang-undang yaitu 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
atau sebesar Rp 106,1 triliun. Naik signifikan sebesar 43% dibandingkan tahun ini
yang hanya Rp 74,3 triliun.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek mengatakan, bahwa dengan anggaran
sebesar itu Kementerian Kesehatan akan mengubah fokus pemanfaatan anggaran
di 2016.

Masalah Pokok Pembiayaan Kesehatan dan Upaya Penyelesaiannya Jika


diperhatikan syarat pokok pembiayaan kesehatan sebagaimana dikemukakan di
atas, segera terlihat bahwa untuk memenuhinya tidaklah semudah yang
diperkirakan. Sebagai akibat makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan dan juga karena telah dipergunakarmya berbagai peralatan canggih,
menyebabkan pelayanan kesehatan semakin bertambah komplek. Kesemuanya ini
disatu pihak memang mendatangkan banyak keuntungan yakni makin meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat, namun di pihak lain temyata juga mendatangkan
banyak masalah. Adapun berbagai masalah tersebut jika ditinjau dari sudut
pembiayaan kesehatan secara sederhana dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Kurangnya dana yang tersedia
Di banyak negara terutama di negara yang sedang berkembang, dana yang
disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan tidaklah memadai.
Rendahnya alokasi anggaran ini kait berkait dengan masih kurangnya kesadaran
pengambil keputusan akan pentingnya arti kesehatan. Kebanyakan dari
pengambilan keputusan menganggap pelayanan kesehatan tidak bersifat produktif
melainkan bersifat konsumtif dan karena itu kurang diprioritaskan. Kita dapat
mengambil contoh di Indonesia misalnya, jumlah dana yang disediakan hanya
berkisar antara 2 – 3% dari total anggaran belanja dalam setahun.
b. Penyebaran dana yang tidak sesuai
Masalah lain yang dihadapi ialah penyebaran dana yang tidak sesuai, karena
kebanyakan justru beredar di daerah perkotaan. Padahal jika ditinjau dari
penyebaran penduduk, terutama di negara yang sedang berkembang, kebanyakan
penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan.
c. Pemanfaatan dana yang tidak tepat
Pemanfaatan dana yang tidak tepat juga merupakan salah satu masalah yang
dihadapi dalam pembiayaan kesehatan ini. Adalah mengejutkan bahwa di banyak
negara tenyata biaya pelayanan kedokterannya jauh lebih tinggi dari pada
pelayanan kesehatan masyarakat. Padahal semua pihak telah mengetahui bahwa
pelayanan kedokteran dipandang kurang efektif dari pada pelayanan kesehatan
masyarakat.
d. Pengelolaan dana yang belum sempurna
Seandainya dana yang tersedia amat terbatas, penyebaran dan pemanfaatannya
belum begitu sempuma, namun jika apa yang dimiliki tersebut dapat dikelola dengan
baik, dalam batas-batas tertentu tujuan dari pelayanan kesehatan masih dapat
dicapai. Sayangnya kehendak yang seperti ini sulit diwujudkan. Penyebab utamanya
ialah karena pengelolaannya memang belum sempurna, yang kait berkait tidak
hanya dengan pengetahuan dan keterampilan yang masih terbatas, tetapi juga ada
kaitannya dengan sikap mental para pengelola.
e. Biaya kesehatan yang makin meningkat
Masalah lain yang dihadapi oleh pembiayaan kesehatan ialah makin meningkatnya
biaya pelayanan kesehatan itu sendiri. Banyak penyebab yang berperanan di sini

BACKGROUND

Beradasarkan skala Nasional dan Global pembiayaan kesehatan ini telah meningkat
setiap tahun disebabkan oleh berbagai faktor seperti penggunaan teknologi
kesehatan yang semakin maju, pengenalan obat-obat baru, peningkatan upah
tenaga kesehatan profesional, krisis ekonomi yang berkepanjangan, pertumbuhan
ekonomi yang lambat dan peningkatan populasi umur tua. Esentralisassi istem
kesehatan yang dilaksanakan berdasarkan UU. No. 22 Tahun 1999 dan UU. No. 25
Tahun 1999 yang dilaksanakan mulai Januari 2001 mempengaruhi sistem
pembiayaan kesehatan dan kesinambungan pelayanan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, untuk membantu pemerintah dalam menentukan arah kebijakan
pelayanan kesehatan di masa yang akan datang khususnya untuk mencapai
Indonesia Sehat pada tahun 2010, perlu dilakukan analisa kecenderungan
pembiayaan kesehatan yang kemudian dibuatkan proyeksi yang diharapkan dapat
digunakan dalam penyusunan Sistem Kesehatan Nasional. Sebelum periode tahun
anggaran 1996197 telah banyak dilakukan analisis pembiayaan kesehatan ini, oleh
Balitbangkes, Biro Perencanaan, Biro Keuangan Depkes, BPS, demikian pula oleh
badan lain seperti WHO, World Bank, UNDP, dll. Sejak tahun 2001 telah

Adanya Team National Health Account dengan koordinator di Biro Keuangan. Tim
bekerja mengumpulkan. Data pembiayaan dan menganalisis baik untuk keperluan
nasional maupun intemasional. Dalam kesempatan analisis sekarang ini peneliti
berusaha menyatukan hasil hasil analisis sebelumnya, mengisi data dari sumber
dana yang belum ada, dan estimasi dengan metoda tertentu. Sehingga dapat dibuat
suatu trend analisis pembiayaan kesehatan untukperiode 1990 sampai tahun
2000.Kesepakatan telah dibuat dengan berbagai kelompok lain untuk menyatukan
hasil tersebut sehingga di masa mendatang perhitungan dan analisis pembiayaan
kesehatan di lndonesia dapat uniform.
Persadarkan penelitian yang dilakukan oleh Adam malik tentang pembiayaan
kesehatan di Indonesia tahun 1990-2000 menyatakan bahwa dalam kurun waktu 10
tahun 1990 dampai tahun 2000 telah terjadi peningkatan hampir 10 kali dari Rp
1.110.022,00 menjadi Rp 8.250.180,OO. Telah terjadi peningkatan bermakna pada
tahun 1996 dan peningkatan yang hampir dua kali pada tahun 1998. Persentase
anggaran kesehatan bersumber dari pemerintah dari total Anggaran dan Belanja
Pemerintah terkesan masih rendah. Dalam sepuluh tahun ini rata-rata 339%. dari
tahun 1992 (4,27%) terlihat terus terjadi penurunan sampai tahun 2000 (3,14%).

Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya
kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat
(Azrul A, 1996).
Pada tahun 2000, pembiayaan kesehatan di Indonesia sebesar Rp. 171.511,
sementara Malaysia mencapai $ 374. Dari segi capital expenditure (modal yang
dikeluarkan untuk penyediaan jasa kesehatan) untuk sektor kesehatan, pemerintah
hanya mampu mencapai 2,2 persen dari GNP sementara Malaysia sebesar 3,8
persen dari GNP.
Bank dunia menyebutkan kalau alokasi dana kesehatan Indonesia tahun 2015
merupakan salah satu yang terendah di dunia. Posisi Indonesia hanya kalah dari
Sudan Selatan, Chad, Myanmar, dan Pakistan. masalah pembiayaan kesehatan per
kapita. Indonesia juga dikenal paling rendah di negara-negara ASEAN.

ASESSMENT

Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek mengatakan mengatakan, fokus


penggunaan anggaran akan lebih diutamakan pada upaya-upaya pencegahan
penyakit.
"Kami sudah membuat roadmap bagaimana membuat keluarga di Indonesia menjadi
sehat. Karena negara yang kuat itu adalah negara yang banyak orang sehatnya,
bukan negara yang banyak orang sakitnya," tutur Nila di Gedung BKPM, Jakarta.
Hal ini berkebalikan dengan pola penggunaan anggaran di tahun-tahun sebelumnya
yang hanya fokus pada pengobatan dan penyembuhan sehingga terkesan
menunggu terjadinya penyakit baru dilakukan tindakan.

"Pelajaran yang kita dapat di era jaminan kesehatan justru lebih banyak orang sakit
dari pada orang sehat. Program-program lebih banyak fokus pada pengobatan dan
penyembuhan," tuturnya.

"Pada saat ini pengobatan dan penyembuhan tetap akan kita teruskan, tapi fokusnya
perlahan kita ubah supaya lebih banyak orang sehat dan klaim kesehatan bisa
menurun," tuturnya.
Untuk memuluskan upaya tersebut, salah satu caranya adalah dengan peningkatan
kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) terutama tenaga penyuluh kesehatan.

"SDM, akan kami benahi. Karena ada masalah distribusi tenaga penyuluh yang tidak
merata. Jadi salah satu caranya untuk preventif (pencegahan) adalah pembenahan
SDM," jelasnya.
Kemudian adalah pembenahan gizi. "Kami harapkan di masa mendatang tidak ada
lagi permasalahan kekurangan gizi sehingga kita akan tambah anggaran untuk gizi,"
katanya.
Dalam nota Keuangan Tahun 2016 tercatat alokasi anggaran kesehatan mencapai
Rp 106,1 triliun atau 5% dari RAPBN 2016. Anggaran tersebut dialokasikan untuk
mendukung peningkatan kulitas pelayanan kesehatan yang lebih baik dan merata di
pusat dan daerah.

Selain pembangunan sarana dan prasarana kesehatan, anggaran tersebut juga


untuk memperluas cakupan penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan
nasional menjadi sebanyak 92,4 juta jiwa.

Sedangkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga mengatakan, selama ini


pemerintah belum bisa memenuhi amanat undang-undang untuk mengalokasikan
lima persen belanja APBN untuk sektor kesehatan. “Dalam APBN 2016, itu akan
terwujud,” ujarnya dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional
(Musrenbangnas) 2015 di Jakarta. Bambang menyebut keterbatasan fiskal membuat
anggaran kesehatan selama ini tidak optimal karena, kalah dengan pos lain seperti
subsidi. Sebagai gambaran, dalam APBN Perubahan 2015, nilai anggaran
kesehatan baru sebesar 3,9 persen dari total belanja Rp 1.984,1 triliun atau senilai
Rp Rp 77,3 triliun. “Dengan perubahan skema subsidi BBM, fiskal kita sekarang
lebih longgar,” katanya.
Setelah anggaran pembiayaan kesehatan sudah mencapai 5% dari APBN
diharapkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia meningkat. Dengan lebih
mengalokasikan dana ke segi promotif dan preventif bisa meminimalisir pembiayaan
kesehatan.
RECOMENDATION
Untuk mengatasi berbagai masalah sebagaimana dikemukakan, telah dilakukan
berbagai upaya penyelesaian yang memungkinkan. Berbagai upaya yang dimaksud
secara sederhana dapat dibedakan atas beberapa macam yakni :
1) Upaya meningkatkan jumlah dana
a. Terhadap pemerintah, meningkatkan alokasi biaya kesehatan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara.
b. Terhadap badan-badan lain di luar pemerintah, menghimpun dana dari
sumber masyarakat serta bantuan luar negri.
2) Upaya memperbaiki penyebaran, pemanfaatan dan pengelolaan dana
a. Penyempurnaan sistem pelayanan, misalnya lebih mengutamakan
pelayanan kesehatan masyarakat dan atau melaksanakan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.
b. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga pengelola.
3) Upaya mengendalikan biaya kesehatan
a. Memperlakukan peraturan sertifikasi kebutuhan, dimana penambahan
sarana atau fasilitas kesehatan hanya dapat dibenarkan jika dibuktikan
dengan adanya kebutuhan masyarakat. Dengan diberlalukannya peraturan
ini maka dapat dihindari berdiri atau dibelinya berbagai sarana kesehatan
secara berlebihan
b. Memperlakukan peraturan studi kelayakan, dimana penambahan sarana
dan fasilitas yang baru hanya dibenarkan apabila dapat dibuktikan bahwa
sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dapat
menyelenggarakan kegiatannya dengan tarif pelayanan yang bersifat
sosial.
c. Memperlakukan peraturan pengembangan yang terencana, dimana
penambahan sarana dan fasilitas kesehatan hanya dapat dibenarkan
apabila sesuai dengan rencana pengembangan yang sebelumnya telah
disetujui pemerintah
d. Menetapkan standar baku pelayanan, diman pelayanan kesehatan hanya
dibenarkan untuk diselenggarakan jika tidak menyimpang dari standar baku
yang telah ditetapkan.
e. Menyelenggarakan program menjaga mutu.
f. Menyelenggarakan peraturan tarif pelayanan.
g. Asuransi kesehatan.

Seperti yang sudah dikemukakan oleh mentri kesehatan Nila Djuwita F Moeloek
kalau akan lebih mengutamakan promotif dan preventif dibandingkan Kuratif dan
rehabilitatif. Dengan menggunakan metode ini bisa saya meminimalisir pembiayaan
di bidang kesehatan, karna dengan pencegahan penyakit akan mengurangi jumlah
yang sakit, sehinggah pembiayaan berobatpun akan bisa diminimalisir.
Cara lain yang bisa dilakukan seperti menggunakan pelayanan kesehatan
masyarakat, meciptakan tenaga kesehatan masyarakat yang handal sehinggah bisa
menerapkan sistem surveilens di setiap pelayanan kesehatan. Karna jika sistem
surveilens berjalan dengan baik, akan sangat mudah mudah mencegah penyebaran
penyakit dengan melakukan program kewaspadaan dini. Sehinggah biaya yang
dikeluarkan untuk kuratif dan rehabilitiatif akan berkurang.

Vous aimerez peut-être aussi