Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengalaman pribadi peneliti yang merupakan latar belakang utama


peneliti untuk mengangkat judul peneliti ini. Dimana peneliti pernah bertemu
dengan pasien yang mengidap penyakit Ginjal Kronik. Saat itu Tn. A baru
mengetahui bahwa dirinya telah mengidap penyakit tersebut, dan hal ini membuat
Tn. A merasa sedih, kecewa dan putus asa akan hidupnya. Waktu itu, Tn. A
melakukan pemeriksaan di rumah sakit karena merasa sudah satu bulan lebih
dirinya selalu sakit-sakitan. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, ternyata
dirinya terdiagnosa penyakit Ginjal Kronik. Tapi seiring berjalannya waktu Tn. A
mengatakan kalau dirinya sudah menerima keadaannya sekarang dengan
ikhlas,berkat dukungan dan semangat dari keluarga yang terus berada di samping
Tn. A.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah


penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat
50% di tahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang
Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis artinya 1140
dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Widyastuti,2014). Penyakit
ginjal kronik menurut Fakhrudin (2013) merupakan salah satu masalah utama
kesehatan di dunia. Pravalensi Penyakit ginjal kronik selama sepuluh tahun
terakhir semakin meningkat. Yagina (2014) mengemukakan angka kejadian gagal
ginjal di dunia secara global lebih dari 500 juta orang dan yang harus menjalani
hidup dengan bergantung pada cuci darah (hemodialisis) 1,5 juta orang. Menurut
Ismail,Hasanuddin & Bahar (2014) Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia
sekitar 150 ribu orang dan yang menjalani hemodialisis 10 ribu orang.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 12 Agustus
2015 didapatkan hasil wawancaradengan Kepala Ruang Hemodialisa RSUD
Kabupaten Sukoharjo bahwa tiaptahun pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
terapi hemodialisa mengalami 2 peningkatan. Pada tahun 2015 proporsi pasien
yang rutin menjalani terapi hemodialisa sebesar 0,02.
Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit terminal yang akan
mempengaruhi kualitas hidup pasien termasuk masalah spiritualitas. Model
holistik mengatakan bahwa semua penyakit yang memiliki komponen
psikosomatik, dan biologis, faktor psikologis, sosial, dan spiritual selalu
berkontribusi dalam gejala- gejala penyakitnya Dimensi spiritual dalam model
bio-psiko-sosial-spiritual menggabungkan spiritual dalam konteks yang lebih luas
yaitu nilai-nilai, makna dan tujuan hidup (Dossey, 2005).
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal
tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah (Black & Hawks, 2009).
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita penyakit ginjal kronik yang
cukup tinggi, data dari ASKES tahun 2010 tercatat 17.507 pasien, tahun
berikutnya tercatat 23.261 dan data terakhir tahun 2013 tercatat 24.141 orang
pasien (Namawi, 2013).
Hemodialisis (HD) merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal yang
berfungsi mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien
gagal ginjal (Ignatavicius & Workman, 2009), meskipun begitu pasien gagal ginjal
tetap akan merasakan berbagai keluhan akibat gagal ginjal kronik yang
dialaminya yaitu masalah hematologi, nutrisi, endokrin, muskuloskeletal, dan
respon imun yang abnormal. Perawat yang bertugas di ruang hemodialisa
merupakan tenaga medis yang mendampingi pasien selama proses HD
dilaksanakan, untuk itu perawat dialisis dituntut untuk memberikan memberi
asuhan secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan fisik, emosi,
spiritual dan sosial (Headley & Wall, 2000).
Sebagai perawat yang bertugas di ruang hemodialisa diharapkan mampu
memanfaatkan kekuatan spiritualitas, merawat kesehatan fisik, pikiran, dan jiwa,
serta berusaha untuk menciptakan kondisi budaya organisasi yang menumbuhkan
spiritualitas (Headley & Wall, 2000). Sebagai langkah utama mengupayakan
penyembuhan adalah menciptakan lingkungan yang berusaha memahami
spiritualitas yang nantinya akan mempengaruhi kehidupan pasien yang menjalani
hemodialisis (Walton, J., 2007). Spiritualitas mengandung pengertian hubungan
manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan medium sholat, puasa, zakat,
haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002 ). Selain itu, komponen spiritualitas juga
terdiri dari hubungan manusia dengan alam, hubungan dengan dirinya sendiri dan
hubungan dengan orang lain (Dossey, 2005).
Banyak peneliti juga berpendapat bahwa masalah spiritual merupakan
masalah yang sangat penting bagi pasien yang menderita penyakit kronik yang
mengancam jiwa, untuk itu perlu pendekatan dengan model biopsikososial-
spiritual dalam merawat pasien (Bele, Bodhare, Mudgalkan, Saraf,
& Valsangkar, 2012). Gangguan spiritualitas akan menyebabkan gangguan berat
secara psikologis termasuk keinginan bunuh diri (Bele, dkk, 2012). Untuk itu
perlu dilakukan pendekatan secara spiritual dalam meningkatkan kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis baik dari keluarga
maupun tenaga medis yang mendampingi pasien dalam menjalani proses
hemodialisis. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan fenomenologi karena
ingin menggali kondisi spiritualitas pasien yang menjalani hemodialisis. Selain
itu, dengan menggunakan pendekatan fenomenologi akan diperoleh informasi
baru yang lebih banyak dan komprehensif serta mendalam terkait spiritualitas
pada pasien.
Berdasarkan data di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2018 jumlah kunjungan pasien hemodialisa per bulan rata – rata
150 orang. Hasil survey awal yang dilakukan di Unit Hemodialisa, bahwa pasien
hemodialisa yang ada di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang
terdapat 4 dari 25 pasien hemodialisa mengatakan bahwa mereka merasa pusing
saat mengikuti proses hemodialisa. 2 dari 5 mengemukakan bahwa sering
mengalami mual-mual, sesak nafas, dan sering bermasalah dengan AV Shunt, 3
dari 5 pasien mengatakan sering merasakan sakit berkepanjangan setelah ataupun
sebelum hemodialisa sehingga tidak bisa
melakukan aktivitas sehari-hari. 3 dari 5 pasien merasakan kadang-kadang
merasakan khawatir mengenai kondisi.Hal ini menunjukkan belum adanya
intervensi mandiri yang dilakukan oleh perawat. Biasanya untuk mengatasi
masalah pasien hemodialisa diatas, perawat hanya dapat melaporkan ke dokter
jaga dan mengalihkan perhatian pasien dengan mengajak pasien berkomunikasi
sehingga untuk sementara waktu masalah yang dialami pasien bisa diminimalisir.
Berdasarkan fenomena diatas sehingga penulis tertarik mengambil judul “
Pengalaman Hidup Penderita Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa di RSMH
Tahun 2018.”
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan menggunakan desain
fenomenologi dengan teknik wawancara mendalam yang bertujuan untuk
menggali infomasi mendalam tentang Pengalaman Hidup Penderita Gagal Ginjal
Kronik Dengan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2018. Pengalaman hidup pasien kanker serviks tersebut
bersifat individual karena sifat manusia yang unik sehingga pengalaman hidup
antara satu penderita kanker serviks dengan penderita lainnya akan berbeda.

3.2 Partisipan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita
Gagal Ginjal di Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pemilihan partisipan pada penelitan ini menggunakan metode purposive sampling
yaitu menentukan sampel berdasarkan pada kriteria dan tujuan penelitian. Jumlah
informan dalam penelitian ini adalah 8 sampai 12 orang, tapi jika data atau
informasi yang dikumpulkan mencapai saturasi data ( data sudah jenuh jika
informan ditambah lagi tidak akan menambah informasi yang baru ) maka
pengumpulan data dihentikan.

Adapun kreteria informan yaitu :

1. Informan adalah pasien gagal ginjal yang dirawat di Rumah Sakit Umum
Dr. Mohammad Hoesin Palembang
2. Informan mampu menceritakan pengalaman hidupnya sehingga diperoleh
informasi yang lebih kaya
3. Informan bersedia diwawancarai

3.3 Teknik Analisa Data


Dalam menganalisis data penelitian, peneliti menggunakan metode
Colaizzi. Proses analisa data menurut Colaizzi 1978 ( Polit & Beck, 2012) yaitu :
1. Membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan dari
partisipan
2. Meninjau setiap transkrip dan menarik kesimpulan dari setiap pernyataan
yang signifikan
3. Menguraikan arti dari pernyataan yang signifikan,
4. Mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok
tema,
5. Mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskriptif,
6. Membuat deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai
identifikasi pernyataan setegas mungkin,
7. Memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap
validasi akhir

3.4 Keabsahan Data


Tingkat keabsahan data hasil penelitian berpegang pada empat kriteria
yang digunakan yaitu derajat credibility, transferability, dependability dan
confirmability.
1. Kredibilitas (credibility), dipandang oleh Lincoln dan Guba (1985) dalam Polit
& Beck (2010), sebagai tujuan utama dari penelitian kualitatif, dan
dianggapsebagaikriteria validitas utama. Kredibilitas mengacu pada
kepercayaan dalam kebenaran data dan interpretasi.Kredibilitas melibatkan
dua aspek: pertama, melaksanakanstudi dengan cara yang meningkatkan
kepercayaan daritemuan, dan kedua, mengambil langkah-langkah untuk
menunjukkankredibilitas kepada partisipan. Pertama, hal ini harus memiliki
waktu yang cukup mengumpulkan data untuk pemahaman mendalam tentang
budaya, bahasa, atau pandangandari partisipan yang diteliti dan untuk menguji
informasi yang salahdan distorsi. Dalam hal ini penting untuk membangun
kepercayaan dan hubungan baik denganinforman,agar informasidapat berguna
dan akurat. Pengumpulan data yang kredibel melibatkan pengamatan terus-
menerus,yang menyangkut arti-penting dari data yang dikumpulkandan
dicatat. Pengamatan terus-menerus mengacu pada fokus peneliti terhadap
karakteristik atauaspek situasi atau percakapan yangrelevan dengan fenomena
yang dipelajari.
2. Keteralihan (transferability), menurut Lincoln and Guba (1985) dalam Pollit
& Beck (2010) mengatakan pada dasarnya hal ini mengacu pada data secara
umum, yaitu sejauh mana hasil dapat di transfer ke kelompok. Sampai batas
tertentu, sampling dan desain masalah berkaitan dengan data kesehatan.
Namun tetap harus menyediakan data deskriptif yang cukup dalam laporan
penelitian sehingga konsumen dapat mengevaluasi data. Naturalisasi tidak bisa
menentukan validitas dari penelitian. Hal itu hanya memberikan deskriptif
yang diperlukan seseorang tertarik dalam mencapai sebuah kesimpulan
mengenai sebagai suatu kemungkinan. Deskripsi sebelumnya, mengacu dan
menyeluruh dari penelitian atau konteks dan proses yang diamati selama
penelitian. Dengan demikian, jika ada pengalihan, maka beban pembuktian
terletak pada informasi yang cukup untuk memungkinkan penilaian tentang
kontekstual yang sama.
3. Kebergantungan (dependability), kriteria ini digunakan untuk menilai
kepercayaan dalam penelitian kualitatif adalah kebergantungan.
Kebergantungan dalam data kualitatif mengacu pada stabilitas data dari waktu
ke waktu dan kondisi ini mirip konseptual untuk stabilitas dan kesetaraan
aspek penilaian kehandalan dan mirip dengan triangulasi. Salah satu
pendekatan untuk menilai kehandalan data dengan melakukan prosedur
sebagai tahap replikasi. Pendekatan ini melibatkan peneliti dan kelompok. Hal
ini berurusan dengan sumber data yang secara terpisah, dan pada dasarnya
pertanyaan mandiri melalui dimana data dibandingkan. Teknik yang berkaitan
dengan kebergantungan adalah audit penyelidikan. Hal ini melibatkan
pengawasan dari data dan dokumen pendukung yang relevan oleh reviewer
eksternal, pendekatan yang juga memiliki konfirmabilitas data.
4. Kepastian (confirmability), konfirmabilitas (Rodgers dan Cowles1993 dalam
Pollit & Beck, 2010) mengacu pada objektivitas atau netralisasi data yaitu
potensi kesesuaian antara dua atau lebih orang tentang data yang akurasi,
relevansi, atau makna. Dalam studi fenomenologi dan mempertahankan jurnal
adalah metode yang dapat meningkatkan konfirmabilitas, meskipun strategi
ini tidak benar-benar dokumen yang telah dicapai. Adaenam catatan yang
menarik dalam menciptakan jejak audit yang memadai:data mentah(Misalnya,
catatan lapangan, transkrip wawancara), reduksi datadan produk analisis
(misalnya, teoritiscatatan, dokumentasi hipotesis kerja), catatan proses
(misalnya, catatan methodologic,catatan darisesi cek anggota), bahan yang
berkaitandengan niat dan disposisi peneliti (misalnya,catatan refleksif),
pengembangan instrumeninformasi (misalnya, bentuk percontohan),
rekonstruksi dataproduk (misalnya, draf laporan akhir).

3.5 Etika Penelitian


Etika membantu manusia untuk melihat atau menilai secara kritis moralitas
yang dihayati dan dianut oleh masyarakat. Etika juga membantu dalam merumuskan
pedoman etis atau norma-norma yang diperlukan dalam kelompok masyarakat,
termasuk masyarakat profesional. Sedangkan etika dalam penelitian menunjuk pada
prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian, dari proposal penelitian
sampai dengan publikasi hasil penelitian (Notoatmodjo, 2012). Pelaku penelitian atau
peneliti dalam menjalankan tugas meneliti atau melakukan penelitian hendaknya
memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang teguh pada etika
penelitian, meskipun mungkin penelitian yang dilakukan akan merugikan atau
membahayakan bagi subjek penelitian. Secara garis besar, dalam melaksanakan sebuah
penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh (Milton, 1999 dalam Bondan
Palestin), yakni:

3.5.1 Menghormati harkat dan martabat manusia (resfect forhuman dignity)


Peneliti sudah melakukan informed concent dengan menjelaskan manfaat dan
resiko kepada informan hal ini di buktikan dengan adanya lembar informed concent dan
foto informan, selanjutnya peneliti melakukan penjelasan manfaat penelitian, penjelasan
kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan, penjelasan manfaat yang
didapatkan, persetujuan peneliti menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek
berkaitan dengan prosedur penelitian, persetujuan subjek dapat mengundurkan diri
sebagai objek penelitian kapan saja, dan jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap
identitas dan informasi yang diberikan responden.

3.5.2 Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and
confidentiality)
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak
memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak
boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas subjek.
Peneliti seyogyanya cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden.

3.5.3 Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an inclusiveness)


Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu dikondisikan
sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur
penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh
perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jender, agama, etnis, dan
sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti sudah menjelaskan alur dalam wawancara dan
mengizinkan informan mengeluarkan apa saja yang dirasa nya itu tidak merugikan nya.
3.5.4 Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi
masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya
berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek. Dalam penelitian ini,
tidak ada resiko yang akan terjadi di kemudian hari terhadap informan.

Vous aimerez peut-être aussi