1.1.2 Pengertian Keluarga Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat. Berikut akan dikemukakan beberapa pengertian keluarga. 1. Raisner (1980) Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak dan nenek. 2. Logan’s (1979) Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan kumpulan daribeberapa komponen yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. 3. Gillis (1983) Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing- masing mempunyai sebagaimana individu. 4. Duvall (1986) Menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari setiap anggota keluarga. Dari pengertian tentang keluarga dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah: 1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi. 2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama, atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain. 3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial: suami, istri, anak, kakak dan adik. 1.1.3 Tipe Keluarga Dan Ciri-Ciri Keluarga 1.1.3.1 Tipe Keluarga 1) Tipe keluarga tradisional (1) The Nuclear family (Keluarga inti) yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri dan anak (kandung atau angkat). (2) The dyad family, suatu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa anak. (3) Keluarga usila, keluarga terdiri dari suami dan istri yang sudah usia lanjut, sedangkan anak sudah memisahkan diri. (4) The childless, keluarga tanpa anak karena telambat menikah, bisa disebabkan karena mengejar karir atau pendidikan. (5) The Extended family, keluarga yang terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek dan lain-lain. (6) “Single parent” yaitu keluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak(kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian). (7) Commuter family, kedua orang tua bekerja diluar kota, dan bisa berkumpul pada hari minggu atau libur saja. (8) Multigeneration family, Beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah. (9) Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau saling berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan seperti dapur, sumur yang sama. (10) Blended family, keluarga yang dibentuk dari janda atau duda dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya. (11) “Single adult living alone” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa. 2) Tipe keluarga non tradisional (1) The unmarried teenage mother, keluarga yang terdiri dari satu orang dewasa terutama ibu dengan anak dari hubungan tanpa nikah. (2) The Step parent family, keluarga dengan orang tua tiri. (3) Commune family, yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian darah yang hidup serumah. (4) The non marrital heterosexual cohabiting family, keluarga yang hidup bersama, berganti-ganti pasangan tanpa nikah. (5) Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan sex tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri. (6) Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena alasan tertentu. (7) Group marriage family, beberapa orang dewasa yang telah merasa saling menikah, berbagi sesuatu termasuk sex dan membesarkan anak. (8) Group network family, beberapa keluarga inti yang dibatasi oleh norma dan aturan, hidup berdekatan dan saling menggunakan barang yang sama dan bertanggung jawab membesarkan anak. (9) Foster family, keluarga yang menerima anak yang tidak ada hubungan saudara untuk waktu sementara. (10) Homeless family, keluarga yang terbentuk tanpa perlindungan yang permanen karena keadaan ekonomi atau problem kesehatan mental. (11) Gang, Keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional, berkembang dalam kekerasan dan kriminal. 1.1.3.2 Ciri Keluarga 1) Ciri-ciri keluarga (1) Diikat tali perkawinan (2) Ada hubungan darah (3) Ada ikatan batin (4) Tanggung jawab masing-masing (5) Ada penagmbil keputusan (6) Kerjasama (7) Interaksi (8) Tinggal dalam suatu rumah 1.1.4 Struktur keluarga 1. Struktur peran keluarga, formal dan informal 2. Nilai/norma keluarga, norma yang diyakini oleh keluarga berhubungan dengan kesehatan 3. Pola komunikasi keluarga, bagaimana komunikasi orangtua-anak, ayah ibu, dan anggota lain 4. Struktur keluarga kemampuan mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk kesehatan 1.1.5 Ciri-ciri struktur keluarga: 1. Terorganisasi, bergantung satu sama lain 2. Ada keterbatasan, 3. Perbedaan dan kekhususan, peran dan fungsi masing-masing 1.1.6 Struktur keluarga (ikatan darah) : 1. Patrilineal, keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu berasal dari jalur ayah. 2. Matrilineal, keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu berasal dari jalur ibu. 3. Matrilokal, suami istri tinggal pada keluarga sedarah istri. 4. Patrilokal, suami istri tinggal pada keluarga sedarah suami. 5. Keluarga kawinan, hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan sanak saudara baik dari pihak suami dan istri. 2 Pemegang kekuasaan: 1)) Patriakal, dominan dipihak ayah 2)) Matriakal, dominan di pihak ibu 3)) Equalitarian, ayah dan ibu 1.1.7 Peran keluarga: 1. Peranan ayah, pencari nafkah, pendidik, pelindung, rasa aman, sebagai kakak, anggota masyarakat. 2. Peranan ibu, mengurus rumah tangga, pengasuh/pendidik anak, pencari nafkah tambahan, anggota masyarakat. 3. Peran anak, peran psikososial sesuai tingkat perkembangan baik mental fisik sosial dan spiritual. 1.1.8 Fungsi Keluarga Friedman 1986 dalam Suprajitno 2004 mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga yaitu: 1.1.8.1 Fungsi afektif Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan keluarga. Berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilanm elaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam memenuhi fungsi afektif adalah: 1) Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga. Setiap anggota yang mendapatkan kasih sayang dang dukungan dari anggota yang lain maka kemampuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat yang pada akhiranya tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim didalam keluarga merupakan modal dasar dalam memberi hubungan dengan orang lain diliar keluarga atau masyarakat. 2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif maka fungsi afektif akan tercapai. 3) Ikatan dan identifikasi, ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru. Ikatan anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tuan harus mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru perilaku yang positif tersebut. 1.1.8.2 Fungsi sosialisasi Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial (Friedman, 1986). Sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma-norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dengan keluarga. 1.1.8.4 Fungsi reproduksi Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia. 1.1.8.5 Fungsi ekonomi Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga, seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal dan lain sebagainya. 1.1.8.6 Fungsi perawatan kesehatan Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan/atau merawat anggota keluarga yang sakit. Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut (Suprajitno, 2004) 1) Mengenal masalah 2) Membuat keputusan tindakan yang tepat 3) Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4) Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat 5) Mempertahankan hubungan dengan fasilitas kesehatan masyarakat. 1.1.9 Dimensi Dasar Struktur Keluarga 1.1.9.1 StrukturKeluarga Menurut Friedman struktur keluarga terdiri atas: 1) Pola dan proses komunikasi 2) Struktur peran 3) Struktur kekuatan 4) Nilai-nilai keluarga 1.1.9.2 Pola dan proses komunikasi 1) Bersifat terbuka dan jujur 2) Selalu menyelesaikan konflik keluarga 3) Berpikiran positif 4) Tidak mengulang-ulang isu dan pendapatnya sendiri 1.1.9.3 Karakteristik komunikasi keluarga yang berfungsi Karakteristik pengirim: 1) Yakin dalam mengemukakan pendapat 2) Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas 3) Selalu minta maaf dan menerima umpan balik Karakteristik penerima: 1) Siap mendengar 2) Memberikan umpan balik 3) Melakukan validasi 1.1.10 Tahap Perkembangan Keluarga Tugas Perkembangan Keluarga sesuai tahap perkembangannya. Tabel 2.1 Tugas Perkembangan Keluarga Tahap Perkembangan Tugas Perkembangan Utama Keluarga Baru menikah 1. Membina hubungan intim yang memuaskan. 2. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial. 3. Mendiskusikan rencana mempunyai anak. Keluarga dengan anak 1. Mempersiapkan menjadi orang tua baru lahir 2. Adapatasi dengan adanya perubahan anggota keluarga,interaksi keluarga, hubungan seksual dengan kegiatan. 3. Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya. Keluarga dengan usia 1. Mempersiapkan menjadi orang tua pra sekolah 2. Adaptasi dengan adanya perubahan anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dengan kegiatan. 3. Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya. Keluarga dengan anak 1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga misalnya usia sekolah kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman. 2. Membantu anak untuk bersosialisasi 3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir sementara kebutuhan anak yang lain (tua) juga harus terpenuhi. 4. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga. (keluarga lain, maupun lingkungan sekitar) 5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (biasanya keluarga mempunyai tingkat kerepotan yang tinggi) 6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga. 7. Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga dengan anak 1. Membantu sosialisasi anak terhadap sekolah usia sekolah lingkungan luar rumah, sekolah dan lingkungan lebih luas (yang tidak atau kurang diperoleh dari sekolah atau masyarakat) 2. Mempertahankan keintiman pasangan 3. Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga. Keluarga dengan anak 1. Memberikan kebebasan yang seimbang dan remaja bertanggung jawab mengingat remaja adalah seorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi. 2. Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga. 3. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dengan orang tua. Hindarkan terjadinya perdebatan, kecurigaan dan permusuhan. 4. Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota). Keluarga mulai melepas 1. Memperluas jaringan keluarga dari keluarga anak sebagai dewasa inti menjadi keluarga besar. 2. Mempertahankan keintiman pasangan. 3. Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat. 4. Penataan kembali peran orang tua dan kegiatan dirumah. Keluarga dengan usia 1. Mempertahankan kesehatan individu dan pertengahan pasangan usia pertengahan 2. Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak – anaknya dan sebaya. 3. Meningkatkan keakraban pasangan Keluarga usia tua 2.1.6 Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasangannya. 2.1.7 Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi, kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga. 2.1.8 Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat. 2.1.9 Melakukan life review masa lalu.
1.1.11 Tugas Keluarga Di Bidang Kesehatan
Menurut Suprajitno,( 2004) Tugas Keluarga Dibidang Kesehatan Yaitu : 1.1.11.1 Mengenal masalah kesehatan keluarga Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak bole diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan yang dialami anggota keluarga. Apabila menyadari perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi seberapa besar perubahannya. 1.1.11.2 Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga Merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat di kurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga. 1.1.11.3 Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Keluarga sering kali telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi, perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama. 1.1.11.4 Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga 1.1.11.5 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitar bagi keluarga. 2.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus 2.1.1 Pengertian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Diabetes Melitus adalah gangguan oksidasi dan penggunaan glukosa yang terjadi sekunder akibat malfungsi sel-sel beta pankreas; sel-sel beta ini berfungsi memproduksi dan melepaskan insulin (Weller, 2005). Diabetes Melitus adalah abnormalitas hormon insulin yang ditandai dengan tingginya nilai kadar gula darah (Garnadi, 2012) 2.1.2 Klasifikasi Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :\ 2.2.2.1.Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) Kebanyakan penderita diabetes mellitus tipe I mendapatkan penyakit ini pada usia muda. Biasanya penderita diabetes mellitus yang termasuk dalam kelompok ini: muda, kurus dan mendapatkan penyakitnya secara tiba-tiba. Produksi insulin oleh pankreas sangat sedikit dan tidak mencukupi sehingga tergantung pada pemberian insulin dari luar. Penyakit ini tidak dapat dikendalikan tanpa menggunakan insulin sehingga setiap penderita harus disuntik insulin (Charles, 2002). Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh penghancuran total sel-sel penghasil pada pankreas. Kerusakan pada sel-sel penghasil insulin disebabkan oleh peradangan. Kondisi tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan, mungkin berupa virus yang menyerang seseorang yang mudah terkena karena mempunyai pola gen tertentu disebut dengan gen human leucocyte antygent (HLA). Kebanyakan orang dengan pola gen HLA ini hanya membuat mereka lebih mudah terkena dibanding orang lain. Fungsi utama insulin itu sendiri dalam menurunkan kadar glukosa secara alami yaitu dengan cara: a. Meningkatkan jumlah gula yang disimpan didalam hati b. Merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula c. Mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak gula. Jika insulin berkurang, kadar gula didalam darah akan meningkat. Gula dalam darah berasal dari makanan kita yang diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan sebagian lagi digunakan untuk tenaga. Disinilah fungsi hormon insulin sebagai “stabilizer” alami terhadap kadar glukosa dalam darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon insulin pada sel-sel darah maka potensi terjadinya diabetes mellitus sangat besar sekali. 1.2.2.2.Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM) Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin paling banyak menyerang orang dewasa, walaupun diabetes mellitus tipe II juga dapat timbul pada usia berapa saja. Pada diabetes mellitus tipe II sel-sel penghasil insulin tidak rusak, tetapi tidak menghasilkan cukup insulin sehingga hati, otot serta lemak tidak bereaksi secara normal terhadap insulin yang dihasilkan (Charles, 2010). Pasien- pasien yang termasuk dalam kelompok ini biasanya memiliki berat badan yang lebih dan memiliki riwayat adanya anggota keluarga lain yang juga menderita penyakit diabetes mellitus. Pada pasien diabetes mellitus tipe II yang tidak gemuk, kadar glukosa di dalam darahnya tinggi karena sel beta pankreasnya terlalu sedikit membentuk insulin sehingga tidak dapat mempertahankan kadar glukosa darah tetap dalam batas-batas normal. Pasien diabetes mellitus tipe II yang gemuk masih menghasilkan relatif cukup banyak insulin, tetapi masih tetap tidak mencukupi kebutuhan untuk mempertahankan kadar glukosa darahnya dalam batas-batas normal. Pada orang gemuk, insulin harus bekerja keras untuk memasukkan glukosa kedalam sel-sel tubuh, karena pada darah orang gemuk terdapat kadar glukosa yang tinggi, suatu saat akan menyebabkan insulin tidaksanggup lagi untuk memasukkan glukosa tersebut kedalam sel-sel tubuh, sehingga terjadilah resistensi insulin yang mengakibatkan timbulnya penyakit diabetes mellitus 1.2.2.3Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya 1.2.2.4.Diabetes mellitus gestasional (GDM) 2.1.3 Etiologi 1.2.3.1 Diabetes tipe I 1. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. 2. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. 3. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. 1.2.3.2 Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko: 1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) 2) Obesitas 3) Riwayat keluarga 1.2.4 Patofisiologi/Pathways Pankreas yang disebut kelenjar ludah perut adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak dibelakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin yang berperan dalam mengatur glukosa darah. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian didalam sel tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat disebut DM tipe I. Pada keadaan DM tipe II, jumlah insulin bisa normal bahkan lebih banyak tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin dipermukaan kurang. Reseptor insulin ini diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan DM tipe II lubang kuncinya kurang sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak tetapi karena lubang kuncinya kurang, maka glukosa yang masuk kedalam sel sedikit sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian keadaan peningkatan kadar glukosa dalam darah ini sama seperti DM tipe I, bedanya adalah pada DM tipe II selain kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe II juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik sehingga gagal membawa glukosa masuk kedalam sel. Disamping penyebab diatas, DM juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa didalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi. 1.2.5. Tanda dan Gejala Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah : 1) Katarak 2) Glaukoma 3) Retinopati 4) Gatal seluruh badan 5) Pruritus Vulvae 6) Infeksi bakteri kulit 7) Infeksi jamur di kulit 8) Dermatopati 9) Neuropati perifer 10) Neuropati viseral 11) Amiotropi 12) Ulkus Neurotropik 13) Penyakit ginjal 14) Penyakit pembuluh darah perifer 15) Penyakit koroner 16) Penyakit pembuluh darah otak 17) Hipertensi Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas. 2.2.6. Pemeriksaan Penunjang 1) Glukosa darah sewaktu 2) Kadar glukosa darah puasa 3) Tes toleransi glukosa Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) Bukan DM Belum pasti DM DM Kadar glukosa darah sewaktu <> 100-200 >200 - Plasma vena <80 80-200 >200 - Darah kapiler <110 110-120 >126 Kadar glukosa darah puasa <90 90-110 >110 - Plasma vena - Darah kapiler Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) 3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl 1.2.7. Penatalaksanaan 1.2.7.1. Penatalaksanaan Klinik Dalam mengelola DM langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan nonfarmakologis, berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai dilanjutkan dengan penggunaan obat/ pengelolaan farmakologis (Soegondo et all, 2009). Pengelolaan DM sesuai 4 pilar dijabarkan sebagai berikut: 1.2.7.2. Perencanaan Makan (diet) Perencanaan makan (diet) bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan kadar gula darah mendekati kadar normal, mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal, mencegah komplikasi akut, komplikasi kronik dan meningkatkan kualitas hidup. Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut: untuk menentukan diet kita harus tahu dulu kebutuhan energi dari penderita DM. Kebutuhan itu dapat kita tentukan sebagai berikut: Pertama kita tentukan berat badan ideal pasien degan rumus (Tinggi Badan - 100) -10% Kg. Kedua kita tentukan kebutuhan kalori penderita. Kalau wanita BB ideal x 25. Sedangkan kalau laki-laki BB ideal x 30. Kalau sudah mendapatkan kebutuhan energi maka kita dapat menerapkan makanan yang dapat dikonsumsi penderita DM dengan berpatokan pada jumlah bahan makanan harian dari tiap makanan. 1.2.7.3 Latihan jasmani Latihan jasmani dianjurkan teratur 3-4 kali tiap minggu yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rythrniccal Intensity Progressioe Endurance). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Latihan CRIPE minimal dilakukan selama 3 hari dalam seminggu, sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan untuk melakukan olahraga kesenangannya. Adanya kontraksi otot yang teratur akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel . Hal yang perlu diingat dalam latihan jasmani adalah jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas dan harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia. 1.2.7.4 Pengelolaan Farmakologis 1. Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO) 1). Golongan Sulfoniluria Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya bekerja bila sel-sel beta utuh, menghalangi pengikatan insulin mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukagon. Indikasi pemberian obat golongan sulfoniluria adalah: bila berat badan sekitar ideal kurang lebih 10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada stress akut, seperti infeksi berat/perasi. 2). Golongan Biguanid Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin. Golongan biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemi. Efek samping penggunaan obat ini (metformin) menyebabkan anoreksia, neusea, nyeri abdomen dan diare. Metformin telah digunakan pada klien dengan gangguan hati dan ginjal, penyalahgunaan alkohol, kehamilan. 3). Alfa Glukosidase Inhibitor Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada kadar insulin. Alfa glukosidase inhibitor dapat menghambat bioavailabilitas metformin jika dibiarkan bersamaan pada orang normal. 4). Insulin Sensitizing Agent Obat ini mempunyai efek farmokologi meningkatkan sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. 5). Insulin Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya 3 jenis yang penting menurut cara kerjanya: 1) Yang kerjanya cepat RI (Regular Insulin) dengan masa kerja 6 jam contoh obatnya: Actrapid 2) Yang kerjanya sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam 3) Yang kerjanya lambat PZI (Protamme Zinc Insulin) massa kerjanya 18-24 jam. Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya selalu dimulai dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urine dan glukosa darah. Selalu dimulai dengan RI, diberikan 3 kali (misalnya 3 x 8 unit) yang disuntikkan subkutan 1/2 jam sebelum makan. Jika masih kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap suntikan. Setelah keadaan stabil RI dapat diganti dengan insulin kerja sedang atau lama PZI mempunyai efek maksimum setelah 20-24 jam setelah penyuntikan. PZI disuntik 1/4 jam sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari dosis total RI sehari. Dapat pula diberikan kombinasi Rl dengan PZI diberikan sekali sehari. Misalnya semula diberikan Rl 3 x 20 unit dapat diganti dengan pemberian Rl 20 unit dan PZI 30 unit. 1.2.7.5 Penyuluhan Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi klien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman klien dan penyakitnya, yang perlu untuk mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan perawatan klien diabetes. 1.2.7.6 Pemantauan Kadar Glukosa Sendiri (PKGS) DM merupakan penyakit kronik dan memerlukan pengobatan jangka panjang, sehingga pasien dan keluarganya harus dapat melakukan pemantauan sendiri kadar gula darahnya di rumah. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk PKGS adalah dengan pemantauan reduksi urin, pemantauan glukosa darah dan pemantauan komplikasi serta cara mengatasinya (Soewondo, 2009). PKGS kita telah dilakukan secara luas oleh sekitar 40% pasien DM 1 dan DM 2 di Amerika. Indikasi PKGS pada kondisi-kondisi berikut : 1) Mencapai dan memelihara kendali glikemik: PKGS memberikan informasi kepada dokter dan perawat mengenai kendali glikemik dari hari ke hari agar dapat memberi nasehat yang tepat
2) Mencegah dan mendeteksi hipoglikemia
3) Mencegah hiperglikemia berat 4) Menyesuaikan dengan perubahan gaya hidup terutama berkaitan dengan masa sakit, latihan jasmani atau aktivitas lainnya seperti mengemudi 5) Menentukan kebutuhan untuk memulai terapi insulin pada pasien DM gestasional (Soegondo, 2009). 1.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1.3.1. Pengkajian 1.3.1.1.Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien? 1.3.1.2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. 1.3.1.3.Aktivitas/Istirahat Letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun. 1.3.1.4.Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstrimitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah. 1.3.1.5.Integritas Ego Stress, ansietas. 1.3.1.6. Eliminasi Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare 1.3.1.7. Makanan/Cairan Anoreksia, mual-muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. 1.3.1.8. Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan. 1.3.1.9. Nyeri/Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang/berat) 1.3.1.10. Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (terganggu adanya infeksi/tidak) 1.3.1.11 Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit. 1.3.2 Diagnosa Keperawatan 1.3.2.1. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak. 1.3.2.2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dieresis osmotik. 1.3.2.3.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer). 1.3.2.4.Resiko terjadinya injuri berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan 1.3.3. Intervensi 1.3.3.1 Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak. Tujuan: Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Kriteria Hasil: 1) Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat 2) Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya Intervensi: 1) timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi 2) tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien. 3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. 4) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral. 5) Libatkan keluarga pasien pada mengatur pola makan sesuai indikasi. 1.3.3.2.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dieresis osmotik. Tujuan: Kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi Kriteria Hasil: Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal. 1) pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortastatik. 2) Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul 3) Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas. 4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulut dan membran mukosa. 5) Pantau masukan dan pengeluaran 6) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung. 7) Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung 8) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur. 9) Kolaborasi: berikan terapi cairan normal dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (HT, BUN, Na, K). 1.3.3.3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer). Tujuan : Gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan Kriteria Hasil: Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi. Intervensi: 1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema dan discharge, frekuensi ganti balut. 2) Kaji tanda-tanda vital 3) Kaji adanya nyeri. 4) Lakukan perawatan luka 5) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi 6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan indikasi 1.3.3.4 Resiko terjadinya injuri berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan Tujuan: pasien tidak mengalami injuri Kriteria Hasil: pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injuri Intervensi: 1) Hindari lantai yang licin 2) Gunakan bed yang rendah 3) Orientasikan pasien dengan ruangan 4) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari 5) Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi 1.3.4 Implementasi Merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (indevendent) dan tindakan kolaborasi. Agar lebih jelas dan akurat dalam melakukan implementasi, diperlukan perencanaan keperawatan yang spesifik dan operasional. 1.3.5 Evaluasi Adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Perencanaan evaluasi memuat kriteria proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan tingakat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya (Arif Masjoer, dkk. 2002).