Vous êtes sur la page 1sur 19

ASUHAN KEPERAWATAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

Disusun Oleh :

Anggi Ariandini (16006)


AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA
TAHUN 2018

A. KONSEP PERDARAHAN SALURAN CERNA

1. Pengertian

Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di
sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya
darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa
diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila
disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat
dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer, 2000)

Perdarahan saluran cerna didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah


proksimal ligamentum pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian
atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum yang disebabkan oleh H. Pylori,
penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid, alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises
esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang
(Dubey, 2008).
Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan perdarahan yang bersumber dari
proksimal sampai ligamentum . Pada kasus, perdarahan biasanya bersumber dari esophagus,
gaster, dan duodenum (SIGN, 2008).

2. Etiologi
Secara umum penyebab perdarahan saluran cerna dibagi menjadi dua, yaitu penyebab
mayor dan minor. Penyebab mayor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah
(Cappell, 2008) :
a. Peptic ulcer
Tukak ini berkaitan dengan infeksi H. Pylori (80%) dan bisa juga dengan
aspirin/OAINS. Tukak peptik dapat di lambung, duodenum, esofagus, dan
diverticulum Meckel, dan hebat tidaknya perdarahan tergantung dari kaliber pembuluh
darah yang terluka. Forrest membagi aktivitas perdarahan ulkus peptikum sebagai
berikut :
Tipe Tipe perdarahan Gambaran pada endoskopi
Forrest 1a Aktif Perdarahan memancar
Forrest 1b Aktif Perdarahan merembes
Forrest 2a Tidak aktif Pembuluh darah terlihat pada dasar ulkus
Forrest 2b Tidak aktif Tukak ditutupi bekuan darah
Forrest 2c Tidak aktif Tukak tertutup bekuan merah/biru tua
Forrest 3 Tidak aktif Tukak dengan dasar yang bersih
Tabel 2.1. Klasifikasi Forrest perdarahan ulkus peptikum (Hadzibulic, 2007)
Keterangan : Tipe 1a, 1b, 2a, 2b, pada terapi dengan endoskopi, risiko perdarahan ulang
43-55%. Tipe 2c, 3 tidak perlu terapi endoskopi, risiko perdarahan ulang 5-10%.
b. Varises esophagus dan gaster
Perdarahan saluran cerna bagian atas karena varises terjadi pada 25-30 % pasien sirosis hati,
dengan angka kematian dari tahun 1971 sampai 1981 diberbagai penelitian di Indonesia
30-60 %. Harapan hidup selama 1 tahun sesudah perdarahan pertama sekitar 32-80%.
Varices esofagus dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam vena-vena
kolateral dari aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal.
Perdarahan varices ini terjadi bila hepatic venous gradient melebihi 12 mmHg. Pasien
dengan gastropati hipertensi portal tidak selalu disertai dengan varices gastroesofageal
yang nyata. Bila terjadi perdarahan pada pasien kelompok gastropati ini, biasanya lebih
banyak kronik dan tersamar (Utama, 2012).
c. Perdarahan pada gastritis
Gastritis merupakan inflamasi atau iritasi pada lapisan gaster/lambung. Gastritis merupakan
penyakit dengan banyak penyebab. Sebagian besar penderita gastritis akan merasakan
nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Helicobacter pylori merupakan
bakteri yang sering menginfeksi lambung. Infeksi akibat bakteri ini bisa menyebabkan
gastritis kronik. Gastritis merupakan masalah medis yang sering terjadi. Sepuluh persen
dari pasien yang datang ke unit emergensi mengeluh nyeri pada perut sebelum akhirnya
didiagnosa gastritis (Balentine, 2012).
d. Esophagitis dan gastropati
Esophagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esofagus dan lambung disebabkan
biasanya oleh asam lambung/refluxate lain misalnya pada GERD atau obat-obat tertentu
seperti OAIN/NSAIDs. Gastropati bisa juga terjadi pada pasien dengan sakit berat
misalnya pasien dengan ventilator, sepsis/multi organs failure (MOF).
e. Duodenitis
Duodenitis merupakan inflamasi pada duodenum. Penyebabnya adalah Helicobacter pylori.
Duodenitis dapat menyebabkan nyeri pada perut, perdarahan, serta gejala gastrointestinal
lain. Banyak orang terinfeksi Helicobacter pylori sejak usia mudah, tetapi tanda dan
gejala akan muncul saat usia dewasa.
f. Mallory-Weiss tear
Sindroma Mallory-Weiss merupakan bentuk perdarahan dari lapisan lendir diantara
lambung dan esophagus. Adapun gejala utama yang sering ditimbulkan akibat sindroma
ini adalah suatu sensasi mual muntah yang hebat. Robekan ini bisa disebabkan akibat
batuk-batuk yang hebat, kejang hebat pada epilepsi, gangguan pola makan, hernia hiatal,
dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak atau alkoholisme, atau
pada beberapa kasus sindroma morning sickness akibat frekuensi mual muntah yang
terlalu tinggi juga berpotensi menyebabkan robekan Mallory-Weiss. Tidak selamanya
muntah-muntah adalah suatu bentuk gejala dari Mallory-Weiss itu sendiri, melainkan
gejala yang nyata bisa disertai dengan muntah yang disertai dengan darah, atau warna
feses yang kehitaman atau melena sebagai akibat penguraian darah oleh asam lambung
yang membentuk hematin. Pengobatan utama biasanya dengan obat-obatan dan operasi
penghentian perdarahan, dan adalah suatu kejadian yang sangat langka sindroma ini
berkelanjutan pada tingkat kematian. Diagnosis pasti untuk menegakkan sindroma ini
adalah hanya dengan melalui pemeriksaan endoskopi. Berikut ini adalah gambar
Mallory-Weiss tear :
Gambar 2.1. Gambaran endoscopy Mallory-Weiss syndrome (Sumber : Caesar, 2010)
g. Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan lesi vascular pada saluran pencernaan, dan biasanya bersifat
asymptomatik sehingga bisa menyebabkan perdarahan saluran pencernaan. Dinding
pembuluh darah tipis dengan otot polos atau tidak dengan pembuluh darah yang tipis.
Angiodisplasia paling sering terjadi pada caecum dan juga kolon ascenden proksimal.
77% kejadian angiodisplasia terjadi di kolon ascenden dan caecum, 15% terjadi di
jejunum dan ileum, sisanya terjadi di sepanjang saluran pencernaan. Typical lesi pada
angiodisplasia adalah kecil (<5 mm). Angiodisplasia merupakan kelainan pembuluh
darah yang sering dijumpai pada saluran cerna. Angiodisplasia merupakan penyebab
kedua terjadinya perdarahan saluran pencernaan setelah divertikulosis selama kurun
waktu 60 tahun ini. Prevalensi angiodisplasia pada saluran cerna bagian atas sekitar satu
sampai dua persen, sedangkan pada saluran cerna bagian bawah dan bisa berdampak pada
perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah enam persen.
Angiodisplasia pada usus kecil, 30-40% merupakan penyebab kasus perdarahan pada
saluran pencernaan. Hasil analisis kolonoscopy retrospectif menunjukkan bahwa 12,1%
dari 642 orang tanpa gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS) dan 11,9% dari orang dengan
gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS) memiliki angiodisplasia kolon (Thomson, 2011).
Gambar 2.2. Gambaran endoscopy angiodisplasia (Sumber : Thomson, 2011)
h. Tumor saluran cerna bagian atas
i. Anastomotic ulcers (setelah pembedahan pada penyakit peptic ulcer)
j. Dieulafoy lesion
Dieulafoy lesion adalah suatu keadaan arteri submukosa yang dilatasi dan ruptur sehingga
timbul perdarahan saluran cerna. Biasanya terdapat pada cardiak lambung namun bisa
juga terjadi sepanjang saluran cerna. Sumber perdarahan sukar terlihat dengan endoskopi
bila tidak sedang berdarah karena lesi ini dikelelingi mukosa yang normal. Pengobatan
dengan endoskopi atau angiografi.
Sedangkan penyebab minor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah (Cappell,
2008) :
a. Cameron lesion
Cameron lesion merupakan erosi pada lipatan mukosa pada kesan diafragma pada pasien
dengan hernia hiatus yang besar. Relevansi klinis dari Cameron lesion adalah komplikasi
potensial yang bisa berdampak pada perdarahan saluran pencernaan, dan anemia.
Diagnosis Cameron lesion biasanya ditegakkan dengan melakukan endoscopy (Maganty,
2008).
b. Gastric antral vascular ectasia (watermelon stomach)
Gastric antral vascular ectasia (GAVE) atau watermelon stomach merupakan penyebab
signifikan kehilangan darah akut pada lansia. GAVE ditandai dengan adanya gambaran
corak semangka pada pemeriksaan endoscopy. Walaupun hal ini terkait dengan kondisi
medis yang heterogen, termasuk hepar, ginjal, dan penyakit jantung, namun
patofisiologinya belum diketahui.
Berikut ini contoh gambaran GAVE dari hasil pemeriksaan endoscopy :
Gambar 2.3. Gambaran endoscopy GAVE (Sumber : Thomson, 2011)

Gambar 2.4. Gambaran endoscopy GAVE (Sumber : Thomson, 2011)


c. Portal hypertensive gastropathy
Portal hypertensive gastropathy memiliki karakteristik adanya penampilan mosaic seperti
pola dengan atau tanpa bintik-bintik merah dari mukosa lambung pada gambaran
endoscopy pasien dengan sirosis atau tanpa sirosis portal hypertension.
Portal hypertensive gastropathy biasanya terjadi pada fundus lambung. Temuan histologis
pada portal hypertensive gastropathy adalah adanya dilatasi pada kapiler serta vena di
mukosa dan submukosa tanpa erosi, inflamasi dan thrombus fibrinous. Berikut ini adalah
gambaran endoskopi portal hypertensive gastropathy:
Gambar 2.5. Gambaran endoscopy portal hypertensive gastropathy (Sumber : Hritz, 2012)

d. Post kemoterapi atau radiasi


Terapi radiasi dapat menyebabkan perubahan lapisan mukosa pada usus. Ketika terapi
radiasi dilakukan pada pasien dengan kanker abdomen dan pelvis, perdarahan karena
kerusakan mukosa dinding kolon dapat terjadi. Komplikasi dapat terjadi secara cepat
maupun lambat. Dengan rentang waktu rata-rata 9-15 bulan.
e. Polip gastric
Polip gastric merupakan pertumbuhan jinak yang berbentuk bulat yang tumbuh ke dalam
rongga lambung. Polip gastric berasal dari epitel lambung atau submukosa dan menonjol
ke dalam lumen lambung. Polip gastric berpotensi menimbulkan malignansi. Jika polip
gastric tidak segera dilakukan intervensi, maka kanker lambung mungkin dapat terjadi
(Goddard, 2010).
Gambar 2.5. Gambaran endoscopy polip gastric (Sumber : Goddard, 2010)
f. Aortoenteric fistula
Aortoenteric fistula merupakan penyebab jarang pada perdarahan saluran cerna. Angka
kematian yang relative tinggi, dengan angka kejadian yang rendah membuat tantangan
diagnostic dan manajemen. Aortoenteric fistula merupakan komunikasi antara aorta dan
saluran pencernaan. Diagnosis aortoenteric fistula harus dipertimbangkan dalam setiap
pasien dengan perdarahan saluran pencernaan dan sejarah masa lalu dari operasi aorta
(MacDougall, 2010).
Berikut ini adalah gambaran CT Scan aortoenteric fistula :

Gambar 2.6. Gambaran CT Scan portal aortoenteric fistula (Sumber : MacDougall, 2010)
g. Connective tissue disease
Connective tissue disease merupakan penyakit yang memiliki jaringan ikat di tubuh
sebagai target utama patologi. Jaringan ikat merupakan bagian structural tubuh yang pada
dasarnya memegang sel-sel tubuh secara bersama-sama. Bentuk jaringan ikat seperti
kerangka, atau matrik pada tubuh. Jaringan ikat terdiri dari dua molekul utama protein
yaitu kolagen dan elastin. Kebanyakan connective tissue disease diakibatkan aktivitas
system imun tubuh yang abnormal dengan inflamasi di jaringan sebagai akibat dari
system imun yang menyerang jaringan tubuh itu sendiri (autoimun) (Shiel, 2012).
h. Hemosuccus pancreaticus
Hemosuccus pancreaticus merupakan perdarahan dari papilla Vater melalui kelenjar
pancreas. Hemosuccus pancreaticus jarang menyebabkan perdarahan pada saluran cerna
bagian atas. Kesulitan dalam menentukan lokasi perdarahan kadang-kadang
menyebabkan keterlambatan pengobatan dan kondisi kritis (Toyoki, 2008).
i. Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh virus human herpes virus 8 (HHV8).
Sarkoma kaposi pertama kali dideskripsikan oleh Moritz Kaposi, seorang ahli ilmu
penyakit kulit Hongaria di Universitas Wina tahun 1872. Sarkoma kaposi secara luas
diketahui sebagai salah satu penyakit yang muncul akibat dari AIDS pada tahun 1980-an.
Sarkoma kaposi dapat ditemui pada kulit, tetapi biasanya dapat menyebar kemanapun,
terutama pada mulut, saluran pencernaan dan saluran pernapasan. Perkembangan
sarkoma dapat terjadi lambat sampai sangat cepat, dan berhubungan
dengan mortalitas dan morbiditas yang penting. Sarkoma karposi pada saluran
pencernaan biasanya terjadi pada sarkoma kaposi dengan yang berhubungan dengan
transplantasi atau yang berhubungan dengan AIDS, dan dapat muncul dengan tidak
adanya gangguan sarkoma kaposi pada kulit. Lesi saluran pencernaan menyebabkan
turunnya berat badan, tekanan, muntah, diare, berdarah, malabsorpsi, atau gangguan
perut.
j. Foreign bodies post prosedural : nasogastric tube erosions, biopsi endoscopy,
endoscopic polypectomy, EMR, endoscopic sphincterotomy

3. Patofisologi
Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari perdarahan gastrointestinal
bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya mukosa sampai mencapai mukosa muskularis.
Ulkus ini biasanya dikelilingi oleh sel-sel yang meradang yang akan menjadi granulasi dan
akhirnya jaringan parut.
Sekresi asam yang berlebihan adalah penting untuk pathogenesis penyakit ulkus. Kerusakan
kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus sebagai pelindung juga telah diduga sebagai
penyebab terjadinya ulkus. Faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit ulkus peptikum
yang telah dikenal, termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid, keduanya dapat
mengakibatkan kerusakan mukosa. Merokok kretek juga berkaitan dengan penyakit ini dan
selain itu, sangat merusak penyembuhan luka. Riwayat keluarga yang berhubungan dengan
ulkus juga diketahui sebagai salah satu faktor risiko.
Ulkus akibat stress ditemukan pada pasien yang mengalami sakit kritis dan ditandai dengan
erosi mukosa. Lesi yang berkaitan dengan pasien yang mengalami trauma hebat secara
terus-menerus, pasien yang mengalami sepsis, luka bakar yang parah, penyakit pada system
saraf pusat dan kranial, dan pasien yang menggunakan dukungan ventilator untuk jangka lama.
Rentang abnormalitas adalah hemoragi pada permukaan yang kecil sampai ulserasi dalam
dengan hemoragi massif. Hipoperfusi mukosa lambung diduga sebagai mekanisme utama.
Penurunan perfusi diperkirakan memiliki andil dalam merusak sekresi mucus, penurunan pH
mukosa dan penurunan tingkat regenerasi sel mukosa. Semua faktor ini turut andil dalam
terjadinya ulkus.
Dalam gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa
esophagus dan rectum serta pada dinding abdominal anterior untuk mengalihkan darah dari
sirkulasi splanknik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka
vena tersebut menjadi mengembang oleh darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini
disebut varises dan dapat dipecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal massif.
Hemoragi gastrointestinal bagian atas mengakibatkan kehilangan volume darah tiba-tiba,
penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi
berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespons terhadap
penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini menerangkan tanda-tanda dan gejala-gejala utama
yang terlihat pada pasien saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan,
penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolisme anaerobik, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan
efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut
akan mengalami kegagalan (Hudak, 2010).

4. Manifestasi Klinis
1. Muntah darah (hematemesis). Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan
oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per
rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus
proksimal (Grace & Borley, 2007)
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena). Tinja yang kehitaman biasanya merupakan
akibat dari perdarahan di saluran pencernaan bagian atas, misalnya lambung atau usus dua
belas jari. Warna hitam terjadi karena darah tercemar oleh asam lambung dan oleh
pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah
dapat menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman.
3. Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia)
4. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut. Gangguan ini
dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit
5. Pirosis ( nyeri uluhati )
Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat disebabkan oleh refluks asam
lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian bawah, keduanya sangat mengiritasi
mukosa.
6. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala anemia,
seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Jika terdapat gejala-gejala tersebut,
dokter bisa mengetahui adanya penurunan abnormal tekanan darah, pada saat penderita
berdiri setelah sebelumnya berbaring.
7. Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut nadi yang
cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih. Tangan dan kaki
penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya aliran darah ke otak karena
kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok
8. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari penyakit lainnya,
seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-paru dan gagal ginjal, bisa
bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati, perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan
pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan
kesiagaan dan perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik).

5. Komplikasi

1. Anemia
2. Dehidrasi
3. Nyeri Dada – jika ada juga penyakit jantung
4. Kehilangan darah
5. Syok
6. Kematian

6. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan kolaboratif :
Intervensi awal mencakup 4 langkah:聽
(a) Kaji keparahan perdarahan
(b) Gantikan cairan dan produk darah untuk mnengatasi shock
(c) Tegakan diagnosa penyebab perdarahan
(d) Rencanakan dan laksanakan perawatan definitif.
2. Resusitasi Cairan dan Produk Darah:
3. Mendiagnosa Penyebab Perdarahan
4. Perawatan Definiti

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan
pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan
dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges,2000).
Cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu observasi,
wawancara dan pemeriksaan fisik. Selain itu dapat juga dengan catatan klien seperti
catatan klinik, dokumentasi dan kasus klien, dan literatur yang mencakup semua material,
buku-buku, majalah dan surat kabar.
Pengkajian pada klien Hematemesis Melena yang merujuk pada kasus Perdarahan
Gastrointestinal atas menurut Doenges (2000):
a. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Anamnesis: perlu ditanyakan tentang:
1. Riwayat penyakit dahulu: hepatitis, penyakit hati menahun, alkohlisme, penyakit
lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti leuikemia, dll.
2. Pada perdarahan karena pecahnya varises esophgaus, tidak ditemukan keluhan nyeri
atau pedih di daerah epigastrium
3. Tanda-gejala hemel timbul mendadak
4. Tanyakan prakiraan jumlah darah: misalnya satu gelas, dua gelas atau lainnya
Pemeriksaan Fisik:
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. Nadi, tekanan darah
d. Tanda-tanda anemia
e. Gejala hipovolemia
f. Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi, ginekomasti, eritema
palmaris, capit medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Laboratorium:
a. Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit
b. Elektrolit: penurunan kalium serum; peningkatan natrium, glukosa serum dan laktat.
c. Profil hematologi: perpanjangan masa protrombin, tromboplastin
d. Gas darah arteri: alkalosis respiratori, hipoksemia.

b. Pemeriksaan Radiologis
1. Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah esopagus dan double
contrast untuk lambung dan duodenum.
2. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus,
kardia dan fundus lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah
hematemisis berhenti.

c. Pemeriksaan Endoskopi
1. Untuk menentukan asal dan sumber perdarahan
2. Keuntungan lain: dapat diambil foto, aspirasi cairan dan biopsi untuk pemeriksaan
sitopatologik
3. Dilakukan sedini mungkin setelah hematemisis berhenti.

2. Diagnosa dan intervensi keperawatan

a. Diagnosa : Defisit volume cairan yang berhubungan dengan


kehilangan darah akut.
Kriteria hasil / : Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik
Tujuan-tujuan
pasien
Intervensi : 1. Pantau tanda-tanda vital setiap jam.
Keperawatan 2. Pantau nilai-nilai hemodinamik (missal SAP,
DAP, TDKP, IJ, CJ, TVS).
3. Ukur haluaran urin setiap 1 jam.
4. Ukur masukan dan haluaran dan kaji
keseimbangan.
5. Berikan cairan pengganti dan produk darah
sesuai instruksi. Pantau adanya reaksi-reaksi
yang merugikan terhadap komponen terapi
(missal reaksi transfusi).
6. Tirah baring total, baringkan pasien pada posisi
terlentang dengan kaki ditinggikan untuk
meningkatkan preload pasien jika pasien
mengalami hipotensif. Jika terjadi normotensif,
tempatkan tinggi bagian kepala tempat pada 45
dewrajat untuk mencegah aspirasi lambung.
7. Perkecil jumlah darah yang diambil untuk
analisa laboratorium.
8. Pantau hemoglobin dan hematokrit.
9. Pantau elektrolit yang mungkin hilang bersama
cairan atau berubah karena kehilangan atau
perpindahan cairan.
10. Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam
setelah masa akut.
b. Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan
penurunan kapasitas angkut oksigen dan dengan
faktor-faktor risiko aspirasi.
Kriteria hasil / : Pasien akan mempertahankan oksigenasi dan pertukaran
Tujuan-tujuan gas yang adekuat.
pasien
Intervensi : 1. Pantau SaO2 dengan menggunakan oksimetri
Keperawatan atau ABGs.
2. Pantau bunyi nafas dan gejala-gejala pulmonal.
3. Gunakan supplemental O2 sesuai instruksi.
4. Pantau suhu tubuh.
5. Pantau adanya distensi abdomen.
6. Baringkan pasien pada bagian kepala tempat
tidur ditinggikan jika segalanya memungkinkan.
7. Pertahankan fungsi dan patensi kateter
nasogastrik dengan tepat.
8. Atasi segera mual.
c. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi : yang berhubungan
dengan aliran intravena.
Kriteria hasil / : Pasien tidak akan mengalami i9nfeksi nosokomial.
Tujuan-tujuan
pasien
Intervensi : 1. Pertahankan kestabilan selang intravena.
Keperawatan Amankan aplians intravena berikut selangnya.
2. Ukur suhu tubuh setiap 4 jam.
3. Pantau system intravena terhadap patensi,
infiltrasi, dan tanda-tanda infeksi (nyeri
setempat, inflamasi, demam, sepsis).
4. Ganti letak intravena setiap 48-72 jam dan prn.
5. Ganti larutan intravena sedikitnya setiap 24 jam.
6. Pantau letak insersi setiap penggantian tugas.
7. Dokumentasikan tentang selang, penggantian
balutan, dan keadaan letak insersi.
8. Gunakan teknik aseptic saat mengganti balutan
dan selang. Pertahankan balutan yang bersih,
transparan, dan steril.
9. Ukur SDP terhadap kenaikan.
10. Lepaskan dan lakukan pemeriksaan kultur bila
terjadi tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi.
d. Diagnosa : Ansietas : yang berhubungan dengan sakit kritis,
ketakutan akan kematian ataupun kerusakan bentuk
tubuh, perubahan peran dalam lingkup sosial, atau
ketidakmampuan yang permanen.
Kriteria hasil / : 1. Pasien akan mengekspresikan ansietasnya pada
Tujuan-tujuan nara sumber yang tepat.
pasien 2. Pasien akan mulai mengidentifikasi sumber
ansietasnya.
Intervensi : 1. Berikan lingkungan yang mendorong diskusi
Keperawatan terbuka untuk persoalan-persoalan emosional.
2. Gerakan system pendukung pasien dan libatkan
sumber-sumber ini sesuai kebutuhan.
3. Berikan waktu pada pasien untuk
mengekspresikan diri. Dengarkan dengan aktif.
4. Berikan-berikan penjelasan yang sederhana
untuk peristiwa-peristiwa dan stimuli
lingkungan.
5. Identifikasi sumber-sumber rumah sakit yang
memungkinkan untuk mendukung pasien atau
keluarganya.
6. Berikan dorongan komunikasi terbuka antara
perawat-keluarga mengenai masalah-masalah
emosional.
7. Validasikan pengetahuan dasar pasien dan
keluarga tentang penyakit kritis.
8. Libatrkan system pendukung religious sesuai
kebutuhan

(Hudak & Galo, 2010)


DAFTAR PUSTAKA

Dubey, S, 2008, Perdarahan Gastrointestinal Atas, Dalam Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan
Greenberg, vol. 1, pp. 275, Jakarta : Erlangga.

Hudak, C.M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Alih Bahasa : Ester, M., dkk.
Edisi 6. Jakarta : EGC.

Eliastam, M., Sternbach, G., & Bresler, M. (1998). Buku saku : Penuntun kedaruratan medis.
( edisi 5 ). Jakarta ; EGC.

Suparman. (1987). Ilmu penyakit dalam. (Jilid I, edisi kedua). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Azzam, Rohman. 2009. Perdarahan gastrointestinal hematemesis dan melena karena
pecahnya varises esophagus.

http://askep.blogdetik.com/2009/01/14/perdarahan-gastrointestinal-hematemisis-dan-melena-
karena-pecahnya-varises-esopagus/. (diakses pada tanggal 22 April 2011).
Paradifa, Renjana. 2010. Perdarahan saluran cerna.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8 Volume 2).
Jakarta : EGC
Doenges, Marylin E, et. al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3rd ed.). Jakarta: EGC.

Price A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. ( Edisi 4). Jakarta : EGC

Vous aimerez peut-être aussi