Vous êtes sur la page 1sur 12

BERKAS PORTOFOLIO

Nama Peserta : Muhammad Amri Kautsar dr


Nama Wahana : RSUD Sumedang
Topik :Kasus Medis “Demam Tifoid”
Tanggal (kasus) : 15 Agustus 2015
Nama Pasien : Tn. YN No. RM :
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
dr Darmiana M,M
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :

Laki-laki, 22 tahun, datang dengan keluhan panas badan sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan tiba-tiba muncul dan dirasakan naik dan turun, terutama
pada malam hari. Keluhan disertai mual, muntah, dan penurunan nafsu makan.
Pasien juga merasa sakit di bagian perut. Pasien mengeluh juga mengeluh batuk dan
merasa sakit kepala di bagian dahi. Pasien sudah 2 hari sulit BAB. Pasien sering
membeli makanan di luar. Terdapat riwayat keluhan yang sama pada keluarga yaitu
ibu dan adik. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan suhu febris, bradikardia relatif,
lidah kotor, dan nyeri tekan pada epigastrium. Dari hasil pemeriksaan widal
didapatkan titer Anti S. Typhi 1/320.

Tujuan :
 Mendiagnosis Demam Tifoid dan mengetahui terapi yang tepat.
 Mengidentifikasi masalah yang dapat terjadi.
 Memberikan edukasi yang tepat.
 Menilai prognosis penyakit.
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien : Nama : Tn. YN No. register :


Nama RS : Telp : - Terdaftar sejak :
RSUD Sumedang

Data utama untuk bahan diskusi

1
1. Diagnosis/ gambaran klinis:
Pasien didiagnosa Demam Tifoid karena pasien datang dengan keluhan panas
badan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tiba-tiba muncul dan
dirasakan naik dan turun, terutama pada malam hari. Keluhan disertai mual, muntah,
dan penurunan nafsu makan. Pasien juga merasa sakit di bagian perut. Pasien juga
mengeluh batuk dan merasa sakit kepala di bagian dahi. Pasien sudah 2 hari sulit
BAB. Pasien memiliki riwayat sering membeli makanan di luar dan terdapat riwayat
keluhan yang sama pada keluarga yaitu ibu dan adik. Selain itu, diagnosis Demam
Tifoid juga ditunjang dari hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan suhu febris,
bradikardia relatif, lidah kotor, dan nyeri tekan pada epigastrium dan dari hasil
pemeriksaan widal didapatkan titer Anti S. Typhi 1/320.
2. Riwayat pengobatan:
Pasien sebelumnya telah berobat untuk mengatasi demamnya ke doter umum
tapi tidak ada perbaikan.
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan tersebut.

4. Riwayat keluarga:
Keluarga pasien ada yang pernah mengalami keluhan yang sama yaitu ibu
dan adik kandung pasien.
5. Riwayat pekerjaan
Pasien adalah seorang karyawan.
6. Lain-lain :
KeadaanUmum
• Pasientampaksakitsedang
• Gizi : cukup
• Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
 TD : 110/80 mmHg
 Suhu : 38,6°C
 Nadi : 80x/menit (bradikardia relatif)
 Pernafasan : 20x/menit
Kepala
 Konjungtivatidakanemis, skleratidakikterik.
 Pupil bulatisokor
 Reflekscahaya +/+
 Bibirdanmukosamulutkering
 Lidah : kotordantepihiperemis, tremor (-)
Leher
 Tidakadadeviasitrakea
 Tidakterlihatpembesarantiroid
 JVP tidakmeningkat

2
 KGB tidakteraba
Thoraks
 Bentukthoraksdatar
 Rose spot (-)
Cor
 Inspeksi : Ictus cordistidaktampak
 Palpasi : Punctum maximum teraba
 Perkusi :
 Batas jantungkanan : lineasternalisdextra
 Batas jantungkiri : lineamidclavicularissinistra
 Batas atas : ICS III sinistra
 Auskultasi : Bunyijantung : murni, reguler, murmur (-)
Pulmo
 Inspeksi :
 Pergerakansimetris
 Batas paruhepar ICS V dextra, peranjakan 2 cm
 Palpasi : Vokal fremitus normal ki=ka
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : VBS ki=ka, Ronki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
 Inspeksi : Bentukdatar, supel
 Palpasi :
 lembut, NT (+) di epigastrium
 Hepardan lien tidakteraba
 Ginjaltidakteraba
 Perkusi : timpani, Ruangtraubekosong
 Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas
 Edema -/-
 Acral hangat, CRT < 2 detik
 Refleks biceps, triceps, brachioradialis, patella, danachilles +/+ normal

Daftar Pustaka:
1. Widodo D. Demam Tifoid. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 5th ed. Jakarta : Departemen
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009 : 2797-
2805.
2. Background document: The Diagnosis, treatment and prevention of typhoid
fever. WHO: Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines
and Biologicals.
3. Lesser CF, Miller SI. Typhoid Fever. In : Kasper, Braunwald, Fauci, et al.
Harrison’s Principles of Internal Medicine vol I, 16th ed. USA : Mc Graw-
Hill. 2005: 898-902.

3
Hasil Pembelajaran:
1. Membuat diagnosis demam tifoid
2. Mengetahui prinsip tatalaksana demam tifoid
3. Mengetahui masalah apa yang dapat timbul pada demam tifoid
4. Mekanisme demam tifoid dan hubungannya dengan hasil pemeriksaan fisik
pada kasus ini
5. Edukasi tentang perjalanan penyakit dan prognosis penyakit pada pasien.
6. Edukasi dan pencegahan demam tifoid

1. Subjektif
Laki-laki, 22 tahun, datang dengan keluhan panas badan sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan tiba-tiba muncul dan dirasakan naik dan turun, terutama
pada malam hari. Keluhandisertaimual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Pasien
juga merasa sakit di bagian perut. Pasien mengeluh juga mengeluh batuk dan merasa
sakit kepala di bagian dahi. Pasien sudah 2 hari sulit BAB. Pasien sering membeli
makanan di luar.
Terdapat riwayat keluhan yang sama pada keluar gaya itu ibu dan adik.

2. Objektif
Hasil dari pemeriksaan fisik dan laboratorium mendukung diagnosis demam
tifoid. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Pemeriksaan fisik
 Suhu : Febris
 Nadi : Bradikardia Relatif
 Lidah kotor dengan tepi hiperemis
 Nyeri tekan pada epigastrium
Pemeriksaan Penunjang
- Hasil pemeriksaan Widal didapatkan titer Anti S. Typhi 1/320 (Nilai normal
<1/180). Sementara pada pemeriksaan darah rutin, urin, fungsi ginjal, dan
fungsi hati didapatkan hasil yang normal.
Oleh karena itu, kondisi pasien ini masuk ke dalam manifestasi klinis untuk
mendiagnosa Demam Tifoid.

4
3. Assessment (Penalaran Klinis)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Salmonella typhi,
bersifat akut, ditandai dengan bakteriemi, perubahan pada sistem retikuloendotelial
yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus Peyer di distal
ileum, dimana gejalanya antara lain demam berkepanjangan, nyeri perut, diare,
delirium, bercak rose, dan splenomegali serta kadang-kadang disertai komplikasi
perdarahan dan perforasi usus.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah
tropis dan subtropik terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak
memadai dengan standar kebersihan dan kesehatan yang rendah. Beberapa hal yang
mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid di negara berkembang adalah
urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standar kebersihan industri
pengolahan makanan yang masih rendah.
Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami Salmonella typhi,
melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam
tifoid atau karier kronis. Sumber penularan berasal dari tinja dan urine karier, dari
penderita pada fase akut, dan penderita dalam masa penyembuhan. Epidemi demam
tifoid yang berasal dari sumber air yang tercemar merupakan masalah utama.
Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi karier kronis dan
mengekskresikan mikroorganisme selama beberapa tahun.
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella
paratyphi(S.paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman, dan dapat pula dengan kontak langsung jari tangan yang
terkontaminasi tinja, urine, sekret saluran nafas, atau dengan pus penderita yang
terinfeksi.
Pada fase awal demam tifoid biasa ditemukan gejala gangguan saluran nafas
atas. Ada kemungkinan sebagian kuman ini masuk ke dalam peredaran darah melalui
jaringan limfoid di faring. Pada tahap awal ini penderita juga sering mengeluh nyeri
telan yang disebabkan karena kekeringan mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutup
selaput putih sampai kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan
bakteri, kadang-kadang tepi lidah tampak hiperemis dan tremor.

5
Di lambung organisme dapat melaui barier asam lambung mikroorganisme
menuju ke usus halus dan dihadapkan pada dua mekanisme pertahanan tubuh yaitu
motilitas dan flora normal usus. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam
sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang asimptomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama limpa dan hati. Di
organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak
di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteriemia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermittent” ke dalam lumen
usus. Sebagain kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan
dapat mengakibatkan perforasi.
Perubahan pada jaringan limfoid di daerah ileosaecal yang timbul selama
demam tifoid dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu : hyperplasia, nekrosis jaringan,

6
ulserasi dan penyembuhan. Adanya perubahan pada nodus Peyer tersebut
menyebabkan penderita mengalami gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare,
perdarahan, dan perforasi. Diare dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik
yang khas yang dijumpai pada kurang dari 50% kasus dan biasanya timbul pada
minggu kedua.
Nyeri perut pada demam tifoid dapat bersifat menyebar atau terlokalisir di
kanan bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan karena mediator yang
dihasilkan pada proses inflamasi (histamin, bradikinin, serotonin) merangsang ujung
saraf sehingga menimbulkan rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan karena
peregangan kapsul yang membungkus hati dan limpa karena organ tersebut
membesar.
Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai lapisan
mukosa dan submukosa sehingga terjadi erosi pasa pembuluh darah. Konstipasi
dapat terjadi pada ulserasi tahap lanjut, dan merupakan tanda prognosis yang baik.
Ulkus biasanya menyembuh sendiri tanpa meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus
dapat menembus lapisan serosa sehingga terjadi perforasi. Pada keadaan ini tampak
adanya distensi abdomen. Distensi abdomen ditandai dengan adanya meteorismus
atau timpani yang disebabkan konstipasi dan penumpukan tinja atau berkurangnya
tonus pada lapisan otot intestinal.
Gambaran klinis yang khas pada demam tifoid merupakan hasil interaksi
antara Salmonella typhi dan makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal, dan
mesenterika. Sejumlah besar bakteri yang berada di dalam jaringan limfoid intestinal,
hati, limpa, dan sumsum tulang menyebabkan inflamasi di tempat tersebut dan
melepaskan mediator inflamasi dari makrofag. Makrofag memproduksi sitokin,
diantaranya cachectin, IL-1 dan interferon. Makrofag juga merupakan sumber
mtabolit arakhidonat dan oksigen reaktif intermediet. Produk makrofag tersebut
dapat menyebabkan nekrosis seluler, perangsangan system imun, ketidakstabilan
vaskuler, permulaan mekanisme pembekuan, penekanan sumsusm tulang, demam,
dan keadaan lain yang berhubungan dengan demam tifoid. Tampaknya endotoksin
merangsang makrofag untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan
nekrosis intestine maupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis
demam tifoid.

7
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan
terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis
penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada
kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan
diagnosis.
Perjalanan penyakit Demam Tifoid antara lain sebagai berikut :
Akhir Minggu Pertama
Pada akhir minggu pertama demam sekitar 38,8-40oC, penderita sakit kepala
hebat, tampak apatis, bingung dan lelah. Pada saat panas tinggi, mulut menjadi
kering karena saliva berkurang, lidah tampak kotor dilapisi selaput putih sampai
kecoklatan, bias disertai tepi yang hiperemis dan tremor. Pada akir minggu pertama
sering didapatkan rasa mual dan dan muntah. Penderita kadang-kadang mengalami
batuk dan didapatkan gambaran kilns bronchitis. Bronkhitis biasanya didapatkan
pada kasus demam tifoid berat. Tidak didapatkan nyeri perut yang jelas, tetapi
penderita merasa tidak enak di perut dan mungkin juga dapat disertai konstipasi.
Abdomen tampak membesar sekitar 2-3 cm dibawah lengkung iga kanan. Kulit
tampak kering dan panas yang mungkin juga didapatkan rose spots di daerah
abdomen, dada, atau punggung. Rose spotr merupakan ruam macular atau
makulopapular dengan garis tengah 1-6 mm yang akan menghilang dalam 2-3 hari.
Minggu Kedua
Pada sebagian besar penderita demam tinggi terus berlangsumg mencapai
38,3-39,4 bersifat kontinua dengan perbedaan suhu sekitar 0,5 C pada pagi dan
petang. Pada keadaan ini mungkin didapatkan bradikardi relative, gejala klasik yang
sekarang hanya dijumpai pada < 25% penderita. Keadaan penderita makin menurun,
apatis, bingung, kehilangan kontak dengan orang sekitarnya, tidak bisa istirahat atau
tidur. Lidah tertutup selaput tebal dan penderita kehilangan nafsu makan serta
minum. Pemeriksaan abdomen sulit diintrepretasikan, gambaran yang klasik
menyerupai adonan (doughy) dan mudah teraba usus yang terisi air dan udara.
Didapatkan di daerah nyeri, yang merata di seluruh kuadran bawah dan distensi
abdomen.
Minggu Ketiga

8
Memasuki minggu ketiga, penderita memasuki tahapan tifoid state, yang
ditandai dengan disorientasi, bingung, insomnia, lesu dan tidak bersemangat. Bisa
didapatkan pula delirium, tapi jarang dijumpai stopor dan koma. Abdomen tampak
lebih distensi dari sebelumnya. Nodus Peyer mungkin mengalami neksrotik dan
ulserasi, sehinga sewaktu-waktu dapat timbul perdarahan dan perforasi. Saat ini
penderita mengalami BAB lembek dan berwarna coklat tua atau kehijauan dan
berbau, hal ini dikenal dengan pea soup diarrhea, tetapi mungkin pendeita masih
mengalami konstipasi. Pada akhir minggu ketiga suhu ulai menurun secara lisis dan
mencapai normal pada minggu berikutnya.
1. Perforasi usus
Perforasi usus sering terjadi pada akhir minggu kedua atau minggu ketiga
demam tifoid pada ileum distal. Perforasi terjadi apabila ulkus yang terjadi
apabila ulkus yang terjadi menenbus lapisan serosa sehingga terjadi
peritonitis. Tana-tanda peritonitis adalah nyeri seluruh perut, distensi
abdomen, mual dan muntah. Pada palpasi adanya nyeri seluruh perut, distensi
abdomen, mual dan muntah. Pada palpasi adanya nyeri tekan, nyeri lepas,
defense muscular, dan bisisng usus menurun. Pada pemeriksaan raiologik
abdomen ditemukan gas bebas di abdomen atau gas pada diafragma bawah.
2. Perdarahan usus
Perdarahan dapat timbul pada akhir minggu kedua atau minggu ketiga apabila
proses nekrosis sudah mengenai lapisan mukosa dan submukosa sehingga
terjadi erosi pada pembuluh darah. Sering terjadi perdarahan yang minimal
sehingga dapat sembuh sendiri. Tanda adanya perdarahan adalah penurunan
suhu badan, penurunan tekanan darah, peningkatan nadi, dan kadang-kadang
perdarahan per anus.
3. Manifestasi pulmonal
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk yang bersifat ringan dan sesak
nafas disebabkan oleh bronchitis (15%), pneumonia (30%), efusi pleura dan
mpiema. Pneumonia sering disebabkan infeksi sekunder dan dapat timbul
pada awal sakit au fase akut lanjut.
4. Manifestasi hematologis

9
Anemia, netropenia, granulositopenia dan trombostopenia terjadi diebabkan
karena pengaruh erbagai sitokin dan mediator sehingga terjadiny depresi
sumsum tulang. Anemia hemolitik terjadi apabila ada kerusakan langsung
pada eritrosit. Gambaran leukositosis disebabkan karena efek IL-1 dan TNF
pada peningkatan perlepasan netrofil dari sumsum tulang ke sirkulasi.
5. Manifestasi neuropsikiatris
Manifestasi neuropsikiatri pada penderita demam tifoid bervariasi dari sakit
kepala, meningismus sampai gangguan kesadaran. Patogenesis terjadinya
kelainan neuropsikiatri hingga kini masih belum diketahui dengan jelas.
Delirium merupakan kelainan yang paling sering dijumpai (10-37%) dan
dapat berkembang menjadi ensefalomielitis, mielitis transverse dengan
paraplegia, neuritis, dan sindroma Guillian-Barre. Meningitis yang dibabkan
oleh Salmonella kebanyakan terjadi pada bayi (81%) dan neonates (25%)
dengan angka mortalitas yang tinggi.
6. Manifestasi kardiovaskuler
Miokarditis ditemukan pada 1-5% penderita demam tifoid myoookarditis
terjadi karena adana infiltrasi lemak dan nekrosis pada miokardium.
Manifestasi klinis bervariasi mulai dari asimptomatik sampai nyeri dada,
payah jantung, aritmasioatrial block perubahan ST-T pada KG atau syok
kardiogenik.
7. Manifestasi hepatobilier
Komplikasi hepatobilier yang sering pada demam tifoid adalah peningkatan
SGOT dan SGPT dan ikterik ringan dapat ditemukan pada hepatitis,
kolangitis, kolesistitis atau hemolisis. Masih belum diketahui disfungsi hepar
yang terjadi pada infeksi Salmonella disebabkan oleh invasi langsung bacteria
ke dalam hepar atau endotoxemia. Penderita dengan hepatitis tifosa dapat
dibedakan dengan viral hepatitis adalah dengan adanya demam yang khas,
keadaan umum penderita yang tampak sakkit, ikterik ringan, bradikardia
relatif, peningkatan SGOT dan SGPT. Pada hepatitis viral, demam terjadi
pada fase prodormal dan demam hilang apabila timbulnya ikterik. Pada biopsi
hepar ditemukan cloudy swelling, ballon degeneration dengan vakuolisasi
hepatocytes, moderate fatty changes dan daerah fokal dari sel kupffer

10
agregasi yang dikenali sebagai nodul tifoid. Kolesistitis akut atau kronik
dapat terjadi beberapa bulan atau tahun setelah menderita demam tifoid,
tetapi jarang ditemukan pada anak.
8. Manifestasi urogenital
Sebanyak 25% penderita demam tifoid penah mengekspresikan Salmonella
typhi dalam kemih selama masa sakitnya. Kelainan yang paling sering
ditemukan adalah proteinuria yang bersifat sementara. Proteinuria pada
sebagian kasus disebabkan oleh imun kompleks yang mengakibatkan
terjadinya glomerulo nefritis. Manifestasi lain adalah sindroma nefrotik,
sistitis, pielonefritis, dan gagal ginjal. Pada keadaan ini sering dihubungkan
dengan infeksi schistosoma haematobium.
Pada umumnya prognosis demam tifoid tergantung cepatnya terapi, usia,
keadaan kesehatan sebelumnya, penyebab tipe Salmonella dan adanya penyulit. Pada
negara yang maju, presentasi mortalitas < 1% sedangkan pada negara yang
berkembang, presentase mortalitas > 10% karena keterlambatan mendiagnosa,
keterlambatan pengobatan di rumah sakit dan pengobatan yang tidak mencukupi.

4. Plan
Diagnosis: Pada pasien ini diagnosis sudahdapat dipastikan demam tifoid
berdasarkan anamnesis, pemeriksaanfisikdanpemeriksaan penunjang, yaitu radiologi
dan EKG.
Pengobatan:Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien ini adalah dengan
memperbaiki kondisi umum dan pemberian medikamentosa.
Umum
1. Tirah baring selama panas dan istirahat yang cukup. Dengan tirah baring,
diharapkan usus tidak banyak mengalami gerak, sehingga memepercepat
proses penyembuhan. Penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari
bebas demam atau bahkan sebaiknya sampai akhir minggu ketiga karena
rsiko komplikasi perdarahan dan perforasi usus cukup besar pada minggu ini.
Mobilisasi harus dilakukan secara bertahap. Penderita dibenarkan duduk pada
hari kedua bebas demam, berdiri pada hari ketujuh bebas demam dan berjalan
hari kesepuluh bebas demam.

11
2. Diet makanan lunak yang mudah dicerna
Diet tifoid adalah:
TD 1: bubur susu.
TD 2: bubur tepung.
TD 3: bubur saring.
TD 4: nasi tim/nasi lunak.
TD 5: makanan biasa.
Medikamentosa
 Kloramfenikol : 4 x 500 mg/hari per oral atau IV selama 7 hari
 Tiamfenikol : 3x500 mg/ hari per oral atau IV selam 7 hari
 Ko-trimoksazol (kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) :
 2 x 2tablet / hariselama 7 hari
 1 tablet = 80 mg trimetropimdan 400 mg Sulfametoksazol
 Ampisilin dan Amoksisilin
 Indikasimutlak : pasien demam tifoid dengan leukopenia
 75-150 mg/KgBB/hariselama 7 hari
 Sefalosporin Generasi Ketiga
 Sefoperazon
 Seftriakson
 sefotaksim
 Fluorokinolon
 Obat-obat Simtomatik
 Antipiretik
 Kortikosteroid : tapering off selama 5 hari
Pendidikan:
1. Menjaga kebersihan pribadi
2. Cuci tangan
3. Menjaga kebersihan dalam mempersiapkan makanan
4. Meningkatkan kebersihan sanitasi lingkungan
5. Penyediaan air mengalir yang bersih
6. Pengamanan pembuangan limbah feses dan urin
7. Eradikasi karier Salmonella typhi

12

Vous aimerez peut-être aussi