Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang begitu pesat sehingga berpengaruh
terhadap lingkungan dan gaya hidup manusia yang tidak teratur. Perubahan ini juga dapat berpengaruh pada
kesehatan seseorang. Banyak masyarakat yang masih belum tahu akan pentingnya kesehatan serta pentingnya
menjaga kebersihan lingkungan sehingga banyak sekali penyakit yang dapat ditimbulkan akibat hal yang demikian.
Salah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat adalah Tuberculosis tulang.

Penyakit TBC atau secara ilmiah dikenal dengan tuberculosis telah menjadi sebuah wabah endemik dengan jumlah
pasien yang sangat besar di dunia. Prosentase kematian karena penyakit ini juga sangat tinggi; padahal penyakit ini
bukanlah sebuah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Penyakit yang diakui sangat sulit dibendung ini dapat
disembuhkan jika teridentifikasi secara dini dan berobat secara teratur ke puskesmas atau rumah sakit.

Kebanyakan infeksi tuberkulosis di Amerika Serikat disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis. Infeksi
pada sistem muskuloskeletal disebabkan oleh penyebaran hematogen dari lesi primer pada traktus respiratorius ;
dapat timbul segera setelah lesi primer atau mungkin bertahun-tahun sebagai reaktivasi penyakit. Tuberkulosis
pada tulang dan sendi terjadi pada 1 – 3 % pasien dengan tuberkulosis ekstraparu. Tuberkulosis pada vertebra
lumbal atau thoraks (penyakit Pott) merupakan tempat paling sering pada tulang yang terinfeksi dan biasanya
terjadi tanpa infeksi ekstraspinal. Penyakit ini terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan pada lanjut usia di
Amerika Serikat. Jumlah osteomielitis kira-kira 20% dari tuberkulosis muskuloskeletal dan paling sering berdampak
pada tulang paha dan tibia. Tuberkulosis pada sendi perifer hampir selalu monoarthrikuler, dengan lutut sebagai
sendi paling sering.

TB tulang merupakan penyakit infeksi akut atau kronik yang disebabkan oleh Microbakterium tuberkulosis. Yang
menjadi masalah utama baik di Indonesia maupun di dunia pada TB tulang adalah penyakit infeksi ini menyerang
tulang dan dapat menyebar hampir kesetiap bagian tubuh termasuk ginjal, tulang dan nodus limfe. Menurut WHO
prevalensi tuberkulosis yang menular di Indonesia adalah 715.000 kasus/tahun,sedangkan pada pencatatan dan
pelaporan yang diperoleh berdasarkan registrasi di ruang perawatan paru lantai III RSPAD Gatot Soebroto selama
enam bulan terakhir sejak November 2007 – Januari 2008 diperoleh data dari 332 orang yang dirawat terdapat 20
orang pasien yang dirawat dengan kasus TB Paru atau sebesar 16%. Jumlah penderita TB tulang dari tahu ke tahun
terus meningkat, kenyataan menangani TB Paru begitu mengkhawatirkan sehingga kita harus waspada sejak dini
agar tidakterjadi komplikasi – komplikasi yang dapat timbul akibat TB tulang. Komplikasi tersebut dapat
diminimalkan dengan mendapatkan perawatan secara benar den tepat.

Oleh karena itu peran perawat sangat diperlukan baik dari aspek promotif yaitu dengan penyuluhan kesehatan,
preventive dengan menjaga kebersihan lingkungan rumah, kuratif dengan cara membawa pasien yang sakit untuk
berobat, serta aspek rehabilitatif . Mengingat kompleksnya masalah – masalah yang timbul maka penulis ingin
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis tulang dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan.

1.2 TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui seluk beluk tentang TB Tulang pada para pembaca sehingga dapat menjadi referensi untuk
pembelajaran atau upaya preventif mencegah penyakit TB Tulang.

2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan TB Tulang untuk
diusahakan mencari data-data beserta pemecahanya kemudian mencocokan berdasarkan teori yang
telah diperoleh dari kuliah maupun literature.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI TB TULANG

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa dengan gejala yang bervariasi dan
ditandai dengan pembentukan tuberkel dan necrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi.

Tuberculosis (TBC) tulang adalah penyakit yang disebabkan oleh virus mycobacterium tuberculosa.Tuberculosa
tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar
secara hematogen dari focus jauh.virus ini menyebar lewat udara. Pintu masuk pada tubuh manusia adalah lewat
saluran pernafasan /paru-paru. Perkembangan virus TBC, didalam tubuh sangat lamban, tergantung pada daya
tahan tubuh orang yang bersangkutan.
Tuberculosis tulang dapat menyerang hampir semua tulang tapi yang paling sering terjadi adalah TB pada tulang
belakang, kaki, siku, tangan dan bahu.Rahang bawah (mandibula) dan sendi tempomandibular adalah daerah yang
paling jarang terjangkit oleh kuman TBC.

Tuberculosis tulang adalah suatu proses peradangan yang kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa
yang menyebar secara hematogen dan fokus jauh .Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa
tulang.pada tempat infeksi timbul osteitis,kaseasi dan likuifaksi.Berbeda dengan osteomielitis piogenik,maka
pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.pada tuberkulosis
tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.

2.2 ETIOLOGI

Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman ini dapat menginfeksi manusia, seperti M.
bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada manusia paru-paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi
pada organ lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90 – 95 %
disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 – 10 % oleh
mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah
dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang
penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis.
Spondilitis tuberkulosa (TB Tulang Belakang) merupakan 50 % dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang
terjadi. Sering mengenai vertebra 40 – 50 %, panggul 30% dan sendi lutut dan sendi – sendi lainnya. Dapat disertai
dengan adanya tuberkulosis paru – paru.

Faktor predisposisi tuberkulosis adalah :


1. Sanitasi yang jelek
2. Gaya hidup yang berkaitan dengan nutrisi (serba instant makanan siap saji yang banyak
mengandung hormon pertumbuhan juga pencemaran)
3. Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris
4. Umur : terutama ditemukan setelah umur satu tahun, paling sering pada umur 2 – 10 tahun
5. Penyakit sebelumnya yang dapat memprofokasi kuman, seperti morbili dan varisella dapat
memprovokasi kuman
6. Masa pubertas dan kehamilan dapat mengaktifkan tuberculosis

Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang
semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam
hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis
Kuman biasanya akan menyerang dengan kekuatan penuh di saat daya tahan tubuh Anda sedang lemah. Saat
menyerang, kuman akan membentuk lapisan pada tulang yang menyebabkan tulang tak bisa dialiri darah.
Akibatnya tulang menjadi keropos atau bahkan menjadi rusak.

2.3 PATOLOGI

1. Kompleks Primer
Lesi primer biasanya pada paru – paru, faring atau usus dan kemudian melalui saluran limfemenyebar ke
limfonodulus regional dan disebut primer kompleks.

2. Penyebaran Sekunder
Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah yang akan
menghasilkan tuberkulosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa
tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra – pulmoner.
3. Lesi Tersier
Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberkulosis paru akan menyebar dan akan
berakhir sebagai tuberkulosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus – kasus tuberkulosis paru masih tinggi dan kasus
tuberkulosis tulang dan sendi juga diperkirakan masih tinggi.

2.4 KLASIFIKASI TB TULANG

1. Osteomielitis Tuberkulosa
Osteomielitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari kelainan tuberkulosa di tempat
lain,terutama paru-paru. Seperti pada osteomielitis hematogen akut,penyebaran infeksi juga terjadi secara
hematogen dan biasanya mengenai anak-anak. Perbedaannya, osteomielitis hematogen akut umumnya terdapat
pada daerah metafisis sementara osteomielitis tuberkulosa mengenai tulang belakang

2. Spondilitis Tuberkulosa
Tuberculosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spodilitis tuberculosa merupakan peradangan
granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberculosa.Tuberkulosis tulang belakang selalu
merupakan infesi sekunder dari fokus ditempat lain dalam tubu. Percival pott (1973) yang pertama kali menulis
tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang
belakang yang terjadi,sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit pott.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala pada penyakit TBC tulang ini pastilah ada dan akan dirasakan oleh para penderitanya. Berbeda
dengan penyakit TBC yang menyerang paru-paru, penyakit TBC tulang, memiliki ciri khas selain ciri umum TBC,
bukan suatu hal aneh bila seseorang mengalami gejala-gejala di bawah ini, karena memang itu adalah ciri bahwa
dia sedang berada di dalam serangan penyakit TBC tulang. Beberapa gejala tersebut ialah :

a. Pada awalnya penderita merasa pegal-pegal disertai rasa lelah pada sore hari. Pada tingkat
selanjutnya penderita mengalami penurunan berat badan , demam, berkeringat di malam hari,
kehilangan nafsu makan.
b. Pada sendi gejalanya mirip arthritis yaitu nyeri pada bagian sendi, bengkak, mengalami
keterbatasan gerak. Kulit diatas daerah yang terasa nyeri kadang terasa panas & kadang juga terasa
dingin, kulit berwarna merah kebiruan.

c. Nyeri punggung atau pinggang, abses (benjolan berisi cairan), sampai patah tulang. Bahaya
patahnya tulang belakang adalah kerusakan serabut saraf sehingga terjadi kelumpuhan pada kedua
kaki.

d. Jika tulang lutut atau tulang paha yang terkena, akan timbul sakit pada sendi, terutama jika
digerakkan, gerakan tulang menjadi terbatas, dan pembengkakan sendi.

e. Pada anak-anak gejalanya dapat ditemukan spasme otot pada saat malam hari.

f. Terkadang juga akan disertai dengan demam yang ringan. Pada kasus yang lebih berat, kelemahan
otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.

Secara klinik gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberculosis pada umumnya yaitu
badan lemah lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat ( subfebris ) terutama
pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada tuberculosis vertebrae servikal ditemukan nyeri di daerah
belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Kadangkala
penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravetebral, inguinal, poplitea atau bokong, adanya sinus
pada daerah paravetebral atau penderita datang dengan gejala – gejala paraparesis, paraplegia, keluhan gangguan
pergerakan tulang belakang akibat spasme atau gibus.

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan. Kelainan pada tulang belakang
disebut gibbus, menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda peradangan. Warna benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan
menimbulkan asbes dingin. Apabila dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan
kesulitan berdiri. Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut, pasien sulit berdiri dan
berjalan, dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis.

Kerusakan pada tulang akibat serangan kuman TBC seringkali tak menimbulkan gejala. Perkembangan virus TB di
dalam tubuh sangat lamban tergantung pada daya tahan tubuh penderita. Penderita bisa saja merasakan gejala
yang sangat mirip dengan rematik. Inilah yang akhirnya membuat kebanyakan orang tak mewaspadai adanya
masalah yang lebih serius.
2.6 PATOFISIOLOGI

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB
dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barrier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada
sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan.
Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus
berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB
membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).

Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer.

Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer secara lengkap) bervariasi
antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai
oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji
tuberkulin.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami salah satu hal sebagai berikut,
mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi penyebaran secara hematogen dan
limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk komplek primer.
Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh dan disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)
sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dan
biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di
berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas
seluler yang akan membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi
reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun.

Basil TB masuk kedalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratoris. Pada saat terjadi infeksi primer,karena
keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia.penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat
tersangkut di paru,hati,limpa,ginjal dan tulang. Enam hingga delapan minggu kemudian,respons imunologik timbul
dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh
sempurna.Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering
menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari
bagian saraf sentral,bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi
yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise.discus
intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya
kifosis yang dikenal sebagai gibbus.Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang
bersangkutan,tuberculosis akan terus menghancurkan vertebra didekatnya.

Kemudian eksudat (yang trdiri atas serum,leukosit,kaseosa,tulang yang fibrsosis serta basil tuberkulosa ) menyebar
ke depan,dibawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra didekatnya.Eksudat ini
dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.

Pada daerah servikal, eksudat terkupul dibelakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang
muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol kedalam faring yang
dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau
kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati
daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan
medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti
muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat
menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei
atau regio glutea.

Abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah,tetapi yang paling sering
pada vertebra torakalis XII. Bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia
biasanya pada vertebra torakalis X sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal
ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada
vertebra torakal VIII sampai lumbal I sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor
lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medula spinalis dengan kanalis
vertebralisnya.intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis X, sedang kanalis
vertebralis di daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra lumbalis I, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh
karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior.Hal ini mungkin dapat
menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal.

2.7 STADIUM TB TULANG

Perjalanan penyakit ini terbagi dalam 5 stadium yaitu:

1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan
berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi
pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium Destruksi Awal


Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang
ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6 minggu.

3. Stadium Destruksi Lanjut


Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta
pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 – 3 bulan setelah stadium destruksi
awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini
terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus
vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.

4. Stadium gangguan neurologis


Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan
oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
spondilitis tuberkulosa. vertebra thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga
gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka
perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :

Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktifitas atau setelah
berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan
pekerjaannya.
Derajat III : kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta
hipestesi/anesthesia
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi.
Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari
keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari
absesparavertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif / sembuh terjadi oleh karena tekanan pada
jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan
granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi
tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. Derajat I – III disebut sebagai paraparesis
dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.

5. Stadium deformitas residual


Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat
permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan (Savant,2007).
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus
limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi
yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari focus primer di paru-paru sementara
pada orang dewasa penyebaran terjadi dari focus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat
terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan,
yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus
Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.8.1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan leukositosis


2. Uji mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

2.8.2 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

1. Pemeriksaan foto thorax untuk melihat adanya tuberkulosis paru


2. Foto polos vertebrae, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebrae, disertai
penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat
ditemukan adanya massa abses paravetebral.
3. Pada foto AP, abses paravetebral di daerah servikal berbentuk sarang burung ( bird’s nets ), di
daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses berbentuk fusiform
4. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis
5. Pemeriksaan foto dengan zat kontras
6. Pemeriksaan melografi dilakukan bila terdapat gejala – gejala penekanan sumsum tulang
7. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi
8. Pemeriksaan MRI
Memiliki kelebihan dalam menggambarkan jaringan lunak dan aman digunkan. MRI juga memiliki kelebihan dalam
mendiagnosa penyakit pada masa dini atau lesi multiple di bandingan dengan CT dan pemeriksaan radiologic
konvensional. Gambaran lesi pada T1 weighted image adalah hypoitense sedangkan pada T2 weight image adalah
hipertense. Lesi juga dapat menjadi lebih jelas dengan injeksi gadolinium DTPA intravena.
Pada spondilitis tuburculosa akan didapat gambaran dengan lingkaran inflamasi dibagian luar dan sekuester
ditengah yang hipointens: tetapi gambaran ini mirip dengan infksi piogenik dan neuplasma sehingga tidak spesifik
untuk spondylitis tuberkulosa.

2.9 PENATALAKSANAAN

Kuman tuberkulosa pada umunya dapat dibunuh atau dihambat dengan pemberian obat-obat anti tuberkulosa,
misalnya kombinasi INH, etambutol, pirazinamid, dan rifampizin. Namun karena fertebra yang terinfeksi
mengalami destruksi dengan pembentukan sekuester dan perkijuan, maka tindakan bedah menjadi pentin guntuk
dapat mengevakuasi sumber infeksi dan jaringan nekrotik, terutama sekuester.
Destruksi korpus vertebra dapat menyebabkan kompesi terhadap medulla spinalis dan menyebabkan deficit
neurologic, sehingga memerlukan tindakan bedah
Dasar penatalksaan spondylitis tuberkulosa adalah mengistirahatkan vertebra yang sakit, obat-obat anti
tuberkulosa dan pengeluaran abses.

 Terapi konservatif

Pengobatan konservatif yang ketat dapat memberikan hasil yang cukup baik.

a. Istirahat ditempat tidur


Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips terutamapada keadaan akut atau fase aktif. Istirahat ditempt tidur
dapat berlangsung 3-4 minggu, sampai dicapai keadaan yang tenang secara klinis, radiologi dan laboratoris. Nyeri
akan berkurang, sepasme otot-otot paravertebral menghilang, nafsu makan pulih dan berat badan meningkat,
suhu tubuh normal. Secara laboratoris, laju endap darah menurun, test mantoux diameter kurang 10 mm. pada
pemeriksaan radiologis tidak dijumpai penambahan destruksi tulang, kavitasi ataupun sekuester.

b. Kemoterapi anti tuberkulosa


Tujuan pemberian obat anti tuberkulosa (OAT) secara umum adalah :
- Menyembuhkan penderita dalam waktu singkat dengan gangguan yang minimal
- Mencegah kematian akibat penyakit atau oleh efek lanjutannya.
- Mencegah kekambuhan
- Mencegah timbulnya kuman yang resisten
- Melindungi masyarakat dari penularan

Pemberian OAT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


- Terapi sedini mungkin
- Obat-obat dalam bentuk kombinasi
- Diberikan secara teratur
- Dosis harus cukup
- Diberikan sesuai jangka waktu pemberiannya.
WHO memberikan panduan penggunaan OAT berdasarkan berat ringannya penyakit.
1. Kategori I adalah tuberkulosa yang berat, termasuk tuberculosis paru yang luas, tuberculosis milier, tuberculosis
disseminate, tuberculosis disertaidiabetes militus dan tuberculosis ekstra pulmonal termasuk spondylitis
tuberkulosa.
2. Kategori II adalah tuberculosis paru yang kambuh atau gagal pengobatan
Katogori III adalah tuberculosis paru tersangka aktif.
Panduan OAT untuk spondylitis tuberkulosa sesuai dengan kategori I seperti dalam table I.
INH diberikan sampai 12 bulan. Streptomisin hanya sebagai kombinasi terakhir atau tambahan pada regimen yang
ada. Disamping itu ada OAT tambahan.
panduan OAT untuk setiap kategori

c. Immobilisasi
Pemasangan gips bergantung pada level lesi, pada daerah servikal dapat dilakukan immobilisasi dengan jaket
minerva,pada daerah torakal, torakallumbal dan lumbal atas immobilisasi dengan body jacket atau gips korset
disertai fiksasi pada salah satu panggul.immobilisasi pada umumnya berlangsung 6 bulan,dimulai sejak penderita
diizinkan rawat jalan.
Selama pengobatan penderita menjalani kontrol berkala dan dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan
laboratoris.Bila dalam pegamatan tidak tampak kemajuan, maka perlu difikirkan kemungkinan resistensi obat,
adanya jaringan kaseonekrotik dan sekuester, nutrisi yang kurang baik, makan obat tidak berdisplin.

d. Terapi Operatif
Tujuan terapi operatif adalah menghilangkan sumber infeksi ,mengkoreksi deformitas,menghilangkan komplikasi
neurologik dan kerusakan lebih lanjut.Salah satu tindakan bedah yang penting adalah debridement yang bertujuan
menghilangkan sumber infeksi dengan cara membuang semua debri dan jaringan nekrotik,benda asing dan
mikroorganisme

Indikasi operasi :
1. Jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang memuaskan,secara klinis dan radilogis
memburuk.
2. Deformitas bertambah,terjadi destruksi korpus multipel
3. Terjadinya kompresi pada medula spinalis dengan atau tidak dengan degisit neurologik,terdapat
abses paravertebral
4. Lesi terletak torakolumbal,torakal tengah dan bawah pada penderita anak.lesi pada daerah ini
akan menimbulkan deformitas berat pada anak dan tidak dapat ditanggulangi hanya dengan OAT.
5. Radiologis menunjukkan adanya sekuester ,kavitasi dan kaseonekrotik dalam jumlah banyak
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi untuk
bertambah berat terutama pada anak –anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau
melalui operasi radikal.

2.10 KOMPLIKASI

Kerusakan tulang atau sendi dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan jika terapi yang tidak adekuat
diberikan. Deformitas berkaitan dengan kerusakan sendi, bentukan abses yang meluas ke tempat yang berdekatan
dengan jaringan lunak, dan bentukan sinus sering ditemukan. Paraplegia merupakan komplikasi paling serius dari
tuberkulosis tulang belakang. Sebagai bentuk penyembuhan lesi sendi yang hebat, ankilosis tulang atau jaringan
fibrosa spontan akan terjadi.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga
kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)

3.1.1 Pengumpulan data.

Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang
terdekat dengan klien.
Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

1. Identitas klien
meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,
alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.

2. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri punggung.

3. Riwayat penyakit sekarang.


Klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien
berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri
dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang
belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan
terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.

4. Riwayat penyakit dahulu


Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat
pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).

5. Riwayat kesehatan keluarga.


Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah
atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan
keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
6. Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan
merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai
penderita.

7. Pola - pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.


Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang
kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan
penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga
kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang
mempengaruhi keadaan kesehatan klien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme.


Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan
kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)

c. Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah
dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau
mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak
terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.

d. Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan
imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

e. Pola tidur dan istirahat.


Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan
masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

f. Pola hubungan dan peran.


Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran
sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak
terganggunya hubungan interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri.


Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang -
kadang mengisolasi diri.

h. Pola sensori dan kognitif.


Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu,
karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya
melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.

j. Pola penaggulangan stres.


Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres.Untuk
mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentangpenyakitnya
untuk mengurangi stres.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan.


Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakitia
akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka
dijalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.

8. Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang
terlihatbentuk kiposis.

b. Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada
areatulang yang mengalami infeksi.

c. Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

d. Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.
(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).

9. Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.


a. Radiologi
• Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area
posterior.
• Terdapat penyempitan diskus.
• Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b. Laboratorium
• Laju endap darah meningkat
c. Tes tuberkulin.
• Reaksi tuberkulin biasanya positif.
3.1.2 Analisa

Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang didapat dari pasien
sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi,
pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan
masalah yang di alami. oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).

3.1.3 Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata ataupun potensial berdasarkan
data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk
melakukannya.

1. Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:


a) Gangguan mobilitas fisik
b) Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.

2. Perencanaan Keperawatan.Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan


keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.( Tim Departemen
Kesehatan RI, 1991 :20 ).

Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional


Perawatan
Gangguan Klien dapat o Klien dapat o Kaji mobilitas o Mengetahui
mobilitas fisik melakukan ikut serta yang ada dan tingkat
berhubungan mobilisasi dalam observasi kemampuan
dengan secara program terhadap klien dalam
kerusakan optimal. latihan peningkatan melakukan
muskuloskeleta o kerusakan. aktivitas.
l dan nyeri. Mencari o Bantu klien o Untuk
bantuan melakukan memelihara
sesuai latihan ROM, fleksibilitas
kebutuhan perawatan diri sendi sesuai
o sesuai toleransi kemampuan.
Mempertah o Memelihara o Mempertahank
ankan bentuk spinal an posisi tulang
koordinasi yaitu dengan belakang tetap
dan cara : rata.
mobilitas
sesuai Mattress o Di lakukan
tingkat untuk
optimal. Bed Board menegakkan
o Mempertahank postur dan
an postur tubuh menguatkan
yang baik dan otot – otot
latihan paraspinal.
pernapasan o Untuk
o Monitor tanda mendeteksi
–tanda vital perubahan
setiap 4 jam. pada klien.
o Pantau kulit o Deteksi diri dari
dan membran kemungkinan
mukosa komplikasi
terhadap iritasi, imobilisasi.
kemerahan o Cairan
atau lecet – membantu
lecet. menjaga faeces
o Perbanyak tetap lunak.
masukan cairan o Obat anti
sampai 2500 inflamasi
ml/hari bila adalah suatu
tidak ada obat untuk
kontra indikasi. mengurangi
o Berikan anti peradangan
inflamasi sesuai dan dapat
program menimbulkan
dokter. efek
samping.
Gangguan rasa o Rasa o klien melaporkan o Kaji lokasi, o Nyeri adalah
nyaman : nyeri nyaman penurunan nyeri intensitas dan pengalaman
sendi dan otot terpenuhi tipe nyeri; subjek yang
sehubungan o menunjukkan observasi hanya dapat di
dengan adanya o Nyeri perilaku yang lebih terhadap gambarkan oleh
peradangan berkurang / relaks kemajuan nyeri klien sendiri.
sendi. hilang ke daerah yang o Analgesik
o memperagakan baru. adalah obat
keterampilan reduksi o Berikan untuk
nyeri yang dipelajari analgesik sesuai mengurangi
dengan peningkatan terapi dokter rasa nyeri dan
keberhasilan. dan kaji bagaimana
efektivitasnya reaksinya
terhadap nyeri. terhadap nyeri
klien.
o Gunakan brace o Korset untuk
punggung atau mempertahank
korset bila di an posisi
rencanakan punggung.
demikian. o Dengan ganti –
o Berikan ganti posisi agar
dorongan untuk otot – otot
mengubah tidak terus
posisi ringan spasme dan
dan sering tegang sehingga
untuk otot menjadi
meningkatkan lemas dan nyeri
rasa nyaman. berkurang.
o Ajarkan dan o Metode
bantu dalam alternatif
teknik alternatif seperti relaksasi
penatalaksanaa kadang lebih
n nyeri. cepat
menghilangkan
nyeri atau
dengan
mengalihkan
perhatian klien
sehingga nyeri
berkurang.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tuberculosis (TBC) tulang adalah penyakit yang disebabkan oleh virus mycobacterium tuberculosa.Tuberculosa
tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar
secara hematogen dari focus jauh.virus ini menyebar lewat udara. Pintu masuk pada tubuh manusia adalah lewat
saluran pernafasan /paru-paru. Perkembangan virus TBC, didalam tubuh sangat lamban, tergantung pada daya
tahan tubuh orang yang bersangkutan.

4.2 Saran

Semoga kita semua dapat lebih memahami dan mengetahui tentang penyakit TB Tulang serta dapat meningkatkan
kesadaran, kemauan dan peran serta kita dalam penanggulangan TB Tulang.
DAFTAR PUSTAKA

Samsuhidajat, Wim de Jong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003,hlm 907– 910.
Rasjad Chairuddin. Infeksi dan Inflamasi. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamumpatue;
2003. Hal. 144 – 149.
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/18/tuberkulosis-tulang/
http://www.meddean.luc

Vous aimerez peut-être aussi