Vous êtes sur la page 1sur 18

 

Pemanfaatan Sumber Daya Alam Potensial di Situs Kepurbakalaan Ratu


Boko, Kabupaten Sleman, Yogyakarta

Elsan Muhammad1 dan Ingrid H.E Pojoh2


1
Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,
Depok, 16424, Indonesia
2
Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,
Depok, 16424, Indonesia

E-mail: elsanmuhammad@ymail.com    
 

Abstrak

Situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki kondisi lingkungan yang terbatas, karena untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat pada masa lalu yang tinggal di atasnya harus
mengupayakan sesuatu. Dengan pendekatan environmental possibilism, penelitian ini
menjelaskan bahwa dengan kondisi lingkungan yang terbatas, kebudayaan manusia dapat
mengatasi lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada dengan baik.
Berdasarkan materi kebudayaan yang ditinggalkan, pemanfaatan sumber daya alam yang
dilakukan di antaranya adalah meratakan bukit, mendirikan bangunan sesuai karakter satuan
batuan, menampung air hujan, memanfaatkan air rekahan, memanfaatkan air sungai,
memanfaatkan batu andesit Kali Opak, memanfaatkan batu putih dan batuan induk, dan
membuat sawah di wilayah subur sekitar bukit Boko.

Utilization of Potential Natural Resources in Archaeological Site of Ratu Boko, Sleman


District, Yogyakarta

Abstract

Environmental conditions of Ratu Boko is limited that the people who lived there in the past must have done
something to fulfill their needs. With environmental possibilism approach, this research shows that even though
environmental conditions are limited, human culture can cope with that and utilizing the resources wisely as well
as intelligently. Regarding the material culture remains, it is obvious that the natural resources being utilized
were in the form of flattening the hill land surface with cut-and-fill technique, so people could live on it, using of
rocks that are available around, rain water collecting by making water ponds as reservoirs, utilizing andesite
rocks from Opak River, and making the fertile area around Boko hill as rice fields.

Keyword; Ratu Boko; Utilizing; Boko Hills; Environmental Possibilism

Pendahuluan

Arkeologi merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang bersifat multidisiplin. Dalam


beberapa penelitian, arkeologi memiliki hubungan dengan berbagai ilmu lingkungan seperti
geologi, biologi, dan ekologi. Hubungan tersebut karena aspek yang ada dalam penelitian
arkeologi mencakup banyak hal, tidak hanya manusia dan kebudayaannya saja, melainkan

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

aspek-aspek lain yang terkandung di dalamnya seperti aspek lingkungan dan aspek teknologi.
Oleh karena itu, arkeologi membutuhkan disiplin ilmu lain untuk memberikan informasi lebih
rinci, agar ilmu arkeologi dapat berkembang lebih jauh dan lebih tajam (Bintarto, 1995:2).
Salah satu disiplin ilmu yang memiliki hubungan erat dengan arkeologi adalah
ekologi. Aspek yang dikaji dalam ekologi adalah hal-hal yang berkenaan dengan tempat
tinggal mahkluk hidup, termasuk interaksi yang terjadi di dalamnya. Dengan kata lain, ekologi
merupakan ilmu yang mengkaji interaksi atau hubungan timbal balik antara mahkluk hidup
dengan lingkungannya (Soemarwoto, 1987: 15). Dengan demikian, lingkungan telah menjadi
aspek yang penting dalam penelitian arkeologi. Melakukan analisis pada gejala interaksi
antara manusia dan lingkungannya, maka semakin dekat dengan informasi dari sebuah sistem
yang berjalan pada suatu kehidupan sosioekonomi peradaban masa lalu (Butzer, 1982: 7).
Manusia memiliki akal dan pikiran sebagai kemampuan dalam menentukan
lingkungan hidup yang sesuai untuk tempat tinggal, dan kemampuan tersebut bertambah
dengan adanya teknologi. Teknologi dianggap sebagai instrumen dari sebuah kebudayaan
(Hawley, 1986: 28). Dengan adanya teknologi, manusia mampu bergerak lebih jauh untuk
mengatasi permasalahan lingkungan. Jadi, teknologi dapat digunakan manusia untuk
memanfaatkan lebih baik segala potensi lingkungan yang ada. Gagasan tersebut dianggap
sebagai konsep yang tepat dalam meninjau peran teknologi yang ada pada situs kepurbakalaan
Ratu Boko. Karena pada situs tersebut terdapat objek yang diduga sebagai peninggalan
kebudayaan untuk mengatasi kondisi lingkungan dan memanfaatkan potensi sumber daya
alam yang ada.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa indikasi adanya teknologi tersebut di
antaranya adalah, temuan permukaan lahan yang datar dan berteras, kolam-kolam, dan
dinding-dinding batu penahan tanah tiap teras. Hal tersebut menjadi indikasi, karena situs
kepurbakalaan Ratu Boko berada pada puncak bukit yang curam, padas, tidak memiliki
sumber air tanah, dan terlihat tidak begitu baik untuk pemukiman, sehingga objek tersebut
diduga merupakan campur tangan manusia yang memiliki hubungan dengan kehidupan
manusia masa lalu dan kondisi lingkungan yang ada.
Ahli antropologi A.L Kroeber membedakan secara jelas wujud kebudayaan sebagai
suatu sistem atas ide dan konsep dari manusia. Dalam tubuh kebudayaan, terdapat tiga elemen
di dalamnya yaitu ide, aktivitas, dan materi kebudayaan (Koentjaraningrat, 2002: 186).
Beberapa indikasi teknologi yang ada pada situs kepurbakalaan Ratu Boko perlu
ditelusuri lebih lanjut, untuk mengetahui hal tersebut adalah materi peninggalan kebudayaan
masa lalu atau bukan. Hal tersebut menjadi penting, karena bila objek tersebut tercipta sebagai

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

materi kebudayaan, maka hal tersebut tidak terlepas dari aktivitas manusia dan ide di
belakangnya.
Untuk mengetahui hal tersebut, dapat ditelusuri berdasarkan hasil penelitian pada situs
kepurbakalaan Ratu Boko. Beberapa penelitian di antaranya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Maria Tri Widayati pada tahun 1984, ia meneliti tentang sistem pengelolaan air dari
kolam-kolam yang ada di situs kepurbakalaan Ratu Boko. Hasilnya adalah diketahui sumber
air utama yang digunakan oleh manusia yang tinggal di Ratu Boko adalah air hujan dan
dimanfaatkan dengan ditampung pada kolam-kolam buatan (Dwiyanto, 1996: 3). Penelitian
lainnya adalah yang dilakukan Kusen pada tahun 1995. Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa dalam pembangunan Abhayagirivihara yang diduga merupakan Ratu
Boko ada kendala yang dihadapi di atas bukit, yaitu bentuk lahannya yang tidak rata dan tidak
adanya sumber air potensial di lokasi tersebut. Kendala tersebut dapat diatasi dengan teknik
pemangkasan dan penimbunan (cut and fill), permukaan bukit dan batu yang tidak rata
dibentuk menjadi teras-teras. Untuk menahan tanah urug dan bahaya longsor atau erosi,
dibangun talud-talud. Di atas teras-teras tersebut kemudian didirikan bangunan (Kusen, 1995:
3).
Dari hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa indikasi teknologi yang ditemukan
adalah sebuah materi kebudayaan masa lalu. Dengan demikian, indikasi teknologi tersebut
memiliki kaitan dengan aktivitas manusia pada masa lalu. Akan tetapi penelitian sebelumya
tidak menjelaskan tentang sumber daya alam lain yang bisa dimanfaatkan dari melihat fitur-
fitur yang ada. Hal tersebut sangat penting karena pada pengamatan lapangan, dataran yang
lebih rendah di sekitar bukit saat ini adalah sawah yang subur dengan sungai yang cukup
besar, menandakan kondisi lingkungan di dataran yang lebih rendah lebih baik dibandingkan
di atas bukit.
Kenyataannya bukit Boko telah menjadi lokasi yang dipilih untuk mendirikan Ratu
Boko. Dengan demikian diketahui bahwa bukit Boko memiliki kemampuan yang bisa
dimanfaatkan sebagai lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia, hanya saja hal
tersebut belum terungkap dengan baik. Kebutuhan tersebut di antarnya adalah lahan untuk
mendirikan bangunan tempat tinggal, kebutuhan makan, aksesbilitas, kebutuhan air, dan
kebutuhan bahan bangunan pada situs kepurbakalaan Ratu Boko.
Permasalahan dan tujuan penelitian ini adalah mempelajari lingkungan dan
mengaitkan pada peninggalan budaya yang merupakan suatu hal yang penting bagi ilmu
arkeologi. Hubungan di antara keduanya dapat memberikan informasi tentang kebudayaan
yang berkembang. Hal tersebut juga dapat menghasilkan penilaian tentang besar kemampuan

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

atau potensi lingkungan hidup masyarakat Ratu Boko pada masa lalu, dengan upaya yang
dilakukan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik. Dengan demikian hasilnya dapat
dijadikan dasar berpikir untuk mengaitkan pada penelitian dengan pendekatan yang lain untuk
mengungkapkan Ratu Boko secara keseluruhan. Oleh karena itu, permasalahan dalam
penelitian ini dirumuskan dengan pertanyaan yang perlu dijawab, di antaranya sebagai
berikut:

1. Bagaimana potensi lingkungan dalam mendukung aktivitas manusia di situs


kepurbakalaan Ratu Boko dan sekitarnya ?
2. Apa bukti yang memperlihatkan adanya pemanfaatan sumber daya alam yang
dilakukan manusia pada masa lalu di situs kepurbakalaan Ratu Boko?

Tinjauan Teoritis

Kebudayaan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kebudayaan yang


diciptakan oleh manusia bersifat adaptif dan dapat menyesuaikan dengan kondisi
lingkungannya (Ihromi, 1999: 28). Kebudayaan manusia tercipta dari perilaku manusia atau
sistem yang berjalan di masyarakat dalam mengupayakan kehidupannya (Fagan, 2005: 13).
Upaya yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi segala jenis kebutuhan hidupnya,
dianggap sebagai perilaku budaya manusia yang memiliki hubungan langsung dengan
lingkungannya. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan berupa pandangan hubungan
antara manusia dengan lingkungannya yang disebut dengan environmental possibilism.
Pada pandangan environmental possibilism, dijelaskan bahwa lingkungan fisik tidak
berpengaruh langsung dalam menentukan kebudayaan manusia yang ada. Ada atau tidaknya
pengaruh dari faktor lingkungan, kebudayaan akan menyesuaikan diri dengan keadaan alam.
Gambar 1 menjelaskan bahwa, ada bagian dari kebudayaan yang tidak dapat sepenuhnya
menembus keadaan lingkungan. Oleh karena itu, kebudayaan menjadi bentuk respon terhadap
lingkungan dan berkembang melawan keterbatasan kondisi lingkungan. Dalam pandangan
tersebut juga dijelaskan bahwa lingkungan yang memberikan tantangan yang cukup dalam
suatu kebudayaan, memberikan kesempatan kebudayaan tersebut untuk maju menuju
peradaban yang lebih baik (Rambo, 1983: 5).

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

Gambar 1. Skema Enivonmental Possibilism


(Rambo, 1983: 3)

Hubungan antara Ratu Boko dan lingkungan sekitarnya dapat diamati oleh pandangan
environmental possibilism karena ada kesesuaian contoh kasus di dalamnya. Lingkungan
tempat berdirinya Ratu Boko merupakan bukit padas yang padas dan curam, hal tersebut
sesuai dengan penyataan pandangan tersebut bahwa, lingkungan yang memiliki tantangan
yang cukup memberikan kesempatan kebudayaan di atasnya untuk maju. Oleh karena itu,
indikasi teknologi yang ada pada situs kepurbakalaan Ratu Boko dilihat sebagai kebudayaan
yang berkembang dan sebagai respon atas keterbatasan kondisi lingkungannya.
Di samping itu ada pandangan yang dapat membantu melengkapi pendekatan yang
digunakan yaitu pandangan environmental probabilism. Dalam pandangan tersebut dikatakan
bahwa, di antara hubungan antara manusia dan lingkungannya, ada dua faktor di dalamnya,
yaitu faktor determinan, sebagai faktor yang aktif, dan faktor sekunder sebagai faktor yang
pasif. Hal yang termasuk dalam faktor yang aktif adalah manusia, dan pasif adalah lingkungan
(Resosoedarmo, 1986:169-172).

Gambar 2. Skema Budaya Mempengaruhi Hubungan antara Manusia dengan Lingkungan fisik
(Resosoedarmo, 1986: 169-172)

Dengan pandangan environmental probabilism pendekatan yang digunakan semakin lebih


jelas dalam memahami hubungan antara situs kepurbakalaan Ratu Boko dan lingkungannya.

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

Metode Penelitian

Metode penelitian ini terbagi atas tiga tahap. Tahap pertama adalah observasi, tahap
kedua adalah deskripsi, tahap ketiga adalah eksplanasi (Mundardjito, 1990: 23). Pada tahap
observasi atau pengumpulan data dilakukan kegiatan berupa survei kepustakaan, dan survei
lapangan. Pada survei kepustakaan dilakukan pencarian data tentang situs kerpubakalaan Ratu
Boko dan lingkungan sekitar dari artikel dan laporan penelitian yang berkaitan. Data
lingkungan yang dikumpulkan adalah data geomorfologi, stratigrafi, satuan batuan bukit
Boko, tingkat permeabilitas tanah, kemiringan, jarak sungai terdekat, lahan subur sekitar situs
kepurbakalaan Ratu Boko, curah hujan, dan karakteristik batuan bukit Boko. Data tentang
situs kepurbakalaan Ratu Boko, adalah lokasi situs secara geografis dan astronomis, seluruh
tinggalan kebudayaan yang ada baik berupa fitur atau artefak, laporan riwayat penelitian, dan
hasil penafsiran dari beberapa ahli. Setelah mempelajari data dari survey kepustakaan,
langkah selanjutnya adalah melakukan survei lapangan. Kegiatan survey lapangan dilakukan
pada situs kepurbakalaan Ratu Boko, dan lingkungan sekitar situs kepurbakalaan Ratu Boko.
Kegiatan yang dilakukan yaitu pencatatan mengenai ukuran, keletakan, dan dokumentasi fitur
Ratu Boko dan lingkungannya.
Langkah selanjutnya adalah deskripsi untuk mengolah data yang ditemukan. Proses
pengolahan data dilakukan dengan dua cara analisis, analisis yang pertama adalah analisis
khusus dengan pengamatan yang lebih spesifik terhadap data yang ditemukan dan analisis
yang kedua adalah analisis kontekstual yaitu melihat korelasi antara artefak atau fitur satu dan
yang lainnya dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Dari proses pengamatan tersebut
dihasilkan penjelasan tentang fungsi dari peninggalan kebudayaan pada situs kepurbakalaan
Ratu Boko yang memiliki konteks dengan kondisi lingkungan yang ada. Fungsi yang
ditemukan dilakukan berdasarkan kaitan antara tinggalan kebudayaan dengan data lingkungan
yang relevan, misalkan pada kolam yang ditemukan, dikaitkan antara ukuran lebar,
kedalaman, bahan dan bentuk kolam dengan kondisi struktur batuan, intensitas curah hujan,
dan sistem yang berkenaan dengan kolam. Dengan demikian keberadaan kolam pada situs
Ratu Boko dapat diketahui fungsinya dan dapat dikatakan sebagai bentuk pemanfaatan batuan
induk untuk menampung air hujan. Hal tersebut dilakukan pada semua objek yang
diindikasikan memiliki kaitan langsung sebagai teknologi yang digunakan. Penjelasan tentang
fungsi yang dikaitkan oleh keadaan lingkungan, memberikan gambaran pada proses
pemanfaatan yang dilakukan dan menjelaskan hubungan antara kebudayaan dengan
lingkungan fisik.

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

Berikutnya adalah tahap ekspalanasi atau menjelaskan hasil dari analisis yang
dilakukan. Pada tahap ini dilakukan penjelasan data dari hasil analisis dan disintesiskan
dengan pendekatan yang digunakan yaitu environmental possibilism. Pendekatan menjadi
pengaruh besar dalam penelitian ini sebagai cara pandang dari hasil analisis yang dilakukan.
Dengan pendekatan tersebut, maka materi kebudayaan dianggap sebagai bentuk respon
terhadap tantangan lingkungan fisik, sehingga hasilnya menunjukan bahwa materi
kebudayaan yang ada merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah
lingkungan dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada dengan baik. Di dalam
hubungan yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya, manusia merupakan faktor aktif
yang menjadi penentu dalam kualitas hidup manusia, sedangkan lingkungan hanya faktor
sekunder. Materi kebudayaan yang ada pada situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah faktor
yang menentukan dalam kualitas hidup masyarakat Ratu Boko pada masa lalu, dan kondisi
lingkungan apapun telah mampu diatasi dengan materi kebudayaan tersebut.

Pembahasan

Situs kepurbakalaan Ratu Boko terletak di atas bukit Boko yang berada kurang lebih
tiga kilometer di selatan Candi Prambanan. Bukit tersebut berada pada ketinggian 195,97
meter dari permukaan laut. Luas situs secara keseluruhan kurang lebih 194,998 m2. Wilayah
situs kepurbakalaan Ratu Boko masuk ke dalam wilayah administratif dua dusun, yaitu Dusun
Sumberwatu, Kelurahan Sambirejo dan Dusun Dawung, Kelurahan Bakaharjo. Kedua
wilayah tersebut termasuk dalam Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Secara astronomis, Situs Ratu Boko terletak pada koordinat
110o29’58” Lintang Selatan dan 07o46’73” Bujur Timur (Samidi, 1993:4).  
Bukit tempat berdirinya situs kepurbakalaan Ratu Boko merupakan bagian dari
rangkaian pegunungan Gunung Kidul bagian utara dengan ketinggian 110-229 meter dari
permukaan laut, sedangkan dataran rendah di sekelilingnya memiliki ketinggian kurang dari
110 meter dari permukaan laut (Dwiyanto, 1996: 6). Bukit tempat berdirinya Ratu Boko
memperlihatkan kemiringan lereng yang bervariasi yang dapat dibagi menjadi dua satuan
relief, yaitu satuan relief datar dan satuan relief miring landai (Samidi, 1993: 25). Situs
kepurbakalaan Ratu Boko termasuk dalam jalur Formasi Kebo yang berumur Miosen Bawah,
formasi tersebut merupakan hasil sedimentasi vulkanis yang diendapkan pada lingkungan laut
dangkal dan kemudian secara tektonis mengalami pengangkatan berupa antiklin serta
tersesarkan (Soesilo, 1994: 27). Struktur geologi yang ada pada kawasan situs kepurbakalaan

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

Ratu Boko dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu struktur geologi mayor dan struktur
geologi minor. Struktur geologi mayor yang tampak adalah struktur antiklin, struktur tersebut
menyebar pada kawasan yang luas dan memanjang dengan arah barat-timur. Struktur geologi
minor terbagi atas dua struktur yaitu, struktur rekahan, dan struktur sesar/dislokasi. Struktur
rekahan adalah ciri-ciri lapisan batuan mengalami perubahan secara tektonis, fisis, dan chemis
(Soesilo, 1995: 31).
Berdasarkan kegiatan peninjauan klimatologi dan hidrologi di situs kepurbakalaan
Ratu Boko oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur pada tahun 1994, maka diperoleh data
klimatologi yaitu, kelembaban udara rata-rata sebesar 57,6%, penguapan air secara
menyeluruh pada musim kemarau sekitar 1,205 kg/m2 (Soesilo, 1995:23). Penghitungan curah
hujan berdasarkan kondisi selama 22 tahun dari tahun 1975-1995 mempunyai rata-rata
bulanan 204 mm/bulan dan curah hujan maksimum harian adalah 30 mm/hari dan memiliki
hari hujan rata-rata bulanan = 11 hari/bulan (Nugroho, 2000: 27).
Situs kepurbakalaan Ratu Boko merupakan situs yang memiliki cukup banyak
peninggalan arkeologis. Berdasarkan jenisnya, peninggalan-peninggalan yang ada dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur bangunan atau fitur, dan artefak atau non
bangunan. Peninggalan yang termasuk dalam jenis struktur bangunan di antaranya gapura,
pagar, talud, pondasi, kolam dan gua. Peninggalan yang termasuk dalam jenis non bangunan
adalah prasasti, arca, keramik, gerabah, dan temuan lepas lainnya.
Dalam pendeskripsian peninggalan arkeologi berupa fitur dikelompokan berdasarkan
keletakannya terhadap bagian dari keseluruhan wilayah yang ada di Ratu Boko. Hal ini karena
situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki beberapa teras dengan jenis dan karakteristik yang
berbeda. Bagian barat merupakan bagian paling awal ketika memasuki pintu gerbang lokasi
situs kepurbakalaan Ratu Boko. Bagian tersebut terdiri atas tiga teras, yaitu Teras I, Teras II
dan Teras III. Berikutnya adalah bagian tenggara, bagian tersebut terdiri dari Teras IV, Teras
V dan Teras VI. Teras IV sering disebut dengan kompleks Pendapa, karena terdapat struktur
bangunan Pendapa dan Pringgitan. Teras V disebut dengan kompleks Kolam, karena terdapat
banyak kolam. Teras VI, sering disebut dengan kompleks Keputren karena terdapat temuan
keputren. Bagian paling akhir dari Ratu Boko adalah bagian timur, pada bagian tersebut hanya
terdapat satu teras yaitu Teras VII, atau yang disebut dengan kompleks gua, karena di atasnya
ditemukan struktur bangunan yang dikenal dengan nama Gua Lanang dan Gua Wadon.
Pada situs kepurbakalaan Ratu Boko, terdapat kebutuhan yang harus dipenuhi agar
segala aktivitas manusia yang dilakukan di Ratu Boko dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan pendekatan environmental possibilism, sebuah upaya pemanfaatan yang

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

dilakukan adalah bentuk respon dalam mengatasi tantangan alam berupa keterbatasan sumber
daya lingkungan. Hal tersebut juga dapat diuraikan dengan pandangan environmental
probabilism bahwa manusia dengan kebudayaan merupakan faktor yang aktif dalam
memanfaatkan alam, dan lingkungan merupakan faktor yang pasif sebagai penyedia
kebutuhan. Kebutuhan dasar yang dianggap paling penting dalam kehidupan manusia
khususnya di situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah, kebutuhan lahan untuk tempat tinggal,
kebutuhan air, kebutuhan pangan, dan kebutuhan bahan bangunan untuk mendirikan
bangunan.
Pemanfaatan pertama adalah membuat permukaan bukit menjadi datar dengan teknik
cut and fill. Situs kepurbakalaan Ratu Boko merupakan situs peninggalan arkeologi yang
berdiri di atas perbukitan alami yang memiliki karakter kemiringan datar dan curam. Dengan
keadaan bukit tersebut diperlukan upaya dalam menciptakan lahan yang sesuai untuk
mendirikan bangunan untuk pemukiman. Upaya tersebut dilakukan dengan cara cut and fill.
Cut yang berarti memotong atau pemangkasan, fill adalah menimbun permukaan yang lebih
rendah agar memiliki kesamaan tinggi (Day, 1991: 81). Antisipasi untuk mengurangi resiko
terjadinya tanah longsor akibat cut and fill adalah dengan membuat dinding penahan tanah
atau talud. Bukti adanya proses cut and fill dapat diketahui dari hasil ekskavasi arkeologi yang
dilakukan oleh Teguh Asmar dan Bennet Bronson tahun 1973. Ekskavasi tersebut adalah
penggalian Operasi D, yang terletak di selatan paseban Teras III (lihat gambar 3).

Gambar 3 Lokasi Kotak A Operasi D Selatan Paseban


(Asmar, 1973: 62).

Pada penggalian tersebut dinyatakan ada indikasi tanah urugan. Pada kotak tersebut dilakukan
sitem lot dengan tujuh stratum. Hal unik dari stratigafi yang nampak adalah lapisan tersebut

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

Gambar 4 Stratigrafi Dinding Timur Kotak A Operasi D


(Asmar, 1973: 61).

Juga terdapat pada permukaan dataran lebih rendah pada bagian selatan. Perbedaan ketinggian
tersebut mencapai empat meter, hal tersebut memberi dugaan yang cukup besar bahwa pada
dataran yang digali merupakan tanah urug. Perbedaan warna tanah dan karakteristik yang ada
diduga merupakan tanah urug yang diambil pada bagian yang berbeda beda pada situs
kepurbakalaan Ratu Boko (lihat gambar 4) (Asmar, 1973: 25).
Berikutnya pemanfaatan lahan untuk mendirikan bangunan mengikuti karakteristik
satuan batuan. Situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki jenis dan karakteristik batuan yang
berbeda. Pada bagian barat situs kepurbakalaan Ratu Boko terdapat permukaan tanah yang
rata. Bagian yang diduga dilakukan pemangkasan dengan besar adalah pada bagian barat Ratu
Boko, tepat pada Teras I, II, dan III. Pertimbangan yang dilakukan dalam melakukan kegiatan
cut and fill yang besar adalah memperhitungkan sifat dan karaktersitik batuan yang ada di
bawahnya. Pada bagian barat situs Ratu Boko, sebagaian besar wilayahnya merupakan jenis
satuan batuan pasir tufaan dan dan batuan pasir vulkanik, namun pada lokasi Teras I, II, dan
III, hampir seluruh wilayahnya merupakan jenis satuan batuan pasir tufaan. Berdasarkan hasil
penelitian laboratorium yang dilakukan oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur bahwa
batuan pasir tufaan yang ada di situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah jenis batuan pasir
tufaan merupakan jenis batuan yang kompak dan rapat namun tidak terlalu keras (Soesilo,
1995: 34). Karakteristik tersebut merupakan batuan yang kompak dan impermeabel atau tidak
mudah meloloskan air. Kondisi tersebut dapat dilakukan kegiatan cut and fill karena tanah
yang akan dipangkas memiliki kekompakan yang cukup baik dan rapat, sehingga tidak mudah
tererosi dengan air.
Berbeda dengan Teras IV, V, dan VI pada bagian tenggara yang berisikan banyak
bangunan seperti pendapa, keputren dan kolam kolam. Banyaknya bangunan yang ada pada

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

lokasi tersebut karena didukung oleh jenis satuan batuan tuff yang memiliki sifat yang lebih
impermeabel, padat, kompak, sehingga pada bagian tersebut dapat dimanfaatkan untuk
membuat kolam penampungan air hujan. Oleh karena hal tersebut pada bagaian tenggara,
dianggap bagian yang paling mampu dalam menahan beban segala aktivitas manusia dan
bangunan yang ada di atasnya.
Pemanfaatan penting lainnya adalah untuk pengadaan air. Beberapa pemanfaatan yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air di antarnya pemanfaatan air hujan. Dengan potensi
hujan yang cukup tinggi maka berdasarkan pengamatan dilapangan upaya dalam
memanfaatkan air hujan yang paling jelas terlihat adalah dengan dibuatnya kolam-kolam pada
situs kepurbakalaan Ratu Boko. Kolam-kolam yang terlihat sampai saat ini di antaranya
kolam yang ada pada Teras III dekat dengan candi pembakaran, kolam pada Teras IV, kolam
bundar dan kolam persegi yang ada pada Teras V, kolam keputren yang ada pada Teras VI,
dan kolam yang ada pada Teras VII. Banyaknya jumlah kolam dengan berbagai ukuran dan ke
dalaman menunjukan suatu proses yang disengaja dan merupakan hasil dari tangan manusia.
Setiap bagian wilayah yang ada pada situs Ratu Boko dibuat kolam kolam untuk persediaan
air sebagai penunjang dalam kegiatan manusia sehari-hari.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur
menunjukan bahwa rata rata penguapan yang terjadi tiap harinya adalah 1 lt/m2. Maka
didapatkan fakta bahwa kolam di Teras IV dan V yang berbentuk persegi cukup untuk
menampung air hujan 2 – 2,5 tahun, air tidak akan meluap dan kering sepanjang tahun karena
air akan menguap hanya 1/5 dari isi kolam. Hal tersebut terdapat pada kolam V/4, kolam ini
memiliki volume maksimal adalah 220 m3, jumlah air yang masuk pada musim penghujan
rata-rata kurang lebih 100,98 m3, sedangkan penguapannya 20,13 m3 tiap tahunnya. Berbeda
dengan kolam nomor 4, kolam pada Teras V yang berbentuk bundar akan meluap karena
volume kolam tidak mampu menampung jumlah air hujan yang masuk, pada kolam yang daya
tampungnya paling besar yaitu 1,327 m3 tidak mampu menampung air yang masuk bila pada
musim penghujan sebesar 3,249 m3. Jadi dapat disimpulkan bahwa kolam di Teras IV dan V
yang berbentuk persegi dapat menampung air sepanjang tahun dan tidak akan kering karena
penguapan hanya 1/5 kolam, sedangkan kolam bundar pada Teras V tidak dapat menampung
air hujan dan akan meluap karena volumenya lebih kecil, sehingga kolam bundar pada Teras
V sebagian akan terisi dan ada pula yang kering pada musim kemarau (Soesilo, 1995: 49).
Selain air hujan ada juga air rekahan, yaitu air yang keluar dari celah batuan pada situs
kepurbakalaan Ratu Boko. Lokasi berdirinya situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki
struktur geologi minor yang terbagi menjadi dua struktur yaitu, struktur rekahan dan struktur

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

sesar/dislokasi (Soesilo, 1995: 31). Air hujan yang turun dan menggenang diatas bukit tidak
langsung jatuh kebawah begitu saja, melainkan terperangkap didalam celah celah batuan dan
sebagian ada yang tertahan disana (Soesilo, 1995: 36).
Berdasarkan pada penelitian oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur, bahwa
rekahan yang terjadi pada situs kepurbakalaan Ratu Boko banyak pada bagian Teras IV, V,
dan sebagian Teras VI. Rekahan yang terjadi pada teras tersebut tercatat 18 sampel pada
kolam Teras V dan 24 sampel pada Kolam Keputren (Soesilo, 1995: 30).
Untuk memenuhi kebutuhan air juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan air sungai
yang ada di sekitar situs kepurbakalaan Ratu Boko. Ketersediaan air yang ada pada sungai
menjadi salah satu sumber air potensial yang dapat dimanfaatkan oleh manusia yang tinggal di
situs kepurbakalan Ratu Boko. Ada beberapa aliran sungai yang paling terdekat dengan situs
kepurbakalaan Ratu Boko diantaranya ada Kali Opak dan Kali Borongan. Kali Opak berjarak
kurang lebih 300 meter di utara Ratu Boko, sedangkan kali borongan terletak 400 meter di
timur laut Ratu Boko. Dengan temuan sisa aktivitas manusia yang berada di lingkungan situs
Ratu Boko seperti gerabah, mangkuk dan kendi menunjukan adanya teknologi yang mampu
untuk mengambil air dari sungai walaupun belum ditemukan asosiasi yang dapat memastikan.
Selanjutnya adalah pemanfaatan sumber daya alam potensial untuk bahan bangunan.
Dari kondisi lingkungan yang ada, potensi pemanfaatan untuk bahan bangunan adalah
memanfaatkan batu andesit, batu putih dan bukit induk itu sendiri. Batu andesit merupakan
batu yang berasal dari pembekuan lahar gunung berapi. Gunung berapi yang terdekat oleh
situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah Gunung Merapi. Batu andesit yang dihasilkan oleh
Gunung Merapi dapat dijumpai sepanjang Kali Opak yang dekat dengan Ratu Boko dan juga
pada perbukitan yang ditemui pada daerah Losari ke arah timur sampai Lemahabang. Secara
fisik ada perbedaan antara batu andesit yang berasal dari kali dan dari bukit, yaitu tampak
pada warna dan kekerasannya, batu andesit yang berasal dari bukit memiliki warna lebih
gelap dan tingkat kekerasannya lebih tinggi dari batu andesit yang berasal dari kali (Wirasanti,
2000: 200).
Belum dapat dipastikan mengenai pemanfaatan batu andesit tersebut diambil dari bukit
atau Kali Opak. Berdasarkan keletakannya maka jarak yang relatif dekat adalah Kali Opak.
Potensi batu andesit yang ada pada Kali Opak ini juga cukup banyak dan dengan mudah dapat
dijumpai sepanjang aliran sungai tersebut.
Selain batu andesit juga pada bangunan yang ada di Ratu Boko menggunakan batu
putih. Batu putih sangat banyak dijumpai pada bukit Boko sepanjang perbukitan Boko –
Baturagung dan sekitarnya. Dimanfaatkan sebagai campuran bahan bangunan lain dengan

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

batu andesit, misalkan pada talud, pagar, dan bangunan lain. Selanjutnya memanfaatkan
batuan induk untuk memahat langsung untuk menjadi sebuah bangunan. Ada beberapa
bangunan yang langsung dipahatkan pada bukit Boko, yaitu kolam-kolam yang ada pada
seluruh bagian situs kepurbakalaan Ratu Boko dan gua yang ada pada Teras VII. Kolam yang
ada pada situs kepurbakalaan Ratu Boko dibuat dengan cara memahatkan langsung pada bukit
padas, contohnya pada kolam persegi dan kolam bundar yang ada pada Teras V, dibuat
dengan cara langsung dipahatkan tanpa ada konstruksi menggunakan balok batu. Berikutnya
adalah gua yang ada pada Teras VII yang disebut dengan Gua Lanang dan Gua Wadon,
merupakan gua buatan yang dipahat langsung pada batuan induk Ratu Boko. Pada teras
tersebut terdapat batuan induk yang keras yang menjulang keatas, dengan ukuran yang besar
dan luas, sehingga dengan kondisi permukaan seperti itu, batuan tersebut dapat dipahat dan
dibuat gua.
Pemanfaatan lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan. Lokasi tempat
berdirinya situs Ratu Boko adalah bukit padas yang keras dan tidak memiliki kemampuan
yang baik dalam menyerap air hujan, sehingga tidak memiliki persediaan air tanah. Dengan
keadaan seperti itu, bukit Boko bukan merupakan lokasi yang baik untuk dijadikan tempat
persawahan dan perkebunan. Berdasarkan pada pengamatan kondisi di lapangan saat ini
daerah sekitar bukit Boko merupakan daerah persawahan yang luas dan subur sehingga sangat
mungkin tanah tersebut dimanfaatkan untuk membuat sawah juga pada masa lalu.
Ada beberapa elemen masyarakat pada masa lalu, di antaranya ada yang dinamakan
wanua, merupakan komunitas kecil yang berprofesi sebagai petani untuk mengurusi sawah
yang tinggal didesa dan dipimpin seorang rama, komunitas tersebut banyak tinggal
disepanjang aliran sungai. Untuk mengatur penggunaan air untuk irigasi sawah oleh wanua,
maka diperlukan pemimpin yang disebut raka. Setelah kebudayaan India masuk, maka para
raka diberi gelar SriMaharaja, dan sebagai contoh adalah Sri Maharaja Rakai Panangkaran.
Nama Rakai Panangkaran tertulis dalam prasasti Abhayagiri ada tahun 792 M (Dwiyanto,
1996: 12). Dengan demikian besar kemungkinan pemanfaatan lahan subur daerah sekitar Ratu
Boko adalah persawahan dengan adanya nama raka yang secara langsung memeberikan
kekuasaan pada turunannya yang telah disebutkan.
Ada beberapa proses yang menyebabkan bagian sekitar situs kepurbakalaan Ratu
Boko menjadi lahan subur yang dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman pangan. Daerah
barat dan utara bukit Boko menjadi subur karena beberapa proses. Proses yang pertama adalah
proses terjadinya dataran alluvial yang diakibatkan oleh air sungai dari gunung membawa
material vulkanik yang terdeposit pada dataran yang lebih rendah (Brown, 1997). Hal tersebut

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

dapat terjadi ketika Gunung Merapi sedang meletus dan materialnya terbawa oleh Kali Opak
dan Borongan dengan debit air yang tinggi, sehingga mengakibatkan luapan air sungai dan
sedimen yang terbawa mengendap pada tanah yang dibanjiri dengan material lepas berukuran
lempung, lanau, pasir dan gravel yang bersifat subur.
Proses berikutnya adalah sedimentasi dari pelapukan batuan kapur yang terjadi pada
bagian selatan bukit Boko. Pada bagian selatan tanah subur yang terjadi karena proses
sedimentasi dari pelapukan bukit Boko itu sendiri. Karakter tanah akibat sedimentasi bukit
Boko yang terjadi akibat erosi mengakibatkan pembentukan tanah dengan karakter subur,
karena sedimen yang terbawa adalah sedimen tufan yang memiliki unsur hara. Pada
pengamatan di lapangan saat ini, wilayah pada bagian selatan bukit Boko tersebut digunakan
oleh penduduk sekitar sebagai persawahan, dengan demikian dapat juga tergambarkan bahwa
kondisi tanah tersebut merupakan tanah yang subur dan baik untuk di buat persawahan.
Proses lain adalah pelapukan tanah yang terjadi pada bukit itu sendiri atau yang
dikenal dengan istilah tanah depresi. Hal itu terjadi ketika bukit Boko mengalami pelapukan
akibat erosi dan terendapkan pada suatu wilayah pada bagian bukit yang biasanya berupa
daerah cekungan yang memiliki kontur lebih rendah sehingga pelapukan yang terjadi
menghasilkan tanah dengan material sedimen tufan yang memiliki unsur hara. Oleh karena
proses pelapukan tersebut meninggalkan material tanah di atas bagian yang masih menjadi
bukit pada kontur yang rendah, akhirnya membuat cekungan tanah yang berisikan persediaan
air yang banyak dari air hujan, dan air tersebut tidak meresap lagi ke bawah (Black, 1996:
188).
Pada bagian barat daya ini kemungkinan besar adalah wilayah yang terjadi gejala
tanah depresi. Pada wilayah ini banyak dihuni oleh penduduk pada masa sekarang dan lahan
pada wilayah ini dimanfaatkan dengan pembuatan sawah dan perkebunan oleh penduduk.
Wilayah tersebut dijumpai ketika memasuki areal pintu masuk Ratu Boko melalui wilayah
selatan. Keadaan bukit yang landai dan rendah memberikan kemungkinan besar terjadinya
pelapukan batuan tuff dari atas bukti dan mengendap di bawah.

Kesimpulan

Situs kepurbakalaan Ratu Boko berdiri di atas bukit Boko dengan kondisi lingkungan
yang terbatas. Akan tetapi, situs tersebut telah berdiri lebih dari seribu tahun yang lalu,
sehingga lokasi tempat berdirinya situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah lokasi yang dianggap
paling tepat. Hal tersebut menandakan bahwa lokasi tempat berdirinya situs kepurbakalaan
Ratu Boko mampu memberikan potensi bagi kebutuhan manusia.

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

Penelitian ini berhasil memberikan gambaran bahwa ada banyak potensi sumber daya
alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan
pendekatan environmental possibilism, dapat memberikan pandangan bahwa segala sesuatu
yang ada pada lingkungan tempat tinggal manusia dapat dimanfaatkan dengan baik ketika
manusia juga dapat mengatasi dan memanfaatkannya dengan baik. Dari pendekatan yang
digunakan, dikatakan bawhwa, dalam kondisi lingkungan yang terbatas, maka kebudayaan
semakin berkembang maju untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu hubungan
antara kondisi lingkungan dan situs kepurbakalaan Ratu Boko dijelaskan dalam bentuk
pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan manusia pada masa lalu adalah sebagai
berikut :

1. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Potensial Untuk Lahan Pemukiman


Bukit Boko yang secara alami memiliki kontur yang bergelombang dibuat lebih rata agar
memberikan ruang yang aman dan nyaman untuk mendirikan bangunan dengan cara cut
and fill. Untuk mengatasi resiko tanah longsor, hal tersebut diatasi dengan membuat talud
dan diberi dinding penahan dengan parit. Berikutnya masyarakat yang mendirikan Ratu
Boko pada masa itu telah melakukan pembuatan kompleks bangunan dengan mengikuti
karakteristik satuan batuan yang ada. Hal tersebut terdapat pada Teras I, II, III yang
didirikan di atas tanah dengan satuan batuan pasir tufaan yang memiliki karakteristik baik
untuk dilakukan proses cut and fill, lalu pada Teras V dibuat bangunan berupa kolam-
kolam, karena pada wilayah tersebut termasuk dalam satuan batuan tuff yang padas,
sehingga baik digunakan untuk membuat kolam tadah hujan.

2. Pemanfaatan Sumber Daya Potensial Alam Untuk Pengadaan Air


Beberapa hal yang dilakukan untuk memanfaatkan air diantaranya adalah menampung air
dari celah celah batuan pada bukit atau yang disebut dengan air rekahan. Hal tersebut
terdapat pada kolam yang berada di daerah yang memiliki rekahan paling banyak yaitu
pada Teras IV, V, dan VI yang merupakan wilayah teras dengan satuan batuan tuff di
bawahnya. Berikutnya adalah memanfaatkan air hujan, curah hujan pada situs Ratu Boko
cenderung tinggi pada musim penghujan dan penguapan yang tinggi juga pada musim
kemarau. Hal tersebut dimanfaatkan dengan membuat kolam-kolam tadah hujan pada
seluruh bagian situs kepurbakalaan Ratu Boko. Dengan demikian, air hujan yang turun
mampu mengisi kolam-kolam tersebut. Kolam dibuat dengan ukuran dan kedalaman yang
bervariasi sehingga pada musim kemarau dengan penguapan yang tinggi, tidak semua

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

kolam airnya akan habis, tetap ada kolam yang sepanjang tahun tetap terisi air. Hal lain
yang dimanfaatkan adalah air yang ada di sungai terdekat yaitu Kali Opak dan Kali
Borongan.

3. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Potensial Untuk Bahan Bangunan


Pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk bahan bangunan dilakukan dengan cara
memanfaatkan material alam yang tersedia dekat dengan lokasi situs kepurbakalaan Ratu
Boko. Bahan baku yang dimanfaatkan adalah batu andesit, batu putih, serta batuan induk.
Batu andesit dapat dijumpai sepanjang aliran Kali Opak yang merupakan sungai terdekat
dengan lokasi situs kepurbakalaan Ratu Boko. Batu putih dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bangunan yang berasal dari bukit tempat situs kepurbakalaan Ratu Boko ini sendiri
berdiri. Bukit yang dipahatkan langsung menjadi bangunan karena memiliki karakteristik
padas, sehingga dapat untuk dibuat bangunan, seperti gua dan kolam.

4. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Potensial Untuk Kebutuhan Pangan


Pemanfaatan sumber daya alam potensial untuk kebutuhan pangan dilakukan di sekitar
bukit Boko. Tanah di sekitar bukit Boko adalah tanah yang subur dengan berbagai proses
terjadinya dan dapat dibuat sawah. Tanah tersebut di antarnya adalah tanah yang terjadi
akibat dataran banjir oleh Kali Opak dan Kali Borongan yang menghasilkan tanah alluvial.
Pada bagian selatan juga merupakan tanah yang subur yang dapat dimanfaatkan sebagai
areal persawahan karena tanah yang terjadi merupakan tanah hasil sedimentasi dari
pelapukan bukit boko yang membawa kandungan humus oleh proses erosi. Pada Bukit
Boko itu sendiri terjadi gejala alam yang disebut dengan tanah depresi, sehingga
menghasilkan wilayah yang subur yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk membuat
perkebunan. Wilayah tersebut dapat dijadikan sebagai areal persawahan pada masa lalu,
karena berdasarkan prasasti Abhayagirivihara terdapat nama Rakai Panangkaran. Nama
tersebut merupakan sebutan bagi raja yang di dalam struktur pemerintahannya menguasai
salah satunya adalah wanua yaitu komunitas masyarakat yang bermatapencaharian sebagai
petani.

Pemilihan lokasi berdirinya situs Ratu Boko merupakan pertimbangan yang telah
dipikirkan dengan cermat oleh orang yang membangun Ratu Boko masa lalu. Berdasarkan
analisis kontekstual antara lingkungan dan materi kebudayaan dengan pendekatan
environementalpossibilism, penelitian ini menyimpulkan bahwa lingkungan tempat berdirinya

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki potensi yang cukup baik bagi kehidupan manusia.
Hal tersebut dikarenakan pada lokasi berdirinya situs tersebut dan lingkungan di sekitarnya
terdapat cukup sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia yang tinggal pada
masa lalu dengan baik. Dengan demikian tercapailah gambaran mengenai potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk kehidupan manusia beserta bukti-bukti materi kebudayaannya.

Saran
Masih banyak hal yang belum diketahui dari situs kepurbakalaan Ratu Boko.
Penelitian ini hanya menerangkan tentang potensi sumber daya alam yang ada pada situs Ratu
Boko beserta pemanfaatannya, sehingga dapat menggambarkan kemampuan lingkungan yang
tersedia. Akan tetapi hal tersebut juga belum cukup untuk menjelaskan secara keseluruhan,
akan lebih baik lagi jika dikaitkan dengan penelitian lain dengan topik yang berbeda seperti
dikaitkan dengan penelitian dengan topik prasasti, arsitektur, dan lainnya

Daftar Referensi

Asmar, Teguh & Bennet Bronson (1973), Laporan Ekskavasi Ratu Baka.
Kerjasama Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional dan The
University of Pennsylvania Museum. Yogyakarta: LPPN.

Bintarto H.R. (1995), “Keterkaitan Manusia, Ruang Dan Kebudayaan”.


Makalah dalam Seminar Manusia Dalam Ruang: Studi Kawasan Arkeologi,
hal: 2, Yogyakarta.

Black, Peter E. (1996), Watershed Hydrology :Second Edition, United States:


CRC Press.

Brown, A.G. (1997), Alluvial Geoarchaeology, Floodplain Archaeology And


Environmental Change, New York: Cambride Univercity Press.

Butzer, Karl W. (1982), Archaeology as Human Ecology: Method And Theory


For a Contextual Approach. Cambridge: Cambridge University Press.

Day, D. A., & Benjamin, N. B. H. (1991), Construction Equipment Guide.


New York: Wiley.

Dwiyanto, Djoko. J, Susetyo Edi Yuwono (1996), Laporan Penelitian


Kawasan Kraton Ratu Boko. Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Pariwisata. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Fagan, Brian M & Christoper R. DeCorse (2005), In The Beginning: An Introductional


To Archaeology. New Jersey: Pearson Education

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014


 

Hawley, Amos. H. (1986), Human Ecology a Theoretical Essay, Chicago:


The University of Chicago press,
 
Ihromi (1999), Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Koentjaranigrat (2002), Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Kusen (1995), “Kompleks Ratu Boko : Latar Belakang Pemilihan Tempat


Pembangunannya”. Makalah dalam Seminar Manusia Dalam Ruang : Studi
Kawasan Arkeologi, hal 2 : Yogyakarta.

Mundardjito (1990), “Metode Penelitian Pemukiman Arkeologi” Hal : 19-31


Dalam MonumenMonumen : Karya Persembahan untuk Prof. Dr. R. Soekmono.
Ed. Edi Sedywati, dkk .Depok : Lembaran Sastra FSUI.

Nugroho, Sugih (2000), Teknologi Pengelolaan Air di Kraton Ratu Baka,


SKRIPSI Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Jakarta.

Rambo, A. Terry (1983), Conceptual Approaches to Human Ecology, Hawaii: East-West


Environment and Policy Institute.

Resosoedarmo, Soedjiran., Kuswata Kartawinata, Apriliani Soegiarto, (1986) Pengantar


Ekologi, Bandung : Remadja Karya

Samidi (1993), Laporan Studi Konservasi Kolam Ratu Boko. Yogyakarta:Direktorat


Jendral Kebudayaan Direktorat Perlindungan Dan Pembinaan Peninggalan Sejarah
dan Purbakala.

Soemarwoto, Otto (1987), Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangungan. Bandung.


Djambatan.

Soesilo, Hendy (1995), Studi Hidrologi dan Klimatologi Ratu Boko, Yogyakarta: Balai
Studi dan Konservasi Borobudur

Wirasanti, Niken (2000), Pemanfaaan Sumberdaya Lingkungan Pada Masa


Mataram Kuna Abad IX-X Masehi: Studi Kasus Wilayah Prambanan dan
Sekitarnya, TESIS Program Studi Lingkungan Jurusan Antar Bidang,
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014

Vous aimerez peut-être aussi