Vous êtes sur la page 1sur 30

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. PERKEMBANGAN SISTEM PENCERNAAN PADA JANIN

Usia Janin Sistem Pencernaan


4 minggu Perut berada pada garis tengah dan berbentuk fusiform : hati jelas terlihat
;esofagus pendek ; usus halus berupa tabung pendek.

Janin usia 4 minggu


Sumber:www.google.com

8 minggu Vili usus berkembang ; usus halus menggulung di dalam tali pusat ;
terdapat lipatan lipatan palatum ; hati sangat besar.

Janin usia 8 minggu


Sumber:www.google.com

12 minggu Empedu disekresi ; penyatuan langit-langit selesai ; usus halus terpisah


dari medulla spinalis dan mulai menempati tempat yang khusus.

1
Janin usia 12 minggu
Sumber:www.google.com

16 minggu Mekonium di dalam usus ; mulai menyekresi beberapa enzim ; anus


terbuka.

Janin usia 16 minggu


Sumber:www.google.com

20 minggu Deposit anamel dan dentin ; kolon asenden dapat dikenali.

Janin normal usia 20 minggu


Sumber:www.google.com

2
2. MULUT

Rongga mulut
Sumber:www.google.com

Mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Dinding kavum oris
memiliki struktur untuk fungsi mastikasi ; dimana makanan akan dipotong,
dihancurkan oleh gigi, dan dilembapkan oleh saliva. Selanjutnya makanan tersebut
akan membentuk bolus dimana massa terlapisi salivasi. Proses pengunyahan
(mastikasi) merupakan proses memecah partikel makanan yang besar dan mencapur
makanan dengan sekresi glandula salivaris, kerja homogenisasi dan pembahasan ini
membantu pencernaan berikutnya. Partikel makanan yang besar dapat dicerna, akan
tetapi hal ini menyebabkan kontraksi kuat dan sering kali proses ini menyebabkan
nyeri pada otot esofagus. Pasien edentulous (tidak memiliki gigi) umumnya terbatas
pada diet lunak dan mempunyai kesulitan besar memakan makanan kering.

Mulut dibatasi oleh dua sisi pipi yang dibentuk oleh muskulus businatorius, bagian
atasnya terdapat palatum yang memisahkannya dari hidung dan bagian atas faring.
Lidah membentuk bagian terbesar dari dasar mulut. Pada bagian mulut terdapat tiga
pasang glandula salivari yaitu parotid, mandibular, dan sublingual. Glandula salivari
menyekresi saliva melalui duktus ke dalam mulut. Glandula diinervasi oleh serat
parasimoatis dan simpatis.

3
Bagian palatum terdiri atas dua bagian, yaitu bagian anterior (bagian tulang) dan
bagian posterior yang terdiri atas membran mukosa (palatum mole). Kavitas dari
mulut dan hidung pada fetus hanya satu, yang selanjutnya akan terpisah oleh prosesus
palatinus yang bertemu di garis tengah. Menetapnya suatu palatum yang terpisah
sering berhubungan dengan celah pada bibir atas, hal ini menyebabkan bibir dan
palatum sumbing.

Palatum / langit-langit

Sumber:www.google.com

Saliva mengandung air dan musin, berfungsi sebagai lubrikan dan ptialin, ptialin
merupakan suatu amilase yang berfungsi untuk mengawali pencernaan pati, pH dari
saliva di bawah tujuh angka sekresi yang rendah, jumlahnya meningkat seiring
dengan pembentukan saliva yang meningkat. Kelenjar saliva terutama bertanggung
jawab pada proses mekanis, yaitu membantu mastikasi, menelan, berbicara dan juga
mempunyai aksi antiseptik. Saliva mengandung enzim yang dapat mencerna pati
amilase selama tiga bulan pertama, oleh karena itu makanan yang mengandung
tepung dapat diberikan sejak umur tiga bulan. Sekresi saliva dirangsang
pengeluarannya oleh adanya rasa atau pikiran akan makanan, sekresinya menurun
selama demam, sakit danmenderita penyakit glandula salivari.

Aktivitas mulut terdiri atas mengisap, mengigit, dan menelan. Mulut bayi mampu
membentuk segel di sekeliling puting susu atau dot ; pada bayi muda, lidah beroposisi
kuat dengan palatum, jadi anak hanya dapat bernapas melalui hidung. Mulut dibatasi
oleh palatum durum dan palatum mole pada bagian atas; pada bagian bawah dibatasi

4
oleh mandibula, lidah, dan struktur lain pada dasar mulut antara lain pada bagian
lateral oleh pipi, depan oleh bibir, dan bagian belakang oleh lubang yang menuju
faring. Pipi dibentuk oleh membran mukosa dan muskulus businator yang
membentang dari maksila sampai mandibula. Bantalan lemak businator berkembang
dengan baik pada waktu bayi, sehingga pipi bayi terlihat tembam.

3. ESOFAGUS

Esofagus merupakan tuba otot dengan


ukuran 8-10 cm dari kartilago krikoid sampai
bagian kardia lambung. Panjangnya bertambah
selama 3 tahun setelah kelahiran, selanjutnya
kecepatan pertumbuhan lebih lambat mencapai
panjang dewasa yaitu 23-30 cm. Penampang rata-
rata saat lahir adlah 5 mm dengan kurvatura yang
kurang mencolok dibandingkan orang dewasa.
Bagian tersempit esofagus bersatu dengan faring,
area ini mudah mengalami cedera jika mengenai
peralatan yang dimasukan seperti bougi atau
kateter.
Anatomi Esofagus
Sumber:www.google.com

Esofagus turun dan memasuki kavum abdomen melalui suatu apertura dalam
diafragma (hiatus esofagus). Setelah sekitar 1,25 cm, membuka ke dalam lambung
melalui orifisium kardiak. Tepat di atas orifisium ini terdapat lapisan otot sirkuler
yang disebut sfingter kardiak, otot ini mampu mengadakan kontraksi yang kuat dan
kadang-kadang mengalami spasme atau akalasia.
Esofagus dimulai dari leher sebagai sambungan faring, berjalan ke bawah
leher dan toraks, kemudian melalui sirus sinistra diafragma memasuki lambung.
Secara anatomis, bagian depan esofagus adalah trakea dan kelenjar tiroid, jantung,
serta diafragma; sedangkan di bagian belakangnya adalah kolumna vertebralis. Setiap
sisinya adalah paru serta pleura. Esofagus tersusun dari lapisan dalam (membran

5
mukosa), lapisan submukosa yang tebal dan mengandung kelenjar mukus, lapisan otot
serat longitudinal dan sirkuler, serta lapisan fibrosa di bagian luar.
Berbagai penyakit dari esofagus termasuk cacat struktural seperti atresia dan
stenosis esofagus, infeksi, akalasia, hernia hiatus esofagus, dan refluks. Penelanan
benda asing (seperti mainan kecil), yang kemungkinan terjadi pada anak-anak dapat
menyumbat pada ketiga tempat esofagus yang menyempit. Penyakit serta keadaan-
keadaan tersebut dapat menghalangi makanan untuk dapat melalui esofagus.

6
B. PENGERTIAN LABIOPALATO SKIZIS
Kelainan kongenital berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Kelainan
bawaan yang dapat terjadi pada mulut. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis
tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa
kehamilan 7-12 minggu. (Maryuyani,2009)
Lobioskizis (celah bibir) dan palatoskizis (celah langit-langit mulut atau palatum)
merupakan malformasi fasial yang terjadi dalam perkembangan embrio. Keadaan ini
sering dijumpai pada semua populasi dan dapat menjadi disabilitas yang berat pada
orang yang terkena. Keduanya dapat terjadi secara terpisah atau yang lebih sering
lagi, secara bersamaan. (Wong, Donna. 2009)
Labiopalato skisis adalah merupakan kongenital anomaly yang berupa adanya
kelainan bentuk pada stuktur wajah. (Suryadi. 2001)
Jadi, labiopalato skizis adalah kelainan bentuk struktur wajah karena ada celah
pada langit-langit mulut atau palatum.

C. ETIOLOGI
1. Faktor herediter
Faktor herediter merupakan faktor yang sudah dipastikan, dimana 75%
disebabkan faktor keturunan resesif dan 25% disebabkan faktor dominan: mutasi
gen, kelainan kromosom.
2. Faktor lingkungan
2.1. Usia ibu : makin tua usia ibu makin meningkatkan resiko melahirkan
bayi dengan labiopalatoskisis.
2.2. Obat-obatan : beberapa obat-obatan dapat meningkatkan terjadinya
labiopalatoskisis, yaitu: Asetosal, Aspirin, Asam Flufetamat, Antihistamin,
Aminoglikosid, Antineoplastik, Fenasetin, Ibuprofen, Indometasin,
Kortikosteroid, Sulfonamid, Penisilamin, Rifampisin.
2.3. Nutrisi
2.4. Penyakit infeksi, seperti: sifilis, virus rubella
2.5. Radiasi
2.6. Stres emosional
2.7. Trauma pada trimester pertama

7
D. DERAJAT DEFORMITAS BIBIR DAN PALATUM SUMBING
1. Sumbing pra-alveolar, dimana melibatkan bagian bibir atau bibir dan hidung
(merupakan derajat keempat).
2. Sumbing alveolar , dimana bibir sumbing mengenai bibir, tonjolan alveolar, dan
biasanya palatum(derajat ketiga).
3. Sumbing pasca alveolar, dimana sumbing pada derajat ini hanya melibatkan
palatum (derajat pertama dan kedua).

Derajat bibir sumbing


Sumber:google.com

E. PATOFISIOLOGI

Labio/palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris dan


premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan palatoskizis merupakan
malformasi yang berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu yang berbeda
selama proses perkembangan embrio. Penyatuan bibir atas pada garis tengah selesai
dilakukan pada kehamilan antar minggu ke 7 atau 8. Fusi palatum sekunder (palatum
durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses perkembangan, yaitu pada kehamilan
antara minggu ke 7 dan 12. Dalam proses migrasi ke posisi horizontal, palatum
8
tersebut dipindahkan oleh lidah pada waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan
dalam migrasi atau pemindahan ini, atau bila lidah tidak berhasil turun dalam waktu
yang cukup singkat, bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut
namun palatum tidak pernah menyatu.

Kelainan sumbing dapat mengenai bibir dan mengenai langit-langit yang juga disebut
“celah bibir dan langit-langit”. Pada kelainan bibir akan tampak cacat secara jelas
yang mengenai langit-langit, tidak hanya mengganggu estetika namun juga dapat
berakibat pada gangguan fungsi mulut seperti makan,minum,menelan,dan bicara.
Seharusnya pada bayi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung,
namun bayi dengan sumbing pada langit-langit rongga tersebut terbuka yang dapat
menyebabkan bayi tersedak pada saat menelan. Daya hisap bayi juga lemah dan bayi
mudah capek pada saat menghisap yang berakibat asupan minum/makan bayi
berkurang. Akibat selanjutnya adalah tumbuh kembang bayi terganggu, bayi mudah
terkena infeksi saluran pernafasan dan infeksi yang dapat menyebar sampai telinga.

F. TANDA DAN GEJALA


1. Pada kasus bibir sumbing dapat terlihat distorsi pada hidung yang tampak
sebagian atau keduanya dan adanya celah pada bibir.
2. Pada kelainan sumbing yang mengenai langit-langit akan tampak adanya celah
pada tekak/uvula, palato lunak dan keras, dan atau foramen incisive, adanya
rongga pada hidung dan distorsi pada hidung, teraba adanya celah langit-langit
pada saat diperiksa dengan jari dan timbulnya kesukaran dalam menghisap dan
minum/makan

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik
2. Foto rontgen
3. MRI

9
H. PENATALAKSANAAN
Tergantung pada beratnya kecacatan dengan memprioritaskan: teknik pemberian
nutrisi yang adekuat, pencegahan komplikasi dan fasilitasi tumbuh kembang bayi.
Untuk memenuhi kecukupan nutrisi bayi maka dapat dilakukan tindakan sebagai
berikut:
A. Pemasangan obturator yaitu semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, yang terbuat
dari bahan akrilik. Obturator ini memerlukan pencetakan di mulut bayi.
B. Cara pemberian makan pada bayi dengan labio palato skizis
1. Bentangkan lap makan dibawah dagu pasien
2. Perawat mengambil posisi yang memudahkan dalam melakukan pekerjaan
3. Tawarkan minum pada pasien, bila perlu menggunakan sendok atau sedotan
4. Berikan makanan sedikit demi sedikit sambil berkomunikasi dengan pasien,
perhatikan apakah makanan telah ditelan oleh pasien sebelum menyuapkan
makanan berikutnya
5. Setelah makan selesai, berikan minum pada pasien
6. Bersihkan daerah mulut dan sekitarnya, selanjutnya rapihkan kembali
7. Bereskan alat-alat, bersihkan, dan kembalikan ke tempat semula

C. Pemberian dot khusus, yang berbentuk lebih panjang dan berlubang lebih lebar
daripada dot biasa. Dot khusus ini bertujuan agar dot yang panjang tersebut dapat
menutupi celah/lubang di langit-langit sehingga susu dapat langsung masuk ke
kerongkongan. Sementara lubang dot yang lebar bertujuan agar daya hisap bayi
meningkat.

10
Dot khusus untuk labiopalato skizis
Sumber:google.com

Ada pula tindakan pembedahan yang dapat dilakukan


1. Pada celah bibir/bibir sumbing: pembedahan untuk perbaikan dapat dilakukan
pada saat bayi berusia 2-3 hari atau sampai usia beberapa minggu dengan
prosthesa intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maksilaris,
merangsang pertumbuhan tulang,dan membantu dalam perkembangan bicara dan
minum/makan.
2. Pada celah langit langit: pembedahan dapat dilakukan pada saat bayi berusia 6
bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan dan untuk membantu
perkembangan bicara.

I. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dapat menyertai terkait adanya celah bibir dan celah langit-
langit, diantaranya adalah:
1. Gangguan pengunyahan dan penelanan
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan rahang
3. Gangguan bicara dan pendengaran
4. Aspirasi
5. Distres pernapasan
6. Resiko infeksi saluran napas

11
J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA LABIOPALATOSKIZIS
1. PENGKAJIAN
1.1. Lakukan pengkajian fisik
1.2. Inspeksi palatum, secara visual dan dengan menempatkan jari secara langsung
di atas palatum
1.3. Observasi perilaku makan
1.4. Observasi interaksi bayi-keluarga

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam
meneteki ASI berhubungan dengan ketidakmampuan menelan /kesukaran
dalam makan sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
2.2. Resiko aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi
sekunder dari palato skisis.
2.3. Resiko infeksi berhubungan dengan kecacatan (sebelum operasi) dan atau
insisi pembedahan
2.4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian
makan,dan perawatan dirumah.
2.5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2.6. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi edema
setelah pembedahan, sekresi yang meningkat.
2.7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.
2.8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan tampak kecacatan pada anak.

3. INTERVENSI

Perawatan PRA OPERASI


1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d defek fisik
Sasaran : Hasil yang diharapkan : Intervensi :
Bayi mengkonsumsi nutrisi  Bayi mengkonsumsi  Beri diet sesuai usia
yang adekuat jumlah nutrisi yang bantu ibu menyusui, bila
adekuat (uraikan ini adalah keinginan ibu,
jumlahnya) karena bayi baru lahir
dengan defek ini masih
dapat menyusu.
 Bayi menunjukan  Posisikan dan stabilkan

12
penambahan berat badan puting dengan baik
yang tepat dalam rongga mulut
sehingga kerja lidah
mempermudah
pemerasan susu.
 Stimulasi reflek ejeksi
ASI secara manual atau
dengan pompa payudara
sebelum menyusui
karena pengisapan
diperlukan untuk
menstimulasi susu yang
awalnya tidak ada.
 Modifikasi teknik
pemberian ASI untuk
menyesuaikan dengan
defek. Gendong bayi
dalam posisi tegak
(duduk) jika kemampuan
bayi untuk mengisap
kurang.
 Gunakan alat makan
khusus yang
mengkompensasi
kesulitan makan bayi.
 Cobalah untuk menyusui
bayi dengan puting
untuk memenuhi
kebutuhan bayi
mengisap dan
meningkatkan
perkembangan otot
bicara.
 Posisikan puting
diantara lidah bayi dan
palatum untuk
memudahkan kompresi
puting.
 Apabila mengenakan
alat tanpa puting (seperti
dot breck, spuit aseptol),
letakan formula di
belakang lidah dan atur
aliran penelanan bayi.
 Sendawakan dengan
sering karena bayi
cenderung untuk

13
menelan banyak udara.
 Dorong ibu untuk mulai
menyusui bayi segera
mungkin agar mengenal
teknik menyusui bayi
sebelum pulang.
 Pantau BB untuk
mengkaji keadekuatan
masukan.
2. Resiko tinggi perubahan menjadi orangtua b.d bayi dengan defek fisik yang sangat
terlihat
Sasaran : Hasil yang diharapkan : Intervensi:
Keluarga menunjukan  Keluarga mendiskusikan  Berikan kesempatan untuk
penerimaan terhadap bayi perasaan dan mengekspresikan
kekhawatiran mengenai perasaannya untuk
defek pada bayi, mendorong koping
perbaikannya dan prospek keluarga.
masa depan.  Tunjukan penerimaan
 Keluarga menunjukan terhadap bayi dan
sikap penerimaan keluarga karena orangtua
terhadap bayi. sensitif terhadap sikap
 Keluarga menerima sensitif orang lain.
informed consent.  Tunjukan dengan perilaku
 Keluarga menandatangani bahwa anak adalah
dokumen yang tepat. manusia yang berharga
untuk mendorong
penerimaan terhadap bayi.
 Gambarkan hasil
perbaikan bedah terhadap
defek.
 Gunakan foto hasil yang
memuaskan untuk
mendorong adanya
penghargaan.
 Atur pertemuan dengan
orangtua lain yang
mempunyai pengalaman
serupa dan dapat
menghadapinya dengan
baik.
Perawatan PASCA OPERASI
3. Resiko tinggi trauma insisi pembedahan berhubungan dengan prosedur
pembedahan, disfungsi menelan.
Sasaran : Hasil yang diharapkan Intervensi :
Anak dan keluarga tidak  Sisi operasi tetap tidak  Berikan posisi terlentang
mengalami trauma sisi rusak atau miring atau duduk
operasi, dan tidak  Anak mengatasi sekresi utuk mencegah trauma

14
menunjukkan bukti-bukti dan formula tanpa aspirasi pada sisi operasi
aspirasi  Pertahankan alat
pelindung bibiruntuk
melindungi garis jahitan
 Restrain siku untuk
mencegah akses ke sisi
operasi
 Gunakan jaket restrain
pada bayi yang lebih
besar, untuk mencegah
agar tidak berguling dan
menggaruk di wajah
 Hindari menempatkan
objek di dalam mulut
setelah perbaikan PS (
kateter penghisap, spatel
lidah, sedotan, dot,
sendok kecil) untuk
mencegah trauma pada
sisi operasi
 Jaga agar anak tidak
menangis dengan keras
dan terus-menerus,
karena dapat
menyebabkan tegangan
pada jahitan
 Bersihkan garis jahitan
dengan perlahan setelah
memberi makan, jika
perlu setelah instruksi
dokter karena inflamasi
atau infeksi akan
mempengaruhi
penyembuhan dan efek
kosmetik dari perbaikan
pembedahan
 Ajari tentang
pembersihan dan
prosedur restrain,
khususnya bila anak akan
dipulangkan sebelum
jahitan dilepas untuk
meminimalkan
komplikasi setelah pulang
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan makan setelah
prosedur pembedahan
Sasaran : Hasil yang diharapkan : Intervensi :

15
Anak mengkonsumsi  Anak mengkonsumsi  Pantau cairan intravena (
nutrisi yang adekuat jumlah nutrisi yang bila diresepkan)
adekuat  Beri diet sesuai usia dan
 Keluarga ketentuan selama periode
mendemontrasikan pasca operasi
kemampuan menjalankan  Libatkan keluarga dalam
perawatan pasca operasi menentukan metode
 Anak menunjukkan pemberian makan yang
penambahan BB yang terbaik karena keluarga
adekuat memegang tanggung
jawab pemberian makan
dirumah
 Ubah teknik pemberian
makan untuk
menyesuaikan diri
terhadap efek dan
perbaikan pembedahan
 Beri makan dalam posisi
duduk untuk
meminimalkan aspirasi
 Gunakan alat-alat khusus
yang mengkompensasi
kesulitan pemberian
makan tanpa
menyebabkan trauma
pada sisi operasi
 Sendawakan dengan
sering karen
kecendrungan pada
bayi/anak untuk menelan
banyak udara
 Bantu dalam menyusui,
bila metode ini dipilih
 Ajarkan tekhnik
pemberian makan dan
penghisapan pada
keluarga untuk menjamin
perawatan dirumah yang
optimal
5. Nyeri b.d prosedur pembedahan
Sasaran : Hasil yang di harapkan : Intervensi :
Anak mengalami tingkat Anak tampak nyaman dan  Kaji perilaku dan TTV
kenyamanan yang istirahat dengan tenang untuk adanya bukti nyeri
optimal  Berikan analgesik dan/
sedatif sesuai instruksi
 Lepaskan restrain secara
periodik sambil diawasi

16
untuk latihan lengan,
memberikan pelepasan
dari pembatasan dan
observasi kulit untuk
adanya tanda-tanda iritasi
 Beri stimulsi belaian dan
taktil
 Libatkan orang tua dalam
perawatan anak untuk
memberikan rasa aman
dan nyaman
 Terapkan intervensi
perkembangan yang
sesuai dengan tingkat dan
toleransi anak
6. Perubahan proses keluarga b.d anak dengan defek hospitalisasi
Sasaran : Hasil yang diharapkan : Intervensi :
Anak dan keluarga Tidak spesifik  Lihat kembali rencana
mendapat dukungan yang askep keluarga dari anak
adekuat sakit atau di hospitalisasi
 Rujuk keluarga pada
lembaga-lembaga dan
kelompok pendukung
 Lihat kembali rencana
askep anak dengan
penyakit kronis dan
menahun

17
A. PENGERTIAN ATRESIA ESOFAGUS
Atresia esofagus adalah malformasi yang disebabkan oleh
kegagalan esofagus untuk berkembang terus-menerus, esofagus
kemungkinan bisa tidak tersambung dengan trakea. (Sodikin,
2011)

Atresia esofagus adalah sekelompok kelainan konginetal yang


mencakup gangguan kontinuitas esofagus disertai atau tanpa
adanya hubungan trakea.(Hockenberry. 2004)

Esofagus dengan atresia


Sumber:www.google.com

Atresia esofagus adalah malformasi langka yang menggambarkan kegagalan


perkembangan esofagus sebagai sebuah pipa yang kontinu. Defek ini dapat terjadi
sebagai sebuah entitas yang terpisah. (Wong. 2009)
Jadi, atresia esofagus adalah malformasi atau kelainan kongenital pada esofagus
sebagai pipa yang kontinu.

B. ETIOLOGI
Etiologi atresia esofagus merupakan multifaktorial dan masih belum diketahui dengan
jelas. Atresia esofagus merupakan kelainan bawaan pada saluran pencernaan. Selain
itu, terdapat anomali kongenital lainnya, seperti VACTERL Syndrome (Verterbra
Anomalies, Anal atresia, Cardiac Defects, Tracheoesophagus fistula and/Esophageal
atresia, Renal &Radial anomalies and Limb defect).

C. PATOFISIOLOGI
Motilitas dari esofagus selalu dipengaruhi oleh atresia esofagus. Gangguan peristaltik
esofagus biasanya paling sering dialami pada bagian esofagus distal. Janin dengan
atresia tidak dapat dengan efektif menelan cairan amnion. Sedangkan pada atresia
esofagus dengan fistula trakeaesofageal distal, cairan amnion masuk melalui trakea ke
dalam usus. Polyhidraamnion bisa terjadi akibat perubahan dari sirkulasi pada janin.

Neonates dengan atresia tidak dapat menelan dan akan mengeluarkan banyak sekali
air liur atau saliva. Aspirasi dari slaiva atau air susu dapat menyebabkan aspirasi

18
pneumonia. Pada atresia dengan distal TEF, sekresi dengan gaster dapat masuk ke
paru-paru dan sebaliknya, udara dapat juga bebas masuk ke dalam saluran pencernaan
saat bayi menangis ataupun saat mendapat ventilasi bantuan. Keadaan-keadaan ioni
bisas menyebabkan perforasi akut gaster yang fatal. Diketahui bahwa bagian esofagus
distal tidak menghasilkan peristaltik dan ini bisa menyebabkan disfagia setelah
perbaikan esofagus dan dan menimbulkan refluks gastroesofageal.

Trakea juga dipengaruhi akibat terbentuknya atresia esofagus. Trakea abnormal,


terdiri dari berkurangnya tulang rawan trakea dan bertambahnya ukuran otot
transversal pada posterior trakea. Dinding trakea lemah sehingga mengganggu
kemampuan bayi untuk batuk yang akan mengarah pada munculnya pneumonia yang
bisa berulang-ulang. Trakea juga dapat kolaps jika diberikan makanan ataupun air
susu dan ini akan menyebabkan pernapasan yang tidak efektif, hipoksia atau bahkan
bisa menjadi apneu.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis biasanya timbul setelah bayi berumur 2-3 minggu, yaitu berupa
muntah yang proyektil beberapa saat setelah minum susu ( yang dimuntahkan hanya
susu ), bayi tampak selalu haus dan berat badan sukar naik.
a. Biasanya disertai dengan hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi lahir premature, sebaiknya dari anamnesis didapatkan
keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidroamnion hendaknya dilakukan
kateterisasi esophagus. Bila kateter berhenti pada jarak < 10 cm, maka diduga artesia
esophagus.
b. Bila pada BBL timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar,
dicurigai terdapat atresia esophagus.
c. Segera setelah diberi minum,bayi akan batuk dan sianosis karena aspirasi cairan
kedalam jalan napas.
d. Pada fistula trakeaesofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh
karena itu bayi sering sianosis.

19
Gejalanya bisa berupa :
1. Mengeluarkan ludah yang sangat banyak.
2. Terbatuk atau tersedak setelah berusaha untuk menelan.
3. Tidak mau menyusu.
4. Sianosis (kulitnya kebiruan).

E. KLASIFIKASI
Klasifikasi :
a. Akalasia

Kondisi Akalasia
Sumber:www.google.com

Akalasia merupakan kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak


membuka secara baik, sehingga keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut
pula spasmus cardio-oesophagus. Sebabnya : karena terdapat cartilage trachea
yang tumbuh ektopik dalam esophagus bagian bawah, berbentuk tulang rawan
yang ditemukan secara mikroskopik dalam lapisan otot.

b. Classification System Gross


Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal adalah tipe yang
paling sering terjadi. Varisi anatomi dari atresia esophagus menggunakan system
klasiifikasi gross of bostom yang sudah popular digunakan.

20
System ini berisi antara lain:
1. Tipe A : Atresia esophagus tanpa fistula ; atresia esophagus murni (10%).

Atresia tanpa fistula


Sumber:www.google.com

2. Tipe B : Atresia esophagus dengan TEF proximal (<1%)

Atresia dengan fistula di bagian proksimal


Sumber:www.google.com

3. Tipe C : Atresia esophagus dengan TEF distal (85%)

Atresia dengan fistula di bagian distal


Sumber:www.google.com

21
4. Tipe D : Atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal (<1%)

Atresia dengan fistula di bagian distal dan


proksimal (double)
Sumber:www.google.com

5. Tipe E : TEF tanpa atresia esophagus ; fistula tipe H (4%)

Fistula tanpa atresia


Sumber:www.google.com

F. KOMPLIKASI
Komplikasi dini, mencakup
a. Kebocoran anastomosis.
Terjadi 15-20% dari kasus. Penanganan dengan cara dilakukan thoracostomy
sambil suction terus menerus dan menunggu penyembuhan dan penutupan
anastomisis secara spontan, atau dengan melakukan tindakan bedah darurat untuk
menutup kebocoran.

22
b. Striktur anastomisis
Terjadi pada 30-40% kasus. Penanganannya ialah dengan melebarkan striktur
yang ada secara endoskopi.
c. Fistula rekuren
Terjadi pada 5-14% kasus.
Komplikasi lanjut, mencakup :
1) Reflux gastroesofageal
Terjadi 40% kasus. Penanganannya mencakup medikamentosa dan
fundoplication, yaitu tindakan bedah dimana bagian atas lambung dibungkus ke
sekitar bagian bawah esophagus.
2) Trakeomalasia
Kelemahan trakea yang disebabkan karena kurang dan atau atrofi serat elastis
longitudinal pars membranasea, atau gangguan integritas kartilago sehingga jalan
napas menjadi lebih lemah dan mudah kolaps.(Sari Pediatri 2007; 9(4):233-8)
Terjadi pada 10% kasus. Penanganannya ialah dengan melakukan manipulasi
terhadap aorta untuk memberika ruangan bagi trakea agar dapat mengembang.
3) Dismotility Esofagus
Terjadi akibat kontraksi esophagus yang terganggu sehingga otot esofagus melemah.
Pasien disarankan untuk makan diselingin dengan minum.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan berdasarkan tujuannya yaitu:
1. Diberikan makanan cair via oral. Contohnya ibu tetap memberikan ASI secara
semestinya. Ini bertujuan untuk memenuhi tahap tumbuh kembang anak, dimana
makan atau minum secara oral adalah salh satu tahap tumbuh kembang yang harus
dipenuhi

23
2. Pemasangan gastrostomy
.

Cara beri makan (kiri). Saluran gastrostomy dari luar (tengah). Penempatan
gastrostomy pada lambung (kanan)

Sumber:www.google.com

Gastrostomy merupakan saluran yang langsung dipasangkan di lambung, dan


dihubungkan langsung dengan kantung, atau pipa makanan. Tindakan ini
bertujuan memenuhi kebutuhan nutrisi bayi karena apabila makan secara oral,
bayi akan mengeluarkan reflek muntah.

H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ATRESIA ESOFAGUS


1. PENGKAJIAN
1.1. Kaji tampilan fisik bayi baru lahir
1.2. Kaji riwayat sebelum kehamilan, khususnya polihidramnios
1.3. Observasi manifestasi dari atresia esofagus dan fistula trakeoesofageal :
1.3.1. Produksi air liur berlebihan
1.3.2. Batuk
1.3.3. Sianosis
1.3.4. Tersedak
1.3.5. Apnea
1.3.6. Peningkatan distres pernapasan
1.3.7. Distensi abdomen
1.3.8. Kaji dengan tes diagnostik (radiografi perut dan dada, kateterisasi
esofagus
1.3.9. Monitoring tanda-tanda vital

24
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan pembukaan abnormal
antara esofagus dan trakea atau adanya obstruksi untuk menelan
Tujuan : mempertahankan kepatenan jalan napas
Dengan kriteria :
a. Jalan napas dapat dipertahankan
b. Tidak terjadi aspirasi sekret
c. Pola napas dan saturasi oksigen dapat kembali ke batas normal

INTERVENSI RASIONAL

Lakukan suction jika diperlukan menghilangkan akumulasi sekret dari orofaring

Posisikan klien supine dengan elevasi kepala menurunkan tekanan rongga paru dan
30 derajat meminimalkan refluks sekresi gastrik

Berikan oksigen dan monitoring saturasi Meminimalkan distres pernapasan


oksigen
Hindari penggunaan tekanan oksigen yang Agar tidak menambah tekanan pada rongga paru
positif (kantung resusitasi)
Tidak memasukan apapun lewat mulut Mencegah aspirasi
Lepas gastrostomy tube agar udara dapat keluar untuk meminimalkan
resiko regurgitasi lambung termasuk trakea

2. Kesulitan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanik


Tujuan : Nutrisi adekuat
Dengan kriteria : Nutrisi terpenuhi dan berat badan meningkat

INTERVENSI RASIONAL
Kelola pemberian makan via gastrostomy Menyediakan nutrisi hingga makan secara oral
sesuai dengan yang dianjurkan memungkinkan
Observasi peningkatan kemampuan bayi Untuk meyakinkan kalau bayi sudah bisa

25
untuk makan via oral yang sesuai dengan makan via oral
kondisi bayi
Monitoring intake, output dan berat badan Untuk mengkaji adekuatnya nutrisi
Ajarkan keluarga mengenani cara memberi Sebagai persiapan saat akan pulang,
makan yang sesuai mengefektifkan perawatan

3. Resiko tinggai cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan


Tujuan : klien tidak mengalami cedera pada lokasi pembedahan
Dengan kriteria : bayi tidak menunjukkan tanda-tanda cedera

INTERVENSI RASIONAL

Lakukan suction hanya dengan kateter yang Mencegah adanya trauma pada mukosa
jaraknya tidak mencapai ke lokasi
pembedahan

4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


esophagostomy
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Dengan kriteria : bayi tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan integritas
kulit

INTERVENSI RASIONAL

Bersihkan drainase secara berkala Mencegah terjadinya iritasi kulit akibat


banyaknya drainase
Aplikasikan lapisan salep pelindung, dressing Melindungi kulit
Konsultasi dengan perawat enterostomal Mengkomunikasikan tindakan
pencegahan
Kaji integritas kulit disekitar esophagostomy

26
5. Kecemasan berhubungan dengan kesulitan menelan dan ketidaknyamanan
karena pembedahan
Tujuan : klien merasakan keamanan tanpa ketidaknyamanan
Dengan kriteria :
1. Bayi bisa beristirahat dengan tenang
2. Mulut terjaga tetap bersih dan lembab
3. Tidak ada rasa nyeri atau paling tidak rasa nyeri minimal

INTERVENSI RASIONAL

Berikan stimulasi taktil, seperti pelukan atau Sebagai usaha pengembangan yang
hiburan optimal dan meningkatkan kenyamanan
Lakukan mouth care Menjaga mulut tetap bersih dan mukosa
mulut tetap lembab
Ajak orang tua/keluarga untuk ikut serta dalam Bayi dapat merasakan lebih aman dan
tindakan perawatan bayi nyaman

6. Terganggunya proses keluarga berhubungan dengan anak dengan


gangguan kondisi fisik
Tujuan : dapat mempersiapkan perawatan anak dirumah
Dengan kriteria : Keluarga dapat melakukan perawatan untuk bayi, mengerti
tanda-tanda komplikasi penyakit dan tingkah laku yang tidak
wajar

INTERVENSI RASIONAL

Ajarkan perawatan dirumah kepada Agar home care dapat dilakukan maksimal
keluarga dan observasi kebutuhan untuk
melakukan home care
Lakukan positioning Tindakan pencegahan terjadinya aspirasi
Kaji tanda-tanda adanya distres pernapasan Untuk mencegah adanya penundaan pada
treatment
Kaji tanda-tanda komplikasi, seperti susah Agar dapat dilakukan pencegahan sedini
makan, disfagia, batuk terus-menerus mungkin

27
Lakukan perawatan gastrostomy dan Memastikan keefektifan perawatan
esofagostomy saat bayi telah melewati
pembedahan, termasuk juga suctioning,
pemberian nutrisi, perawatan lokasi
pembedahan, penggantian dressing

28
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Labiopalato skizis adalah kelainan bentuk struktur wajah karena ada celah pada
langit-langit mulut atau palatum.Sedangkan atresia esofagus adalah malformasi
atau kelainan kongenital pada esofagus sebagai pipa yang kontinu.kedua penyakit
ini sama-sama penyakit kongenital atau anak yang menyebabkan nutrisi untuk
anak tidak tercukupi

B. SARAN
Perlu ditemukan penatalaksanaan lain agar nutrisi tetap terpenuhi, dan bagaimana
caranya agar bayi yang mendapat penyakit ini jumlahnya sangat minimal sehingga
pertumbuhan dan perkembangan anak akan terjadi secara baik

29
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Irene M. 2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Hockenberry, Marilyn J. 2004. Wong’s Clinical Manual of pediatric Nursing.

Price, Silvia A. 1997. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier. Jakarta: Salemba medika

Suryadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta:EGC

Wong. 2003. Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC

30

Vous aimerez peut-être aussi