Vous êtes sur la page 1sur 16

Nama : Rizki Surya Wiguna

NIM : FAA 116 037

1. Interprestasi data tambahan


Jawab :
A. Anamnesis
 Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Hipertensi (-)
2. DM (-)
3. Asma Bronchial (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga :
a) Keluarga tidak ada mengalami keluhan yang sama
b) DM (-)
c) Hipertensi (-)
d) Asma Bronchial (-)
B. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis
- TTV :
 Tekanan darah : 110/80 mmHg (Normalnya <140 mmHg untuk sistole)
 Nadi : 75 x/menit (Normalnya adalah 60-100 x/menit)
 Pernafasan : 18 x/menit (Normalnya adalah 16-20 x/menit)
 Suhu : 36,9oC (Normalnya adalah 36,5-37,5 oC)
- Antropometri :
 Berat badan : 55 Kg
 Tinggi badan : 169 cm
- Konjungtiva : Anemis (+),
- Sklera : Ikterik (-)
- Leher : Pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-)
- Jantung : S1 dan S2 tunggal, murmur (-)
- Paru : Vesikuler,DBN
- Abdomen :
 Inspeksi : Datar, lemas
 Auskultasi : Bising usus meningkat ( disebabkan oleh infeksi hookworn )
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan epigastrium, hepar tidak teraba, lien teraba, ginjal
tidak teraba.
 Perkusi : Timpani, asites (-).
- Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
- Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
i. Hematologi
- Hb : 4,5 g/dL (Normal : 13-16 g/dL)
- Ht : 14,5 % (Normal : 45-55 %)
- Eritrosit : 2,1 x 106 /mm3 (Normal : 4,5-5,5 x 106 /mikroliter)
- Leukosit : 6500 /mm3 (Normal : 5000-10000 /mm3)
- Trombosit : 395.000 /mm3 (Normal : 150000-400000 /mm3)
- MCV : 68 fl (Normal : 80-96 fl)
- MCH : 21 pg (Normal : 26.7-31.9 fl)
- MCHC : 31 g/dL (Normal : 32,3-35,9 g/dL)
- Hitung jenis leukosit :
 Basofil : 1 % (Normal : 0-2 %)
 Eusinofil : 6 % (Normal : 0-6 %)
 Neutrofil batang : 2 % (Normal : 0-5 % )
 Neutrofil segmen : 60 % (Normal : 40-70 %)
 Limfosit : 27 % (Normal : 20-50 %)
 Monosit : 4 % (Normal : 4-8 %)
- Serum iron : 6 ug/dL (Normal : 41-141 ng/dL)
- Total Iron Binding Capacity (TIBC) : 405 ng/dL (Normal : 259-388 ng/dL)
- Feritin : 3 ng/mL (Normal : 10-150 ng/mL pada wanita)
- Retikulosit : 1,1% (Normal : 0,8-2 % pada wanita)

ii. Urinalisis
- Urin berwarna kuning, jernih
- pH : 6,5 (Normal : 5-9)
- Berat jenis : 1015 (Normal : 1001-1035)
- Protein (-)
- Glukosa (-)
- Keton (-)
- Bilirubin (-)
- Urobilinogen : 0.2 EU
- Darah samar (-)
- Silinder (-)
- Bakteri (-)

iii. Pemeriksaan feses


- Coklat, lembek, darah (-), lendir (-), pus (-)
- Eritrosit : 3-5/lpb
- Leukosit : 1-2/lpb
- Epitel (+)
- Parasit : telur hookworm (+) (merupakan salah satu agen penyebab anemia
hipokrom mikrositer)
- Darah samar feses (-)

Kesimpulan : Pada pemeriksaan, urinalisis dan pemeriksaan feses ditemukan beberapa


penurunan yang setelah di identifikasi mengarah ke anemia defisiensi
besi et causa infeksi hookworm di perkuat dengan hasil Hb ,Ht ,
MCV , MCH ,MCHC  dan di temukannya telur hookworm pada
pemeriksaaan feses

2. Jelaskan Parasitologi hookworm !


Jawab :

A. Sejarah
Kedua parasit ini diberi nama “cacing tambang” karena pada zaman dahulu
cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan yang belum mempunyai
fasilitas sanitasi yang memadai. Terdapat 2 spesies cacing tambang yang bersifat
parasit pada manusia yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
B. Hospes dan Nama Penyakit
Hospes parasit ini adalah manusia; cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan
ankilostomiasis.
C. Distribusi Geografis
Tersebar luas (cosmopolitan) terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis
termasuk di Indonesia. Prevalensi di Indonesia tinggi terutama di daerah perdesaan
sekitar 40%.
D. Cara Infeksi
 Larva filariform Necator americanus menginfeksi dengan menembus kulit di
bawah kuku, sela jari, kulit perianal dan perineum.
 Larva filariform Ancylostoma duodenale secara per oral tertelan bersama
makanan yang terkontaminasi tanah.
E. Siklus Hidup

F. Gejala Klinis
Larva di sekitar tempat menembus kulit menyebabkan iritasi local disebut
ground itch yang merupakan reaksi alergi, paling sering terjadi di kaki. Gejala akibat
larva di jaringan paru mirip pharingitis.
Keberadaan cacing dewasa di usus halus menyebabkan keluhan tidak enak
pada perut, nyeri epigastrium, mual, muntah dan diare. Gejala anemia terjadi secara
perlahan sesuai infeksi yang menahun terjadi anemia kekurangan zat besi atau anemia
hipokromik mikrositik.
G. Diagnosis
Menemukan telur cacing pada pemeriksaan feses.
H. Terapi
 Mebendazole
 Albendazole
 Pyrantel pamoat
 Anti anemia
I. Pencegahan
 Perbaikan hygiene sanitasi perorangan dan lingkungan.
 Pengobatan penderita atau sumber infeksi.

J. Morfologi
a. Morfologi Telur
 Telur kedua spesies tidak dapat dibedakan
 Berdinding tipis, jernih, tampak transparan
 Ukuran 60x40 μ

b. Morfologi Larva Hookworm


I. Larva rhabditiform
 Berbentuk agak gemuk dan pendek.
 Ukuran 300x20 μ.
 Mulut sempit dan panjang, esophagus pendek seperti tabung, panjang.
esophagus = ¼ panjang tubuh.
 Tidak mempunyai selubung (sheath).
 Merupakan stadium feeding.
II. Larva filariform
 Berbentuk langsing, panjang dan berekor runcing.
 Ukuran 600x25 μ.
 Panjang esophagus = 1/3 panjang tubuh.
 Mempunyai selubung (sheath).
 Merupakan stadium non feeding dan stadium infektif bagi manusia.
c. Morfologi Cacing Dewasa Hookworm
• Habitat lumen usus halus
I. Ancylostoma duodenale
• Bentuk tubuh menyerupai huruf C.
• Jantan : panjang 8-11 mm, diameter 0,4-0,5 mm.
• Betina 10-13 mm, diameter 0,6 mm.
• Pada rongga mulut terdapat dua pasang gigi ventral.
• Cabang bursal rays pada bursa copulatrix bercelah tidak dalam.
II. Necator americanus
• Bentuk tubuh menyerupai huruf S.
• Jantan : panjang 7-9 mm, diameter 0,3 mm.
• Betina : panjang 9-11 mm, diameter 10 mm.
• Pada rongga mulut terdapat cutting plates berbentuk semilunar gigi
ventral.
• Cabang bursal rays pada bursa copulatrix bercelah dalam.

3. Tabel diagnosis banding !


Jawab :
Anemia defisiensi Talasemia Ankilostomiasis
besi dan Necatoriasis
Definisi Anemia yang Thalasemia adalah Merupakan infeksi
terjadi akibat suatu penyakit kronis yang paling
berkurangnya keturunan yang sering pada
penyediaan besi diakibatkan oleh manusia yang
untuk eritropoiesis kegagalan disebabkan oleh
karena cadangan pembentukan salah hookworm (cacing
besi kosong. Hal satu dari empat rantai tambang)
tersebut asam amino yang
mengakibatkan membentuk
berkurangnya hemoglobin, sehingga
pembentukan besi. hemoglobin tidak
terbentuk sempurna.
Etiologi Pendarahan berasal Thalassemia terjadi Disebabkan oleh
dari : Saluran akibat adanya cacing
cerna, Saluran perubahan pada gen Ancylostoma
genitalia globin pada kromosom duodenale dan
perempuan, manusia. Gen globin Necator americanus
Saluran kemih, adalah bagian dari
Saluran nafas sekelompok gen yang
• Faktor nutrisi terletak pada
• Kebutuhan besi kromosom 11.
meningkat
• Gangguan
absorpsi besi

Tanda dan Badan lemah, lesu,  Anemia ringan  Batuk terus


gejala cepat lelah, mata khususnya anemia menerus
berkunang-kunang, hemolitik.  Dyspneu
serta telinga  Pucat  Hemoptysis
mendenging.  Hepatomegali  Terjadi
 Splenomegali pneumonia
 Kulit kehitaman
 Ikterus
Pemeriksaan  Pucat membran - Muka mongoloid  Anorexia
fisik mukosa (temuan (facies Cooley)  Demam
nonspesifik) - Ikterus  Diare
 Koilonychia - Gangguan  BB turun
 Atrofi papil lidah pertumbuhan  Tanda-tanda
 Stomatitis - Splenomegali anemia
angularis - Hepatomegali  Mengalami
(cheilosis) Anemia hipokrom
 Disfagia. mikrositer

Pemeriksaan Ditemukan : Ditemukan : Ditemukan :


penunjang  Hemoglobin  MCV < 80 fl  Ditemukan
menurun  MCH < 27 pg telur/cacing
 Kadar besi  Retikulosit dewasa pada
menurun meningkat feses.
 TIBC meningkat  Kadar bilirubin
 Kadar serum unkonjugasi
feritinin < 20 meningkat sampai 2-
4 mg%
 Pada sumsum tulang
didapatkan
eritropoesis yang
aktif

4. Klasifikasi Anemia
Jawab :
 Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
 Anemia defisiensi besi
Anemia yang terjadi akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoiesis karena cadangan besi kosong. Hal tersebut
mengakibatkan berkurangnya pembentukan besi.
 Anemia defisiensi asam folat
Merupakan anemia makrositik yang ditandai dengan adanya
peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh adanya
abnormalitas hematopoiesisakibat gangguan sintesis DNA
 Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
 Anemia akibat penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada pasien dengan infeksi, inflamasi
kronis, maupu keganasan. Anemia ini umumnya bersifat ringan atau
sedang, disertai dengan rasa lelah atau penurunan berat badan.
 Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
 Anemia anaplastik
Pansitopenia yang disertai dengan dengan hiposelularitas
sumsum tulang
 Anemia mieloptisik
 Anemia pada keganasan hematologi
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia akibat kekurangan eritropoietin; anemia pada gagal ginjal kronik.

B. Anemia akibat hemoragi


1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrapuskular
 Gangguan membran eritrosit (membrannopati)
 Gangguan ensim eritrosi (enzimopati); anemia akibat defisiensi G6PD
 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
1. Thalasemia
2. Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
 Anemia hemolitik autoimun
Suatu kelaianan akibat adanya antibodi terhadap sel-sel eritrosit
sehingga umur eritrosit memendek.
 Anemia mikroangiopati
 Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang
kompleks
E. Anemia berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit
atau hapusan darah tepi
1. Anemia hipokrom mikrositer (bila MCV <80 fl dan MCH < 27 pg)
2. Anemia normokromik normositer (bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34
pg)
3. Anemia makrositer (bila MCV > 95 fl)

 Klasifikasi Anemia Berdasarkan morfologi dan etiologi


I. Anemia hipokrom mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
i. Anemia defisiensi asam folat
ii. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia perntstosa
b. Bentuk non-megaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroidisme
iii. Anemia pada sindrom mielodisplastik
5. Jelaskan tentang anemia defisiensi besi !
Jawab :
A. Definisi
Anemia yang terjadi akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoiesis karena cadangan besi kosong. Hal tersebut mengakibatkan
berkurangnya pembentukan besi.

B. Epidemiologi
Merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai, terutama di
negara berkembang berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat.
Di Indonesia, anemia defisiensi besi terjadi pada 16-50% laki-laki dan 25-48%
perempuan: 46-92% ibu hamil dan 55,5% balita.

C. Klasifikasi
defisiensi besi merupakan tahapan akhir dari penurunan cadangan besi yang telah
menimbulkan gejala klinis. Berikut adalah tahapannya:
 Deplesi besi (iron depleted state). Cadangan besi menurun, penyediaan
besi untuk eritropoiesis belum terganggu.
 Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis. Cadangan besi
kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu, belum muncul
anemia secara laboratoris;
 Anemia defisiensi besi. Cadangan besi kosong, sudah muncul anemia
defisiensi besi.

D. Etiologi
2. Kebutuhan zat besi meningkat: anak dan masa pertumbuhan, kehamilan, dan
laktasi;
3. Kehilangan zat besi karena perdarahan;
a. Traktus gastrointestinal: pemakaian OAINS, tukak peptik, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, infeksi cacing tambang (sering di Indonesia).
b. Traktus urinaria: hematuria
c. Organ genitalia perempuan: menoragia, metroragia;
d. Saluran nafas; hemoptoe
4. Faktor nutrisi: akibat kurangnyajumlah besi total dalam makanan, atau kualitas
besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rerdah
vitamin C, dan rendah daging).
5. Gangguan absorbsi besi: gastrektomi. tropical sprue atau kolitis kronik.

E. Patogenesis
F. Tanda dan Gejala
1. Gejala umum
Disebut sindrom anemia (anemic sindrome) apabila :
 Kadar Hb turun dibawah 7-8 g/dL.
 Badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
berdenging.
 Bila Hb turun terdapat pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di
bawah kuku.
2. Gejala khas defisiensi besi
 Koilonychia: kuku sendok (spoon nail),kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

 Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
 Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
 Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
 Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
 Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah
liat, es, lem, dan lain-lain.
3. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia
akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan
kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena
perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan
buang besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.

G. Diagnosis
Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria WHO
atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi,
sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang
terjadi.
Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemiia defisiensi besi
(tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi
besi modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut :
Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl
dan MCHC < 31 % dengan salah satu dari a, b, c atau d :
a) Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl,
Saturasi transferin < 15% atau
b) Serum feritinin < 20 g/dl atau
c) Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain)
menunjukan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau
d) Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi
lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin
lebih dari 2 g/dl.

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab


defisiensi besi. Tahap ini merupakan proses yang rumit yang memerlukan
berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk
mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat
menemukan sumber pendarahan yang membahayakan. Meskipun dengan
pemeriksaan yang baik, sekitar 20 % kasus anemia defisiensi besi tidak
diketahui penyebabnya.

Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia


defisiensi besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat
(TPG > 2000). Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang
dijumpai pada 3,3 % pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dari 123 kasus
anemia defisiensi besi yang dijumpai. Jika tidak ditemukan pendarahan yang
nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood test) pada feses, dan jika
terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah.

Kriteria Anemia Menurut WHO

Kelompok Keriteria Anemis (Hb)


Laki-laki < 13 g/dL
Perempuan dewasa tidak hamil < 12 g/dl
Perempuan hamil < 11 g/dL

 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan ditemukan :
 Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: Hb , MCV , MCH ,MCHC ;
 Apusan darah tepi. Dapat ditemukan gambaran anemia mikrositik
hipokrom, anisositosis, polikilositosis, sel cincin, sel pensil;
 Besi (Fe) serum menurun hingga <50 g/dL. Besi termasuk acute phase
reactant yang akan meningkat pada kondisi inflamasi (positif palsu)
 Total iron-binding capacity (TIBC) meningkat >350 µg/dL. TIBC
menggambarkan jumlah total besi yang dapat di bawa oleh protein
transferin;
 Saturasi transferin <155. Saturasi transferin menggambarkan persentase
dari transferin yang sedang berikatan dengan besi;
 Penurunan kadar feritin serum. Feriti merupakan indikator cadangan besi
yang baik, namun tidak dapat dijadikan patokan pada keadaan inflamasi.
Untuk daerah tropik di anjurkan menggunakan angka feritin <20 mg/L
sebagai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi.

H. Faktor Resiko
1. Diet rendah Fe.
2. Pertumbuhan yang cepat.
 Remaja/masa pertumbuhan.
 Kehamilan : karena turunnya volume darah, pertumbuhan fetal dan
plasental.
 Kehamilan berulang.
3. Kehilangan darah
Pada menstruasi, gangguan pencernaan, pembedahan, dan donor darah.
4. Kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai.
5. Rasial
Sering pada Afrika-Amerika dan Meksiko-Amerika.
6. Perdarahan setelah melahirkan.

I. Tatalaksana
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah:
1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan
cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi
kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali
2. Pemberian preparat besi :
Ferrous sulfate peroral 3x200 mg selama 3-6 bulan, ada pula yang
menganjurkan hingga 12 bulan, obat di berikan setelah perut kosong.
 Pada pasien yang tidak tahan dengan keluhan gastrointestinal
seperti mual, muntah, konstipasi, pemberian ferrous sulfate dapat
dilakukan saat makan atau dosis diturunkan menjadi 3x100 mg
 Dapat diberikan vitamin C 3x100 mg untuk meningkatkan
penyerapan zat besi.
3. Terapi besi parentral
iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), Besi parenteral dapat
diberikan secara subkutan atau intravena pelan. Terapi besi parental
bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi
sebesar 500-1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus
di bawah ini :

Kebutuhan besi (mg) : {(15-Hb sekarang) x BB x 2,4} + (500 atau 1000) mg)

4. Pengobatan lain
 Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein
terutama yang berasal dari protein hewani.
 Transfusi darah : anemia defisiensi jarang memerlukan transfusi darah.
Indikasi pemeberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi
adalah :
o Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
o Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala
pusing yang sangat menyolok.
o Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat
seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasl.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat
dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.
Pada pasien di pemicu diberikan :

J. Komplikasi
1. Gagal jantung kongestif
2. Parestesia
3. Konfusi kanker
4. Penyakit ginjal
5. Gondok
6. Gangguan pembentukan heme
7. Penyakit infeksi kuman
8. Talasemia
9. Kelainan jantung
10. Rematoid
11. Meningitis
12. Gangguan sistem imun

K. Pencegahan
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat
maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan
pencegahan tersebut dapat berupa :
 Pendidikan kesehatan:
o Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban,
perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga
dapat mencegah penyakit cacing tambang.
o Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang
membantu absorbsi besi.
 Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan
kronik paling yang sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian
infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal
Fpdengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
 Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen
penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia
diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan
folat.
 Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada
bahan makan. Di negara Barat dilakukan denganmencapur tepung untuk
roti atau bubuk susu dengan besi.

L. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi zat besi dalam kehamilan umumnya baik
bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa
perdarahan atau komplikasi lain. Anemia berat yang tidak diobati dalam
kehamilan muda dapat menyebabkan abortus dan dalam kehamilan tua dapat
menyebabkan partus lama, perdarahan dan infeksi.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo, Aru. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Halaman 1127-1136 . Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta .
1996.
2. Tanto, Liwang, Hanifati, Pradipta. Kapita Selekta Kedokteran. Hal. 653-656. Edisi IV.
MEDIA AESCULAPIUS FKUI. Jakarta .2014
3. Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitolagi Kedokteran. Jakarta .seyung seto

Vous aimerez peut-être aussi