Vous êtes sur la page 1sur 16

ASKEP AMBULASI DENGAN ALAT BANTU JALAN

1. PENGERTIAN
Ambulasi merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca
operasi dimulai dari bangun, dan duduk di sisi tempat tidur hingga pasien turun dari
tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan. Manfaat ambulasi adalah untuk
memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT).
Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan
peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi (Hinchliff,
1999; Craven dan Hirnle, 2009). Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien
pasca operasi karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama
sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan
(Kozier, 1989).
Menurut Kozier dan Erb (1987), factor yang mempengaruhi ambulasi adalah kondisi
kesehatan pasien, nutrisi, emosi, situasi dan kebiasaan serta gaya hidup dan
pengetahuan.

Ambulasi adalah latihan yang paling berat dimana pasien yang dirawat dirumah sakit
dapat berpartisipasi kecuali dikontraindikasikan oleh kondisi pasien.

Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca
operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan
mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002).

Ambulasi merupakan latihan yang dilakukan dengan hati-hati tanpa tergesa-gesa


untuk memperbaiki sirkulasi dan mencegah flebotrombosis (Hin Chiff, 1999)

Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien.
Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan
berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien
menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier (1995 dalam
Asmandi, 2008) ambulasi adalah aktivitas berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan
kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari duduk sampai
pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan
kondisi pasien.
2. TUJUAN AMBULASI
a. Untuk memenuhi kebutuan aktivitas
b. Memenuhi kebutuhan ambulasi
c. Mempertahankan kenyamanan
d. Mempertahankan toleransi terhadap aktivitas
e. Mempertahankan control diri pasien
f. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
3. MANFAAT AMBULASI
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah :
Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a. Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang
terlambat yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor
kulit.
b. Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban
kerja jantung, hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c. Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter
maksimal, penurunan ventilasi / perfusi setempat, mekanisme batuk yang
menurun.
d. Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e. Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi
saluran kemih, hiperkalsiuria
f. Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan
serat otot
g. Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf
pada bagian distal, nyeri yang hebat.
h. Depresi
i. Perubahan tingkah laku
j. Perubahan siklus tidur
k. Perubahan kemampuan pemecahan masalah

4. PERSIAPAN AMBULASI DINI


Persiapan Iatihan fisik yang diperlukan pasien hingga memiliki kemampuan
ambulasi, antara lain :

a. Latihan otot-otot Quadriceps Femoris dan otot-otot Gluteal :


 Kerutkan otot-otot quadriaps sambil berusaha menekan daerah popliteal,
seolah-olah ia menekan lututnya ke bawah sampai masuk ke lutut
sementara kakinya naik ke atas.
 Hitung sampai hitungan kelima.
 Ulangi latihan ini 10 – 15 kali.
b. Latihan untuk menguatkan otot-otot ekstrimitas atas dan lingkar bahu :
 Bengkokkan dan luruskan lengan pelan-pelan sambil memegang berat
traksi atau benda yang beratnya berangsur-angsur ditambah dan junlah
pengulangannya. Ini berguna untuk menambah kekuatan otot ekstrimitas
atas.
 Menekan balon karet. Ini berguna untuk meningkatkan kekuatan
genggaman.
 Angkat kepala dan bahu dari tempat tidur kemudian rentangkan tangan
sejauh mungkin.
 Duduk di tempat tidur, angkat tubuh dari tempat tidur, tahan selama
beberapa menit (Asmadi), 2008)
5. Prinsip-Prinsip yang Harus diperhatikan oleh Perawat dalam Membantu
Pasien Ambulasi adalah Sebagai berikut:
Ketika merencanakan untuk memindahkan pasien, atur untuk bantuan yang adekuat.
Gunakan alat bantu mekanik jika bantuan tidak mencukupi
a. Dorong klien untuk membantu sebanyak mungkin sesuai kemampuan
b. Jaga punggung, leher, pelvis, dan kaki lurus. Cegah terpelintir
c. Fleksikan lutut, buat kakai tetap lebar
d. Dekatkan tubuh perawat dengan klien (objek yang diangkat)
e. Gunakan lengan atau tungkai (bukan punggung)
f. Tarik klien kearah penariknya menggunakan sprei.
g. Rapatkan otot abdomen dan gluteal untuk persiapan bergerak
h. Seseorang dengan beban yang sangat berat diangkat bersama dengan
dipimping seseorang dengan menghitung sampai tiga.(Narko Wiyono,
2002).
6. TINDAKAN-TINDAKAN AMBULASI DINI
a. Duduk diatas tempat tidur
 Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
 Tempatkan klien pada posisi terlentang
 Pindahkan semua bantal
 Posisi menghadap kepala tempat tidur
 Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke
kepala tempat tidur di belakang kaki yang lain.
 Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu
klien, sokong kepalanya dan vetebra servikal.
 Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan temapt
tidur.
 Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan
perawat dari depan kaki ke belakang kaki.
 Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan
tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
 Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
 Tempatkan px pada posisi miring, menghadap perawat di sisi
tempat tidur tempat ia akan duduk.
 Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
 Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat
ditoleransi pasien.
 Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
 Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan
pasien dan menjauh dari sudut tempat tidur.
 Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala
tempat tidur di depan kaki yang lain
 Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di
bawah bahu pasien, sokong kepala dan lehernya
 Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
 Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
 Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan
tungkai atas pasien memutar ke bawah.
 Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang
tungkai dan angkat pasien.
 Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
 Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
c. Memindahkan Pasien dari TT ke Kursi
 Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi
pada sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi
roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi terkunci.
 Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
 Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
 Regangkan kedua kaki perawat.
 Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan
pasien
 Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila
pasien dan tempatkan tangan pada skapula pasien.
 Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan
panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi.
 Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut
perawat.
 Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien
secara langsung ke depan kursi
 Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi
untuk menyokong.
 Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke
kursi.
 Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
 Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
 Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk
kemajuan dan penampilannya.
 Membantu Berjalan
 Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau
memegang telapak tangan perawat.
 Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu
pasien.
 Bantu pasien berjalan
d. Memindahkan Pasien dari TT ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang
tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
 Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
 Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
 Berdiri menghadap pasien
 Silangkan tangan di depan dada
 Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
 Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah
pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan
pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di
bawah pinggul dan kaki.
 Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
e. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
 Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas
pasien. Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan
merupakan kewenangan team fioterapi. Namun perawat tetap
bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa
perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan

7. DAMPAK AMBULASI YANG SALAH


Penggunaan ambulasi yang salah akan menimbulkan dampak :
a. Keteregangan sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan gangguan
dalam sistem muskuloskeletal
b. Resiko kecelakaan pada sistem muskoloskeletal
8. JENIS-JENIS ALAT BANTU PASIEN
Masing-masing alat bantu jalan memiliki indikasi penggunaan dan cara penggunaan
yang berbeda. Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan untuk menentukan pola
berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan, antara lain kemampuan pasien untuk
melangkah dengaan satu atau kedua tungkai, kemampuan weight bearing (tumpuan
berat) dan keseimbangan pasien dengan satu kaki atau kedua tungkai, dan
kemampuan kedua AGA (Anggota Gerak Atas) untuk mempertahankan weight
bearing dan AMP (Austin Moore Prosthesis), keseimbangan, serta kemampuan
mempertahankan tubuh dalam posisi berdiri.

Macam-macam alat bantu jalan, antara lain :

a. Walker
Walker adalah suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan, setinggi
pinggang, terbuat dari pipa logam. Walker mempunyai empat penyangga dan
kaki yang kokoh. Klien memegang pemegang tangan pada bagian atas,
melangkah, memindahkan walker lebih lanjut, dan melangkah lagi. Walker
memperbaiki keseimbangan dengan meningkatkan area dasar penunjang berat
badan dan meningkatkan keseimbangan lateral. Walker mempunyai beberapa
kelemahan yaitu sulit digunakan bila melewati pintu dan tempat yang sempit,
mengurangi ayunan lengan dan terjadi abnormal fleksi punggung ketika
berjalan. Secara umum, walker tidak dapat digunakan di tangga.

Macam-macam Walker, yaitu :

Standard walker
Memiliki empat kaki dengan sumbat karet di setiap kakinya. Tingginya dapat
disesuaikan dan digunakan untuk orang dewasa dalam kisaran berat badan
normal. Standard walker adalah alat bantu jalan paling aman.

1. Standard Walker 2. Front Wheeled Walker 3. Wheel Walker

Cara Penggunaan (Cara Kerja)


 Atur tinggi keempat kaki walker agar nyaman dipakai oleh klien.
 Pegang walker pada bagian atas yang ada bantalan karetnya.
 Mulailah berjalan menggunakan walker dengan cara mengangkat dan
memindahkan walker ke depan sedikit demi sedikit.
 Usahakan tubuh klien tidak keluar dari batas kotak walker. Agar
keselamatan klien terjaga
b. Tongkat atau cane atau stick
Tongkat atau cane adalah alat yang ringan, mudah dipindahkan, setinggi
pinggang, terbuat dari kayu atau logam. Tinggi tongkat ini bisa diatur sesuai
kebutuhan. Tongkat ini harus dipakai di sisi tubuh yang terkuat. Cane
memperluas area untuk menunjang berat badan sehingga dapat
meningkatkan keseimbangan tubuh. Cane tradisional yang hanya digunakan
untuk keseimbangan tidak dapat menunjang berat badan. Cane sekarang
dapat digunakan untuk menunjang berat badan dan biasanya digunakan bila
memerlukan salah satu ekstremitas atas untuk mencapai keseimbangan dan
menunjang berat badan.
Tongkat berkaki panjang lurus (stick atau single straight-legged) lebih
umum digunakan untuk sokongan dan keseimbangan klien yang kekuatan
kakinya menurun. Di kakinya terdapat sumbat untuk mengurangi resiko
terpeleset pada klien.

Multiple legged Cane Offset Cane Standard Alumunium Cane

d. Standard Wooden Canes e. Walk Canes


Cara Penggunaan (Cara Kerja)
 Aturlah tinggi tongkat sesuai dengan kebutuhan klien.
 Klien mulai berjalan menggunakan tongkat sebagai pembantu
menyokong tubuh.
 Tongkat ini harus dipakai di sisi tubuh yang terkuat. Cane
memperluas area untuk menunjang berat badan sehingga dapat
meningkatkan keseimbangan tubuh.
c. Crutch atau kruk
Kruk sering digunakan untuk meningkatkan mobilisasi. Penggunaannya
dapat temporer, seperti pada setelah kerusakan ligamen di lutut. Kruk dapat
digunakan permanen (mis. Klien paralisis ekstremitas bawah). Kruk terbuat
dari kayu atau logam.
Ada dua tipe kruk, yaitu :
 Kruk Lofstrand dengan pengatur ganda atau kruk lengan
Kruk lengan bawah memiliki sebuah pegangan tangan dan pembalut
logam yang pas mengelilingi lengan bawah. Kedua-duanya, yaitu
pembalut logam dan pegangan tangan diatur agar sesuai dengan
tinggi klien. Jenis kruk ini dapat mentransfer 40-50% berat badan.

Gambar Lofstrand
 Kruk aksila
Mempunyai garis permukaan yang seperti bantalan pada bagian atas,
dimana berada tepat di bawah aksila. Pegangan tangan berbentuk
batang yang dipegang setinggi telapak tangan untuk menyokong
tubuh. Panjang pendeknya kruk bisa disesuaikan dengan aksila
pasien. Kruk harus diukur panjang yang sesuai dan klien harus
diajarkan menggunakan kruk mereka dengan aman, untuk mencapai
kestabilan gaya berjalan, naik dan turun tangga serta bangkit dari
duduk. Kruk memperluas area dasar, dengan demikian juga
meningkatkan keseimbangan. Berbeda dengan cane, crutch dapat
menunjang seluruh berat badan. Jenis kruk ini dapat mentransfer
sampai 80% berat badan.
Gambar Kruk Aksila

Cara Penggunaan (Cara Kerja)


 Melakukan pengukuran kruk yang meliputi area tinggi klien,
jarak antarabantalan kruk dengan aksila, dan sudut fleksi
siku. Pengukuran dilakukandengan satu dari dua metode
berikut, dengan klien berada pada posisi supine atau berdiri.
Pada posisi telentang-ujung kruk berada 15cm di samping
tumit klien.
 Tempatkan ujung pita pungukur dengan lebar tiga sampai
empat jari(4-5cm) dari aksila dan ukur sampai tumit klien.
 Pada posisi berdiri-posisi kruk dan ujung kruk berada 14-15
cm di samping dan 14-15 cm di depan kaki klien. Dengan
motede lain, siku harus direfleksikan 15 sampai 30 derajat.
Fleksi siku harus diperiksa dengangoniometer. Lebar
bantalan kruk harus 3-4 lebar jari di bawah aksila. Tempat
berjalan, seperti lorong rumah sakit atau taman yang
dilengkapi dengan tempat latihan untuk berjalan.

d. Kursi Roda
Kursi roda adalah alat bantu yang digunakan oleh orang yang mengalami
kesulitan berjalan menggunakan kaki, baik dikarenakan oleh penyakit,
cedera, maupun cacat. Alat ini bisa digerakkan dengan didorong oleh pihak
lain, digerakkan dengan menggunakan tangan, atau digerakkan dengan
menggunakan mesin otomatis. Diperkirakan konsep pertama dari sebuah
kursi roda telah diciptakan lebih dari 6.000 tahun yang lalu.
Kursi roda manual adalah kursi roda digerakkan dengan tangan si penderita
cacat, merupakan kursi roda yang biasa digunakan untuk semua kegiatan.
Kursi roda manual dapat dioperasikan dengan bantuan orang lain maupun
oleh penggunanya sendiri. Kursi roda seperti ini tidak dapat dioperasikan
oleh penderita cacat yang mempunyai kecacatan ditangan.

Gambar Kursi Roda


Cara Penggunaan (Cara Kerja)
 Klien didudukkan di kursi roda.
 Buka tempat penopang kaki kemudian letakkan kaki klien di
penopang sehingga nyaman.
 Untuk menggerakkannya klien perlu memegang tempat khusus
pegangan tangan untuk berjalan dan kemudian menjalankan kursi
roda. Atau bisa juga dengan cara didorong oleh orang lain.
9. PENGKAJIAN

Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan ambulasi, mobilitas dan


imobilitas adalah sebagai berikut:

a. Riwayat Keperawatan

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dan imobilitas. Seperti adanya
nyeri, kelemahan otot, kelelahan dan lama terjadinya gangguan mobilitas.

b. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah di Derita

Pengkajian riwayat yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan


mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neorologis (kecelakaan
cerebrovaskular, trauma kepala, peningkatan tekanan intracranial,
miastenia gravis, guillain barre,cedera medulla spinalis dan lain-lain), riwayat
penyakit sistem kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung kongestif),
riwayat penyakit sistem musculoskeletal (osteoporosis,fraktur, arthritis),
riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi menahun,
pneumonia), riwayat pemakaian obat, seperti sedativ, hipnotik, depresan
sistem saraf pusat dan laksansia.

c. Kemampuan Fungsi Motorik

Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan
dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spastis.

d. Kemampuan Mobilitas

Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai


kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah
tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat
Aktivitas/Mobilit Kategori
Tingkat 0 Mandiri penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan peralatan alat bantu
Tingkat 2 Memerlukan bantuan orang lain
untuk

Tingkat 3 Membutuhkan bantuan orang lain dan


pertolongan, pengawasan, atau pengajaran
peralatan

Tingkat 4 Ketergantungan, tidak berpartisipasi


atau alat bantu
dalam

(Sumber: Wilkinson. J. M, 2011)


Aktivitas

e. Kemampuan rentang gerak

Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah


seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.

f. Perubahan intoleransi aktivitas

Pengkajian intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan sistem


pernapasan, antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding
thorak, adanya mucus,batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat
respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem
kardiovaskular,seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer,
adanya thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau
perubahan posisi.

g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi

Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak.

h. Perubahan psikologis

Pengkagian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan


mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dan dalam mekanisme koping.
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. D.0054 Gangguan mobilitas fisik
b. D.0077 Nyeri akut
c. D.0139 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan

11. INTERVENSI KEPERAWATAN


a. D0054 Gangguan mobiliotas fisik
 Tujuan dan Kriteria Hasil:
Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal, ditandai dengan indikator
berikut:
1. Bergerak dengan mudah
2. Berjalan
 Rencana Tindakan :
1. Ajarkan pasien tentang penggunaan alat bantu mobilitas
Rasional : Mengetetahui kemampuan klien
2. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
Rasional : menilai batasan kemampuan klien
3. Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien, jika diperlukan
Rasional : Menghindari resiko Jatuh
4. Latihan pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
Rasional : Meningkatkan kebutuhan sehari-hari
5. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
pasien
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan klien ADLs pasien
6. Beri alat bantu jika diperlukan
Rasional : meningkatkan gerakan tubuh pasien
7. Berikan penguatan positif selama aktivitas
Rasional : mendukung kemauan beraktivitas

b. D0077 Nyeri akut


Tujuan dan Kriteria Hasil :
Klien akan memperlihatkan pengendalian nyeri, ditandai dengan indikator
berikut:
1. Nyeri berkurang
2. Tampak rileks
3. Dapat beristirahat
4. Dapat beraktivitas sesuai kemampuan

Intervensi Keperawatan :
1. Lakukan pengkajian tentang nyeri yang meliputi lokasi, karakteristik, atau
keparahan nyeri
Rasional : mengetahui derajat/skala nyeri
2. Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam) untuk menurunkan nyeri
Rasional : memberikan ketenagan dan mengurangi derajat nyeri
3. Kaji tanda-tanda vital
Rasional : nyeri yang berkelanjutan akan meningkatkan tanda-tanda vital
4. Lakukan teknik relaksasi tarik nafas dalam
c. Rasional : merilekskan dan mengurangi nyeri
5. Berikan posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi ketegangan-ketegangan otot
6. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : terapi farmakologi dapat meredakan nyeri

c. D.0139 Resiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


Tujuan dan kriteria Hasil :
Klien akan menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau perawatan luka yang
optimal, ditandai dengan indikator :
 Keutuhan kulit
 Penyatuan kulit
 Penyusutan kulit

Intervensi Perawatan :

1. Kaji luka terhadap karakteristik :lokasi, luas dan kedalaman


Rasional : mengetahui ada atau tidaknya perluasan dan kedalaman luka
2. Lakukan perawatan kulit secara rutin.
Rasional : mencegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka
3. Bersihkan luka menggunakan prinsip steril
Rasional : memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka
4. Lakukan masase di area luka
Rasional : memelihara di area sekitar luka

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi ,(2008). Tehnik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta : Salemba medika

Brunner & Sudart (2002). Buku Ajar KeperawatanMedikal Bedah.( Alih Bahasa Rini, MA).
Jakarta EGC. KESEHATAN (15)

Vous aimerez peut-être aussi