Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Sedangkan untuk Hemotoraks sangat jarang terjadi untuk etiologi
spontan karena kebanyakan kasus terdapatnya darah pada rongga pleura
diakibatkan oleh cedera atau trauma pada dada kecuali ada komplikasi
lainnya. Menurut epidemiologinya, angka kejadian hemotoraks terkait trauma
atau cedera di Amerika Serikat adalah sebanyak 300.000 kasus pertahun.
Berdasarkan prevalensi dan angka kejadian yang cukup tinggi untuk
pneumotoraks dan hemotoraks, sehingga akan ditemui konsep mendalam dan
asuhan keperawatan mengenai gangguan sistem pernapasan ini.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari
arteri bronkialis cabang-cabang dari aorta thoracalis descendens. Vena
bronkialis, yang juga berhubungan dengan vena pulmonalis, mengalirkan
darah ke vena azigos dan vena hemiazigos. Alveoli mendapat darah
deoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis dan darah
yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang vena
pulmonalis. Dua vena pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap
paru ke atrium kiri jantung. Drainase limfatik paru mengalir kembali dari
perifer menuju kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan
selanjutnya menuju trunkus limfatikus mediastinal.
Paru dipersyarafi oleh pleksus pulmonalis yang terletak di pangkal
paru. Pleksus ini terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan
serabut parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut eferen dari pleksus
mensarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran
mukosa bronkioli dan alveoli
B. Saluran Napas
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut,
faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan
menjadi dua bagian, yakni saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan
bawah.Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan
dihangatkan dan dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan
menuruni trakea, melalui bronkiolus, bronkiolus respiratorius, dan duktus
alveolaris sampai alveolus.
4
Antara trakea dan kantong alveolar terdapat 23 kali percabangan
saluran udara. Enam belas percabangan pertama saluran udara merupakan
zona konduksi yang meyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian
ini terdiri atas bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis. Tujuh
percabangan berikutnya merupakan zona peralihan dan zona respirasi,
dimana proses pertukaran gas terjadi, terdiri atas bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, dan alveolus. Adanya percabangan saluran udara yang
majemuk ini meningkatkan luas total penampang melintang saluran udara,
dari 2,5 cm2 di trakea, menjadi 11.800 cm2 di alveoli. Akibatnya,
kecepatan aliran udara di dalam saluran udara kecil berkurang ke nilai
yang sangat rendah.
Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru. Di sebagian
besar daerah, udara dan darah hanya dipisahkan oleh epitel alveolus dan
endotel kapiler sehingga keduanya hanya terpisah sejauh 0,5 μm. Tiap
alveolus dilapisi oleh 2 jenis sel epitel, yaitu sel tipe 1 dan sel tipe 2. Sel
tipe 1 merupakan sel gepeng sebagai sel pelapis utama, sedangkan sel tipe
2 (pneumosit granuler) lebih tebal, banyak mengandung badan inklusi
lamelar dan mensekresi surfaktan. Surfaktan merupakan zat lemak yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan.
C. Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks
sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling
bagian dasar rongga toraks, yang membentuk kubah diatas hepar dan
bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat berkontraksi. Jarak
pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi
dalam.
Otot inspirasi utama lainnya adalah musculus interkostalis
eksternus, yang berjalan dari iga ke iga secara miring ke arah bawah dan
ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra sehingga ketika musculus
intercostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya akan terangkat.
Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar diameter
anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga meningkat, tetapi
5
dengan derajat yang lebih kecil. Musculus interkostalis eksternus dan
diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan
istirahat. Musculus scalenus dan musculus sternocleidomastoideus
merupakan otot inspirasi tambahan yang ikut membantu mengangkat
rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.
Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan
menyebabkan volume intratoraks berkurang. Musculus intercostalis
internus bertugas untuk melakukan hal tersebut karena otot-otot ini
berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga sehingga
ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah.
Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga membantu proses ekspirasi
dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan
meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan mendorong diafragma ke
atas.
D. Mekanisme Pernafasan
Paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada
keadaan normal, hanya ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan
dinding dada (ruang intrapleura).
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan
meningkatkan volume intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis
6
paru akan turun dari sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer)
pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru akan semakin
teregang. Tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan
udara akan mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru
mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi sampai
tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil jaringan paru dan
dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi lebih positif dan udara
mengalir meninggalkan paru. Ekspirasi selama pernapasan tenang
merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk
menurunkan volume intratoraks. Namun, pada awal ekspirasi, sedikit
kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini bertujuan untuk
meredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun menjadi -30 mmHg
sehingga pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi
meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh
kontraksi aktif otot ekspirasi yang menurunkan volume intratoraks.
7
3. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang dapat
dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot
ekspirasi secara maksimal, setelah ekspirasi biasa. Nilai rerata =
1000 ml.
4. Volume residual merupakan udara yang masih tertinggal di dalam
paru setelah ekspirasi maksimal. Volume ini tidak dapat diukur
secara langsung menggunakan spirometri. Namun, volume ini
dapat diukur secara tidak langsung melalui teknik pengenceran gas
yang melibatkan inspirasi sejumlah gas tertentu yang tidak
berbahaya seperti helium. Nilai rerata = 1200 ml.
b. Kapasitas Paru
Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat dimasukkan
ke dalam paru seseorang secara maksimal. Jumlah oksigen yang dapat
dimasukkan ke dalam paru akan ditentukan oleh kemampuan
compliance sistem pernapasan. Semakin baik kerja sistem pernapasan
berarti volume oksigen yang diperoleh semakin banyak.
1. Kapasitas vital yaitu jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan
dari paru dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal.
Kapasitas vital mencerminkan perubahan volume maksimal yang
dapat terjadi di paru. Kapasitas vital merupakan hasil penjumlahan
volume tidal dengan volume cadangan inspirasi dan volume
cadangan ekspirasi. Nilai rerata = 4500 ml.
2. Kapasitas inspirasi yaitu volume udara maksimal yang dapat
dihirup pada akhir ekspirasi biasa. Kapasitas inspirasi merupakan
penjumlahan volume tidal dengan volume cadangan inspirasi. Nilai
rerata = 3500 ml.
3. Kapasitas residual fungsional yaitu jumlah udara di paru pada akhir
ekspirasi pasif normal. Kapasitas residual fungsional merupakan
penjumlahan dari volume cadangan ekspirasi dengan volume
residual. Nilai rerata = 2200 ml.
4. Kapasitas total paru yaitu jumlah udara dalam paru sesudah
inspirasi maksimal. Kapasitas total paru merupakan penjumlahan
8
dari keseluruhan empat volume paru atau penjumalahan dari
kapasitas vital dengan volume residual. Nilai rerata = 5700 ml.
2.2 Pneumothoraks
2.2.1 Definisi Pneumotoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara yang terdapat antara
pleura visceralis dan cavum pleura. Pneumothoraks dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma. Pada kondisi normal, rongga
pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini
dapat ditimbulkan oleh karena adanya kerobekan pleura visceralis
sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan
memasuki kavum pleura. Pneumothoraks jenis ini disebut sebagai
closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi
sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat
keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum
kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension
pneumothoraks. Yang kedua disebabkan karena robeknya dinding
dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum
pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari
2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang
9
tersebut disbanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat
inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari
luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan
kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada
meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang
tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
10
Pada suatu penelitian denfan 505 pasien dengan pneumothoraks
spontan sekunder, 348 pasien memiliki PPOK, 93 memilki
tumor, 25 sakkoidosis, 9 tuerkulosis, 16 memiliki infeksi pulmo
lainnya, dan 13 memiliki penyakit lain. Pada pasien dengan
PPOK, insidensi terjadinya pneumothoraks spontan sekunder
meningkat dengan progresifitas keparahan PPOK. Salah satu
penyebab tersering dari pneumothoraks spontan sekunder adalah
infeksi Pneumocystis jirovecii (dulu disebut carinii) pada
pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Selain itu, terda[at insidensi tinggi penumothoraks spontan pada
pasien dengan sistik fibrosis.
c. Pneumothoraks Traumatik
Penumothoraks traumatic adalah pneumothoraks
yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun
bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
maupun paru.
- Iatrogenik (akibat tindakan medis)
1) Aksidental (terjadi karena kesalahan/komplikasi tindakan)
Terjadi pada misalnya tindakan parasentesis dada, biopsy
pleura, biopsy transbronkial, biopsy/aspirasi paru
perkutaneus, kanulasi vena sentralis, barotraumas
(ventilasi mekanik)
2) Artifisial (sengaja dilakukan )
- Bukan iatrogenik (akibat jejas kecelakaan)
Insidensi terjadinya pneumothoraks setelah adanya jejas
tumpul tergantung dari derajat keparahan trauma.
Pneumothoraks traumatic dapat terjadi karena trauma dada
yang penetrasi maupun tidak penetrasi. Pada trauma dada
penetrasi, mekanisme pneumothoraks dapat dengan mudah
dimengerti karena luka memperbolehkan udara untuk masuk
ke dalam rongga pleura melalui rongga dada atau melalui
pleura viseralis dari pohon trakeobronkial. Pada trauma dada
11
yang tidak penetrasi, suatu pneumothoraks dapat terjadi
apabila pleura viseralis terlaserasi secara sekunder karena
adanya fraktur atau dislokasi iga. Walaupun demikian, pada
mayoritas pasien dengan pneumotoraks sekunder terhadap
trauma tidak penetrasi tidak terdapat assosiasi dengat fraktur
iga. Pada kasus seperti itu, dipikirkan bahwa kompresi dada
tiba-tiba, secara mendadak meningkatkan tekanan alveolar,
yang dapat menyebabkan rupture alveolar. Apabila sudah
terjadi rupture alveolar, udara dapat memasuki ruang
interstitial dan berjalan ke pleura viseralis atau mediastinum.
Suatu pneumothoraks terjadi baik saat ruptur pleura viseralis
maupun mediastinalis yang memperbolehkan udara untuk
memasuki rongga pleura.
12
ekspirasi, sehingga udara berakumulasi di rongga pleura pada tekanan
yang positif Etiologi Pneumothoraks
13
Maxwell Box. Biasanya untuk terapi tuberkolosis, atau untuk
menilai permukaan paru.
14
Tension pneumothorax merupakan keadaan emergensi yang
mengancam jiwa penderita. Dapat disebabkan oleh trauma yang
menyebabkan luka pada parenkhim paru, spontan akibat pecahnya bulla
paru atau iatrogenik yang membentuk mekanisme ventil, yaitu udara
dapat memasuki rongga pleura tetapi tidak dapat keluar. Tidak jarang
pneumothoraks simpel pada trauma dapat berubah menjadi tension
pneumothorax. Bertumpuknya udara dalam rongga pleura, parenkhim
paru terdesak, kolaps, mediastinum bergeser kearah dada yang sehat.
Tekanan tinggi pada thoraks dan bergesernya mediastinum yang berisi
jantung dan pembuluh darah besar mengakibatkan venous return
berkurang. Penderita mengalami syok, vena-vena leher melebar dan
trakhea terdorong kearah yang sehat. Tension pneumothorax adalah
keadaan darurat yang mengancam nyawa dan diagnosisnya ditegakkan
secara klinis dengan menemukan adanya tekanan rongga thoraks yang
besar
15
2.2.5 WOC Pneumothoraks
Dinding alveolus
Fistula di alveolus dan pleura viscularis dan pleura viscelaris
pecah
PNEUMOTHORAX
Kolaps paru
Sucking chest wound
Intoleransi aktivitas
16
2.2.6 Manifestasi Klinis Pneumotoraks
Manifestasi klinis pada pneumotoraks secara umum dari ringan hingga
mengancam jiwa, meliputi:
1. Sesak napas
2. Nyeri pleuritik: nyeri dada tajam dan menusuk yang memburuk
saat inspirasi. Hal tersebut berasal iritasi ujung saraf di pleura
(lapisan dalam dari dinding tulang rusuk). Menariknya, jaringan
paru-paru itu sendiri tidak mengandung ujung saraf penghisap rasa
(Cunha, 2017). Nyeri mungkin lebih parah pada satu sisi dada.
Nyeri sering menyebar ke bahu dan atau punggung.
3. Batuk kering (dapat terjadi karena iritasi diafragma)
4. Tekanan di dada yang semakin memburuk seiring waktu
5. Perubahan warna biru pada kulit atau bibir (sianosis)
6. Takikardi berat atau peningkatan denyut jantung
7. Bernapas cepat
8. Kebingungan atau pusing
9. Kehilangan kesadaran atau koma
Ada juga beberapa kasus pneumotoraks hampir tidak memiliki
gejala dan hanya dapat didiagnosis dengan X-ray atau jenis scan
lainnya. (Johnson, 2017)
Gejala pada pneumotoraks traumatik sering muncul pada saat
trauma atau cedera dada, atau tidak lama sesudahnya (Marcin, 2018).
Pasien umumnya memiliki nyeri dada pleuritik, dyspnea, takipnea, dan
takikardia (Weiser, 2017).
Onset gejala untuk pneumotoraks spontan biasanya terjadi saat
istirahat. Serangan mendadak nyeri dada merupakan gejala pertama
yang sering terjadi (Marcin, 2018). Pneumotoraks spontan paling sering
muncul tanpa gejala berat.
Jika ada tension pneumothorax, tanda-tanda kolaps kardiovaskular
dan syok akan terjadi yang dapat mengancam kehidupan. Vena besar di
leher mungkin menonjol keluar, atau kulit mungkin berwarna kebiru-
biruan karena kekurangan oksigen (sianosis). Denyut nadi mungkin
17
cepat dan tekanan darah menurun. Orang itu tampak gelisah dan
mungkin kesulitan berbicara. Jika tidak diobati selama lebih dari
beberapa menit bisa menyebabkan kehilangan kesadaran, syok, dan
kematian terjadi. (Cunha, 2017).
18
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut :
− Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada
tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini
terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus,
sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
− Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher
terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh
udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup
banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang.
− Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,maka
akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas
diafragma Foto Rontgen pneumotoraks (PA).
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidakdiperlukan. Pada
pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan
meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
19
pneumotoraks membutuhkan perhatian medis. Tingkat perhatian medis
ini dapat bervariasi sebanyak gangguan itu sendiri.
Observasi
Jika area paru-paru yang terkena tidak terlalu luas mungkin
hanya memantau kondisi pasien dengan serangkaian sinar-X dada
sampai kelebihan udara sepenuhnya diserap dan paru-paru telah
kembali berkembang secara penuh. Biasanya ini membutuhkan satu
atau dua minggu.
Edukasi
Aktivitas fisik rutin belum terbukti memperburuk atau
menunda penyembuhan pneumotoraks. Sering disarankan bahwa
aktivitas fisik yang intens atau olahraga berat ditunda sampai paru
benar-benar sembuh dan pneumotoraks hilang. Selain itu bisa
diedukasikan ke pasien untuk menghindari perjalanan udara sampai
pneumotoraks diselesaikan sepenuhnya.
Oksigenasi
Pneumotoraks dapat menyebabkan kadar oksigen menurun
pada beberapa orang. Kondisi ini disebut hipoksemia. Jika ini
kasusnya, dokter akan memesan suplementasi oksigen bersama
dengan keterbatasan aktivitas. Oksigen tambahan dapat
mempercepat proses penyerapan.
Menguras udara berlebih dengan Needle or chest tube insertion
Jika area paru-paru yang terkena sangat luas, kemungkinan
jarum atau tabung dada akan digunakan untuk mengangkat udara
berlebih. Aspirasi jarum dan insersi tabung dada adalah dua
prosedur yang dirancang untuk menghilangkan udara berlebih dari
ruang pleura di dada. Ini dapat dilakukan di samping tempat tidur
tanpa memerlukan anestesi umum. Jarum berongga atau tabung
dimasukkan di antara tulang rusuk atau di bawah tulang selangka
ke ruang yang dipenuhi udara yang menekan paru yang kolaps.
Dengan jarum, jarum suntik dipasang sehingga dokter dapat
menarik keluar udara berlebih (seperti jarum suntik digunakan
20
untuk menarik darah dari pembuluh darah). Sebuah tabung dada
mungkin menempel ke perangkat hisap yang terus menerus
mengangkat udara dari rongga dada.
Pleurodesis
Prosedur ini biasanya direkomendasikan untuk orang yang
telah berulang kali mengalami pneumotoraks. Prosedurnya yakni
dengan mengiritasi ruang pleura sehingga udara dan cairan tidak
bisa lagi menumpuk. Istilah "pleura" mengacu pada membran yang
mengelilingi setiap paru. Pleurodesis dilakukan untuk membuat
membran paru-paru menempel di rongga dada. Setelah pleura
melekat pada dinding dada, ruang pleura tidak lagi mengembang,
dan ini mencegah pembentukan pneumotoraks masa depan.
Pleurodesis mekanis dilakukan secara manual. Selama operasi,
dokter bedah menyikat pleura untuk menyebabkan peradangan.
Dokter akan memberikan iritasi kimia ke pleura melalui tabung
dada. Iritasi dan peradangan menyebabkan pleura paru dan lapisan
dinding dada saling menempel sehingga mereka akan tetap bersatu
dan menutup kebocoran.
Operasi
Jika tabung dada tidak memecahkan masalah, operasi
diperlukan untuk menutup kebocoran udara. Pasien dengan
kebocoran udara terus-menerus dari tabung dada selama lebih dari
lima hari atau mereka dengan pneumotoraks spontan berulang atau
bilateral dapat menjadi kandidat untuk operasi. Dalam kebanyakan
kasus, operasi dapat dilakukan melalui sayatan kecil, menggunakan
kamera serat optik kecil dan alat bedah kecil. Dokter bedah akan
mencari bagian yang bocor dan menutupnya. Jarang, ahli bedah
harus membuat sayatan yang lebih besar di antara tulang rusuk
untuk mendapatkan akses yang lebih baik ke kebocoran udara yang
lebih besar atau lebih banyak. Ada beberapa jenis operasi untuk
pneumotoraks, yakni :
21
- Torakostomi.: Selama operasi ini, dokter bedah akan membuat
sayatan di ruang pleura untuk membantu mereka melihat
masalahnya. Setelah dokter bedah melakukan torakotomi,
mereka akan memutuskan apa yang harus dilakukan. Tabung
thoracostomy diindikasikan jika pneumotoraks menyebabkan
gejala pernapasan yang moderat atau besar atau jika transportasi
udara dan ventilasi tekanan positif, atau diperlukan anestesi
umum. (Weiser, 2017)
- Torakoskopi : Dokter bedah memasukkan kamera kecil melalui
dinding dada untuk membantu mereka melihat ke dalam dada.
Sebuah torakoskopi dapat membantu ahli bedah memutuskan
perawatan untuk pneumotoraks. Kemungkinannya termasuk
lecet jahit tertutup, menutup kebocoran udara, atau
mengeluarkan bagian paru Anda yang rusak yang disebut
lobektomi. (Marcin, 2018)
Obat
Dokter mungkin meresepkan berbagai macam obat untuk
mematikan rasa sakit, membantu mengeluarkan racun, atau
mencegah infeksi di dalam tubuh. Beberapa orang mungkin
membutuhkan oksigen jika kapasitas paru-paru mereka kurang.
Orang dengan SSP lebih mungkin membutuhkan perhatian
medis karena sifat serius penyakit paru-paru yang terkait dengan
kondisi tersebut. Mereka dengan SSP mungkin mengalami gejala
yang lebih parah dan menghadapi risiko komplikasi serius dan
kematian yang lebih besar. (Johnson, 2017).
22
2. Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/hemo-pneumothoraks:
henti jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.
3. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispenia berat,
yang menyebabkan kematian (Elizabeth, 2009).
2.3 Hemothoraks
2.3.1 Definisi Hemothoraks
Hemothoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura.
Sumber mungkin darah dinding dada, parenkim paru-paru, jantung
atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya merupakan
konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga mungkin
merupakan komplikasi dari beberapa penyakit (Pusponegoro,
1995). Akumulasi darah dalam dada, atau hemothoraks adalah
masalah yang relative umum, paling sering akibat cedera struktur
intrathoracic atau dinding dada (Bararah, 2013).
Hemothoraks merupakan suatu keadaan di mana darah
terakumulasi di kantong pleura yang disebabkan karena adanya
trauma pada dada yang menjadi predisposisi terpenting perembesan
darah berkumpul di kantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan
pleura (Muttaqin, 2008). Hemotoraks adalah kondisi adanya darah
di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding
dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar
(Mancini,2015).
Hemothoraks massif adalah terkumpulnya darah dengan
cepat lebih dari 1500 cc di dalam rongga pleura dan sering
disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah
sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru (Hidayat, 1995).
23
2. Pada volume darah rata-rata sampai 1000 mL (tingkat cairan
mencapai sudut sekop)
3. Pada volume darah lebih besar dari 1000 mL (darah
menempati semua atau hampir semua rongga pleura)
2.3.3 Etiologi Hemothoraks
1. Traumatik
a. Trauma tumpul seperti kecelakaan lalu lintas
b. Trauma tembus (termasuk iatrogenik) seperti tikaman dan
tembakan
2. Nontraumatik / spontan
a. Neoplasma (primer atau metastasis)
b. Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulan.
c. Emboli paru dengan infark
d. Robekan adesi pleura yang berhubungan dengan
pneumotoraks spontan.
e. Bullous emphysema.
f. Nekrosis akibat infeksi.
g. Tuberculosis.
h. Fistula arteri atau vena pulmonal.
i. Telangiectasia hemoragik herediter.
j. Kelainan vaskular intratoraks nonpulmoner (aneurisma
aorta pars thoraxica, aneurisma arteri mamaria interna).
k. Sekuestrasi intralobar dan ekstralobar.
l. Patologi abdomen (pancreatic pseudocyst, splenic artery
aneurysm, hemoperitoneum).
m. Catamenial
Faktor Resiko :
Risiko terjangkit hemotoraks meningkat bila:
a. Sebelumnya pernah menjalani bedah dada
b. Sebelumnya pernah menjalani bedah jantung
c. Sedang menderita gangguan pendarahan
d. Sedang menderita tuberkulosis
24
e. Telah didiagnosa mengidap kanker paru
Penyebab umum dari hemothorax adalah trauma toraks.
Hemothorax juga dapat terjadi pada pasien dengan defek pembekuan
darah, operasi toraks atau jantung, kanker pleura atau paru, dan
tuberculosis. Selain itu, penyebab lainnya adalah pemasangan kateter
vena sentral dan tabung torakostomi.
Laporan kasus melibatkan terkait gangguan seperti penyakit
hemoragik pada bayi baru lahir (misalnya kekurangan vitamin K),
Henoch-Schonlein purpura, dan beta thalassemia/penyakit
hemoglobin. Kongenital malformasi adenomatoid kistik sesekali
menghasilkan hemothoraks (Mancini, 2015).
25
2.3.5 WOC Hemothoraks
Traumatic Non-traumatik
Neoplasma/keganasan, infeksi,
trauma tumpul Trauma tajam: tikam, latrogenik
hemoragik, emboli pulmonal
dengan infark, robeknya
Menekan dinding Robeknya selaput pelekatan pleural Bullous
dada pembungkus paru emphysema, Tuberculosis
(membrane serosa)
Tulang rusuk
menyayat jaringan pecahnya arteri dan
paru-paru/arteri Pendarahan kapiler-kapiler kecil
Penurunan Pendarahan
Kolaps alveoli Akumulasi darah di
Ekspansi paru di rongga
intrathorax
pleura >
1500 cc
Takipnea Hiperekspansi
Kolapsventilasi
dan perfusi tdk paru
seimbang
Ketidakefektifan
Pola Napas Nyeri akut
Hipoksemia, Ganggaun
hiperkapnia pertukaran gas
Pemasangan
ventilasi mekanik Intoleransi aktivitas
26
2.3.6 Manifestasi Klinis Hemothoraks
Gejala hemotoraks secara umum meliputi:
Nyeri dada yang sering tajam dan dapat bervariasi dengan posisi
(terutama saat bernapas)
merasa cemas atau gelisah
dyspnea atau kesulitan bernapas
bernapas dengan cepat, tegang atau dangkal
detak jantung cepat tidak normal
kulit menjadi pucat
keringat dingin
demam tinggi lebih dari 100 ° F (38 ° C)
tekanan darah rendah
Syok (bisa terjadi pada hemotoraks masif yakni ketika
akumulasi darah besar, setidaknya 1.000 mililiter, atau satu
liter). Gejala syok seperti denyut jantung yang cepat, tekanan
darah rendah, pucat, ekstremitas dingin, dan kelemahan
27
Hemotoraks besar biasanya berhubungan dengan cedera
struktur vaskular. Gangguan atau robekan struktur arteri atau vena
mayor di dalam dada dapat menyebabkan perdarahan masif atau
eksasupsi. Hemotoraks masif dapat terjadi akibat struktur vaskular
seperti aneurisma aorta toraks yang pecah atau bocor atau dari
sumber paru seperti sekuestrasi lobar atau malformasi arteri.
Gangguan adhesi pleura vaskular yang tidak terkait dengan trauma
dapat menghasilkan hemothoraks yang signifikan dengan
pneumotoraks spontan yang terkait. Manifestasi hemodinamik yang
terkait dengan hemothorax masif adalah syok hemoragik. Gejalanya
dapat berkisar dari ringan sampai berat, tergantung pada jumlah dan
tingkat perdarahan ke dalam rongga dada dan sifat dan keparahan
cedera terkait. Karena banyak koleksi darah akan menekan paru
ipsilateral, manifestasi pernafasan yang terkait termasuk tachypnea
dan, dalam beberapa kasus, hipoksemia. Berbagai temuan fisik
seperti memar, nyeri, ketidakstabilan, atau krepitasi saat palpasi di
atas tulang rusuk yang retak, deformitas dinding dada, atau gerakan
dinding dada yang paradoksikal dapat mengarah pada kemungkinan
adanya hemotoraks bersama dalam kasus-kasus cedera dinding dada
tumpul.
28
cedera, struktur intratoraks, termasuk jantung, juga harus
dipertimbangkan. Cedera parenkim pulmonal sangat umum terjadi
pada kasus cedera tembus dan biasanya menghasilkan kombinasi
hemotoraks dan pneumotoraks. Perdarahan pada kasus-kasus ini
biasanya terbatas pada diri sendiri. Temuan fisik yang positif yang
dicatat oleh perkusi dan auskultasi paling baik dihargai pada pasien
yang tegak dan bahkan kemudian dapat halus. Sebanyak 400-500
mL darah dapat melenyapkan hanya ruang yang terdiri dari sudut
kostofrenik. Banyak korban trauma pada awalnya diperiksa dalam
posisi terlentang. Dalam kasus seperti itu, kumpulan darah dalam
ruang pleura tidak akan menempati permukaan diafragma, tetapi
akan didistribusikan sepanjang seluruh aspek posterior dari ruang
pleura yang terkena. Teknik pemeriksaan fisik seperti perkusi dan
auskultasi dapat menghasilkan temuan samar-samar meskipun
banyak koleksi darah hadir.
29
Pemeriksaan gas darah bertujuan untuk mengetahui
keseimbangan asam dan basa dalam tubuh pasien dan kadar O2
dan CO2 dalam darah. Adapun lokasi pengambilan darah ini
pada arteri radialis, arteri brachialis dan arteri femoralis.
3. CT Scan
Pemeriksaan ini membantu dalam penegakan diagnosis trauma
dada terutama trauma tumpul dada seperti fraktur costa, fraktur
strernum, dan lainnya. Dari pemeriksaan CT scan bisa
ditemukan retro sternal hematoma, cedera pada veterbra
torakalis, pelebaran mediastinum sebelum dilakukan aortografi.
4. Elektrokardiografi
Dari pemeriksaan EKG bisa membantu menentukan adanya
komplikasi yang timbul akibat trauma dada misalnya kontusio
jantung dengan didapatkan adanya abnormalitas gelombang
EKG yang persisten, takiaritmia.
5. Thoracosintesis
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya perdarahan
atau cairan serosa pada thorax pasien.
30
Pengeluaran darah (drainase)
Darah di ruang pleura dapat dikaitkan dengan syok hemoragik
dan gangguan pernapasan. Itu harus secara efektif dievakuasi
untuk mencegah komplikasi seperti fibrothorax dan empyema.
Perawatan yang paling penting untuk hemotoraks adalah
mengeluarkan darah dari rongga dada pasien. Dokter akan
memasukkan tabung atau jarum melalui otot dan jaringan dada
pasien, melalui tulang rusuk dan ke dalam rongga dada untuk
mengalirkan darah, cairan, atau udara yang terkumpul. Ini
disebut thoracentesis atau thoracostomy. Kecuali dalam keadaan
darurat, dokter akan menggunakan obat mati rasa dan sedasi
sebelum memasukkan tabung. Setelah mengeringkan dada,
dokter mungkin menggunakan tabung yang sama untuk
membantu memperluas paru-paru yang terkena.. Tabung dada
dibiarkan menempel pada sistem tertutup yang memungkinkan
cairan dan udara keluar tetapi tidak ada lagi udara untuk
memasuki ruang pleura. Hisap rendah harus digunakan pada
tabung dada.
Drainase hemotoraks dalam kasus koagulopati harus dilakukan
dengan hati-hati dengan pertimbangan penyakit yang
mendasarinya. Koreksi fungsi koagulasi sebelum intervensi
bedah harus dilakukan jika diizinkan oleh status pasien klinis.
Aspirasi jarum dalam kasus koagulopati yang tidak diobati
merupakan kontraindikasi.
Obat
Tidak ada data yang mendukung cakupan antibiotik rutin dari
tabung dada pada pasien dengan hemotoraks. Kontrol nyeri
mungkin memerlukan agen analgesik opioid intravena, blok
saraf intrakostal di sekitar situs tabung dada, atau keduanya..
Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS)
Pendekatan yang memadai untuk hemotoraks adalah evakuasi
lengkap dari bekuan yang ditahan baik oleh VATS. VATS
31
memberikan seluruh visi rongga pleura lengkap dengan
kemungkinan untuk memperbaiki penempatan tabung dada,
kontrol perdarahan dan penghilangan bekuan yang tersisa.
Kebanyakan penulis menyarankan VATS dalam kasus
hemothorax dengan lebih dari 300 ml karena hasil yang lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pasien yang tidak
menerima VATS. VATS atau torakotomi dengan diseksi adhesi
adalah pendekatan yang lebih aman. Namun, VATS tidak
tersedia secara rutin di banyak pusat. Salah satu alternatif yang
mudah tersedia dan efektif untuk PPN adalah penggunaan
intrapleural fibrinolysis (IPF). Belum ada uji coba prospektif
untuk menjawab pertanyaan ini tetapi dalam analisis
retrospektif, VATS ditemukan lebih unggul daripada IPFT, baik
dalam hal penurunan rawat inap dan keharusan torakotomi.
Torakotomi
Jika pendarahan berlanjut bahkan ketika tabung mengalirkan
darah, pasien mungkin perlu operasi dada untuk mengobati
penyebab pendarahan. Prosedur pilihan dalam situasi kritis
dengan hemotoraks masif dan kecurigaan cedera jantung dan
pembuluh darah besar adalah torakotomi. Ketika torakotomi
mendesak ditanyakan dalam keadaan darurat, pilihan sayatan
dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk indikasi operasi,
mekanisme cedera dan temuan radiografi. Jenis torakotomi yang
diperlukan didasarkan pada bagian mana dari dada atau organ
yang perlu dioperasikan oleh ahli bedah. Setelah dokter bedah
menyelesaikan operasi, sebuah tabung akan tetap dimasukkan di
dada untuk mengeringkan sisa darah atau cairan. Indikasi harus
dilakukan torakotomi menurut panduan Advanced Trauma Life
Support (ATLS) yakni:
- 1500 ml drainase darah dalam 24 jam atau> 250 ml drainase
darah setiap jam selama tiga jam berturut-turut setelah
penyisipan tabung dada
32
- Hemotoraks beku besar yang tidak dievakuasi
- Mengembangkan tamponade jantung
- Defek dinding dada
- Kebocoran udara besar-besaran atau ekspansi paru yang
tidak lengkap meskipun drainase cukup
- Luka kapal hebat
- Cedera esofagus
- Cedera diafragma
- Cedera jantung (cedera septum traumatik atau katup)
- Manajemen dan pencegahan komplikasi akhir fibrothorax.
Fibrotoraks adalah komplikasi umum yang jarang yang
dapat dihasilkan dari hemotoraks yang ditahan.
Thoracotomy dan decortication diperlukan untuk
perawatan.
- Manajemen dan pencegahan komplikasi akhir empyema.
Empiema biasanya berkembang dari infeksi yang
ditumpangkan pada kumpulan darah yang tertahan. Ini
membutuhkan drainase bedah dan decortication.
33
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
3.1 Pneumothoraks
3.1.1 Pengkajian
A. Primary Survey
1) Airway
- Assessment :
a. Perhatikan patensi airway
b. Dengar suara napas
- Management :
a. Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh,
lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang
menghalangi jalan napas
b. Re-posisi kepala, pasang collar-neck
c. Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau
intubasi (oral / nasal)
2) Breathing
- Assesment
a. Periksa frekwensi napas
b. Perhatikan gerakan respirasi.
c. Palpasi toraks
d. Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
- Management:
a. Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
b. Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension
pneumotoraks
3) Circulation
- Assesment
a. Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
b. Periksa tekanan darah
c. Pemeriksaan pulse oxymetri
34
d. Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
- Management
a. Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
b. Torakotomi emergency bila diperlukan
c. Operasi Eksplorasi vaskular emergency
4) Disability
- Assesment
Respon : Alert/ tidak berespon
Kesadaran : Compos mentis/ somnolen / apatis / spoor /
koma
GCS : kemampuan untuk beruspon/456/444/334
Pupil : isokor// anisikor
Refleks Cahaya : Ada/ tidak ada reflek
Keluhan Lain : rasa mual muntah
- Management : -
5) Exposure
- Assessment
a. Deformitas : adanya perubahan bentuk,
pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya
tarikan otot-otot ekstermitas yang menerik pataahan
tulang.
b. Contisio : cedera pada jaringan lunak , akibat
kekerasan tumpul.
c. Abrasi : pengikisan pada kulit
d. Laserasi : luka pada kulit
e. Edema : pembengkakan
f. Keluhan lain : Tidak Ada
- Management : -
B. Secondary Survey
1) Expose dengan melepaskan semua pakaian untuk melihat kondisi
trauma dada
2) Fahrenheit dengan mempertahankan suhu tubuh
35
3) Get mengukur tanda-tanda vital
4) Riview of System
- B1 (Breath)
a) Inspeksi : Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan,
serta penggunaan otot bantu pernafasan. Adanya jejas
(trauma) pada dada, Gerakan pernafasan ekspanis dada
yang asimetris, iga melebar, rongga dada asimetris
(cembung pada sisi yang sakit), batuk produktif dengan
sputum purulen, trakea dan ajntung terdorong ke sisi yang
sehat (Kuruvilla, 2007).
b) Palpasi : Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit,
pergerakan dinding dada yang tertinggal, ruang antar iga
normal atau melebar pada sisi yang sakit (Kuruvilla,
2007).
c) Perkusi : Suara ketok hipersonor, tidak bergetar, jantung
bergeser ke arah yang sehat (Kuruvilla, 2007).
d) Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang
pada sisi yang sakit. Posisi duduk semakin ke atas letak
cairan maka akan semakin tipis, sehingga suara nafas
terdengar amforis, bila ada fistel bronkopleura yang cukup
besar pada pneumothorax terbuka.
- B2(Blood)
Kemungkinan ada dampak hemodinamik seperti nadi,
tekanan darah, dan CRT
- B3 (Brain)
Tingkat kesadaran dapat composmentis, somnolen, atau
koma
- B4 (Bladder)
Perlu memonitoring intake output urin klien, oliguria
meruapakan tanda awal syok
- B5 (Bowel)
36
Terkadang mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan
berat badan karena sesak nafas
- B6 (Bladder)
Adanya kerusakan otot dan jaringan lunak dada akibat
trauma, sehingga meningkatkan resiko infeksi
C. Identitas Klien
Nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir dan
umur, tempat lahir, asal suku, etnik, status perkawinan atau orang
terdekat, agama.
D. Keluhan Utama
Pasien mengungkapkan tiba-tiba, tajam, nyeri pleuritik. Pasien
mungkin melaporkan bahwa rasa sakit meningkat ketika
menggerakan dada, bernapas, dan batuk dan mengeluh sesak
nafas.
E. Riwayat Penyakit Sekarang
- Riwayat Penyakit dahulu
Tanyakan pada pasien adakah riwayat hipertensi, penyakit
koagulasi darah, asma maupun penyakit yang berkaitan dengan
paru-paru dan riwayat trauma. Kaji pula adanya alergi terhadapa
makanan obat-obatan maupun minuman
- Riwayat penyakit sekarang
Kaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada
yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan
peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan pada dada yang
mendadak menyebabkan tekanan di dalam paru meningkat,
kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul pada
dada atau masukan benda tajam langsung menembus pleura.kaji
apa yang dirasakan pasien
- Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada riwayat infeksi, alergi dan hipertensi pada keluarga
F. Keadaan Psikososial
37
Kaji kebiasaan klien yang dapat mempengaruhi fungsi
pernafasan, adanya penyakit pernapasan kronis dapat
menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan
dengan orang lain, isolasi social, masalah keuangan, pekerjaan,
atau ketidakmampuan.
G. Pemeriksaan Penunjang
a) Tes Darah
- Analisis Gas darah arteri (ABGs): Tindakan oksigen dan
tingkat karbon dioksida untuk menyingkirkan hipoksemia
atau hiperkapnia
- Hemoglobin / hematokrit (Hb / Ht): Menilai hubungan sel
darah merah (sel darah merah) untuk volume cairan atau
viskositas.
b) X-ray dada: Mengevaluasi organ atau struktur dalam dada
dan studi awal pilihan di trauma benda tumpul dada.
c) Thoracic computed tomography (CT): Meningkatkan views
anatomi dada dan menempatkan kelainan. CT dini bisa
mempengaruhi manajemen terapi.
d) USG Thoracic: Membantu dalam menentukan kelainan pada
dada. Thoracentesis: Dilakukan untuk meringankan tekanan
intratoraks karena akumulasi cairan di rongga pleura.
38
Keperawatan
Ketidakefektifan 1. Respiratory Manajemen jalan nafas
pola nafas status: ventiolation 1. Monitor adanya kecemasan
berhubungan dengan 2. Respiratory status: Airway pasien terhadap oksigenasi
deformitas dinding patency 2. Monitor vital sign
dada 3. Vital sign status 3. Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik
Setelah dilakukan tindakan
relaksasi untuk memperbaiki
keperawatan selama 2x24 jam,
pola nafas.
diharapkan ketidakefektifan
4. Posisikan pasien untuk
pola nafas pada klien dapat
memaksimalkan ventilasi
teratasi dengan kriteria Hasil :
5. Buka jalan napas dengan
1. Irama pernafasan klien
teknik chin lif/ jaw thrust,
normal (04152/II)
sebagaimana mestinya
2. Tidak ada penggunaan otot
6. Instruksikan bagaimana
bantu nafas (040310/II)
melakukan batuk efektif
3. Tidak ada suara napas
7. Lakukan penyedotan melalui
tambahan (041522/II)
endotrachea atau nasotrachea
4. Tidak ada sianosis
sebagaimana mestinya
(041513/II)
Monitor pernapasan
5. Tidak ada retraksi dinding
1. Monitor status pernafasan dan
dada (041511/II)
oksigenasi sebagaimana
mestinya
2. Kolaborasi dengan tim dokter
mengenai kelola pemberian
bronkodilator atau nebulizer
39
mengalami gangguan 2. Konsultasi dengan tenaga
pertukaran gas, dengan kriteria kesehatan lain mengenai
hasil : penggunaan oksigen
1. Tidak mengalami dispnea tambahan selama kegiatan
saat beraktivitas atau tidur
(041015/II) 3. Sediakan oksigen ketika klien
2. Kedalaman inspirasi baik dipindahkan
(041017/II) 4. Anjurkan klien mengenai
3. Reflek batuk baik pentingnya meninggalkan
(041019/II) perangkat pengiriman oksigen
dalam keadaan siap pakai.
Nyeri akut Tingkat Nyeri Pemberian analgesik
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan lokasi, karakteristik,
agen cedera fisik keperawatan selama 2 x 24 kualitas dan keparahan nyeri
jam diharapkan nyeri yang sebelum mengobati pasien.
dirasakan klien berkurang 2. Kolaborasi dengan tim dokter
dengan criteria hasil : mengenai pengobatan
1. Nyeri yang dilaporkan meliputi obat, dosis dan
berkurang (210201/IV) frekuensi obat analgesic yang
2. Ekspresi nyeri wajah diresepkan.
berkurang (210206/V) 3. Tentukan pilihan obat
3. Klien dapat beristirahat analgesic berdasarkan tipe dan
dengan tenang (210208/V) keparahan nyeri.
4. Ketegangan otot berkurang 4. Dokumentasikan respon
(210209/V) terhadap analgesic dan adanya
efek samping.
Manajemen nyeri
1. Kurangi / eliminasi faktor-
faktor yang dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri.
2. Ajarkan prinsip-prinsip
40
manajemen nyeri.
3. Monitor Tanda-Tanda Vital
4. Monitor tekanan darah, nadi,
suhu dan status pernafasan
dengan tepat.
5. Monitor irama dan tekanan
jantung.
Intoleransi aktivitas Toleransi terhadap aktivitas Peningkatan latian
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kepatuhan individu
imobilitas keperawatan selama 3 x 24 terhadap program latian.
jam diharapkan klien tidak 2. Melibatkan keluarga atau
mengalami intoleran aktivitas yang memberi perawatan
dengan kriteria hasil : dalam merencanakan dan
1. Kemudahan dalam meingkatkan program latian.
melakukan ADL 3. Dampingi individu dalam
(000518/I) menentukan tujuan jangka
2. Kemudahan bernafas pendek atau jangka panjang
dalam beraktivitas dari latihan yang dilakukan.
(000508/I) 4. kolaborasikan dengan dokter
3. Frekuensi nadi dalam atau terapi fisik mengenai
beraktivitas normal aktivitas fisik yang sesuai
(000503/I) dengan derajat kesehatannya.
4. Daya tahan otot kuat Bantuan perawatan diri: ADL
(000106/I) 1. Monitor kemampuan
5. Tidak mengalami kelelahan perawatan diri secara mandiri
(000118/I) 2. Dorong kemandirian klien,
tapi bantu ketika klien tidak
mampu melakukannya
3. Ajarkan orangtua atau
keluarga untuk mendukung
kemandirian dengn membntu
hanya ketika klien tidak
41
mampu melakukan perawatan
diri.
4. Konsultasikan dengan terapis
okupasi atau fisik yang
menangani disabilitas secara
fisik
3.1.4 Evaluasi
a. Pola nafas klien kembali normal.
b. Klien tidak mengalami gangguan pertukaran gas.
c. Rasa nyeri yang dirasakan klien berkurang.
d. Klien dapat melakukan beberapa aktivitas secara mandiri maupun
dibantu.
42
3.2 Hematothoraks
3.2.1 Pengkajian
a. Pengkajian primer
A (Airway) :Apakah ada sumbatan jalan napas, peningkatan
sekresi pernapasan, bunyi nafas krekels, ronki, dan
mengi, jalan napas bersih atau tidak
B (Breathing) : Apakah klien mengalami distres pernapasan, sesak
napas, frekuensi pernapasan cepat, kedalaman
pernapasan, retraksi dada atau tidak, reflek
batuk/tidak, irama pernapasan, dan penggunaan otot
bantu pernapasan
C (Circulation): Apakah ada penurunan curah jantung, sakit kepala,
papiledema
D (Disability) : GCS, keadaan umum
E (Eksposure) : Apakah ada jejas atau tidak, dan disebelah mana
b. Pengkajian sekunder
1) Pemeriksaan TTV
2) Pemeriksaan B1-B6
- B1 (Breath) : Biasanya klien mengeluh sesak napas,
nyeri, batuk-batuk, terdapat retraksi, klavikula/dada.
Pengembangan paru tidak simetris, fremitus menurun
dibandingkan dengan sisi yang lain, pada perkusi ditemukan
adanya sonor/hipersonor/timpani. Pada kasus hemathoraks,
auskultasi suara nafas redup, menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang. Terdapat dispnea dengan aktivitas
ataupun istirahat.
- B2 (Blood) : Biasanya klien mengalami takikardi,
lemah, pucat, hipotensi
- B3 (Brain) : Biasanya klien mengalami nyeri dada saat
karena pernapasan dan batuk
- B4 (Bladder) : Tidak ada permasalahan (normal)
- B5 (Bowel) : Tidak ada permasalahan (normal)
43
- B6 (Bone) : Kemampuan sendi terbatas Terdapat
kelemahan, kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya
kripitasi
c. Identitas
Identitasi asuhan keperawatan meliputi nama, umur, jenis kelamin,
tanggal MRS, agama, suku/bangsa, alamat, dll.
d. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri pada dada
e. Riwayat penyakit sekarang
Umumnya, klien mengeluh nyeri pada bagian dada, sesak nafas,
kelemahan, kulit yang dingin, pucat dan berkeringat, kelelahan
akibat denyut jantung yang cepat. Kronologi kondisi klien
dijelaskan mulai dari sebelum hingga saat MRS
f. Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien pernah mengalami pernah menderita penyakit yang
sama sebelumnya dan apakah klien pernah mempunyai riwayat
penyakit khususnya pada bagian dada
g. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang
sama dengan klien
h. Pemeriksaan penunjang
1) Sinar X dada : Biasanya dinyatakan akumulasi
udara/cairan pada area pleural, Pa CO2 terkadang menurun, Pa
O2 terkadang normal atau menurun. Sa O2 biasanya menurun,
Hb kemungkinan menurun akibat kehilangan darah.
2) Toraksentesis : Biasanya terdapat cairan/darah
44
d. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
45
pertukaran gas, dengan penggunaan oksigen tambahan
kriteria hasil : selama kegiatan atau tidur
1. Tidak mengalami 3. Sediakan oksigen ketika klien
dispnea saat beraktivitas dipindahkan
(041015/II) 4. Anjurkan klien mengenai
2. Kedalaman inspirasi pentingnya meninggalkan
baik (041017/II) perangkat pengiriman oksigen
3. Reflek batuk baik dalam keadaan siap pakai.
(041019/II)
Nyeri akut b.d agen Tingkat Nyeri Pemberian analgesik
cedera fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan lokasi, karakteristik,
keperawatan selama 2 x 24 kualitas dan keparahan nyeri
jam diharapkan nyeri yang sebelum mengobati pasien.
dirasakan klien berkurang 2. Kolaborasi dengan tim dokter
dengan criteria hasil : mengenai pengobatan meliputi
1. Nyeri yang dilaporkan obat, dosis dan frekuensi obat
berkurang (210201/IV) analgesic yang diresepkan.
2. Ekspresi nyeri wajah 3. Tentukan pilihan obat analgesic
berkurang (210206/V) berdasarkan tipe dan keparahan
3. Klien dapat beristirahat nyeri.
dengan tenang 4. Dokumentasikan respon
(210208/V) terhadap analgesic dan adanya
4. Ketegangan otot efek samping.
berkurang (210209/V) Manajemen nyeri
1. Kurangi / eliminasi faktor-faktor
yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri.
2. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri.
Monitor Tanda-Tanda Vital
1. Monitor tekanan darah, nadi,
suhu dan status pernafasan
46
dengan tepat.
2. Monitor irama dan tekanan
jantung.
Intoleran aktivitas Toleransi terhadap Peningkatan latian
b.d aktivitas 1. Monitor kepatuhan individu
ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan terhadap program latian.
antara suplai dan keperawatan selama 3 x 24 2. Melibatkan keluarga atau yang
kebutuhan oksigen jam diharapkan klien tidak memberi perawatan dalam
mengalami intoleran merencanakan dan
aktivitas dengan kriteria meingkatkan program latian.
hasil : 3. Dampingi individu dalam
1. Kemudahan dalam menentukan tujuan jangka
melakukan ADL pendek atau jangka panjang
(000518/I) dari latihan yang dilakukan.
2. Kemudahan bernafas 4. kolaborasikan dengan dokter
dalam beraktivitas atau terapi fisik mengenai
(000508/I) aktivitas fisik yang sesuai
3. Frekuensi nadi dalam dengan derajat kesehatannya.
beraktivitas normal Bantuan perawatan diri:
(000503/I) ADL
4. Daya tahan otot kuat 1. Monitor kemampuan
(000106/I) perawatan diri secara mandiri
5. Tidak mengalami 2. Dorong kemandirian klien, tapi
kelelahan (000118/I) bantu ketika klien tidak mampu
melakukannya
3. Ajarkan orangtua atau keluarga
untuk mendukung kemandirian
dengn membntu hanya ketika
klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
4. Konsultasikan dengan terapis
okupasi atau fisik yang
47
menangani disabilitas secara
fisik
3.2.4 Evaluasi
1. Pola nafas klien kembali normal.
2. Klien tidak mengalami gangguan pertukaran gas.
3. Rasa nyeri yang dirasakan klien menghilang.
4. Klien dapat melakukan beberapa aktivitas secara mandiri maupun
dibantu.
48
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1 Pneumothoraks
4.1.1 Kasus
Tn. E Usia 39 thn datang ke IRD Rumah Sakit Universitas Airlangga
pada tanggal 08 September 2018 pukul 11:15 WIB diantar oleh warga
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas ± 2 jam MRS. Saat kejadian
terdapat jejas di dada samping kiri bawah akibat trauma benda tumpul.
Tn. E saat ini dalam keadaan komposmentis GCS 456. Tn. E kesakitan
mengeluh nyeri pada dada sebelah samping kiri bawah disertai sesak
nafas dan adanya deviasi trachea. Pernapasan 35 x/ mnt, nadi 120 x/
mnt, TD 90/70 mmHg, Suhu 36,4 c. Dari hasil rontgen didapatkan
akumulasi udara pada pleura paru-paru sebelah kiri.
4.1.2 Pengkajian
1. Primary Survey Triage
Trauma Dada
(Chest Injury)
Pengkajian Respon
(AVPU)
Airway-Breathing-
Circulation
(A-B.-C)
1. Airway 2. Breathing 3. Circulation
Tension Pneumothorax
49
a. Disability
Respon : Alert
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 456
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya : Ada
Keluhan Lain :-
b. Exposure
Deformitas : Tidak
Contusio : Tidak
Abrasi : Tidak
Laserasi : Tidak
Edema : Tidak
Keluhan lain : Tidak Ada
2. Secondary Survey Triage
a. Expose dengan melepaskan semua pakaian untuk melihat
kondisi trauma dada
b. Fahrenheit dengan mempertahankan suhu tubuh Tn. E normal
36,5 C -37,5 C
c. Get mengukur tanda-tanda vital Tn. E diperoleh RR 35x/menit,
Nadi 120x/menit, TD 90/70 mmHg, Suhu 36,4 C
d. Riview of System
B1 (breathing) : Peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, penggunaan otot bantu
pernapasan, gerakan dinding dada asimetris,
deviasi trachea
B2 (blood) : Monitor hemodinamik, takikardia
120x/menit
B3 (brain) : Nyeri pada dada kiri dengan skala 8
B4 (bladder) :-
B5 (bowel) :-
50
B6 (bone) :Adanya jejas pada dada samping kiri bawah
e. Inspect pernapasan
Pulmo :
- Inspeksi : dinamis pergerakan dinding dan bentuk dada tidak
simetris kanan dan kiri, dada kanan terlihat lebih cembung
- Palpasi : Fremitus taktil dada kanan tertinggal dan fremitus
vocal geteran dada sebelah kiri lebih dominan
- Perkusi : Pada bagian dada kanan hipersonor
Auskultasi : Bronkial (+), vesikuler (+), rhonki(+)
3. Identitas/biodata klien
a. Nama : Tn. E
b. Umur : 39 tahun
c. Jenis kelamin : laki-laki
d. Agama : Islam
e. Warga Negara : Indonesia
4. Keluhan utama : Tn. E mengeluh nyeri pada dada
sebelah kiri
5. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. E dibawa oleh warga ke RS Universitas Airlangga Surabaya
pada tanggal 08 September 2018 pukul 11:15 WIB akibat
kecelakaan lalu lintas sekitar 2 jam yang lalu. Tn. E saat dibawa ke
RS dalam keadaan Composmentis dengan GCS 456. Saat di RS Tn.
E mengeluh nyeri pada dada sebelah kiri dikarenakan adanya jejas
pada dada kiri bawah yang diduga akibat trauma benda tumpul.
Sampai seakrang Tn. E dirawat di IRD dengan diagnosa
Pneumothorax dari hasil foto rontgen.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak didapatkan riwayat sakit paru, hipertensi, diabetes mellitus
dan penyakit infeksi lainnya.
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada dari keluarga pasien yang mengalami penyakit genetik atau
keturunan dan penyakit infeksi menular lainnya
8. Pemeriksaan Diagnostik
51
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara pada pleura kiri
(pneumothorax)
52
Q: nyeri tumpul dan reseptor saraf
R: dada kiri bagian bawah
S: nyeri skala 8 Rangsang hipotalamus
T: nyeri saat bernafas
Sensasi nyeri tumpul
53
nyeri
54
4.1.6 Implementasi
55
Senin, 10 1,2 09.00 - 12.00 S: Klien
September 2018 WIB Mengkaji kecepatan,kedalaman WIB Mengatakan
Shift pagi ,frekuensi,irama,& Bunyi rasa sesak
napas berkurang.
10.00 - Berikan posisi semi TD: :
WIB fowler 45º 120/100mmHg
- Ajarkan klien untuk napas RR: 26x/mnt N
dalam dan batuk efektif : 90x/mnt S :
- Ajarkan klien Latihan 36,8 c
meniup balon -Mengkaji
- Ajarkan teknik relaksasi dan tingkat nyeri.
distraksi Skala nyeri : 4-6
- Mengkaji tingkat nyeri. Skala (Nyeri Sedang)
nyeri : 4-6 (Nyeri Sedang) O: Wajah klien
- Tidak ada kebocoran WSD masih sedikit
- TD : 120/100 RR : 27x/mnt nampak
N: 100x/mnt S: 36,8 c meringis
- Lakukan kolaborasi dengan A: Masalah
tim teratasi sebagian
Medis untuk pemeriksaan P: Lanjutkan
BGA Intervensi
56
4.2 Hemothoraks
4.2.1 Kasus
Tn. A (40 tahun) datang ke RSUA setelah mengalami kecelakaan
mobil pada tanggal 11 September 2018 dengan keluhan sesak nafas.
Klien tampak menggunakan otot bantu pernfasan saat bernafas. Klien
juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri dengan skala 7 (1-10). Klien
tampak meringis kesakitan menahan nyerinya dan klien tampak
memegangi area nyeri. Klien mengatakan nyeri terasa seperti tertekan
dan terasa terus-menerus, akan terasa sakit ketika digunakan untuk
bernafas atau bergerak. Klien juga merasa badannya sangat lemah dan
klien mengatakan sulit melakukan aktivitas karena kondisinya
sekarang. Klien tampak lemas dan sebagian besar aktivitas klien di
bantu dan di lakukan di tempat tidur.
Hasil pemeriksaan fisik saat inspeksi terlihat adanya pergerakan
dinding dada yang tertinggal di bagian kiri dan pada palpasi terdapat
ketidakstabilan atau rusuk yang retak dan adanya ketinggalan gerak,
dan juga didapatkan suara redup pada saat perkusi di bagian basal paru
kiri, pada auskultasi suara nafas terdengar berkurang atau menghilang.
Pada pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen didapatkan
gambaran fraktur clavikula sinistra, fraktur scapula sinistra, fhail chest
(fraktur costae 4,5,6 sinistra), dan hemothorax sinistra 35%. Saat ini
klien terpasang WSD, infus, dan Oksigen 12 lpm. Hasil pemeriksaan
57
TTV menunjukkan TD: 100/70 mmHg, suhu 37oC, nadi 90x/menit, RR
30x/menit.
4.2.2 Pengkajian
1. Pengkajian primer
Trauma Dada
(Chest Injury)
Pengkajian Respon
(AVPU)
Airway-Breathing-
Circulation
(A-B.-C)
2. Airway 2. Breathing 3. Circulation
Tension Hemothorax
a. Disability
Respon : Alert
Kesadaran : compos mentis
58
GCS : 456
Pupil : tidak disebutkan dalam kasus
Refleks Cahaya : Ada
Keluhan Lain :-
b. Exposure
Deformitas : Tidak ada
Contusio : Tidak ada
Abrasi : Tidak ada
Laserasi : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Keluhan lain : Tidak ada
2. Pengkajian sekunder
1. Anamnesa
a) Identitas Penderita
Nama Lengkap : Tn. A
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan
Status Perkawinan : Kawin
b) Keluhan Utama : klien mengeluh sesak nafas
c) Riwayat Kesehatan Sekarang : klien mengatakan bahwa
klien telah mengalami kecelakaan mobil. Klien mengeluh
sesak nafas. Klien juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri
dengan skala 7 (1-10). Klien mengatakan nyeri terasa terasa
terus-menerus, akan tersasa sakit ketika digunakan untuk
bernafas atau bergerak. Klien juga merasa badannya sangat
lemah dan klien mengatakan sulit melakukan aktivitas
karena kondisinya sekarang.
d) Riwayat Kesehatan dahulu : Pasien tidak pernah menderita
penyakit seperti yang diderita sekarang sebelumnya.
59
e) Riwayat Kesehatan Keluarga: keluarga tidak ada yang
menderita penyakit seperti yang diderita pasien.
2. Pemeriksaan fisik
a) B1 (Breathing) : RR: 30x/menit,
Inspeksi: Klien menggunakan otot bantu pernfasan saat
bernafas dan terlihat adanya pergerakan dinding dada yang
tertinggal di bagian kiri
Palpasi: terdapat ketidakstabilan atau rusuk yang retak dan
adanya ketinggalan gerak
Perkusi: didapatkan suara redup di bagian basal paru kiri
Auskultasi: suara nafas terdengar berkurang atau
menghilang
b) B2 (Blood) : TD: 100/70 mmHg, suhu: 37oC,
nadi: 90 x/menit.
c) B3 (Brain) : Tidak ada keluhan
d) B4 (Bladder) : tidak ada keluhan
e) B5 (Bowel) : tidak ada keluhan
f) B6 (Bone) : klien tampak lemas
3. Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen: terdapat gambaran fraktur clavikula sinistra,
fraktur scapula sinistra, fhail chest (fraktur costae 4,5,6
sinistra), dan hemothorax sinistra 35%.
60
- Terpasang Oksigen 12 lpm ↓
- Terpasang WSD Reabsorpsi darah oleh
- Airway : tidak ada sumbatan pleura tidak optimal
- Breathing : RR 30x/menit, ↓
takipnea Akumulasi darah di
- Circulation : TD 100/70 mmHg, kantong pleura
hipotensi ↓
- Disability : Gangguan ventilasi :
pengembangan paru
Respon : Alert
tidak optimal
Kesadaran : compos mentis
↓
GCS : 456
Pulmo distusisi kolaps
Pupil : tidak disebutkan
↓
dalam kasus
Takipnea
Refleks Cahaya : Ada
↓
- Eksposure : tidak ada
Ketidakefektifan pola
- Inspeksi: adanya pergerakan
napas
dinding dada yang tertinggal di
bagian kiri
- Palpasi: terdapat ketidakstabilan
atau rusuk yang retak dan adanya
ketinggalan gerak
- Perkusi: didapatkan suara redup di
bagian basal paru kiri
- Auskultasi: suara nafas terdengar
berkurang atau menghilang
- foto rontgen: terdapat gambaran
fraktur clavikula sinistra, fraktur
scapula sinistra, fraktur costae
4,5,6 sinistra, dan hemathorax
sinistra 35%.
- TTV : RR= 30 x/ mnt, N= 90 x/
61
mnt, TD= 100/ 70 mmHg, T= 37oC
2. DS : Trauma pada toraks Nyeri Akut
- Klien mengeluh nyeri pada dada ↓
sebelah kiri Cedera jaringan lunak,
- Q: terasa seperti tertekan dan terasa cedera/hilangnya
terus-menerus kontinuitas struktur
- R : dada sebelah kiri tulang
- S:7 ↓
- T : ketika digunakan untuk bernafas Adanya luka
atau bergerak pascatrauma, pergerakan
fragmen tulang
DO :
↓
- Klien Nampak meringis kesakitan dan
Nyeri Akut
memegangi area nyeri
- P : trauma dada akibat kecelakaan
- foto rontgen: terdapat gambaran
fraktur clavikula sinistra, fraktur
scapula sinistra, fhail chest (fraktur
costae 4,5,6 sinistra), dan hemothorax
sinistra 35%.
62
tidur Gangguan ventilasi :
- foto rontgen: terdapat gambaran pengembangan paru
fraktur clavikula sinistra, fraktur tidak optimal
scapula sinistra, fraktur costae ↓
4,5,6 sinistra, dan hemothorax Sesak
sinistra 35% ↓
- Terpasang Oksigen 12 lpm Kelemahan
- terpasang WSD ↓
- TTV : RR= 30 x/ mnt, N= 90 x/ Intoleransi aktivitas
mnt, TD= 100/ 70 mmHg, T= 37oC
63
pola napas b.d 3. Hasil rontgen dada tidak paru
hiperventilasi ada gangguan 4. Auskultasi suara nafas, catat
(00032) 4. Tidak ada penggunaan otot area dimana terjadi penurunan
Batasan bantu nafas atau tidak adanya ventilasi
karakteristik: 5. Retraksi dinding dada tidak dan keberadaan suara nafas
- Takipnea ada tambahan
- Penggunaan 6. Pengembangan dinding 5. Monitor keluhan sesak nafas
otot bantu dada simetris pasien termasuk kegiatan
nafas 6. Monitor hasil foto thorax
64
menggunakan pada wajah analgesik
standar daftar Pengetahuan: Manajemen 5. Berikan kebutuhan
periksa nyeri Nyeri (1843) kenyamanan dan aktivitas lain
untuk pasien 1. Klien mampu mengetahui yang dapat membantu relaksasi
yang tidak tanda dan gejala nyeri untuk memfasilitasi penurunan
dapat 2. Klien mengetahui strategi nyeri
mengungkapka untuk mengontrol nyeri 6. Berikan analgesik sesuai waktu
nnya paruhnya, terutama pada nyeri
- Ekspresi wajah berat
nyeri
(kesakitan) Manajemen Nyeri (1400)
1. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, atau
beratnya nyeri dan faktor
pencetus
2. Gali pengetahuan dan
kepercayaan pasien mengenai
nyeri
3. Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup pasien (mis.,
tidur, nafsu makan, pengertian,
perasaan hubungan, peforma
kerja, dan tanggung jawab
peran)
4. Gali bersama pasien factor-
faktor yang dapat menurunkan
atau memperberat nyeri
5. Ajarkan prinsip-prinsip
65
manajemen nyeri
6. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat, dan tim
kesehatan lain untuk memilih
dan memingplementasikan
tindakan penurun nyeri non
farmakologis sesuai kebutuhan
3. Domain 4. Tingkat kelelahan (0007) Terapi aktivitas (4310)
Aktivitas/Istirahat, 1. Kelelahan tidak ada 1. Pertimbangkan kemampuan
Kelas 4. Respons 2. Kegiatan sehari-hari (ADL) klien dalam berpartisipasi
Kardiovaskular/Pul tidak terganggu melalui aktivitas spesifik
monal. Intoleransi 2. Bantu klien dan keluarga untuk
Tanda-tanda vital (0802)
Aktivitas b.d mengidentifikasi kelemahan
1. Denyut nadi radial normal
ketidakseimbangan dalam level aktivitas tertentu
2. Tingkat pernafasan normal
antara suplai dan 3. Fasilitasi aktivitas pengganti
3. Irama pernafasan tidak ada
kebutuhan oksigen pada saat klien memiliki
gangguan
keterbatasan waktu, energy,
4. Tekanan darah
maupun pergerakan dengan
sistolik/diastolic normal
cara berkonsultasi pada terapi
5. Kedalaman inspirasi
fisik
normal
Manajemen energy (0180)
Status pernafasan (0415)
1. Pilih intervesi untuk
1. Frekuensi pernafasan tidak
mengurangi kelelahan baik
terganggu
secara farmakologi maupun
2. Penggunaan otot bantu
non farmakologi dengan tepat
nafas tidak adaRetraksi
2. Tentukan jenis dan banyaknya
dinding dada tidak
aktivitas yang dibutuhkan
terganggu
untuk menjaga ketahanan
3. Bantu pasien dalam aktivitas
sehari-hari yang teratur sesuai
kebutuhan
66
4. Monitor respon oksigen pasien
saat perawatan maupun saat
melakukan perawatan diri
secara mandiri
5. Ajarkan pasien atau anggota
keluarga untuk menghubungi
tenaga kesehatan jika tanda
dan gejala kelemahan tidak
berkurang
4.2.6 Implementasi
67
Batasan catat area dimana terjadi nafas, catat area dimana terjadi
karakteristik: penurunan atau tidak penurunan atau tidak adanya
- Takipnea adanya ventilasi dan ventilasi dan keberadaan suara
- Penggunaan keberadaan suara nafas nafas tambahan
otot bantu tambahan 5. Memonitor keluhan sesak nafas
nafas 5. Monitor keluhan sesak pasien termasuk kegiatan
nafas pasien termasuk 6. Memonitor hasil foto thorax
kegiatan Bantuan ventilasi (3390)
6. Monitor hasil foto thorax 1. Memposisikan pasien untuk
mengurangi dyspnea
Bantuan ventilasi (3390)
2. Mengajarkan pasien teknik
1. Posisikan pasien untuk
pernapasan, dengan tepat
mengurangi dyspnea
3. Berkolaborasi dengan petugas
2. Ajarkan pasien teknik
kesehatan lain mengenai
pernapasan, dengan tepat
pemberian oksigenasi yang akan
3. Kolaborasi dengan petugas
diberikan
kesehatan lain mengenai
pemberian oksigenasi yang
akan diberikan
2. Domain 12: Pemberian Analgesik (2210) Pemberian Analgesik (2210)
Kenyamanan, Kelas 1. Tentukan lokasi, 1. Menententukan lokasi,
1. Kenyamanan karakteristik, kualitas dan karakteristik, kualitas dan
Fisik. Nyeri akut keparahan nyeri sebelum keparahan nyeri sebelum
berhubungan dengan mengobati pasien mengobati pasien
agens cedera fisik 2. Pilih analgesik atau 2. Memilih analgesik atau
(00132) kombinasi analgesik yang kombinasi analgesik yang sesuai
Batasan sesuai ketika lebih dari satu ketika lebih dari satu yang
karakteristik: yang diberikan diberikan
- Bukti nyeri 3. Tentukan pilihan obat 3. Menententukan pilihan obat
dengan analgesik (narkotik, non analgesik (narkotik, non
menggunakan narkotik, NSAID), narkotik, NSAID), berdasarkan
standar daftar berdasarkan tipe dan tipe dan keparahan nyeri
68
periksa nyeri keparahan nyeri 4. Memonitor tanda vital sebelum
untuk pasien 4. Monitor tanda vital sebelum dan sesuah memberikan
yang tidak dan sesuah memberikan analgesic
dapat analgesic 5. Memberikan kebutuhan
mengungkapka 5. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain
nnya kenyamanan dan aktivitas yang dapat membantu relaksasi
- Ekspresi wajah lain yang dapat membantu untuk memfasilitasi penurunan
nyeri relaksasi untuk memfasilitasi nyeri
(kesakitan) penurunan nyeri 6. Memberikan analgesik sesuai
6. Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada
waktu paruhnya, terutama nyeri berat
pada nyeri berat
Manajemen Nyeri (1400)
Manajemen Nyeri (1400) 1. Melakukan pengkajian nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
onset/durasi, frekuensi, intensitas, atau beratnya nyeri
kualitas, intensitas, atau dan faktor pencetus
beratnya nyeri dan faktor 2. Menggali pengetahuan dan
pencetus kepercayaan pasien mengenai
2. Gali pengetahuan dan nyeri
kepercayaan pasien mengenai 3. Menentukan akibat dari
nyeri pengalaman nyeri terhadap
3. Tentukan akibat dari kualitas hidup pasien (mis.,
pengalaman nyeri terhadap tidur, nafsu makan, pengertian,
kualitas hidup pasien (mis., perasaan hubungan, peforma
tidur, nafsu makan, kerja, dan tanggung jawab
pengertian, perasaan peran)
hubungan, peforma kerja, 4. Menggali bersama pasien factor-
dan tanggung jawab peran) faktor yang dapat menurunkan
4. Gali bersama pasien factor- atau memperberat nyeri
69
faktor yang dapat 5. Mengajarkan prinsip-prinsip
menurunkan atau manajemen nyeri
memperberat nyeri 6. Berkolaborasi dengan pasien,
5. Ajarkan prinsip-prinsip orang terdekat, dan tim
manajemen nyeri kesehatan lain untuk memilih
6. Kolaborasi dengan pasien, dan memingplementasikan
orang terdekat, dan tim tindakan penurun nyeri non
kesehatan lain untuk memilih farmakologis sesuai kebutuhan
dan memingplementasikan
tindakan penurun nyeri non
farmakologis sesuai
kebutuhan
70
tepat farmakologi dengan tepat
2. Tentukan jenis dan 2. Menentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk menjaga dibutuhkan untuk menjaga
ketahanan ketahanan
3. Bantu pasien dalam aktivitas 3. Membantu pasien dalam
sehari-hari yang teratur aktivitas sehari-hari yang teratur
sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan
4. Monitor respon oksigen 4. Memonitor respon oksigen
pasien saat perawatan pasien saat perawatan maupun
maupun saat melakukan saat melakukan perawatan diri
perawatan diri secara mandiri secara mandiri
5. Ajarkan pasien atau anggota 5. Mengajarkan pasien atau
keluarga untuk menghubungi anggota keluarga untuk
tenaga kesehatan jika tanda menghubungi tenaga kesehatan
dan gejala kelemahan tidak jika tanda dan gejala kelemahan
berkurang tidak berkurang
4.2.7 Evaluasi
1. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
S : pola nafas klien sudah efektif
O : - Frekuensi pernafasan tidak ada gangguan
71
- Kedalaman inspirasi tidak ada gangguan
- Hasil rontgen dada tidak ada gangguan
- Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
- Retraksi dinding dada tidak ada gangguan
- Pengembangan dinding dada simetris
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
2. Nyeri akut b.d agens cedera fisik
S : Nyeri klien berkurang dengan skala 3 (1-10)
O : - Klien mampu mengenali terjadinya nyeri
- Klien dapat menggunakan tindakan pengurangan nyeri
tanpa analgesic
- Klien mampu mengenali terkait dengan gejala nyeri
- Nyeri sudah berkurang
- Klien mampu mengetahui tanda dan gejala nyeri
- Klien mengetahui strategi untuk mengontrol nyeri
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
S : intoleransi aktivitas klien berkurang
O : - Kelelahan tidak ada
- Kegiatan sehari-hari (ADL) dibantu minimal
- Denyut nadi radial normal
- Tingkat pernafasan normal
- Irama pernafasan tidak ada gangguan
- Tekanan darah sistolik/diastolic normal
- Kedalaman inspirasi normal
- Frekuensi pernafasan tidak terganggu
- Penggunaan otot bantu nafas tidak ada
- Retraksi dinding dada tidak terganggu
A : Masalah belum teratasi
72
P : lanjutkan intervensi
BAB V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pneumothorax adalah adanya udara yang terdapat antara pleura
visceralis dan cavum pleura. Pnemothorax dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.
73
DAFTAR PUSTAKA
74
Weiser, T. G. (2017, 01). Pneumothorax (Traumatic). Retrieved from MSD
Manual (Proffesional Version) :
https://www.msdmanuals.com/professional/injuries-poisoning/thoracic-
trauma/pneumothorax-traumatic
Johnson, J. (2017, 07 01). Hemothorax: What you need to know. Retrieved from
Medical News Today:
https://www.medicalnewstoday.com/articles/318184.php
Black, Joyce. M., Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta:Elsevier
Elizabeth. 2009. Patofisiologi. EGC.
Kozier & Erb, (2009). Buku Ajar Praktek Keperawatan Klinis Edisi Kedua.
Jakarta: EGC.
Ellis H,Calne R,Watson C.2009. Lecture Notes General Surgery. Edisi
8.Singapur: Blackwell Publising
75