Vous êtes sur la page 1sur 15

MAKALAH

MATA KULIAH EKONOMI PERKOTAAN


Dosen Pengampu: Dr. Sri Muljaningsih, SE., M. Sp
Di susun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Genap

“Analisis Urban Poverty dengan Metode Fishbone :


Studi kasus Peningkatan Jumlah Kekerasan Seksual
Di Kota Surabaya, Aceh dan Bandung”

Disusun Oleh:

Diah Rulianti 155020101111080

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di Indonesia kasus kekerasan seksual setiap tahun mengalami peningkatan,


korbanya bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja,
anak-anak bahkan balita. Pelakunya berasal dari lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat sekitarnya. Di antara masyarakat Indonesia yang paling rawan menjadi
korban kekerasan adalah kaum perempuan dan anak-anak. Tindak pidana kekerasan
seksual ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang relative lebih maju kebudayaan
dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tapi juga terjadi di pedesaan yang relatif
masih memegang nilai tradisi dan adat istiadat. Di berbagai pemberitaan media cetak
hingga media elektronik selalu terdapat kasus mengenai kekerasan seksual pada anak.
Bentuk dan modus operasinya pun dilakukan cukup berbagai macam cara.

Di Indonesia sendiri untuk kasus kekerasan seksual anak mengalami


peningkatan pada setiap tahunnya. Pada tahun 2011 terdapat 2509 laporan kekerasan,
59 % nya adalah kekerasan seksual. Sementara pada tahun 2012 pihak Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (Komnas PA) telah menerima 2637 laporan, 62 % nya
adalah kekerasan seksual.Sepanjang tahun 2010-1014, pihak Pusat Data dan Informasi
(Pusdatin) Komnas Anak menunjukan telah terjadi 21.689.797 kasus pelanggaran hak
anak di 34 provinsi. sebanyak 42-58 persen dari pelanggaran tersebut merupakan kasus
kejahatan seksual terhadap anak. Selebihnya adalah kasus kekerasan fisik,
penelantaraan anak dan perebutan anak, eksploitasi ekonomi dan perdagangan anak
untuk tujuan eksploitasi seksual komersial. Sepanjang Januari hingga April 2014 saja,
pihak Komnas Anak menerima laporan 679 kasus, dengan jumlah korban 896 anak.
Separuh, atau 56 persen dari laporan tersebut merupakan kejahatan seksual terhadap
anak.Data yang lain menunjukan pihak Komnas Anak di tahun 2010 menerima 2046
kasus, 42 persen diantaranya adalah kejahatan seksual; tahun 2011 meningkat yakni
2460 kasus, 58 persen diantaranya kejahatan seksual; meningkat kembali di tahun 2012
menjadi 2626 kasus, 62 persen diantaranya kejahatan seksual; di tahun 2013 kembali
terus meningkat menjadi 3339 kasus, 58 persen diantaranya kejahatan seksual.Pada tiga
bulan memasuki tahun 2014, pengaduan yang diterima oleh Komnas Anak telah
sebanyak 223 kasus, terdiri dari 103 kasus kekerasan seksual dan sisanya kasus
kekerasan fisik dan penelataran.

Pelecehan seksual kerap terjadi di kota-kota besar salah satunya Di Provinsi


Jawa Timur sendiri yaitu Kota Surabaya adalah daerah dengan kasus kekerasan seksual
anak tertinggi. Di Polrestabes Surabaya, tercatat selama periode 2011 hingga periode
2014 bulan Agustus telah mengalami peningkatan dalam kasus kekerasan seksual anak.
Dari data yang telah di ambil menyebutkan bahwa tahun 2011 terdapat 58 kasus, tahun
2012 terdapat 70 kasus, tahun 2013 terdapat 76 kasus, tahun 2014 hingga agustus
terdapat 53 kasus. Kota Bandung yang merupakan salah satu di Provinsi Jawa Barat
juga merupakan penyumbang terbesar dalam kasus pelecehan seksual sehingga
Provinsi ini menjadi provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah kasus kekerasan
tertinggi terhadap anak. Total kekerasan terhadap anak di Jawa Barat mencapai 38%
artinya 6.510.000 kasus terjadi di Jawa Barat, dan 62% kasus kekerasan berupa
kekerasan seksual. Kemudian Di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, khususnya Kota
Aceh dalam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anak Aceh mencatat sebanyak 149
kasus kekerasan/pelecehan seksual pada anak di Aceh yang terjadi sepanjang tahun
2010 hingga 2014. Kasus kekerasan/pelecehan seksual pada anak di aceh meningkat
setiap tahunnya dimana tahun 2010, 27 kasus; tahun 2011, 29 kasus; 2012, 32 kasus;
tahun 2013, 26 kasus dan tahun 2014 tercatat 35 kasus (Serambi Indonesia, Selasa, 25
november 2014).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa tingkat pelecehan seksual di kota-kota besar tinggi?
2. Apa saja factor yang menyebabkan pelecehan seksual di Kota-kota besar seperti
Surabaya, Aceh dan Bandung?
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan beberapa artikel jurnal ilmiah yang menjadi sumber literature


menyebutkan bahwa Kasus pelecehan seksual yang terjadi di Kota Surabaya, Aceh dan
Bandung dewasa ini, banyak dialami anak-anak dan remaja, khususnya perempuan. Secara
umum, korban pelecehan seksual adalah anak-anak dan remaja yang berusia di bawah 18 tahun,
hanya dalam beberapa kasus pelecehan seksual saja yang korbannya merupakan perempuan
dewasa. Hal ini disebabkan pada usia anak-anak dan remaja, mereka belum memahami dengan
baik tentang pendidikan seks dan pelecehan seksual, tentang perilaku mana yang harus
dihindari, serta tentang akibat yang akan timbul dari tindakan-tindakan asusila tersebut. Di
samping itu, anak-anak dan remaja cenderung tidak punya kekuatan untuk menolak keinginan
si pelaku, ditambah lagi pelaku mengancam korban secara fisik dan psikis. Berbeda halnya
dengan pelaku pelecehan seksual. Profil pelaku pelecehan seksual berbeda-beda, baik itu dari
latar belakang pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, maupun status sosial ekonomi.

Ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Arist Merdeka Sirait,saat


menghadiri acara talk show “Ayo Gerakan Mendengarkan Anak" di Padalarang, Kabupaten
Bandung Barat Provinsi Jawa Barat. Mengungkapkan bahwa KPAI mencatat telah terjadi
kekerasan seksual terhadap anak dan diduga mengalami peningkatan. Berdasarkan catatan
KPAI dari 2012 sampai 2013,kekerasan seksual meningkat sebesar 30 persen.

Tindakan pelecehan seksual dapat terjadi dalam berbagai setting seperti di rumah, atau
di tempat-tempat yang dirasa aman bagi pelaku untuk memuaskan keinginannya, tanpa
diperhatikan oleh masyarakat di lingkungannya. Beberapa kasus pemerkosaan terjadi di kebun,
atau di hutan. Dengan kata lain, pelaku memilih tempat yang sepi dan tidak terlihat oleh banyak
orang untuk melakukan tindakan pelecehan seksual. Kebanyakan kasus pelecehan seksual yang
dilaporkan ke pihak berwajib adalah kasus yang terjadi pada pasangan yang pacaran. Awalnya
hubungan intim yang dilakukan atas dasar suka sama suka sebagai bentuk pembuktian akan
kesetian cinta keduanya dan korban dijanjikan akan dinikahi jika sudah melakukannya. Namun
ketika pelaku tidak menepati janjinya, si korban menganggap ini sebagai tindakan
pemerkosaan dan melaporkannya ke polisi. Dengan kata lain, dari segi status hubungan antara
pelaku dan korban di sebagian besar kasus adalah sebagai pacar. Namun dalam sebagian kasus
yang lain, dimana status hubungan antara pelaku dan korban hanya sebatas teman, tetangga,
keluarga, kenalan, bahkan tidak saling kenal, tindakan pelecehan seksual yang dilakukan atas
dasar ancaman dari pelaku. Pelecehan seksual yang terjadi di Kota Surabaya, Aceh dan
Bandung secara umum disebabkan oleh kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak, baik
anak sebagai pelaku maupun sebagai korban. Selain itu, faktor ekonomi juga ikut mengambil
peran dalam maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi. Korban dengan mudah mengikuti
keinginan pelaku dengan diiming-imingi uang, atau benda-benda lainnya. Bagi pelaku sendiri,
faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual adalah menurunnya moralitas yang menjadikan
pelaku menuruti semua keinginan hawa nafsunya tanpa memikirkan baik-buruk, benar-salah,
boleh-tidak akan perilakunya.

Adapun dampak yang ditimbulkan akibat pelecehan seksual bagi korban dapat dilihat
dari beberapa sudut pandang yaitu :

1. dampak trauma seperti timbulnya ketakutan, trauma, depresi, dan gangguan


psikologis lainnya;
2. dampak seksual yakni adanya dokumentasi video mesum dan terengut
keperawanan;
3. dampak ekonomi yaitu berupa kerugian material yang ditimbulkan oleh si
pelaku
4. dampak sosial yaitu ditinggalkan/dikucilkan oleh orangtua dan orang-orang
terdekat serta lingkungan, dan penelantaran yang dilakukan oleh pelaku jika
status hubungan antara pelaku dan korban adalah pacaran dan korban dijanjikan
untuk dinikahi.

Dalam kasus pelecehan seksual ini, satu hal yang perlu diketahui, bukan soal berapa
tahun hukuman untuk pelaku, melainkan soal kualitas, yaitu seberapa dalam luka psikis yang
dialami korban, dan betapa sulitnya bagi korban untuk dapat pulih, berdamai dengan dirinya
sendiri, dan berdamai dengan masa lalunya. Sebab trauma psikis tidak sama dengan luka fisik
yang waktu penyembuhannya relatif cepat. Luka psikis ataupun trauma psikis adalah luka yang
tidak tampak, namun ia ada. Menyembuhkan luka trauma pada korban pelecehan seksual
tidaklah mudah, tentu dibutuhkan usaha yang keras dan waktu yang tak dapat ditentukan untuk
memulihkannya. Bisa jadi upaya pemulihan korban membutuhkan waktu bertahun-tahun, atau
bahkan seumur hidup untuk dapat berdamai dengan dirinya sendiri dan masa lalunya, serta
upaya untuk menyembuhkan trauma dan gangguan-gangguan lain yang dialaminya.
Yang sangat disayangkan adalah penanggulangan selama ini hanya berupa kurungan
dan denda bagi pelaku. Setelah masa tahanan berakhir, pelaku dapat merasa senang menghirup
udara bebas, sementara korban masih menderita gangguan psikologis akibat pelecehan seksual
yang pernah dialaminya. Tentu ini menujukkan bentuk penanggulangan yang belum memadai,
kekuatan hukum terhadap tersangka perlu dijabarkan kembali, tersangka perlu mendapat
pelajaran dari perilaku asusila yang telah dilakukannya. Selain itu, adanya revisi kembali isi
Undang-undang Perlindungan Anak dan pemerintah bertindak tegas terhadap kasus ini, yaitu
dengan menyediakan program pemulihan psikologis bagi korban, dan pelaku pelecehan
seksual terhadap anak agar dapat dihukum seberat-beratnya dengan harapan agar dengan
menghukum pelaku seberat-beratnya dapat menjadi upaya preventif bagi masyarakat agar
kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak tidak terjadi lagi di kemudian hari.
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif


fenomenologi dengan metode Fish bone, yaitu alat yang membantu mengidentifikasi,
memilah, dan menampilkan berbagai penyebab yang mungkin dari suatu masalah atau
karakteristik kualitas tertentu. Diagram ini menggambarkan hubungan antara masalah dengan
semua factor penyebab yang mempengaruhi masalah tersebut. Nama lain dari diagram ini
adalah Diagram Cause and Effect atau Diagram Sebab Akibat, yang ditemukan oleh Kaoru
Ishikawa. Dengan menganalisis secara mendalam mengenai penyebab pelecehan seksual yang
ada di Kota besar di Indonesia, yaitu Kota Surabaya, Aceh dan Bandung.

Manfaat menggunakan diagram fishbone ini yaitu :

1. membantu menentukan akar penyebab masalah dengan pendekatan yang terstruktur


2. Mendorong kelompok untuk berpartisipasi dan memanfaatkan pengetahuan kelompok
tentang proses yang dianalisis
3. Menunjukkan penyebab yang mungkin dari variasi atau perbedaan yang terjadi dalam
suatu proses
4. Meningkatkan pengetahuan tentang proses yang dianalisis dengan membantu setiap
orang untuk mempelajari lebih lanjut berbagai faktor kerja dan bagaimana faktor‐faktor
tersebut saling berhubungan
5. Mengenali area dimana data seharusnya dikumpulkan untuk pengkajian lebih lanjut

Langkah‐langkah untuk menyusun dan menganalisa diagram fishbone sebagai berikut:

1. Identifikasi dan definisikan dengan jelas hasil atau akibat yang akan dianalisis
Identifikasi masalah yang ada di Kota Surabaya, Aceh dan Bandung adalah tingkat
kekerasan pelecehan seksual yang meningkat.
2. Gambar garis panah horisontal ke kanan yang akan menjadi tulang belakang dan tulis
masalah yang akan di analisis dalam kotak di ujing panah.
3. Identifikasi penyebab‐penyebab utama yang mempengaruhi hasil atau akibat
Penyebab utama terjadinya kekerasan seksual di Kota Surabaya, Aceh dan Bandung,
berasarkan literature dipengaruhi oleh 4 hal utama yaitu : Manusia, Peraturan yang
berlaku, Lingkungan Hidup dan Tempat Kejadian.
4. Untuk setiap penyebab utama, identifikasi faktor‐faktor yang menjadi penyebab dari
penyebab utama
5. Identifikasi lebih detail lagi secara bertingkat berbagai penyebab dan lanjutkan
mengorganisasikannya dibawah kategori atau penyebab yang berhubungan. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara mengajukan serangkaian pertanyaan “mengapa”. Contoh
pertanyaan untuk contoh kasus disini, adalah: mengapa tingkat moral setiap manusia
kurang? Jawabannya karena pendidikan yang rendah, begitu juga penyebab dari
maslaah utama yang lainnya.
6. Menganalisis diagram
Lihat keseimbangan diagram:
a) Jika ada kelompok dengan banyak item pada suatu area dapat mengindikasikan
perlunya pengkajian lebih lanjut
b) Jika ada kategori utama dengan sedikit penyebab minor dapat mengindikasikan
perlunya indentifikasi lagi penyebab minornya.
c) Jika ada beberapa cabang kategori utama hanya memiliki sedikit sub cabang,
mungkin perlu mengkombinasikannya dalam satu kategori.
BAB IV

HASIL ANALISIS

Pelecehan seksual yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia telah semakin meningkat,
terutama di Kota Surabaya, Bandung dan Aceh. Berdasarkan artikel jurnal yang telah di review,
dapat disimpulkan terdapat empat penyebab utama meningkatnya tingkat pelecehan seksual di
Kota-kota tersebut, Yaitu :

1. Manusia
Penyebab utamanya adalah dari manusia itu sendiri. ada dua penyebab mengapa
manusia bisa menjadi pelaku atau korban pelecehan seksual. Alasan yang utama karena
manusia tersebut memiliki moral yang kurang, moral dalam saling menghormati dan
menghargai sesama manusia yang didapat ketika di bangku sekolah. salah satu hal yang
membuat moral seorang manusia yang lemah, karena kurangya pendidikan yang
diterima ketika masih anak-anak hingga menuju dewasa. Kurangnya pendidikan moral
ini bisa disebabka karena seseorang berasal dari keluarga yang kurang mampu atau
tergolong miskin, sehingga tidak mampu untuk berseklolah karena harus bekerja, selain
pendidikan di bangku sekolah juga diperlukan pendidikan yang insentif di dalam
keluarganya, karena itu merupakan pendidikan pertama dan paling utama untuk setiap
manusia. jika seseorang kurang memiliki waktu bersama dengan keluarganya, bisa jadi
orang tersebut akan kekurangan kasih sayang dalam keluarganya, sehingga akan
meimbulkan disorientasi di masa depannya dengan moral yang kurang baik. selain itu
manusia merupakan penyebab utama peningkatan pelecehan seksual di kota-kota besar
karena keadaan psikologis yang terganggu.Psikologis yang terganggu ini dikarenakan
adanya trauma berat yang dialami seseorang semasa keci, misalnya semasa kecil
seorang anak yang terkena kasus KDRT akan terus mengingat kejadian itu hingga
terbawa sampai dewasa. apabila anak tersebut tidak bisa melupakan kejadian-kejadian
yang dialaminya dulu, maka akan menimbulkan efek deja vuu sehingga anak tersebut
juga ingin melakukannya kepada orang lain yang tidak ia benci. Banyak kasus
kekerasan seksual yang dilakukan pelaku karena pelaku tersebut pernah mengalaminya
sewaktu kecil. Sehingga pelaku melakukannya lagi dengan anak kecil.
2. Peraturan
Tingkat pelecehan seksual yang tinggi di suatu kota karena lemahnya peraturan yang
ada di kota tersebut. Ada asumsi bahwa peraturan yang ketat akan membuat banyak
orang untuk melanggar peraturan tersebut, namun berbeda dengan kasus pelecehan
seksual yang dirasa sangan merendahkan harga diri korbanyya, maka sudah seharusnya
jika dibuatkan peraturan yang ketat dan secara tegas melarang tindak kekerasan
pelecehan seksual di kota agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan di dalam kota yang
menjadi pusat kegiatan perekonomian suatu daerah. Selain peraturan pemerintah yang
kurang tegas, di tiap kota atau daerah juga memiliki reaksi atau sanksi social yang
berbeda-beda mengenai kegiatan seksual di daerahnya sendiri. Ada beberapa kota yang
memang acuh dalam masalah tindak kekerasan sekual di daerahnnya sehingga tidak
membuat si pelaku jera dengan apa yang didapatkan ketika melakukan kejahatan.
3. Lingkungan
Faktor lingkungan hidup seseorang juga mempengaruhi tingkat pelecehan seksual di
suatu daerah. Jika lingkungan tempat tinggak seseorang merupakan lingkungan yang
tertutup makan seorang yang menginjak masa remaja akan semakin penasaran dengan
hal-hal baru di luar sana dan akan semakin semangat untuk mencobanya. Karena
lingkungan yang tertutup inilah maka akan banyak para remaja yang akan kekurangan
pendidikan mengenai seks yang seharusnya didapatkan dari orang tuanya. Namun
dalam lingkungan seperti ini, membahas masalah seks merupakan hal yang tabu untuk
dibicarakan dalam kehidupan. Maka dari hal tersebut akan banyak generasi muda yang
tidak bias membedakan mana yang bias di lakukan dan tidak bias dilakukan. Selain itu,
alasan lain mengapa lingkungan menjadi faktor utama pembuat peningkatan masalah
social di kota-kota besar karena dari lingkungan hidup seseorang tersebutlah akan
mencetuskan perilaku seseorang dalam menjadi korban dan pelaku dalam kejahatan
pelecehan seksual tersebut. Dalam lingkungan hidup yang serba modern misalnya,
orang-orang bebas memakai pakaian yang disukai tanpa menghiraukan prespektif
orang lain terhadap dirinya. Hal ini lah yang akan menjadi pencetus terjadinya korban
pelecehan seksual di masyarakat perkotaan. Selain itu sikap antara laki-laki an wanita
yang terlalu ramah hingga terkesan menggoda padahal belum saling mengenal juga
menimbulkan terjadinya korban dan pelaku pelecehan seksual.

4. Tempat
Faktor yang mempengaruhi tingkat kejahatan pelecehan seksual yang tinggi di
perkotaan adalah adanya permasalahan tempat untuk melakukan tindak kejahatan
tersebut. Seorang pelaku kejahatan pelecehan seksual akan melakukan aksinya ketika
terdapat tempat yang aman dan bebas dari penglihatan polisi atau aparatur negara.
Contohnya disediakannya motel atau hotel yang bebas untuk membawa siapapun
masuk kedalam seperti gang dolly yang ada di kota Surabaya. Dengan adanya tempat
yang sudah terjamin keamanananya, maka orang-orang akan dengan bebas melakukan
kegiatan seksual dimanapun mereka berada. Selain itu orang-orang akan menggunakan
tempat yang sepia tau tidak ada orang disekitarnya ketika melakukan kejahatan seksual.
Di bagian pinggir kota banyak terdapat tempat-tempat sepi yang jauh dari keramaian
kota merupakan tempat yang paling tepat untuk melakukan kejahatan seksual. Selain
itu, sikap orang-orang kota yang sekarang mulai bersifat individualis juga membuat
beberapa tempat di kota menjadi semakin sedikit aktivitas social yang akan membuat
tempat-tempat umum menjadi sepi. Hal ini snagat isayangkan melihat selayaknya suatu
kota menjadi pusat pertumbuhan daerah-daerah disekitarnya namun memiliki
penduduk yang individualis.
Gambar 1. Diagram Fish Bone

Peraturan Manusia

Moral yang Kurang


Hukuman yang
rendah Adanya Trauma
Keluarga Miskin

Korban KDRT Kurang kasih sayang

Sanksi sosial yang


berbeda di setiap
Psikologis terganggu Pendidikan yang rendah
daerah Tingkat Kejahatan
Pelecehan Seksual
Adanya pencetus
menjadi korban/
Anggapan Seks Tempat yang aman yang meningkat
adalah hal yang
pelaku tabu

Daerah
Saling Pakaian Pinggira Individualis
menggoda yang sexy Adanya n
motel bebas
Pendidikan Seks yang Tidak ada orang
rendah yang melihat

Lingkungan Tempat
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejahatan pelecehan seksual merupakan suatu tindak kejahatan yang sering
menjadi permasalahan dalam suatu Kota khususnya kota Surabaya, Aceh dan Bandung.
Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan suatu kota. Urban Poverty merupakan
masalah serius yang harus diselesaikan dan di atasi secara simultan. Terkait pelecehan
seksual yang ada di kota, apabila tidak dilakukan penindakan lebih lanjut, maka akan
berakibat buruk dalam kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi daerah lain. Namun
adanya Urban Poverty yang berupa pelecehan seksual ini, juga terjadi karena ada bebrapa
hal utama yang mendorong peningkatannya, yaitu adanya factor kesalahan manusia,
Peraturan, Lingkungan hidup, dan Tempat kejadian perkara. Ke empat hal ini harus di
minimalisir agar tidak menimbulkan dampak yang semakin besar dalam kehidupan
perkotaan di Kota-kota besar Indonesia.
B. Saran
dari hasil analisis fishbone dapat ditarik bebrapa saran untuk kedepannya, yaitu :
1. Bagi Pemerintah

Setelah mengetahui bagaimana pelecehan seksual bias terjadi di wilayah


perkotaan, maka pemerintah dapat memulai melakukan program-program
pencegahan terjadinya kasus pelecehan seksual di kota-kota besar seperti Surabaya,
Aceh dan Bandung. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati, maka
pemerintah dapat menggalakkan program untuk merekatkan keadaan keluarga agar
bias menjadi keluarga harmonis, sehingga bias memperbaiki psikologis anak-anak
dan remaja agar lebih berfikir positif. Kemudian program-program yang
meninggkatkan taraf moral suatu masyarakat perkotaan agar saling berinteraksi,
seperti hari jalan sehat bersama dan lain-lain.

2. Bagi Masyarakat

Masyarakat merupakan subyek sekaligus obyek dalam terjadinya pelecehan


seksual. Maka dari itu, kesadaran masyaratak mengenai penntingnya pendidikan
seks sejak dini sangat di anjurkan, apalagi, bagi para orang tua, harus mulai
menyisihkan waktu untuk anak-anaknya dan mulai membimbing anak-anak untuk
selalu beraktivitas positif. Masyarakat juga perlu merangkul orang-orang yang
terkena masalah dalam hal kasus kekerasan terutama kekerasan seksual. Agar si
korban ataupun pelaku tidak merasa sendirian dan tetap semnagat untuk
melanjutkan kehidupan.

3. Bagi Mahasiswa
Sebagai seorang agen perubahan, seorang mahasiswa juga berperan penting
dalam masalah-masalah yang terjadi di sebuah kota yang menjadi tempat menuntut
ilmu di Perguruan Tinggi. Seorang mahasiswa mampu berperan aktif untuk
mengurangi kasus-kasus pelecehan seksual dengan melakukan pengabdian
masyarakat di daerah terpencil dan tertinggal di pinggiran kota. Dengan pengabdian
masyarakat, para mahasiswa bias menyalurkan pentingnya pencegahan mengenai
pelecehan seksual yang terjadi di masyarakat agar warga kota yang hidup di
pinggian tidka terkena imbasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Huraerah.2006. Kekerasan Terhadap Anak. Nuansa : Bandung.

Aroma Elmina Martha.2003.Perempuan, Kekerasan dan Hukum. UII Press: Yogyakarta.

ARS/FMB.Kasus Kekerasan Seksual Merajalela di Jatim.(Online).


http://www.beritasatu.com/nusantara/112923-kasus-kekerasan-seksualmerajalela-di-jatim.html
Diakses pada 21 Juni 2017.

Bahri, Syaiful dan Fajriani.2015. Suatu Kajian Awal Terhadap Tingkat Pelecehan Seksual
Di Aceh. Jurnal Pencerahan Vol 9, No 1 Hal 50-65

Fuadi, M. Anwar.2011.Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi


Fenomenologi. Psikoislamika, Jurnal Psikologi Islam, 8(2), 191-208.

Kalyan amitra.2013.Analisa Media Edisi Oktober 2013. www.kalyanamitra.or.id. Di akses


tanggal 19 Juni 2017.

Purba, H.H. (2017, Juni 20). Diagram fishbone dari Ishikawa. Retrieved from
http://hardipurba.com/2008/09/25/diagram-fishbone-dari-ishikawa.html

Sumera, Marcheyla.2013. Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan.


Lex et Societatis, 1(2), 39-49.

UMM.Indonesia Darurat Kekerasan Seksual Pada Anak, (Online),


http://fikes.umm.ac.id/en/nasional-umm-3766-indonesia-daruratkekerasan-pada-anak.html
diakses pada tanggal 21 Juni 2017.

Vous aimerez peut-être aussi