Vous êtes sur la page 1sur 56

ASKEP PK UGD

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR. “AH”


DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA
PERILAKU KEKERASAN ( PK) DI UNIT GAWAT DARURAT
RSJD DR. AMINO GONDO HUTOMO SEMARANG

A. DENTITAS KLIEN:
1. Nama (Inisial) : Sdr.”AH”
2. Umur : 22 tahun
3. Jenis kelamin : laki-laki
4. Pendidikan : SMP
5. Status kawin : Belum kawin
6. Pekerjaan : Tidak bekerja
7. Alamat : Jl. Muwardi, Kalisari Semarang.
8. Sumber data : Klien, keluarga dan Dokumen rekam medik.
9. Tanggal pengkajian : 22 Agustus 2005 Jam 09.30 WIB
10. RM No. : 03.81.11.

I. DATA FOKUS
A. Alasan Masuk Rumah Sakit.
Klien dibawa ke Unit Gawat Darurat RSJD Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang,
karena menurut keterangan ayah klien, klien mengamuk dan merusak alat-alat rumah tangga
di rumah.

B. Faktor predisposisi.
Menururt keterangan ayahnya, klien pernah bekerja di pabrik namun setuhun yang lalu
terkena PHK (pemutusan hubungan kerja). Kemudian klien mengalami stress dan akhirnya
gangguan jiwa dan dirawat di RSJD Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang pada tanggal 17
Nofember 2004, sembuh dan diperbolehkan pulang atas ijin dokter. Di rumah klien belum
bisa bekerja. Klien rutin kontrol ke Poliklinik RSJD Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang,
namun 2 minggu terakhir klien tidak teratur minum obat. Sehingga sakitnya kambuh lagi.

C. Pemeriksaan fisik.
Berat badan : 47 k9, tinggi badan: 165 cm, Tekanan darah 120/80 mm Hg, Frekuensi nadi 84
x/ menit dan respirasi 20 x/ menit.
rambut gondrong, berwarna hitam, kotor dan tidak di tata dengan rapi. Pakaian tidak rapi.

D. Psikososial.
Klien datang di RSJD Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang, diantar ayah dan kakaknya.
Pandangan mata tajam mengarah ke arah orang yang mendekat. Mulut terkatup rapat dan
tulang rahang tegang. Pada saat didekati perawat, klien memukul perawat.

E. Status mental.
Menurut keterangan ayah klien, klien sering bicara sendiri.
Waktu ditanya, klien hanya diam membisu dan terkesan bermusuhan. Tiba-tiba klien
menyerang perawat (ekspulsif). Tingkat kesadaran compus mentis. Klien kelihatan bingung.

F. Aspek Medis
1. Diagnosa medis:
Aksis I : Skizofrenia tak terinci.
Aksis II : Tak ada diagnosis.
Aksiis III : Tak ada diagnosis.
Aksis IV : di PHK.
Aksis V : GAF 40 – 31
2. Terapi medikamentosa:
Chlorpromazine 3 x 100 mg
Trifluopenazine 3x 10 mg
Trihexyphenidyl 3 x 2 mg
Injeksi diazepam 5 mg intravena.

II. ANALISIS DATA


No DATA MASALAH
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
S ( Data Subjektif):
Menurut keterangan keluarga klien mengamuk di rumah dan membanting alat- alat rumah
tangga. Klien sering bicara sendiri.

O ( Data Objektif):
• Pada saat didekati perawat, klien memukul.

Perilaku kekerasan (PK)


S (Data Subjektif):
Menurut keterangan keluarga klien mengamuk di rumah dan membanting alat- alat rumah
tangg
O (Data objektif):
• Pandangan mata klien tajam kearah oranng yang mendekati.
• Klien memukul perawat saat didekati.
• Mata merah.
• Tulang rahang tegang dan dikatupkan rapat.

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar


S (Data Subjektif):
Menurut keterangan ayah klien, klien sering bicara sendiri.

O (Data objektif):
• Mulut klien berkomat-kamit sendiri (seperti sedang bicara sendiri).

III. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Perilaku kekerasan (PK).
3. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar.

V. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhububgan dengan perilaku
kekerasan (PK).
2. Perilaku kekerasan (PK) berhubungan dengan halusinasi dengar.
ASKEP PERILAKU KEKERASAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman.Perasaan marah berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.Bila
perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan menantang, biasanya dilakukan
individu karena merasa kuat. Cara demikian dapat menimbulkan kemarahan yang
berkepanjangan dan menimbulkan tingkah laku yang destruktif, sehingga menimbulkan
perilaku kekerasan yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan dan bahkan akan
merusak diri sendiri.

Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif, yang timbul
sebagai akibat dari kegagalan sehingga menimbulkan frustasi. Hal ini akan memicu individu
menjadi pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Perilaku kekerasan
yang ditampakkan dimulai dari yang rendah sampai tinggi yaitu agresif memperlihatkan
permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberikan kata-
kata ancaman tanpa niat melukai sampai pada perilaku kekerasan atau gaduh gelisah.
Perilaku kekerasan dengan resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
ini sebagian besar mudah dilihat di ruang Elang, karena ruang Elang merupakan ruang akut,
ruang pertama klien rawat inap, semua gejala skizofrenia dapat jelas diobservasi.
Karakteristik masalah klien di ruang Elang dari Januari –februari 2009 didapatkan data yang
mengalami perilaku kekerasan terdiri dari 31 orang (20,6%). Halusinasi terdiri dari 102 orang
(68%), isolasi sosial terdiri dari 12 orang (8%), HDR terdiri dari 1 orang (0,8%) dan waham
terdiri dari 4 orang (2,6%).

Perawat harus mampu memutuskan tindakan yang tepat dan segera, terutama jika
klien berada pada fase amuk.Kemampuan perawat berkomunikasi secara terapeutik dan
membina hubungan saling percaya, sangat diperlukan dalam penanganan klien marah pada
semua fase amuk / perilaku kekerasan. Dengan dasar ini perawat akan mempunyai
kesempatan untuk menurunkan emosi dan perilaku amuk agar klien mampu merubah perilaku
marah yang destruktif menjadi perilaku marah yang konstruktif.

Berdasarkan uraian diatas, kami tertarik mengangkat masalah dengan judul makalah
“Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan”.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa konsep dasar medis perilaku kekerasan?

2. Apa konsep dasar asuhan kaeperawatan perilaku kekerasan?

3. Bagaimana Mengaplikasikan proses keperawatan pada pasien dengan perilaku


kekerasan?

C. TUJUAN PENULISAN

4. Agar dapat memahami konsep dasar medis perilaku kekerasan?

5. Agar dapart memahami konsep dasar asuhan kaeperawatan perilaku


kekerasan?

6. Mengetahui bagaimana Mengaplikasikan proses keperawatan pada pasien


dengan perilaku kekerasan?

BAB II
PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif.(Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
Tanda dan Gejala :
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6. Memukul jika tidak senang
2. Penyebab perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri.Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa
rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
Tanda dan gejala :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi)
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakiri kehidupannya. (Budiana Keliat, 1999)
3. Akibat dari Perilaku kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
a) Memperlihatkan permusuhan
b) Mendekati orang lain dengan ancaman
c) Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
d) Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
e) Mempunyai rencana untuk melukai

B. Asuhan Keperawatan Prilaku Kekerasan

1. Pengkajian

a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b, Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan
menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah
dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
2. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk.

a. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin
membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
b. Data objektif

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan


pada orang-orang disekitarnya.

2. Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
a. Data Subjektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang barang.
3. Intervensi Keperawatan

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk

Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Tujuan Khusus :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan
tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
e) Beri rasa aman dan sikap empati.
f) Lakukan kontak singkat tapi sering.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan :
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.

Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c) Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Tindakan :
a) Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
b) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
c) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat, yaitu:
a. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur
atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif,
latihan manajemen perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:
a) Bantu memilih cara yang paling tepat.
b) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
e) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
h. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan

Tindakan :
a) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga selama ini.
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
c) Jelaskan cara – cara merawat klien
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:
a) Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
b) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
c) Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
d) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
e) Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
f) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah

a. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya,
2) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3) Utamakan memberi pujian yang realistis.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan :
a) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan (
mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya

Tindakan :
a) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b) Beri pujian atas keberhasilan klien.
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
RESUME PERILAKU KEKERASAN
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif.(Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada kasus ini adalah :
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk.
b. Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri rendah
B. Saran
Melihat kasus di atas marilah kita saling mengoreksi diri masing-masing untuk tidak
terlalu larut dalam kesedihan dan kekecewaan yang akhirnya akan membawa kita ke tahap
depresi dan akan mengakibatkan diri kita mengalami gangguan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Stuart, G.W. dan Sunden,S J (1995). Principles and practice of psychiatric nursing (7th ed).
St Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W. dan Sunden,S J (1995). Gangguan konsep diri : St Louis: Mosby Year Book
Keliat Budi Ana,Proses Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Jakarta : EGC,1999
RESUME PERILAKU KEKERASAN
A. Gambaran Kasus
Klien Tn. R, umur 27 tahun, suku Makassar, anak ke 2 dari 3 bersaudara. Tinggal
bersama pamannya di Jl. Buttatoa Kecamatan Maros Baru.
Klien masuk BPRS Dadi Makassar untuk ketiga kalinya pada tanggal 19 Oktober
2005 dengan keluhan utama mengamuk, sering marah dan memukul orang. sebelumnya klien
pernah dirawat pada tahun 1999 dan 2000 dengan keluhan yang sama karena saat di rumah
klien tidak teratur minum obat. Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, klien sering
marah bila keinginannya tidak terpenuhi. Keadaan ini semakin memburuk hingga akhirnya
sehari sebelum masuk rumah sakit, klien mengamuk dan memukul tantenya karena
keinginannya untuk dibelikan sepeda motor tidak dipenuhi. Klien mempunyai riwayat
menggunakan NAPZA (shabu-shabu) pada tahun 1995 – 1999. klien juga mempunyai
pengalaman yang tidak menyenangkan seperti sering dipukuli pamannya dan orang tuanya
bercerai pada saat klien berusia 9 tahun kemudian adiknya meninggal dunia.
Pada saat dilakukan pengkajian, klien tampak tegang, gelisah, rahang terkatup, tangan
mengepal dan tatapan mata tajam. Klien dalam keadaan terfiksasi. Afek labil, berbicara
dengan keras dan cepat, arus piker blocking (pembicaraan terhenti tiba-tiba) dan tampak
memfokuskan pendengaran seolah-olah ada sesuatu yang didengar. Klien tampak tidak rapi,
muka kusut, tercium bau badan, kuku panjang dan kotor, penggunaan pakaian tidak sesuai
(baju terbalik), belum mampu merawat dirinya sendiri. Saat interaksi klien mengatakan suka
memukul orang di rumah, mengatakan dirinya seorang jagoan, mendengar suara bisikan yang
menyuruhnya mondar-mandir. Klien malas bergaul dengan orang lain, merasa tidak
diperhatikan karena jarang dijenguk oleh keluarganya, dan sejak orang tuanya bercerai klien
kurang mendapat perhatian oleh keluarga.
Selama di rawat di BPRS Dadi Makassar, klien mendapat terapi obat dan restrain.
Diagnosa medis : Schizophrenia paranoid
Therapi : Diazepam 5 mg 3 x 1, Haloperidol 5 mg 3 x ½

B. Daftar Masalah
1. Resiko Mencederai Diri, Orang Lain Dan Lingkungan
2. Perilaku Kekerasan
3. Perubahan Persepsi Sensori ; Halusinasi Dengar
4. Isolasi Sosial ; Menarik Diri.
5. Gangguan Konsep Diri ; Harga Diri Rendah
6. Berduka Disfungsional
7. Defisit Perawatan Diri
8. Perilaku Mencari Bantuan
9. Koping Keluarga Inefektif : Ketidakmampuan Keluarga Merawat Klien Di Rumah.
10. Intoleransi Aktifitas

C. Pohon Masalah
D. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan b/d perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan b/d halusinasi pendengaran
3. Perubahan persepsi sensori ; halusinasi pendengaran b/d menarik diri
4. Isolasi sosial : menarik diri b/d harga diri rendah
5. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah b/d berduka disfungsional
6. Aktifitas intoleran b/d halusinasi pendengaran
7. Defisit perawatan diri b/d aktifitas intoleran
8. Ketegangan peran pemberi perawatan b/d ketidaktahuan keluarga dalam merawat klien di
rumah
9. Perilaku kekerasan b/d koping keluarga in efektif

E. Intervensi
Diagnosa yang diintervensi :
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan b/d perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan b/d halusinasi pendengaran
F. Implementasi
(terlampir)

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/amuk.

B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
(Stuart dan Sundeen, 1995)

C. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi.
Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan.
Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan
ketergantungan pada orang lain.
Gejala klinis

Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui
pengkajian meliputi :
a. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang
diserasakan oleh klien.
b. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan
sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak
senang.
Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor predisposisi yang
mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh individu :
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan ketidakseimbangan
neurotransmiser
Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri
kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
( Budiana Keliat, 2004)

2. Penyebab
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa
disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Gejala Klinis
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi)
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budiana Keliat, 1999)

3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya,
orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot,
membakar rumah dll.

D. 1. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


( Budiana Keliat, 1999)

2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan / amuk
3). Gangguan harga diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1). Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2). Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

D. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.

E. Rencana Tindakan
a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel/kesal yang dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.


Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah
raga, memukul bantal/kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan
waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
PERILAKU KEKERASAN
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku-
perilaku yang dapat melukai fisik, baik terhadap diri sendiri atau orang lain. ( Towsed Mc,
1998. Hal 62 )
Perilaku kekrasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai diri sendiri, orang lain secara fisik maupun psikologis.
( Berkowlt, 1993 )
Berdasarkan definisi diatas maka perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua yaitu perilaku
kekerasan secara verbal dan secar fisik. ( Kahner Ebl, 1995 )
B. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Mal Adaptif

Pernyataan Frustasi Pasif Agresif Ngamuk


a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1. Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah, rasa
tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan
memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau rasa aman
yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan perasaan yang
sedang di alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut suatu
yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

C. Faktor predisposisi
1. Faktor biologis
a. Teori Dorongan Naluri ( Instintural drive Theory )
Disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat lewat.
b. Teori Psikosomatik ( Psychomatic Theory )
Pengalaman rasa marah adalah sebagai akibat dari respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan.
2. Faktor psikologis
a. Teori Agresi Frustasi ( Frustation Aggression theory )
Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal sehingga akan
mendorong perilaku agresif.
b. Teori Perilaku ( Behavorational Theory )
Kemarahan adalah respon belajar, hal ini dapat dicapai bila fasilitas atau suatu yang
mendukung.
3. Faktor sosial kultural
a. Teori lingkungan sosial ( Social Environment )
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu untuk mengekspresikan marah.
b. Teori Belajar Sosial ( Soccial Learning Theory )
Perilaku agresif dapat dipelajari secara langsung imitasi dari proses sosialitas.

D. Faktor presipitasi
Stressor :
1. Stressor, dari luar ( serangan fisik, kehilangan, kematian )
2. Stressor dari dalam ( putus hubungan, kehilangan rasa cinta, menurunnya prestasi kerja,
rasa bersalah yang tidak dapat dikendalikan )
E. Tanda dan Gejala
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak memukul jika tidak
senang
F. Faktor perilaku
1. Menyerang atau menghindar
2. Menyatakan dengan jelas
3. Memberontak ( Acting out )
4. Kekerasan, amuk ( Violence )

G. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang sering digunakan Klien dengan gangguan ekspresi marah : perilaku
kekerasan adalah :
• Persaingan dibidang pekerjaan atau sekolah
• Olah raga dan permainan
• Musik
• Bacaan film dan drama
• Kegiatan
• Sublimasi, mengalihkan keinginan bawah sadar yang disadari kepada cita-cita yang lebih
luhur.

H. Pohon masalah
Akibat Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Core problem Perilaku Kekerasan

Sebab Harga Diri Rendah

I. Diagnosa keperawatan
3. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
4. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


a. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami perilaku-
perilaku yang dapat melukai secara fisik, baik terhadap diri sendiri atau orang lain. (
Towsend. MC . 1998 hal 62 )
b. Tanda dan gejala
• Sikap tampak kaku
• Tegang dan menunjukan usaha untuk merusak diri
• Agresif
• Agitasi
• Ketidakmampuan menggunakan perasaan
• Mengamuk
• Peningkatan aktivitas motorik
• Mengepal tangan
• Perilaku merusak
• Perusakan yang diarahkan pada benda-benda di lingkungannya
c. Penyebab terjadinya masalah
Penyebab perilaku kekerasan adalah harga diri rendah. Harga diri rendah adalah evaluasi diri
dan perasaan terhadap diri sendiri atau kemampuan diri yang negatif yang secara langsung
atau tidak langsung diekspresikan. Tanda dan gejala dari harga diri rendah adalah kurang
kontak mata, menarik diri atau isolasi diri sendiri dan orang lain, hiper sensitif terhadap
kritik.
d. Akibat terjadinya masalah
Resaiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan.
Mekanisme : Keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan
secara fisik baik pada diri sendiri dan orang lain.

C. POHON MASALAH

Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Harga diri rendah

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
DS :
o Klien mengatakan ingin memukul orang lain
o Klien mengatakan ingin membunuh
o Klien mengatakan benci semua orang
DO :
o Sikap tampak kaku dan tegang
o Agresif, agitasi
o Mengamuk
o Peningkatan aktivitas motorik
o Mengepalkan tinju
o Merusak benda disekitar
2. Perlaku kekerasan
DS :
o Klien mengatakan ingin memukul orang lain
o Klien mengatakan ingin membunuh
o Klien mengatakan benci semua orang
DO :
o Sikap tampak kaku dan tegang
o Agresif, agitasi
o Mengamuk
o Peningkatan aktivitas motorik
o Mengepalkan tinju
o Merusak benda disekitar
3. Harga diri rendah
DS :
o Klien mengatakan malu
o Klien mengatakan tidak mampu menghadapi berbagai peristiwa
o Klien mengatakan bahwa dirinya tidak berharga
DO :
o Kontak mata kurang
o Takut gagal
o Ketidak mampuan mengenali prestasi diri dan orang lain
o Menarik diri atau isolasi diri
o Hipersensitif terhadap kritikan

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Pertemuan I
A. Proses keperawatan
1. Kondisi Klien
Bingung sering marah, gelisah, bicara kacau, kadang sampai ngamuk
2. Diagnosa keperawatan
Resiko menciderai diri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
4. Rencana tindakan keperawatan
• Beri salam atau panggil nama Klien
• Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
• Jelaskan maksud hubungan interaksi
• Jelaskan tentang kontrak singkat tapi sering
• Beri rasa aman dan sikap empati
• Lakukan kontrak singkat tapi sering
• Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
• Bantu Klien untuk mengungkapkan penyebab jengkel atau kesal

B. Strategi komunikasi pelaksanaan keperawatan


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi Bapak ? perkenalkan nama saya perawat Isqiyatul Amanah, saya biasa
dipanggil Isqi. Nama Bapak siapa ? senang, dipanggil apa ? baiklah. Disini saya yang akan
merawat Bapak selama saya berada di sini.
b. Evaluasi atau validasi data
Bagaimana perasaan Bapak hari ini ? apa ada masalah sampai Bapak begini ?

c. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau sekarang kita bercakap-cakap tentang perasaan marah Bapak ?
Tempat : Bapa mau dimana kita bercakap-cakapnya ? bagaimana kalau di tempat itu ?
Waktu : Mau berapa lama kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau 10 menit saja.
2. Fase kerja
• Coba Bapak ceritakan lagi tentang perasaan marah yang Bapak alami ?
• Saat ini apakah Bapak juga lagi merasa jengkel ?
• Penyebabnya ada Bapak ?
• Apa yang membuat Bapak selalu ingin memukul orang ?
• Apa penyebabnya ?
• Apa sebelumnya Bapak suka memukul orang ?
• Apa penyebabnya ?

3. Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif : Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang perasaan
marah yang Bapak alami ?
Obyektif : Coba sekarang Bapak sebutkan apa saja yang menyebabkan Bapak marah ?
bagus
b. Rencana tindak lanjut
Baiklah Bapak waktu kita sudah habis nanti Bapak cerita penyebab marah yang belum Bapak
ceritakan pada saya. Ya Pak.
c. Kontrak
Topik : Nah Bapak nanti kita akan berbicara tentang apa saja tanda-tanda perilaku
kekerasan dan cara marah yang biasa Bapak lakukan.
Tempat : Mau bicara dimana Bapak ? baiklah.
Waktu : Lalu kira-kira jam berapa kita bisa bertemu ? baiklah, sampai nanti Bapak
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Pertemuan II

A. Proses keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien dapat menyebutkan penyebab marah
2. Diagnosa keperawatan
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
4. Rencana tindakan keperawatan
Anjurkan Klien mengungkapkan yang dialami saat marah atau jengkel
Observasi tanda perilaku kekerasan pada sikap
Simpulkan bersama Klien tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami Klien
Anjurkan Klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Bantu Klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Bicarakan dengan Klien apakah dengan cara yang Klien lakukan masalahnya selesai ?
4.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan Klien
4.2 Bersama Klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh Klien

B. Strategi komunikasi pelaksanaan keperawatan


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat siang Pak ? masih ingat dengan saya ?
b. Evaluasi atau validasi data
Bagaimana perasaan Bapak saat ini ? Bapak masih ingat dengan apa yang kita bicarakan
kemarin ? bagus. Kemaren kita sudah berbicara tentang penyebab marah bapak
b. Kontrak
Topik : Apa Bapak masih ingat kita akan membicarakan apa ?siang ini kita akan
mempelajari tentang tanda-tanda perilaku kekerasan dan cara marah yang biasa Bapak
lakukan serta akibatnya.
Tempat : Dimana kita akan bercakap-cakap Pak ?
Waktu : Mau berapa lama Pak ?
2. Fase kerja
• Apa Bapak sudah tahu tanda-tanda perilaku kekerasan ?
• Baiklah, saya akan jelaskan terlebih dahulu, tanda-tanda kekerasan adalah ………….
• Sudah jelas Pak ? bagus
• Lalu apa hari ini ada yang membuat Bapak marah ?
• Terus apa yang Bapak lakukan ?
• Bapak coba praktikkan cara marah pada saya. Anggap saja saya orang yang membuat
Bapak marah, wah bagus sekali.
• Apakah dengan cara seperti itu ( memukul ) Bapak bisa selesai ?
• Lalu apa Bapak tahu akibat dari perilaku yang Bapak lakukan ?
• Betul tangan jadi sakit, merugikan orang lain, masalah tidak selesai dan akhirnya Bapak
dibawa ke rumah sakit.
• Bagaimana Bapak belajar cara mengungkapkan marah yang benar dan sehat.
• Kalau begitu, besok kita belajar cara mengungkapkan marah yang benar dan sehat.

3. Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif : Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang tanda-tanda
perilaku kekerasan, cara marah yang biasa Bapak lakukan dan akibat dari tindakan Bapak
tersebut.
Obyektif : Nah Bapak, sekarang coba apa saja tanda-tanda dari perilaku kekerasan ? bagus.
Lalu cara apa saja yang biasa Bapak lakukan saat marah ? apa itu merupakan tindakan yang
bagus ? lalu apa akibatnya jika Bapak marah sampai memukul ?
b. Rencana tindak lanjut
Baiklah, Bapak sudah banyak yang kita bicarakan, nanti coba diingat-ingat lagi tanda-tanda
perilaku kekerasan. Cara yang biasa Bapak lakukan dan akibat yang timbul dari tindakan
yang biasa Bapak lakukan Ya Bapak? bagus.
c. kontrak
Topik : Apa Bapak masih ingat kita akan membicarakan apa ?siang ini kita akan
mempelajari tentang tanda-tanda perilaku kekerasan dan cara marah yang biasa Bapak
lakukan serta akibatnya.
Tempat : Dimana kita akan bercakap-cakap Pak ?
Waktu : Mau berapa lama Bapak ? bagaimana kalau 10 menit.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Pertemuan III
A. Proses keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala marah, cara marah yang biasa dilakukan serta
akibat yang terjadi.
2. Diagnosa keperawatan
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
1) Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam merespon terhadap kemarahan
2) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
4. Rencana tindakan keperawatan
4.1 Tanyakan pada Klien apa ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
4.2 Beri pujian jika Klien mengetahui cara lain yang sehat.
4.3 Diskusikan dengan Klien cara lain yang sehat.
a. Secara fisik
Tarik nafas dalam jika sedang kesal / memukul bantal, kasur atau olah raga atau pekerjaan
yang memerlukan tenaga
b. Secara verbal
Katakan anda sedang kesal / tersinggung / jengkel ( saya kesal anda berkata seperti itu, saya
marah karena mama tidak memenuhi keinginan saya )
c. Secara sosial
Lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif. Latihan manajemen
perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual
Anjurkan Klien sembahyang, berdo’a / ibadah lain, meminta pada Tuhan untuk diberi
kesabaran, mengadu kepada Tuhan kekerasaan / kejengkelan.
5.1 Bantu Klien memilih cara yang paling tepat untuk Klien
5.2 Bantu Klien mengidentivikasi manfaat cara yang dipilih
5.3 Bantu Klien untuk menstimulasi cara tersebut ( Role play )
5.4 Beri reinforcement positif atau keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut
5.5 Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah

B. Strategi komunikasi pelaksanaan keperawatan


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi Bapak? Masih ingat dengan saya ? bagus.
b. Evaluasi atau validasi data
Bagaimana perasaan Bapak pagi ini ? apakah ada yang membuat Bapak marah kemarin ?
bagaimana dengan perasaan cara marah dan akibat marahnya Bapak masih ada tambahan ?
bagus.
c. Kontrak
Topik : Bapak masih ingat apa yang kita latih sekarang ? betul, hari ini kita akan latihan
cara marah yang sehat.
Tempat : mau kemana kita bercakap-cakap pak? betul, disini saja seperti kemarin ?
Waktu : Mau berapa lama Bapak ? 15 menit saja ya ?
2. Fase kerja
• Begini Bapak ada 4 cara marah yang sehat, hari ini kita pelajari ya Pak ?
• Cara yang pertama latihan nafas dalam, kedua dengan mengatakan bahwa anda sedang
kesal, yang ketiga dengan memukul bantal / kasur atau olahraga misalnya jogging, lari, push
up, yang keempat berdo’a.
• Diantara 4 cara tadi Bapak mau memilih cara yang mana ?
• Baiklah kita latihan nafas dalam, caranya seperti ini. Kita bisa berdiri atau duduk tegak.
Lalu tarik nafas dan hidung dan keluarkan dari mulut.
• Coba ikuti suster, tarik nafas dalam dari hidung, ya. Bagus tahan sebentar -/+ 10 detik lalu
keluarkan dari mulut, oke ulang sampai 6 kali.
• Jadi kalau Bapak lagi kesal dan perasaan sudah mulai tidak enak segera nafas dalam agar
marah yang lama tidak terjadi.
3. Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif : Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan tadi ? ada perasaan lega ?
Obyektif : sekarang coba Bapak ulangi apa yang sudah kita pelajari tadi ! bagus.
b. Rencana tindak lanjut
Nah berapa kali Bapak mau latihan cara marah yang sehat yang perawat ajarkan tadi ?
bagaimana kalau 3 kali ? mau kapan saja ? juga lakukan kalau ada yang membuat Bapak
marah atau kesal.
c. kontrak
Topik : Benarkah besok saya akan coba bertemu keluarga Bapak
Tempat : Mau dimana ? disini lagi.
Waktu : Dimulai jam berapa ? berapa lama ? baiklah sampai besok ya Bapak ?

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Pertemuan IV

A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi klien.
Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala marah, cara marah yang biasa dilakukan serta
akibat yang terjadi.
2. Diagnosa keperawatan.
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. Tujuan khusus.
Klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis, dosis dan
efek).
4. Rencana tindakan keperawatan.
4.1 Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien.
4.2 Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian minum obat tanpa seizin dokter.
4.3 Jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera pada botol ? obat, dosis obat,
waktu dan cara minum).
4.4 Ajarkan Klien minta obat dan minum tepat waktu.
4.5 Anjurkan klien melaporkan pada perawatan / dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenengkan.
4.6 Beri pujian jika Klien minum obat dengan benar.

B. Strategi komunikasi pelaksanaan keperawatan.


1. Orientasi.
a. Salam terapeutik.
Selamat pagi Bapak ? masih ingat dengan saya. bagus.
b. Evaluasi / validasi.
Bagaimana perasaan Bapak hari ini ? bagus.

c. Kontrak.
Topik : Bapak ingat apa yang akan kita bicarakan sekarang ?
Sekarang suster akan menjelaskan pada Bapak obat-obatan yang diminum Bapak disini.
Tempat : Bapak ingin kita bicara dimana ? disini saja
Waktu : berapa lama kita akan mengobrol ? bagaimana kalau 10 menit
2. Kerja.
Ini lho Pak obat-obatan yang diminum oleh Bapak yang merah orange ini namanya CPZ,
yang putih kecil ini Haloperidol. Dua obat ini bergabung untuk mengendalikan emosi Bapak
marah, obat ini diminum 3 x sehari.
Masing-masing 1 tablet, jangan lebih jangan kurang. Dengan minum obat ini mungkin Bapak
akan mengalami perasaan ngantuk, lemas, pengin tidur terus, bibir jadi kering, itu semua
adalah efek samping obat ini, jangan panik perawat akan selalu memonitor tekanan darah
Bapak merasa kaku. Kaku otot / tremor, mata melihat keatas, sulit menggerakan anggota
badan, banyak keluar air ludah, tolong Bapak hubungi perawat untuk mendapatkan obat
penangkalnya. Kalau dokter datang ceritakan yang Bapak rasakan saat menggunakan obat-
obatan ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan atau bertahun-tahun,
jangan khawatir obat ini jika diminum sesuai peraturan. Jangan berhenti minum obat
walaupun Bapak sudah sehat dan Bapak harus selalu konsultasi dengan kami. Kalau Bapak
berhenti minum obat gejala-gejala seperti yang Bapak alami sekarang akan muncul lagi,
sudah jelas Bapak ?
Bapak ada lima hal yang harus diingat saat Bapak minum obat, benar bahwa obat ini untuk
Bapak, benar caranya, benar waktu dan benar frekuensinya, ingat ya Pak, bagus.
3. Terminasi
a. Evaluasi.
Subjektif : Bagaimana Bapak sekarang sudah paham tentang obat. Obat yang diminum
Bapak selama ini ? bagus
Obyektif : coba sekarang Bapak sebutkan jenis obat yang diminum Bapak bagus ! sekarang
lima benar kalau kita minum obat apa saja Pak ? ya bagus sekali.
b. Rencana tindakan lanjut.
Karena Bapak sudah paham tentang obat-obatan yang Bapak minum. Bapak dapat langsung
minta obat jika waktu pemberian obat sudah tiba.
c. Kontrak yang akan datang.
Berhubung disini perawat isqi cuma 2 minggu, jika nanti Bapak mengalami kesulitan Bapak
bisa menghubungi suster atau perawat yang ada disini.
Mari Bapak saya perkenalkan dengan suster atau perawat yang ada disini.

BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 14 Januari 2013


Tanggal Masuk : 20 Desember 2012
Ruang : Perkasa

I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. T
Umur : 29 Tahun
Alamat : Jenggotan Pranggon Andong Boyolali
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : MI
Pekerjaan : Pedagang
No. CM : 03 74 38
B. Penganggung Jawab
Nama : Tn. J
Hubungan dengan Klien : Ayah Kandung
Alamat : Jenggotan Pranggon Andong Boyolali
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan sering marah karena tidak bisa hidup seperti orang lain yang normal,
terkadang mengamuk, mengancam hingga memukul orang.
III. ALASAN MASUK
±2 hari sebelum masuk rumah sakit klien bingung, labil, marah – marah, mengamuk
mengancam, gelisah, sulit tidur, hyperaktif, bicara kacau dan bicara sendiri, sulit
dikendalikan, memukul orang lain.

IV. FAKTOR PREDISPOSISI


A. Klien mengalami gangguan jiwa ± 15 tahun yang lalu, pernah rawat inap di Rumah Sakit
Jiwa Solo > 20 x.
B. Kontrol tidak rutin, putus obat 6 bulan, pengobatan kurang berhasil.
C. Klien mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
D. Klien mempunyai pengalaman masa lalu yang menakutkan yaitu pernah di kroyok oleh
teman – temannya dan kepalanya berdarah.
V. PEMERIKSAAN FISIK
A. Tanda – tanda vital :
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Suhu : 36,2 0C
 Pernafasan : 26 x/menit
B. Ukuran :
 Tinggai badan : 172 cm
 Berat badan : 64 Kg
C. Kondisi Fisik :
Klien tidak mengeluh sakit apa – apa, jika ada bagian tubuh yang terasa sakit langsung minta
obat, tidak ada kelainan fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
A. Genogram

Ket : : Laki – laki


: Perempuan
: Klien
: Meninggal
: Tinggal serumah
B. Konsep Diri
 Citra tubuh : Klien mengatakan bagian tubuh yang paling disukai adalah kaki, karena
kuat.
 Identitas : Klien mengatakan anak ke 2 dari 7 bersaudara.
 Peran : Klien mengatakan dirumah atau di dalam keluarga sebagai anak.
 Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang, klien merasa bosan
keluar masuk rumah sakit jiwa.
 Harga diri : Klien mengatakan orang yang paling dekat dengan klien adalah ibu dan
ayahnya, klien mengatakan malu karena belum menikah dan sepertinya tidak ada harapan
untuk menikah.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah.
C. Hubungan Sosial
 Orang yang terdekat dengan klien adalah ayah dan ibu.
 Peran serta dalam masyarakat / kelompok : Klien sebelum sakit sering mengikuti ronda di
desanya.
 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : selama klien sering keluar masuk
rumah sakit jiwa temannya berkurang karena lebih suka berdiam diri di rumah.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah.
D. Spiritual
Klien mengatakan jarang sholat / tidak genap 5x sehari, sehabis sholat klien berdoa agar
diberikan kesembuhan.
VII. STATUS MENTAL
A. Penampilan : Penampilan klien kurang rapi, rambut jarang disisir, berpakaian klien
rapi, klien menggunakan baju yang disediakan rumah sakit.
B. Pembicaraan : Klien bicara cepat, dapat dipahami.
C. Aktivitas Motorik : Klien beraktifitas sesuai, klien kooperatif.
D. Alam Perasaan : Klien mengatakan sedih dengan keadaannya dan terkadang marah
jika merenungi keadaan.
E. Afek : Klien labil dan mudah marah.
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
F. Ingteraksi Selama Wawawncara : Klien aktif, selalu menjawab jika ditanya.
G. Persepsi : Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan.
H. Pola Pikir : Tidak ada waham, obsesi, delusi, dll.
I. Tingkat Kesadaran : Klien sadar hari, tanggal dan waktu saat pengkajian, hari senin
tanggal 14 Januari 2013 jam 14.30 WIB.
J. Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih ingat masa lalunya.
K. Tingak Konsentrasi dan Berhitung : Klien sekolah sampai 6 MI, berhitung klien lancar,
contoh 25 + 25 = 50.
L. Kemampuan Penilaian : Klien dapat menilai antara menolong orang atau melanjutkan
perjalanan, klien memilih menolong orang.
M. Daya Tilik Diri : Klien tahu dan sadar bahwa dirinya di rumah sakit jiwa sedang
sakit jiwa.
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
A. Makan
Klien makan 3x sehari, pagi, siang, sore, minum ± 6 gelas / hari, mandiri.
B. BAB / BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ± 5x sehari, mandiri.
C. Mandi
Klien mandi 2x sehari, pagi, dan sore, gosok gigi setiap kali mandi, mandiri.
D. Berpakaian / Berhias
Klien mengatakan baju dengan benar, mampu memakai sendiri.
E. Istirahat dan Tidur
Klien lebih banyak tiduran, tidur siang jarang, tidur malam jam 19.00 – 04.30 WIB.
F. Penggunaan Obat
Klien minum obat 3x sehari, setelah makan, heloperidol 2×5 mg, trihexiperidine 2×2 mg,
resperidone 2×2 mg.
G. Pemeliharaan Kesehatan
Klien baru di rawat di Rumah Sakit Jiwa Klaten, sebelumnya di rawat di Rumah Sakit Jiwa
Surakarta.
H. Kegiatan di Dalam Rumah
Klien di rumah membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah.
IX. MEKANISME KOPING
A. Klien mampu berbicara dengan orang lain, terlihat malu.
B. Klien mampu menjelaskan masalah ringan, misalnya kebersihan diri klien dengan
sendiri.
C. Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada orang lain, lebih suka diam.
Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
A. Masalah dengan dukungan kelompok (-)
B. Masalah berhubungan dengan lingkungan : klien menarik diri dari lingkungan.
C. Masalah dengan kesehatan (-)
D. Masalah dengan perumahan : klien tinggal dengan ibu dan ayahnya.
E. Masalah dengan ekonomi : kebutuhan klien di penuhi oleh ayahnya.
XI. ASPEK MEDIK
A. Inj. Lodomer 1 amp IM extra
B. Haloperidol 2×5 mg
C. Trihexiperidine 2×2 mg
D. Resperidone 2×2 mg
XII. MASALAH KEPERAWATAN
A. Perilaku Kekerasan
B. Harga Diri Rendah
C. Menarik Diri
D. Koping Individu Tidak Efektif
XIII. POHON MASALAH

Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain dan Lingkungan


Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

XIV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


A. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Harga Diri Rendah.
B. Resiko Menciderai Diri Sendiri, Orang Lain dan Lingkungan berhubungan dengan
Perilaku Kekerasan.

XV. ANALISA DATA


No Data Etiologi Problem
1. Ds :
– Klien malu dengan teman.
– Klien mengatakan belum menikah dan sepertinya tidak ada harapan untuk menikah.
– Klien mengatakan tidak punya teman semenjak sakit.
Do :
– Klien tampak malu saat berbicara. Koping Individu Tidak Efektif Harga Diri Rendah
2. Ds :
– Klien Mengatakan marah jika memikirkan keadaannya.
Do :
– Klien tampak marah, nada bicara tinggi. Harga Diri Rendah Perilaku Kekerasan
3. Ds :
– Klien mengatakan mengamuk jika sudah terlalu kesal dan jengkel memikirkan keadaan.
Do : – Perilaku Kekerasan Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain dan Lingkungan.

XVI. RENCANA KEPERAWATAN

Tgl. Dx. Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


16-01-13 Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Harga Diri Rendah TUM :
Klien tidak melakukan perilaku kekerasan.
TUK :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya. • Klien mau membalas salam.
• Klien mau menjabat tangan.
• Klien mau menyebutkan nama.
• Klien mau tersenyum.
• Klien mau kontak mata.
• Klien mau mengetahui nama perawat. • Beri salam/panggil nama
• Sebutkan nama perawat
• Jelaskan maksud hubungan interaksi
• Jelaskan akan kontrak yang akan dibuat
• Beri rasa aman dan sikap empati
• Lakukan kontak singkat tapi sering
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. • Klien dapat
mengungkapkan perasaannya.
• Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri,
lingkungan atau orang lain). • Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan
• Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan. • Klien dapat
mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel.
• Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala perilaku kekerasan. • Anjurkan klien
mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat masih jengkel
• Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
• Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/kesal yang akan dialami
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. • Klien dapat
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
• Klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
• Klien dapat mengetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan
masalah. • Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan klien (verbal, pada orang lain, pada lingkungan dan diri sendiri)
• Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan oleh
klien
• Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. • Klien dapat menyelesaikan
akibat dari cara yang digunakan klien :
– Akibat pada klien sendiri
– Akibat pada orang lain
– Akibat pada lingkungan • Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang dilakukan klien
• Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan oleh klien
• Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat?”

XVII. TINDAKAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tgl Dx. Kep. SP Implementasi Evaluasi


16-01-13 1 SP 1 • Membina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
– Menyapa klien dengan ramah secara verbal dan non verbal
– Memperkenalkan diri dengan sopan
– Menanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
– Menjelaskan tujuan pertemuan
– Menunjukkan sikap empati dan penuh perhatian pada klien
• Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
• Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
• Mengidentifikasikan perilaku kekerasan yang dilakukan
• Mengidentifikasikan akibat perilaku kekerasan
• Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan ( latihan nafas dalam)
• Menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan S:
• Klien mau menjawab salam dan mengatakan selamat pagi, dan nama lengkap, senang di
panggil T
• Klien mengatakan marah jika terlalu memikirkan keadaannya
• Klien mengatakan mengamuk jika sedang marah
O:
• Klien mau berjabat tangan
• Klien menjawab pertanyaan dengan terarah
• Klien tenang dan ada kontak mata
A : SP 1 tercapai
Pp : Lanjutkan SP 2
Pk : Anjurkan klien untuk berlatih tarik nafasdalam
SP 2 • Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dan penenangan dengan cara sholat
dan berdo’a
• Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan S :Klien mengatakan
sholatnya masih jarang tidak genap 5 waktu dan berdoa setiap setelah sholat
O:–
A : SP 2 tidak tercapai
Pp : Lanjutkan SP 1 keluarga
Pk : Anjurkan klien untuk sholat 5 waktu dan berdoa
SP 3 • Melatih klien minum obat dengan teratur
• Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian S :Klien mengatakan
minum obat secara teratur setelah makan (pagi, siang, sore)
O :Klien mau minum obat tanpa paksaan perawat
A :SP 3 tercapai
Pp : Lanjutkan SP 1 keluarga
Pk : Anjurkan klien minum obat secara teratur

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. T tindakan yang dilakukan sesuai
dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara
yang digunakan klien, membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam
berespon terhadap kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah
yang sehat agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)

Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang
keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima
tanpa menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit

Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah
masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada
klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk
dapat pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang
membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.

Untuk di Rumah Sakit :


1. Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2. Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu
pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.

Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar
dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Kelliat, 2005, “Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa”, Jakarta. EGC

Keliat, B.A. (1999). “Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial, Menarik diri”. Jakarta
: FKUI
Keliat, B.A. (1999). “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta :EGC

Stuart GW, Sunden . 1998 . “Buku Saku Keperawatan Jiwa” . Jakarta EGC

Maramis, WF.1998, Proses keperawatan Kesehatan jiwa, (Terjemahan ).Penerbit Buku


Kedokteran,EGC, Jakarta

Mengendalikan pasien yang mengamuk (1)


Posted on March 2, 2014
Cara lama dalam mengatasi pasien mengamuk, yaitu dengan cara mengikat dan memberikan
injeksi obat secara paksa, kini harus mulai ditinggalkan dan diganti dengan cara yang lebih
manusiawi dan tanpa paksaan. Cara baru tersebut, bila dilaksanakan oleh orang petugas atau
keluarga yang terlatih dan disertai dengan komitmen yang penuh, akan dapat memberikan
hasil yang diluar perkiraan sebelumnya.

Pendekatan dalam mengendalikan pasien yang mengamuk dilakukan dalam 3 tahap, yaitu
tahap mengajak pasien untuk berbicara, tahap mengembangkan kerjasama, dan tahap
penurunan tingkat agitasinya (mengamuk).

Ada 4 tujuan dari tindakan pengendalian pasien yang mengamuk: (a) menjaga keselamatan
pasien, keluarga/ staf, dan orang lain yang ada dilokasi, (b) membantu pasien mengendalikan
emosi dan kecemasannya serta mengembalikan kemampuan pasien dalam mengontrol
perilakunya, (c) menghindari pemakaian tali atau sabuk untuk mengikat pasien, (d)
menghindari cara cara pemaksaan yang akan meningkatkan amukan pasien.
Dalam menangani pasien yang mengamuk sebaiknya dilakukan oleh sebuah team yang sudah
terlaltih. Beberapa prinsip yang perlu dilaksanakan adalah:

1. Jaga jarak, jangan berdiri terlalu dekat dengan penderita yang sedang mengamuk.
Biasanya diperlukan minimal 2 lengan panjang jarak terdekat dengan penderita.
Sebaiknya tidak ada orang yang menghalangi arah ke pintu/ jalan keluar.
2. Jangan melakukan konfrontasi atau menantang penderita. Jangan mengeluarkan
kata kata atau tingkah laku yang membuat penderita semakin marah. Jangan menatap
matanya secara langsung. Sebaiknya kita berdiri tidak lurus didepannya (berdiri
menyamping).
3. Ajak penderita untuk bicara. Sebaiknya hanya 1 orang yang berbicara kepada
penderita. Bila banyak orang mengajak bicara hanya akan menimbulkan kebingungan
dan membuat penderita semakin marah. Katakan kepada penderita bahwa disini dia
aman dan tidak ada yang perlu ditakutkan. Sebaiknya ditanyakan kepada pasien apa
yang dia perlukan saat ini.
4. Bicara jelas dan pendek. Bicara pelan, jelas dan dengan kalimat kalimat pendek.
Pesan atau kalimat perlu disampaikan berulang-ulang.
5. Kenali kebutuhan dan keinginan penderita. Dari kata kata dan perilakunya kita bisa
mengenali apa yang dibutuhkan dan diinginkan penderita.
6. Dengarkan dengan sungguh sungguh apa yang dikatakannya. Perhatikan apa yang
disampaikannya dan anggap apa yang dikatakannya adalah benar. Dengan cara tersebut
maka bahasa tubuh dan perilaku kita akan dinilai sebagai bersahabat dengan penderita.
7. Setuju atau setuju untuk tidak setuju. Ada 3 cara setuju. Pertama, setuju benar benar
setuju. Kedua setuju secara prinsip. Misalnya: bila penderita mengeluh karena ada
petugas yang menyalahkannya. kita bisa bilang bahwa “saya setuju bahwa semua orang
harus diperlakukan dengan rasa hormat”. Setuju untuk tidak setuju. Misalnya: penderita
marah karena menunggu terlalu lama untuk ketemu dokter. Maka kita bisa bilang:
orang lain juga pasti akan marah. Sebaiknya dibuat sebanyak mungkin “persetujuan”
dengan penderita yg sedang marah.
8. Sampaikan ketentuan dan peraturan yang harus diikuti. Ketentuan dan peraturan
perlu secara jelas disampaikan kepada penderita. Melukai diri sendiri atau orang lain
adalah perilaku yang tidak bias diterima atau dibenarkan. Bila perlu harus pula
disampaikan bahwa bila dia melukai orang lain, maka polisi akan dipanggil untuk
menangkap dan memasukkannya ke penjara. Hal tersebut disampaikan sebagai sebuah
fakta atau ketentuan, tanpa perlu ada unsur mengancam atau menakut-nakuti.Batas
batas yang jelas antara perilaku yang tidak boleh dilakukan harus disampaikan secara
jelas agar tidak keluarga/ petugas tidak dimanipulasi atau diakali oleh pasien.
9. Berikan berbagai pilihan dan optimisme. Bagi penderita yang hanya punya dua
pilihan, yaitu melawan atau melarikan diri, maka memberikan pilihan lain akan sangat
membantu. Sesegera mungkin memberikan pilihan (diluar melakukan kekerasan)
kepada penderita dan lakukan tindakan persahabatan (menawarkan makanan atau
minuman). Pilihan yang ditawarkan harus sesuai konteks dan bias dilaksanakan.
Tujuannya adalah agar membuat penderita menjadi lebih tenang.
10. Berikan penjelasan singkat kepada penderita dan keluarga bila diperlukan
tindakan paksa (mengikat pasien atau memberi suntikan). Bila tindakan paksaan
terpaksa harus dilakukan maka setelah hal tersebut dilakukan harus segera diberikan
penjelasan kenapa hal tersebut perlu dilakukan.
Perilaku Kekerasan (Amuk) pada Pasien Jiwa

Pertanyaan klise yang paling sering diajukan ketika saya bertemu dengan orang yang baru
tahu kalau saya bekerja sebagai perawat di RSJ adalah: " Bagaimana jika ada pasien yang
mengamuk? Apa yang akan saya lakukan (atau mungkin lebih tepat apa yang akan dilakukan
oleh petugas di RS)?" Saya tidak heran, mereka menanyakan hal itu karena belum tahu.
Bahkan pertanyaan seperti itu juga diajukan oleh mahasiswa dan petugas kesehatan yang
notabene pernah mempelajarinya di bangku kuliah tapi belum pernah masuk lingkungan
Rumah Sakit Jiwa. Melalui tulisan ini saya ingin mengajak pembaca untuk menyelami salah
satu dari banyak gejala yang mungkin timbul pada pasien dengan gangguan jiwa (malah
mungkin yang paling ditakuti kebanyakan orang), yaitu perilaku amuk dan penanganannya
di RS.

Darimana asalnya perilaku amuk?

Perilaku amuk (kekerasan) adalah salah satu bentuk ekspresi perasaan marah. Manifestasi
perasaan marah dapat berbeda pada setiap individu dan berfluktuasi sepanjang rentang
adaptif dan maladaptive, dari respon asertif – frustrasi – pasif – agresif – sampai kekerasan.
Asertif artinya mengungkapkan perasaan secara spontan, tegas dan terbuka tanpa menyakiti
perasaan orang lain. Frustrasi adalah respon marah yang dimanifestasikan dalam bentuk rasa
kecewa, kalah, terkekang, gagal karena tidak mendapatkan kebutuhan/keinginannya. Pasif
adalahkeadaan emosional dimana individu berusaha menekan respon marahnya, melarikan
diri secara psikis dan meniadakan kenyataan bahwa ia membutuhkan sesuatu yang gagal
terpenuhi, bisa berwujud sikap apatis/tidak peduli, masa bodoh, dan tidak mau tahu. Agresif
merupakan perilaku menuntut disertai ancaman kata-kata tanpa niat melukai, ybs
memperlihatkan permusuhan tapi umumnya masih bisa mengontrol perilakunya. Kekerasan
(amuk) adalah perilaku tak terkendali yang ditandai dengan menyentuh diri sendiri atau orang
lain secara menakutkan, mengancam disertai melukai pada tingkat ringan sampai
melukai/merusak secara serius.

Coba perhatikan gambar foto anak kecil yang sedang mengekspresikan


perasaannya di samping. Ada suatu keinginan dari si anak yang tidak dapat dipenuhi oleh
orang tuanya karena suatu alasan yang tidak bisa dipahami oleh anak itu. Menurut Anda,
respon marah yang mana dari semua respon marah di atas yang saat ini sedang diperlihatkan
oleh si anak? Adaptif atau maladaptif?

Dari keterangan di atas tampak jelas bahwa perilaku amuk (kekerasan) timbul dari perasaan
marah. Marah didefinisikan sebagai perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen, 1995). Perasaan ini normal dan dapat muncul pada siapa pun, tidak hanya pada
pasien jiwa. Tetapi marah yang diekspresikan dengan agresif dan amuk jelas tidak dapat
diterima oleh norma social (maladaptive).

Faktor Presipitasi (pencetus)


Berbagai macam stressor dalam kehidupan dapat menjadi pencetus perilaku kekerasan.
Stressor bisa berasal dari diri sendiri (kelemahan/penyakit fisik, keputus-asaan, kegagalan
meraih sesuatu yang diinginkan, harga diri rendah), situasi lingkungan (lingkungan yang
ribut, padat), atau interaksi dengan orang lain (kritikan yang mengarah pada hinaan,
kehilangan orang/barang yang dicintai, perasaan ditolak/diabaikkan, dizalimi, dsb).

Faktor predisposisi (yang memudahkan)


1. Psikologis. Kegagalan, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan: perasaan
ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.
2. Perilaku. Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan
(misal:"Bagus, pukul lagi, kamu kan anak laki!"), sering mengobservasi kekerasan
di rumah / di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu untuk
mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya. Budaya tertutup dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
4. Bioneurologis. Banyak pendapat bahwa kerusakan otak pada system limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidak-seimbangan neurotransmitter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan.

Perilaku kekerasan dapat dilakukan oleh siapapun dan dapat disebabkan oleh apapun.
Kehidupan ini terlalu kompleks. Banyak stressor datang menghampiri kita dan jikalau kita
tidak bisa menyesuaikan diri maka mungkin saja kita meresponnya dengan cara-cara yang
maladaptif termasuk dengan mengamuk. Meski perilaku kekerasan sukar diprediksi karena
setiap orang dapat bertindak keras, ada kelompok tertentu yang memiliki kecenderungan
untuk melakukannya. Kelompok itu adalah: pria berusia 15 - 25 tahun, orang kota, kulit
hitam, atau subgrup dengan budaya kekerasan; peminum alkohol.

Individu yang beresiko melakukan tindak kekerasan

Kunci penentu perilaku kekerasan pada individu adalah: riwayat perilaku kekerasan pada
masa lalu, pengguna aktif alkohol, kekerasan fisik pada masa kanak-kanak, dan beberapa
bentuk trauma otak.

Tanda-tanda meningkatnya kemarahan

Secara fisik terjadi perubahan-perubahan pada individu seiring dengan meningkatnya


kemarahan seperti: muka merah, pandangan tajam, otot-otot tegang, nada suara meninggi,
dan berdebat. Sering pula tampak pada pasien jiwa dengan perilaku kekerasan memaksakan
kehendak misalnya merampas barang, memukul jika tidak senang. Secara verbal, tidak jarang
individu menyatakan perasaan marahnya dengan kasar dan nada tinggi sehingga menarik
perhatian. Umumnya tidak sulit untuk menentukan seseorang dalam keadaan amuk karena
perubahan perilakunya tampak jelas. Yang sulit adalah memprediksikan seseorang akan
melakukan tindak kekerasan.

Bagaimana penanganan pasien dengan perilaku amuk di RS?

Penanganan pasien amuk di RS terdiri dari Managemen Krisis dan Managemen Perilaku
Kekerasan. Managemen krisis adalah penanganan yang dilakukan pada saat terjadi perilaku
amuk oleh pasien. Tujuannya untuk menenangkan pasien dan mencegah pasien bertindak
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan karena perilakunya yang tidak terkontrol.
Sedangkan managemen perilaku kekerasan adalah penanganan yang dilakukan setelah situasi
krisis terlampaui, di mana pasien telah dapat mengendalikan luapan emosinya meski masih
ada potensi untuk untuk meledak lagi bila ada pencetusnya.

Managemen krisis

Pada saat situasi krisis, di mana pasien mengalami luapan emosi yang hebat, sangat mungkin
pasien melakukan tindak kekerasan yang membahayakan baik untuk diri pasien, orang lain,
maupun lingkungan. Walaupun sulit sedapat mungkin pasien diminta untuk tetap tenang dan
mampu mengendalikan perilakunya. Bicara dengan tenang, nada suara rendah, gerakan tidak
terburu-buru, sikap konsisten dan menunjukkan kepedulian dari petugas kepada pasien
biasanya mampu mempengaruhi pasien untuk mengontrol emosi dan perilakunya dengan
lebih baik.

Bila pasien tidak bisa mengendalikan perilakunya maka tindakan pembatasan gerak (isolasi)
dengan menempatkan pasien di kamar isolasi harus dilakukan. Pasien dibatasi pergerakannya
karena dapat mencederai orang lain atau dicederai orang lain, membutuhkan pembatasan
interaksi dengan orang lain dan memerlukan pengurangan stimulus dari lingkungan. Pada
saat akan dilakukan tindakan isolasi ini pasien diberi penjelasan mengenai tujuan dan
prosedur yang akan dilakukan sehingga pasien tidak merasa terancam dan mungkin ia akan
bersikap lebih kooperatif. Selama dalam kamar isolasi, supervisi dilakukan secara periodik
untuk memantau kondisi pasien dan memberikan tindakan keperawatan yang dibutuhkan
termasuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti nutrisi, eliminasi, kebersihan diri, dsb.
Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien tetap berbahaya, berpotensi
melukai diri sendiri atau orang lain maka alternatif lain adalah dengan melakukan
pengekangan/pengikatan fisik. Tindakan ini masih umum digunakan petugas di RS dengan
disertai penggunaan obat psikotropika. Untuk menghindari ego pasien terluka karena
pengikatan, perlu dijelaskan kepada pasien bahwa tindakan pengikatan dilakukan bukan
sebagai hukuman melainkan pencegahan resiko yang dapat ditimbulkan oleh perilaku pasien
yang tidak terkendali. Selain itu juga perlu disampaikan pula indikasi penghentian tindakan
pengekangan sehingga pasien dapat berpartisipasi dalam memperbaiki keadaan. Selama
pengikatan, pasien disupervisi secara periodik untuk mengetahui perkembangan kondisi
pasien dan memberikan tindakan keperawatan yang diperlukan. Selanjutnya pengekangan
dikurangi secara bertahap sesuai kemampuan pasien dalam mengendalikan emosi dan
perilakunya, ikatan dibuka satu demi satu, dilanjutkan dengan pembatasan gerak (isolasi), dan
akhirnya kembali ke lingkungan semula.

Pasien yang melakukan kekerasan dan melawan paling efektif ditenangkan dengan obat
sedatif dan atau antipsikotik yang sesuai. Obat sedatif yang biasa digunakan misalnya Valium
injeksi 5 - 10 mg atau lorazepam (Ativan) 2 -4 mg yang bisa diberikan secara intramuskuler
atau intravaskuler. Pada umumnya obat antipsikotik yang paling bermanfaat untuk pasien
jiwa yang melakukan kekerasan adalah injeksi Haloperidol 5 -10 mg yang diberikan secara
intra muskuler.

Alternatif lain jika obat-obat farmakoterapi tidak efektif adalah dengan ECT (Electro
ConvulsionTherapy), suatu upaya menimbulkan kejang umum dengan induksi listrik pada sel
otak. Aliran listrik yang digunakan sangat kecil dan berlangsung sangat singkat. Untuk
mendapatkan efek menguntungkan dari ECT maka kejang umum harus timbul segera setelah
pemberian ECT. Biasanya setelah mengalami kejang umum, pasien akan tertidur beberapa
saat dan ketika bangun perilaku agitatifnya sudah menurun. Therapi ini aman dan efektif
untuk mengendalikan kekerasan psikotik. Satu atau beberapa kali ECT dalam beberapa jam
biasanya mengakhiri suatu episode kekerasan psikotik.

Wah..capek juga nih berpikir, mengingat, dan mencari bahan sambil ngetik. Udah dulu ah...
Biarlah masalah managemen perilaku kekerasan dipending untuk bahan posting berikutnya
dan menjadi hutang yang harus saya bayar nanti kalau ada kesempatan. Semoga bermanfaat...
to be continued

Sumber:

1. Budi Anna Kelliat (2002): Makalah Pelatihan Nasional "Asuhan Keperawatan


Jiwa dan Komunikasi Therapeutik Keperawatan", PPNI Komisariat RS Dr.
Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Tidak Dipublikasikan.
2. Kaplan & Saddock (1997): Sinopsis Psikiatri Jilid 2, Edisi VII, Bina Rupa Aksara,
Jakarta.
3. David A. Tomb (2003): Buku Saku Psikiatri, Edisi VI, EGC, Jakarta.
4. Kartini Kartono & Dali Gulo (2000): Kamus Psikologi, Pionir Jaya, Bandung.

Vous aimerez peut-être aussi