Vous êtes sur la page 1sur 69

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama yang dijadikan sebagai
makanan pokok sehari-hari. Indonesia merupakan produsen padi terbesar
ketiga di dunia setelah Cina dan India (Rusd 2011). Produksi padi tahun 2015
di Indonesia mencapai 75,40 juta ton gabah kering giling (GKG), sementara
produksi padi di Pulau Bangka sendiri mencapai 27.068 ton atau 0,03 persen
dari produksi padi di Indonesia (Badan Pusat Statistik 2016). Saat ini, provinsi
Bangka hanya mampu memenuhi 14% dari kebutuhan beras masyarakatnya.
Rendahnya produktivitas padi tersebut, disebabkan karena berkurangnya
jumlah areal penanaman padi akibat menurunnya jumlah lahan subur. Lahan
subur untuk pertanian dimasa sekarang menjadi berkurang, akibat terjadi alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Menurut Kementerian Sekretariat
Negara Republik Indonesia (2010), lahan pertanian di Indonesia berkurang
27.000 ha pertahun disebabkan karena adanya kompetisi lahan untuk
pembangunan dibidang lain. Hayuningtyas (2010) menambahkan bahwa,
ketersediaan lahan subur berkurang akibat kegiatan pembukaan lahan untuk
areal pemukiman dan kawasan industri.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, menyebabkan kebutuhan
padi semakin meningkat pula. Terbatasnya lahan subur untuk kegiatan
pertanian menyebabkan jumlah produksi padi tidak dapat mengimbangi jumlah
penduduk yang terus meningkat. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut yaitu melalui pemanfaatan lahan marginal menjadi lahan yang
produktif. Salah satu lahan marginal yang dapat dikembangkan yaitu lahan
salin. Menurut Ubudiyah dan Nurhidayati (2013), Indonesia terdapat 0.44 juta
ha lahan salin yang berpotensi menjadi areal pengembangan tanaman pangan.
Pemanfaatan lahan salin sebagai lahan untuk peningkatan produktivitas
tanaman pangan khususnya padi perlu diperhatikan, karena tingkat salinitas
yang tinggi dapat meracuni tanaman (Santoso et al. 2012). Menurut Zannati et
al. (2015), penanaman padi di lahan salin ke depan, akan menghadapi
tantangan semakin kompleks yang berkaitan dengan cekaman abiotik, terutama
2

cekaman salinitas. Sembiring dan Gani (2007) menyebutkan bahwa, salinitas


dapat mempengaruhi produktivitas dan kualitas tanaman, dimana dapat
menyebabkan pertumbuhan akar, batang, dan luas daun terhambat.
Pengembangan padi di lahan salin masih mendapat kendala karena
terbatasnya varietas yang cocok untuk dikembangkan di lahan tersebut.
Strategi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan di lahan
salin tersebut adalah memanfaatkan tanaman padi toleran salinitas.
Penggunaan padi gogo lokal seperti padi beras merah dapat menjadi salah satu
genotip yang dapat dikembangkan di lahan salinitas karena sifatnya yang
adaptif serta memiliki rasa dan aroma yang disukai masyarakat, akan tetapi
berumur dalam dan potensi hasil lebih rendah (Santika dan Rozakurniati 2010).
Namun, kendala tersebut dapat diatasi melalui kegiatan mutasi tanaman
sehingga dapat diperoleh tanaman padi berumur genjah dan potensi hasil tinggi
karena mutasi dapat memperbaiki sifat buruk tanaman (Suliansyah 2011).
Pengujian toleransi padi gogo hasil mutasi terhadap cekaman salinitas
dapat dilakukan dengan berbagai metode. Pengujian toleransi padi gogo
diperlukan alternatif metode pengujian yang efesien, efektif, tepat dan mudah
sebelum dilakukan penanaman ke lapangan. Percobaan menggunakan kertas
merang dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDp) merupakan
standar pengujian yang bisa digunakan dalam pengujian perkecambahan benih
terhadap salinitas di laboratorium (Arzie 2011). Pengujian toleransi padi gogo
terhadap cekaman salinitas di rumah kaca dengan metode hidroponik juga
merupakan pengujian dasar dan pembanding pengujian dilapangan. Menurut
Zannati et al. (2015), metode skrining yang dilakukan dengan
mengecambahkan benih padi pada botol kultur dalam larutan Yoshida
(Yoshida Solution) yang mengandung unsur hara makro dan mikro mampu
menghasilkan mutan yang potensial toleran salinitas.
Oleh karena itu, untuk mengetahui tanaman padi toleran salin perlu
dilakukan penelitian uji toleransi beberapa jenis mutan padi beras merah,
sehingga dapat dinilai ketahanannya. Melalui pengujian tersebut diharapkan
dapat menghasilkan dan menentukan lebih dini mutan padi yang memiliki
ketahanan pada keadaan salinitas berdasarkan metode uji yang digunakan.
3

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :


1. Apakah terdapat padi gogo yang toleran terhadap salinitas pada fase
perkecambahan dengan Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDp) ?
2. Apakah terdapat padi gogo yang toleran terhadap salinitas pada fase
pembibitan dengan media hidroponik ?
3. Metode manakah yang terbaik untuk mengetahui padi gogo yang toleran
terhadap salinitas ?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Mengetahui padi gogo yang toleran terhadap salinitas pada fase
perkecambahan dengan Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDp).
2. Mengetahui padi gogo yang toleran terhadap salinitas pada fase pembibitan
dengan media hidroponik
3. Menentukan metode terbaik untuk mengetahui padi gogo yang toleran
terhadap salinitas.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritik


2.1.1. Klasifikasi Tanaman Padi
Sistematika (taksonomi) tanaman padi menurut (Tjitrosoepomo 2007),
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Berdasarkan warna beras, di Indonesia dikenal beberapa jenis beras
seperti beras putih, beras hitam, beras ketan dan beras merah. Beras merah
umumnya dikonsumsi tanpa melalui proses penyosohan, tetapi hanya digiling
menjadi beras pecah kulit, kulit arinya masih melekat pada endosperm. Kulit
ari beras merah kaya akan minyak alami, lemak esensial dan serat (Santika
dan Rozakurniati 2010).
Menurut Subekti (2015), terdapat keragaman karakteristik morfologis
yang cukup luas diantara plasma nutfah padi beras merah lokal yang
ditemukan. Karakter warna gabah bervariasi dari warna kuning jerami,
kuning, coklat kekuningan dan hitam kecoklatan. Karakter warna ujung
gabah bervariasi mulai dari kuning jerami, kuning, coklat dan hitam. Hal
serupa juga dijumpai pada karakter warna kulit ari beras yang bervariasi dari
hitam keputihan, hitam dengan pangkal beras putih, dan hitam kemerahan.

2.1.2. Morfologi Tanaman Padi


Morfologi tanaman merupakan ilmu yang mempelajari bentuk luar
tanaman dan organ tanaman sehingga memungkinkan suatu spesies atau
varietas dapat dibedakan secara visual. Morfologi tanaman menyangkut
bentuk dan struktur organ tanaman yang merupakan dasar utama dalam
5

klasifikasi tanaman dan digunakan sebagai alat mengenal adaptasi tanaman


terhadap lingkungannya (Makarim dan Suhartatik 2009).
Akar tanaman padi berfungsi sebagai bagian tanaman yang menyerap air
dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman
(Aak 1995). Purnomo dan Purnamawanti (2007) menjelaskan akar padi
adalah akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka
terhadap kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara 10-20
cm. Menurut Sugeng (2001), akar tanaman padi memiliki sistem perakaran
serabut. Ada dua macam akar, yaitu akar seminal yang tumbuh dari akar
primer radikula sewaktu berkecambah dan sifat sementara, dan akar adventif
sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah.
Akar adventif tersebut menggantikan akar seminal, karena tumbuh dari
bagian tanaman yang bukan embrio atau karena munculnya bukan dari akar
yang tumbuh sebelumnya.
Batang tanaman padi merupakan bagian tubuh tanaman yang sangat
penting. Batang tanaman padi terdiri dari beberapa ruas yang dibatasi oleh
buku. Daun dan anakan akan tumbuh pada buku. Saat stadia awal tumbuh,
ruas dan pelepah tertumpuk padat atau jarak antar buku pendek. Ruas-ruas
tersebut kemudian memanjang dan berongga setelah tanaman memasuki
stadia perpanjangan ruas (Tjitrisoepomo 2007). Menurut Herawati (2012),
batang tanaman padi merupakan batang rumput (calumus), yaitu batang yang
tidak keras, mempunyai ruas-ruas nyata dan kadang berongga. Pertumbuhan
batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang
tunggal/batang utama yang mempunyai 6 mata atau sukma 2, 5, 5 sebelah
kanan dan sukma 2, 4, 6 sebelah kiri.
Daun padi memiliki ciri khas yaitu adanya sisik dan telinga daun. Hal
inilah yang menyebabkan daun padi dapat dibedakan dari jenis rumput yang
lain (Herawati 2012). Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan
yang berselang-seling satu daun pada tiap buku, dimana tiap daun terdiri dari
helaian daun yang berbentuk memanjang seperti pita, pelepah daun yang
terbungkus ruas, telinga daun yang berada disebelah kiri dan kanan pada
pangkal helaian daun, dan lidah daun yang panjangnya berbeda-beda
6

tergantung pada varietas (Tjitrisoepomo 2007). Daun diposisi paling atas


disebut sebagai daun bendera yang ukurannya tampak berbeda dari daun yang
lain. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek dari pada daun-daun
dibawahnya, namun lebih lebar dari pada daun-daun sebelumnya. Daun
bendera ini terletak dibawah malai padi dan daun pertama pada batang keluar
bersamaan dengan timbulnya tunas (calon daun) berikutnya. Menurut
Makarim dan Suhartatik (2009) satu daun pada awal-awal fase tumbuh
memerlukan waktu 4 – 5 hari untuk tumbuh secara penuh, sedangkan fase
tumbuh selanjutnya, diperlukan waktu yang lebih lama yaitu 8-9 hari. Jumlah
daun pada tiap tanaman bergantung pada varietas.
Bunga padi terjadi pembungaan 35 hari setelah awal terbentuknya bakal
malai. Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Sekumpulan bunga
padi dinamakan spikelet, yang pada dasarnya terdiri dari kepala sari, tangkai
sari, lemma, palea, kepala putik dan tangkai bunga (Aak 1995). Fase
pembentukan malai/bunting dicirikan dengan adanya pembengkakan pada
pelepah daun (Sugeng 2001).
Gabah padi merupakan biji yang terbungkus oleh sekam. Biji yang
sehari-hari dikenal dengan beras pecah kulit adalah caryopsis yang terdiri dari
janin (embrio) dan endosperma yang diselimuti aleuron, kemudian tagmen
dan lapisan terluar disebut periskarp (Makarim dan Suhartatik 2009).

2.1.3. Syarat Tumbuh Tanaman Padi


Padi merupakan tanaman pangan jenis rumput berumpun. Padi (Oryza
sativa L.) termasuk bahan pangan yang dibutuhkan lebih dari separuh
penduduk dunia. Padi dapat ditanam di daerah yang beriklim sedang dan
tropis. Tanaman padi mempunyai adaptasi lingkungan yang luas, dapat
tumbuh baik antara 53◦LU dan 35◦LS, meliputi daerah kering sampai
genangan dengan kedalaman 1-5 m serta daerah dari dataran rendah sampai
dengan ketinggian sampai 2000 m di atas permukaan laut (Norsalis 2011).
Menurut Padi Pusri (2013), menjelaskan bahwa berdasarkan kesesuaian
padi terhadap media tanam, tanaman padi dapat ditanam pada lahan basah,
dan lahan kering. Syarat tumbuh untuk media tanam padi lahan basah yaitu
ditanam di tanah berlempung berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30
7

cm di bawah permukaan tanah, memiliki tanah lumpur yang subur dengan


ketebalan 18-22 cm, dan keasaman tanah antara pH 4,0 – 7,0. Penggenangan
padi di lahan basah akan mengubah pH tanaman menjadi netral. Jenis padi
yang termasuk dalam tipe media tanam ini adalah padi sawah, padi pasang
surut, padi rawa lebak, padi tadah hujan dan padi gogo rancah.
Syarat tumbuh untuk media tanam padi lahan kering yaitu harus ditanam
di lahan yang berhumus, struktur remah dan cukup mengandung air dan
udara, memerlukan ketebalan tanah 25 cm, tanah yang cocok bervariasi mulai
dari yang berliat, berdebu halus, berlempung halus sampai tanah kasar dan air
yang tersedia diperlukan cukup banyak. Tanah tidak berbatu, jika ada harus
< 50% dan keasaman tanah bervariasi dari 4,0 sampai 8,0 (Padi Pusri 2013).
Jenis padi yang termasuk dalam tipe media tanam ini adalah padi gogo dan
padi ladang.

2.1.4. Pengaruh Cekaman Abiotik pada Tanaman Padi


Tanaman padi tidak dapat beradaptasi pada lingkungan yang kurang
menguntungkan, karena dapat menyebabkan berbagai macam cekaman.
Bentuk cekaman abiotik yang dapat terjadi pada tanaman padi bisa berupa
cekaman Fe, cekaman Al, cekaman kekeringan dan cekaman salinitas.
a. Cekaman Fe
Keracunan besi pada tanaman padi disebabkan karena kandungan Fe
dalam tanah yang tinggi, terutama tanah masam yang tergenang. Menurut
Noor et al. (2012), konsentrasi Fe dalam larutan ≥ 200 ppm Fe
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman padi, dimana semakin
tinggi konsentrasi Fe dalam larutan semakin tinggi skor gejala toksisitas
Fe dan kadar Fe dalam tanaman, dan semakin terhambatnya pertumbuhan
tanaman padi. Utari dan Hartanto (2011), menyebutkan bahwa pengaruh
Fe pada tanaman dapat menimbulkan gejala keracunan, biasanya dimulai
dengan terbentuknya bintik-bintik kecoklatan pada ujung daun yang tua,
kemudian berkembang menjadi merah kecoklatan, oranye atau
kekuningan pada seluruh daun yang selanjutnya menjadi kering dan
menggulung. Akibat yang lainnya adalah anakannya sedikit, akarnya
8

pendek kasar, berwarna kecoklatan, dan selanjutnya akar akan


membusuk.
b. Cekaman Al
Aluminium dapat menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan
tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh
cekaman Al tidak sama pada semua tanaman, bahkan dalam spesies yang
sama. Akar merupakan bagian tanaman yang paling sensitif terhadap
keracunan Al. Gejala awal yang tampak pada tanaman yang keracunan
Al, yaitu tidak berkembangnya sistem perakaran sebagai akibat
penghambatan perpanjangan sel. Hal ini disebabkan terjadinya
penggabungan Al dengan dinding sel dan penghambatan pembelahan sel,
sehingga menghambat penyerapan air dan hara (Purnamaningsih dan
Mariska 2008).
Menurut Makarim (2007), tanaman yang keracunan aluminium (Al)
perkembangan akarnya terhambat, lebih parah dibandingkan dengan
bagian atas tanaman. Daun tanaman antar tulang daun akan tampak warna
kuning kemerahan sampai putih, ujung dan tepi daun mengering.
Terhambatnya pertumbuhan tanaman bagian atas juga disebabkan oleh
ikut kahatnya hara lain seperti Mg, Ca, dan P, pekanya tanaman terhadap
kekeringan, dan tidak seimbangnya fitohormon. Tanaman menjadi kerdil
atau terhambat pertumbuhannya, terutama untuk varietas-varietas yang
lebih peka terhadap keracunan Al tersebut.
c. Cekaman Kekeringan
Lahan kering merupakan salah satu jenis lahan marjinal, karena
kekeringan menyebabkan berbagai dampak negatif pada tanaman.
Kekeringan akan menyebabkan terganggunya proses metabolisme
tanaman seperti terhambatnya penyerapan nutrisi, terhambatnya
pembelahan dan pembesaran sel, penurunan aktivitas enzim serta
penutupan stomata sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman
menjadi terhambat (Asmara 2011).
Padi merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap cekaman
kekeringan. Tanda awal penurunan air tanah adalah penggulungan daun
9

yang pada akhirnya mengurangi radiasi surya pada daun. Pertumbuhan


daun merupakan proses fisiologi pertama yang dipengaruhi oleh cekaman
kekeringan. Penurunan ukuran daun menyebabkan penurunan hantaran
stomata dan fotosintesis. Perubahan ukuran daun dan stomata merupakan
mekanisme untuk menghindari kekeringan dengan cara mengurangi
transpirasi. Berbagai karakter morfologi daun padi yaitu daun panjang,
daun lebar dan daun sempit sudah diuji keterkaitannya dengan toleransi
terhadap kekeringan. Cekaman kekeringan menurunkan jumlah daun,
luas daun, bobot kering tanaman, jumlah anakan, tinggi tanaman, dan
transpirasi (Fauza 2013).
d. Cekaman Salinitas
Salinitas adalah terdapatnya garam-garam mineral yang tinggi di
dalam tanah sehingga dapat meracuni tanaman dan menyebabkan
pertumbuhan terhambat. Salinitas menyebabkan cekaman ion dan
osmotik yang sebagian besar disebabkan oleh konsentrasi Na+ dan Cl-
yang tinggi pada tanah (Farid dan Sjahril 2006). Menurut Wang et al.
(2012), salinitas adalah salah satu cekaman abiotik yang paling sering
terjadi, dimana dapat membatasi produktivitas tanaman di daerah kering
dan semi-kering. Cekaman garam pada tanaman merupakan peristiwa
kompleks yang menyebabkan perubahan morfologi dan perkembangan
tanaman dari segi proses fisiologis dan biokimia.
Menurut Djukri (2009), NaCl merupakan garam utama yang
terkandung dalam tanah salin. Kadar NaCl pada lahan semacam ini
berkisar antara 2-6 %. NaCl jika dilarutkan dalam air akan berdisosiasi
menjadi ion-ion penyusunnya yaitu Na+ dan Cl-. Besarnya kadar NaCl
dalam tanah dapat terjadi karena tingginya masukan air yang mengandung
garam atau karena mengalami tingkat evaporasi yang melebihi presipitasi,
sehingga menyebabkan tanah menjadi salin. Menurut Farid dan Sjahril
(2006), tanaman yang tumbuh pada keadaan salin akan dihadapkan pada
3 macam cekaman, yaitu cekaman keracunan mineral yang disebabkan
oleh garam, cekaman air karena tekanan osmosis dan gangguan nutrisi
mineral dalam tanaman.
10

Menurut Wang et al. (2012), respon tanaman terhadap stres garam


dapat mempengaruhi semua proses jaringan tanaman yang kompleks,
yaitu mempengaruhi tekanan osmosa, serapan hara dan metabolisme serta
akumulasi ion dan fotosintesis. Fotosintesis berkurang sebanding dengan
peningkatan salinitas tanah. Arzie (2011), menyatakan bahwa mekanisme
utama penekanan laju fotosintesis terjadi karena menutupnya stomata
sebagai akibat dari kemampuan tanaman dalam menyerap air berkurang.
Lingkungan garam yang tinggi dapat merusak keseimbangan ion, dan
mempengaruhi distribusi K+ dan Na+ dalam sel tanaman. Menurut Djukri
(2009), potensial air tanah yang lebih negatif akan memacu air keluar dari
jaringan sehingga tumbuhan kehilangan tekanan turgor. Berlimpahnya
Na+ dan Cl- dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ion sehingga
tanaman dapat mengalami keracunan. Rusd (2011) menambahkan bahwa,
keracunan Na ditandai dengan mengeringnya tepi bagian ujung daun,
demikian juga keracunan Cl.
Salinitas mempengaruhi proses fisiologis yang berbeda-beda pada
tanaman pertanian. Tanaman seperti jagung, kacang polong, dan tomat
terjadi pertumbuhan dan berat kering yang mengalami penurunan jika
tanaman ditumbuhkan dalam media salin. Tanaman kacang merah
mengalami pelebaran daun terhambat oleh cekaman salinitas karena
berkurangnya tekanan turgor sel. Berkurangnya pelebaran daun dapat
berakibat berkurangnya fotosintesis maupun produktivitas (Yuniati
2004). Taufiq dan Purwaningrahayu (2013), menyatakan bahwa
peningkatan salinitas juga berpengaruh nyata menurunkan bobot kering
akar, jumlah polong isi, jumlah biji/polong, bobot polong dan biji
kering/tanaman, dan bobot 100 biji kacang hijau.
Menurut Rahmawati (2006) pengaruh cekaman salinitas terhadap
tanaman padi adalah berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan,
pertumbuhan akar terhambat, berkurangnya bobot 1000 gabah,
berkurangnya bobot kering tanaman dan kandungan protein total dalam
biji karena penyerapan Na yang berlebihan. Tanaman padi yang terkena
cekaman salinitas dapat menjadi peka, namun ada juga yang toleran. Hasil
11

penelitian yang dilakukan oleh Santoso et al. (2012) menunjukkan bahwa


respon padi transgenik Nipponbare-OsDREB1A generasi T1 terhadap
cekaman salinitas 150 mM NaCl menunjukkan toleransi dari sangat peka
sampai sangat toleran (150 mM). Perlakuan salinitas dengan
menggunakan konsentrasi 150 mM NaCl dapat lebih membedakan
tingkat toleransi secara nyata. Menurut Zannati et al. (2015), hasil
skrining padi mutan pembawa activation tagging pada fase
perkecambahan dalam larutan Yoshida yang mengandung NaCl 200 mM
per liter, menghasilkan sembilan mutan potensial yang toleran salinitas.

2.1.5. Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Salinitas


Tanaman dapat tumbuh dan bertahan dalam lingkungan garam karena
melakukan proses adaptasi dengan cara translokasi dan akumulasi ion ke
vakuola, ekskresi garam serta sintesis zat terlarut yang kompatibel. Banyak
sekali zat terlarut kompatibel yang mengandung senyawa N, seperti asam
amino untuk mentoleransi ion garam yang masuk (Wang et al. 2012).
Menurut Djukri (2009), tanaman akan beradaptasi secara morfologi dan
fisiologi, demi meningkatkan ketahanannya terhadap kondisi salinitas
melalui adaptasi dengan membentuk molekul-molekul tertentu di dalam sel,
seperti prolin dan berbagai asam amino bebas lainnya, yang berperan dalam
peningkatan ketahanan terhadap cekaman garam. Tanggapan tersebut
bervariasi tergantung spesies tumbuhan, derajat dan lamanya cekaman.
Kondisi tanah salin merupakan cekaman bagi tanaman yang tidak toleran.
Berbagai jenis tanaman mempunyai daya tahan yang berbeda dalam
menghadapi kondisi salin dimana tanaman tumbuh, sehingga pengaruhnya
terhadap berbagai aktivitas kehidupan yang terkait dengan pertumbuhan juga
bervariasi. Pengaruh yang bervariasi tersebut karena akibat dari cara adaptasi
tanaman yang berbeda-beda. Secara umum, pertumbuhan tanaman akan
mengalami gangguan bila menghadapi lingkungan dengan kondisi salin,
kecuali bagi tanaman yang toleran. Pengaruh yang ditimbulkan oleh kondisi
salin tersebut karena efek dari Na+ dan Cl-. Efek dari kedua ion tersebut akan
berakibat buruk bagi pertumbuhan bahkan fatal bagi tanaman yang peka
(Djukri 2009).
12

Cara adaptasi yang dilakukan tanaman agar mampu bertahan hidup pada
lahan dalam kondisi salin secara umum ada dua macam yaitu penghindaran
(avoidance) dan toleran (tolerance). Menurut Arzie (2011), tanaman dapat
menghindari terjadinya ketidakseimbangan hara atau keracunan dengan
empat cara yaitu eksklusi, ekskresi, sekresi dan dilusi. Eksklusi terjadi secara
pasif dengan adanya dinding sel yang tidak permeabel terhadap ion-ion dari
garam tersebut. Ekskresi dan sekresi merupakan pemompaan ion secara aktif
masing-masing ke luar tanaman dan ke dalam vakuola. Menurut Farid dan
Sjahril (2006) pada tanaman yang toleran terhadap salin, NaCl akan ditimbun
ke dalam vakuola sel daun, sehingga di dalam sitoplasma dan organella,
konsentrasi garam tetap rendah dan tidak mengganggu aktivitas enzim serta
metabolisme.

2.1.6. Metode Seleksi Tanaman Padi Toleran Salinitas


Pengujian toleransi terhadap kondisi lapang yang suboptimum seperti
salinitas dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan media
tumbuh yang sesuai dengan tujuan, kultur hara dan menggunakan tanah yang
ditambahkan konsentrasi NaCl (Fatimah 2010), kemudian secara kultur in-
vitro (Ubudiyah dan Nurhayati 2013). Munir (2009) mengatakan bahwa,
melalui seleksi secara in vitro, maka karakter-karakter agronomi dan
ketahanan terhadap suatu cekaman tersebut dapat diisolasi dalam waktu
singkat dan kondisi yang stabil. Seleksi salinitas dapat langsung ditanam di
lapangan atau lahan salinitas tetapi metode tersebut membutuhkan biaya yang
mahal dan kadang-kadang sulit diaplikasikan karena konsentrasi NaCl yang
tidak seragam, serta adanya pengaruh lingkungan.
Simulasi melalui percobaan menggunakan media kertas merang dengan
Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDp) memiliki kelebihan dan
merupakan standar yang biasa digunakan dalam pengujian perkecambahan
benih di laboratorium. Pemakaian substrat kertas dinilai lebih praktis, tidak
membutuhkan ruang pengujian yang luas, mudah dalam aplikasi, dan mudah
dalam menilai struktur pertumbuhan secara jelas. Kertas merang dipilih
sebagai media perkecambahan karena memiliki daya absorpsi air yang tinggi,
disamping itu kelebihan lainnya adalah jauh lebih sedikit ruang yang
13

diperlukan untuk penempatan materi yang diuji (Sadjad 1993). Warna kertas
merang yang coklat muda, bertekstur kasar, berserat, tidak mengkilat, polos
dan tidak luntur akan memudahkan penguji dalam mengamati dan menilai
kecambah yang tumbuh (Arzie 2011).
Pengujian dengan menggunakan larutan hara, juga merupakan metode
alternatif untuk menguji genotip-genotip sebelum dilakukan pengujian
dilapangan. Pengujian di rumah kaca berguna untuk menyeleksi tanaman-
tanaman dengan sifat toleransi yang tidak stabil (Purnamaningsih dan
Mariska 2008). Kelebihan pada sistem hidroponik yaitu pengaruh dari
kondisi lingkungan pertanaman yang tidak ideal dapat diminimalisir, akar
tanaman dapat diperiksa secara periodik untuk memastikan pertumbuhannya,
pemakaian air lebih efisien karena penyirman air tidak perlu dilakukan setiap
hari, sebab media larutan yang digunakan telah tertampung dalam wadah
yang dipakai (Tim Karya Tani Mandiri 2010) dan merupakan metode yang
cukup efesien dan efektif dalam pendugaan sifat toleransi tanaman.

2.2. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada padi gogo yang toleran terhadap salinitas pada fase perkecambahan
dengan Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDp).
2. Ada padi gogo yang toleran terhadap salinitas pada fase pembibitan dengan
media hidroponik.
3. Diduga metode hidroponik terbaik dan efisien untuk mengetahui padi gogo
yang toleran terhadap salinitas.
14

III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Juni 2017, di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, dan di Rumah Bayang Kebun
Percobaan dan Penelitian (KP2), Fakultas Pertanian, Perikanan, dan Biologi,
Universitas Bangka Belitung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah sterofoam


berukuran 60x40x15 cm, cangkul, gunting, cutter, germinator, oven, desikator,
pH meter, gelas ukur, erlenmayer, hand sprayer, kertas merang, kapas, plastik,
bak semai, timbangan analitik, penggaris, alat tulis, dan kamera. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mutan padi beras merah (MR1512,
MP2029, MP2046), NaCl, hara makro dan mikro, KOH, HCl, pasir, topsoil,
kompos, serta aquadest.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 metode uji, yaitu uji daya tumbuh benih dan
uji fase vegetatif. Uji daya tumbuh benih dilakukan di laboratorium sedangkan
uji fase vegetatif di rumah bayang. Penelitian di laboratorium menggunakan
Rancangan Split plot RAL yang terdiri dari :
Petak utama yaitu konsentrasi NaCl :
P0= 0 mM
P1= 100 mM NaCl
Anak petak berupa jenis padi gogo :
M29 = MP2029
M46 = MP2046
VI8 = Inpago 8
VBa = Banyuasin
Ara = Aksesi Radik
Arp = Aksesi Runten Puren
15

Penelitian di Lapangan menggunakan Rancangan Split plot RAL yang


terdiri dari petak utama, yaitu konsentrasi NaCl:
P0 = 0 mM (Kontrol)
P1 = 100 mM NaCl
Anak petak, yaitu jenis padi gogo:
M12 = MR1512
M46 = MP2046
VI8 = Inpago 8
VBa = Banyuasin
Ara = Aksesi Radik
Arp = Aksesi Runten Puren
Kombinasi antara perlakuan konsentrasi NaCl dengan beberapa jenis padi
gogo dengan uji fase vegetatif, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kombinasi perlakuan antara cekaman salinitas (NaCl) dengan padi
gogo pada uji fase vegetatif
Konsentrasi
0 mM NaCl 100 mM NaCl
Padi gogo (P0) (P1)

MR1512 (M12) M12P0 M12P1


MP2046 (M46) M46P0 M46P1
Inpago 8 (VI8) VI8P0 VI8P1
Banyuasin (VBa) VBaP0 VBaP1
Aksesi Radik (Ara) AraP0 AraP1
Aksesi Runten Puren (Arp) ArpP0 ArpP1
Setiap perlakuan untuk uji daya tumbuh benih dan uji fase vegetatif
diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 60 unit percobaan. Uji daya tumbuh
benih di laboratorium menggunakan metode UKDp dengan setiap satuan
percobaan terdiri dari dua gulungan. Gulungan pertama setiap media
perkecambahan menggunakan 50 benih padi sedangkan gulungan kedua
menggunakan 15 benih padi.
Uji fase vegetatif di rumah bayang menggunakan metode hidroponik
dengan sterofoam sebagai wadah hidroponik. Setiap wadah sterofoam terdiri
dari 6 sampel tanaman sehingga jumlah seluruh sampel tanaman adalah 216
tanaman.
16

3.4. Cara Kerja


3.4.1. Uji Daya Tumbuh Benih (Metode UKDp)
3.4.1.1. Persiapan Benih
Benih yang bernas dan baik dipilih dan digunakan sebagai
bahan uji toleransi. Benih padi yang telah dipilih kemudian direndam
sebentar untuk melihat benih yang tenggelam dan mengapung.
Benih yang tenggelam digunakan dalam uji perkecambahan.

3.4.1.2. Persiapan Media Perkecambahan


Media perkecambahan benih padi menggunakan kertas merang.
Penanaman pada media kertas merang menggunakan metode Uji
Kertas Digulung dalam Plastik (UKDp) (Sutopo 2010). Kertas
merang yang digunakan sebanyak 3 lembar dengan ukuran 20 cm x
30 cm, pada bagian dasar kertas diberikan selembar plastik. Kertas
merang dibasahi dengan cara mencelupkannya dalam larutan NaCl
100 mM atau setara dengan 5,85 g/liter, kemudian ditiriskan agar
tidak terlalu basah.

3.4.1.3. Perkecambahan Benih


Benih padi dikecambahkan pada kertas merang sebanyak 50
butir benih untuk peubah daya berkecambah, potensi tumbuh
maksimum, kecepatan tumbuh, dan 15 butir benih untuk peubah
panjang plumula, panjang radikula dan berat kering kecambah
normal. Gulungan media perkecambahan yang telah berisi padi
diletakkan dalam germinator. Kelembaban media kertas merang
dipertahankan, bila terlihat kering disemprot dengan larutan NaCl
100 mM (setara dengan 5,85 g/liter), menggunakan hand sprayer.

3.4.2. Uji Fase Vegetatif (Metode Hidroponik)


3.4.2.1. Persiapan Benih
Benih yang bernas dan baik dipilih dan digunakan sebagai
bahan uji toleransi.
17

3.4.2.2. Perkecambahan Benih


Benih padi yang telah dipilih kemudian direndam dalam air
selama 12 jam dan dilakukan pemeraman selama 12 jam. Benih
disemaikan dalam bak semai, menggunakan media tanam campuran
topsoil, pasir dan kompos dengan perbandingan (1:1:1). Benih
disemai selama 21 hari (3 minggu) dan dilakukan perawatan.

3.4.2.3. Persiapan Wadah Kultur Air


Wadah kultur air terbuat dari sterofoam yang berbentuk balok
dengan ukuran 60x40x15 cm. Media penanaman bibit terbuat dari
sterofoam dengan ukuran 60x40x2 cm. Media tanam dibuat lubang
dengan diameter 1–1,5 cm, jarak tiap lubang adalah 5x5 cm (Rahayu
2015).

3.4.2.4. Penyiapan Media Kultur Air


Wadah sterofoam diisi dengan media kultur air, komposisi
media yang digunakan terdiri dari hara makro (C-Org, N, P2O5, K2O,
Ca, Mg, SO4) dan mikro (Fe, Cu, Zn, B, Mo, Mn, Cl). Dosis hara
yang digunakan yaitu 5,0 ml/L, sehingga terdapat 70 ml hara dalam
14 liter air pada satu wadah sterofoam, dengan nilai pH 7.
Selanjutnya, pada bagian dalam wadah dipasangkan alat pemutar air
agar tidak terjadi pengendapandan larutan.

3.4.2.5. Penanaman Bibit


Media tanam dengan wadah sterofoam yang telah berisi media
kultur air sebanyak 14 liter, siap untuk dilakukan penanaman bibit.
Setiap wadah sterofoam berisi 90 bibit padi. Bibit yang telah
berumur 3 minggu setelah semai dengan akar rata-rata 3 cm, ditanam
diatas sterofoam yang telah dilubangi dengan posisi akar kecambah
menyentuh media kultur air. Penyangga bibit pada lubang tanam
menggunakan kapas, kemudian bibit dibiarkan tumbuh selama 3
hari.
18

3.4.2.6. Pembuatan Larutan NaCl


NaCl yang digunakan berbentuk bubuk. NaCl 100 mM atau
setara dengan 5,85 g/liter dilarutkan dalam air, sehingga terdapat
81,9 gr NaCl dalam 14 liter air.

3.4.2.7. Pemberian Perlakuan


Pada hari ke-4 media kultur air diganti dengan media perlakuan
NaCl. Wadah sterofoam diisi dengan larutan NaCl yang telah dibuat,
dengan pH 7. Media perlakuan NaCl diganti seminggu sekali selama
1 bulan. Selanjutnya, pengukuran pH larutan dilakukan setiap
penggantian media. Jika pH awal asam maka ditambahkan KOH
hingga larutan ber-pH 7, jika pH awal basa maka ditambahkan HCL
hingga larutan ber-pH 7.

3.5. Peubah yang Diamati


3.5.1. Uji Daya Tumbuh Benih (Metode UKDp)
3.5.1.1. Potensi Tumbuh Maksimum (%)
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) merupakan persentase
munculnya kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih yang
tumbuh pada pengamatan akhir terhadap benih yang diuji. Menurut
Sadjad (1994), rumus yang digunakan sebagai berikut :
PTM = Jumlah benih yang tumbuh
x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan

3.5.1.2. Daya Berkecambah (%)


Pengamatan Daya Berkecambah (DB) dilakukan berdasarkan
persentase kecambah normal pada hitungan pertama/hari ke-7 dan
hitungan kedua/hari ke-14 setelah benih dikecambahkan. Menurut
Sadjad (1993), daya berkecambah dihitung dengan rumus berikut :
DB = ∑ KN I + ∑ KN II x 100%
Total benih yang dikecambahkan
Keterangan :
KN I = kecambah normal pengamatan I
KN II = kecambah normal pengamatan II
19

3.5.1.3. Kecepatan Tumbuh (% KN/etmal)


Kecepatan tumbuh diamati berdasarkan total pertambahan
kecambah normal selama kurun waktu pengamatan. Kecepatan
tumbuh (KCT) dinyatakan dalam persen per etmal, dan dihitung
dengan rumus berikut (Sadjad 1999) :

N1 N2 N14
Kecepatan Tumbuh (KCT) = + + .... +
D1 D2 D14

Keterangan :
N1 – N14 = % kecambah normal pada 1, 2, 3, ..., 14 hst
D1 – D14 = jumlah hari setelah tanam (etmal)

3.5.1.4. Panjang Plumula (cm)


Panjang plumula diukur mulai dari ujung plumula hingga
pangkal plumula (berbatasan dengan mesokotil), pada saat akhir
pengamatan. Alat yang digunakan dalam pengukuran yaitu penggaris.

3.5.1.5. Panjang Radikula (cm)


Pengukuran dilakukan terhadap akar primer yang diukur dari
pangkal akar hingga ujung akar. Panjang radikula diukur pada saat
akhir pengamatan (14 hari setelah dikecambahkan).

3.5.1.6. Berat Kering Kecambah Normal (g)


Kecambah normal akhir pengamatan dibersihkan dari bagian
biji/kotiledon yang masih menempel, kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 80◦C selama 24 jam, selanjutnya dimasukkan ke
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang menggunakan
timbangan analitik (ISTA 2004).

3.5.2. Uji Fase Vegetatif (Metode Hidroponik)


3.5.2.1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung daun
tertinggi pada saat tanaman berumur 1 Minggu Setelah Tanam
20

(MST). Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 4 minggu. Alat


yang digunakan yaitu penggaris.

3.5.2.2. Jumlah daun (helai)


Jumlah daun dihitung pada saat tanaman berumur 1 MST.
Perhitungan dilakukan setiap minggu selama 4 minggu. Daun yang
dihitung yaitu daun segar yang dilakukan secara manual.

3.5.2.3. Jumlah Anakan


Jumlah anakan dihitung dengan cara menghitung seluruh
anakan yang tumbuh dalam satu rumpun tanaman padi, pada setiap
sampel perlakuan. Jumlah anakan dihitung saat tanaman berumur 1
MST dan perhitungan dilakukan setiap minggu selama 4 minggu.

3.5.2.4. Panjang Akar (cm)


Panjang akar diukur dengan cara mengukur bagian pangkal
akar sampai bagian ujung akar, yang dilakukan pada saat minggu ke-
4 pengamatan. Alat yang digunakan yaitu penggaris.

3.5.2.5. Jumlah Akar (helai)


Jumlah akar dihitung secara manual pada saat minggu ke-4
pengamatan. Bagian akar yang dihitung adalah akar primer.

3.5.2.6. Berat Akar (g)


Penimbangan berat akar dilakukan pada saat akhir pengamatan
(minggu ke-4). Alat yang digunakan untuk menimbang berat akar
yaitu timbangan analitik.

3.5.2.7. Berat Tajuk (g)


Bagian tanaman yang diambil dalam pengukuran berat tajuk
yaitu dari batang sampai daun tertinggi. Penimbangan menggunakan
timbangan analitik yang dilakukan pada minggu ke-4 pengamatan.
21

3.5.2.8. Rasio Tajuk Akar


Rasio tajuk akar adalah menghitung perbandingan berat tajuk
dengan berat akar. Alat yang digunakan berupa timbangan analitik.

3.5.2.9. Skoring Toksisitas Cekaman Salinitas


Pengamatan kondisi umum pertumbuhan padi yang toleran dan
rentan, dilakukan seminggu sekali sampai umur tanaman 4 minggu
setelah perlakuan (MSP) NaCl. Skoring gejala keracunan pada
tanaman dan daun padi menurut IRRI (1996) disajikan pada (Tabel
2), sebagai berikut.
Tabel 2. Skoring toksisitas cekaman salinitas
Skala Deskripsi Toleransi
1 Pertumbuhan dan anakan hampir normal Sangat toleran
3 Pertumbuhan hampir normal tetapi anakan
berkurang, beberapa daun memutih dan Toleran
menggulung akibat garam
5 Pertumbuhan dan anakan berkurang,
sebagian besar daun menggulung, hanya Agak toleran
beberapa tanaman yang memanjang
7 Pertumbuhan benar-benar berhenti,
sebagian besar daun kering, beberapa Peka
tanaman hampir mati
9 Hampir semua tanaman mati atau merana Sangat peka

3.5.2.10. Indeks Toleransi Cekaman Salinitas


Toleransi mutan padi beras merah terhadap cekaman salinitas
dinilai dengan indeks kepekaan terhadap cekaman (S), berdasarkan
rumus (Fischer dan Maurer 1978) :
S = (1-Y/Yp)/(1-X/Xp)
Keterangan :
Y = nilai pengamatan untuk satu genotip pada kondisi cekaman
salinitas
Yp = nilai pengamatan untuk satu genotip pada kondisi optimal
X = nilai pengamatan untuk semua genotip dalam kondisi cekaman
salinitas
Xp = nilai pengamatan untuk semua genotip dalam kondisi optimal.
22

Nilai S dihitung berdasarkan peubah tinggi tanaman. Mutan padi


dikelompokkan toleran jika S < 0.5, medium jika 0.5 < S < 1, dan
peka terhadap cekaman kekeringan jika S > 1.

3.6. Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji F dengan taraf
kepercayaan 95%. Jika diperoleh hasil yang beda nyata, maka dilakukan uji
lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat kepercayaan 95%
menggunakan program Statistical Analytic System (SAS) versi portable 9.1.3.
Penentuan metode terbaik menggunakan uji korelasi antara peubah metode
UKDp (panjang plumula, panjang radikula) dengan peubah metode hidroponik
(tinggi tanaman, jumlah daun).
23

Padi Gogo

Metode UKDp Media Hidroponik

Benih padi gogo dikecambahkan dengan Persiapan Pemilihan benih yang


metode UKDp yang telah dilembabkan Benih bernas dan baik dari padi
sesuai perlakuan NaCl, kemudian 50 butir gogo MR1512, MP2046,
benih ditanam pada media untuk Inpago 8, Banyuasin, Aksesi
pengamatan PTM, DB, KCT, dan 15 butir Radik, Aksesi Runteh
benih untuk pengamatan panjang plumula, Puren.
panjang radikula dan berat kering
kecambah normal, kemudian dilakukan
pengamatan.
Perendaman benih dalam air
Persiapan Wadah Perkecambahan selama 12 jam, dan
Kultur Air Benih pemeraman selama 12 jam,
benih disemai dengan media
tanam topsoil:pasir:kompos
Wadah sterofoam (1:1:1), disemai dan dirawat
ukuran 60x40x15 selama 21 hari.
cm, diameter lubang
1 – 1,5 cm, jarak
Pemberian
tiap lubang 5x5 cm. Penanaman
Perlakuan

Persiapan Media
Bibit telah
Kultur Air Setelah 3 HST,
berumur 3 MSS
P0 = 0 mM (Kontrol)
dengan panjang
P1 = 100 mM NaCl
Komposisi media (hara makro akar ±3 cm.

(C-Org, N, P2O5, K2O, Ca, Mg,


Analisis Data Pengamatan
SO4) dan hara mikro (Fe, Cu,
Zn, B, Mo, Mn, Cl)), dosis 5,0
Uji DMRT taraf Tinggi tanaman, Jumlah daun,
ml/L sehingga terdapat (70 ml
kepercayaan 95 % Jumlah anakan, Panjang akar,
hara dalam 14 liter air) pada satu menggunakan Jumlah akar, Berat akar, Berat
wadah sterofoam. program SAS dan tajuk, Rasio tajuk akar, skoring dan
uji korelasi indeks toleransi cekaman salinitas

Gambar 1 Bagan Alir Kegiatan Penelitian


24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Uji Daya Tumbuh Benih (Metode UKDp)
Uji toleransi mutan padi beras merah terhadap cekaman salinitas dengan
metode uji kertas digulung dalam plastik (UKDp), dilakukan pada 6 jenis
mutan padi beras merah, 2 varietas nasional dan 2 aksesi lokal. Setelah
dilakukan dua kali pengujian daya berkecambah pada mutan padi beras merah,
ternyata hanya menghasilkan 2 mutan padi beras merah yang tumbuh
(MP2029, MP2046), sementara 4 jenis mutan padi beras merah lainnya tidak
tumbuh (MR1510, MR1512, MP2031, MP2039). Mutan padi beras merah
yang tidak tumbuh tidak dimasukkan dalam analisis sidik ragam.
Hasil sidik ragam uji toleransi padi gogo (Oryza sativa. L) terhadap
salinitas dengan metode UKDp pada peubah potensi tumbuh maksimum, daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang plumula, panjang radikula dan berat
kering kecambah normal, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil sidik ragam pengaruh jenis padi gogo, konsentrasi NaCl dan
interaksi antara jenis padi gogo dengan konsentrasi NaCl terhadap
peubah yang diamati pada metode UKDp.
Konsentrasi
Jenis Padi Gogo Interaksi KK
Peubah yang diamati NaCl
(%)
F. Hit Pr > FF. Hit Pr > F F. Hit Pr > F
Potensi Tumbuh 138,14** <,0001 0,01tn 0,9132 0,67tn 0,6502 8,15
Maksimum
Daya Berkecambah (t) 135,31** <,0001 3,34tn 0,0828 1,72tn 0,1767 10,19
**
Kecepatan Tumbuh (t) 271,98 <,0001 51,99** <,0001 0,99tn 0,4489 6,96
**
Panjang Plumula (t) 30,57 <,0001 8,74** 0,0078 2,24tn 0,0905 13,25
**
Panjang Radikula (t) 4,79 0,0048 0,64tn 0,4342 0,23tn 0,9464 25,38
Berat Kering Kecambah 52,80** <,0001 7,08tn 0,0150 1,52tn 0,2277 0,11
Normal (t)
Keterangan : tn : tidak berpengaruh nyata
* : berpengaruh nyata
** : berpengaruh sangat nyata
KK : koefisien keragaman
t : data transformasi √𝑦 + 1/2
F. Hit : F Hitung
Pr > F : nilai probability
Perlakuan jenis padi berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah
yang diamati yaitu potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, kecepatan
tumbuh, panjang plumula, panjang radikula, dan berat kering kecambah
25

normal. Perlakuan konsentrasi NaCl berpengaruh sangat nyata terhadap peubah


kecepatan tumbuh dan panjang plumula tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, panjang radikula, dan
berat kering kecambah normal. Tidak terdapat interaksi antara jenis padi
dengan konsentrasi NaCl terhadap semua peubah yang diamati.
Tabel 4. Rerata peubah potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah,
kecepatan tumbuh pada perlakuan jenis padi gogo.
Potensi Tumbuh Daya Kecepatan
Jenis Padi Gogo Maksimum Berkecambah Tumbuh
(%) (%) (%/etmal)
MP2029 59,67c 13,00c 1,45c
MP2046 23,67d 4,67d 0,63d
Inpago 8 97,00a 93,00a 14,71a
Banyuasin 96,67a 93,67a 15,99a
Aksesi Radik 73,33b 70,00b 9,17b
Aksesi Runteh Puren 94,33a 91,67a 14,28a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) taraf kepercayaan 95%.
Potensi tumbuh maksimum terbaik terdapat pada jenis padi Inpago 8 yaitu
97,00% yang tidak berbeda nyata dengan padi Banyuasin, dan Aksesi Runteh
Puren tetapi berbeda nyata dengan jenis padi lainnya. Daya berkecambah dan
kecepatan tumbuh terbaik terdapat pada jenis padi Banyuasin, masing-masing
yaitu 93,67% dan 15,99 (%/etmal), yang tidak berbeda nyata dengan jenis padi
Inpago 8 dan Aksesi Runteh Puren, tetapi berbeda nyata dengan jenis padi
lainnya. Potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah dan kecepatan tumbuh
terendah terdapat pada jenis padi MP2046 (Tabel 4).
Tabel 5. Rerata peubah panjang plumula, panjang radikula dan berat kering
kecambah normal pada perlakuan jenis padi gogo.
Panjang Panjang Berat Kering
Jenis Padi Gogo Plumula Radikula Kecambah Normal
(cm) (cm) (g)
MP2029 1,45b 4,39bc 0,0022d
MP2046 1,08b 3,75c 0,0013d
Inpago 8 5,61a 8,43a 0,0085ab
Banyuasin 6,16a 7,93ab 0,0092a
Aksesi Radik 5,15a 9,32a 0,0075bc
Aksesi Runteh Puren 4,77a 9,92a 0,0068c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) taraf kepercayaan 95%.
26

Panjang plumula terbaik terdapat pada jenis padi Banyuasin yaitu 6,16 cm
yang tidak berbeda nyata dengan jenis padi lainnya, kecuali jenis padi MP2029
dan MP2046. Panjang radikula terbaik terdapat pada jenis padi Aksesi Runteh
Puren yaitu 9,92cm yang tidak berbeda nyata dengan padi Aksesi Radik,
Inpago 8 dan Banyuasin. Berat kering kecambah normal terbaik terdapat pada
jenis padi Banyuasin yaitu 0,0092 g yang tidak berbeda nyata dengan padi
Inpago 8, tetapi berbeda nyata dengan jenis padi lainnya. Panjang plumula,
panjang radikula dan berat kering kecambah normal terendah terdapat pada
jenis padi MP2046 (Tabel 5).
Hasil uji lanjut kecepatan tumbuh dan panjang plumula pada perlakuan
konsentrasi NaCl menunjukkan bahwa perlakuan terbaik terdapat pada
konsentrasi 0 mM (P0), masing-masing yaitu 10,86 (%/etmal) dan 4,66 cm,
yang berbeda nyata dengan konsentrasi 100 mM (P1). Kecepatan tumbuh dan
panjang plumula terendah terdapat pada konsentrasi 100 mM (Tabel 6).
Tabel 6. Rerata peubah kecepatan tumbuh dan panjang plumula pada perlakuan
konsentrasi NaCl.
Kecepatan Tumbuh
Konsentrasi NaCl Panjang Plumula (cm)
(%/etmal)
P0 (0mM) 10,86a 4,66a
P1(100mM) 7,88b 3,42b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) taraf kepercayaan 95%.
Potensi tumbuh maksimum pada perlakuan konsentrasi NaCl tidak
berbeda nyata. Potensi tumbuh maksimum berdasarkan histogram (Gambar 2)
menunjukkan bahwa konsentrasi 0 mM (74,22%) secara rerata lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi 100 mM (74%).
Potensi Tumbuh Maksimum (%)

74.5 74.22
74
74
73.5
73
72.5
72
71.5
71
70.5
70
P0 (0mM) P1 (100mM)
Konsentrasi NaCl
Gambar 2 Rerata potensi tumbuh maksimum pada perlakuan konsentrasi NaCl.
27

Daya berkecambah pada perlakuan konsentrasi NaCl tidak berbeda nyata.


Daya berkecambah berdasarkan histogram (Gambar 3) menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi NaCl 0 mM (62,33%) secara rerata lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi 100 mM (59,67%).

63 62.33

61 59.67
Daya Berkecambah (%)

59
57
55
53
51
49
47
45
P0 (0mM) P1 (100mM)
Konsentrasi NaCl

Gambar 3 Rerata daya berkecambah pada perlakuan konsentrasi NaCl.

Panjang radikula pada perlakuan konsentrasi NaCl tidak berbeda nyata.


Panjang radikula berdasarkan histogram (Gambar 4) menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi NaCl 0 mM (7,84cm) secara rerata lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi 100 mM (6,74cm).

8 7.84

7.5
Panjang Radikula (cm)

7 6.74
6.5
6
5.5
5
4.5
4
3.5
3
P0 (0mM) P1 (100mM)
Konsentrasi NaCl

Gambar 4 Rerata panjang radikula pada perlakuan konsentrasi NaCl.


28

0.0065 0.0064

Berat Kering Kecambah Normal (g)


0.006
0.0054
0.0055
0.005
0.0045
0.004
0.0035
0.003
0.0025
0.002
P0 (0mM) P1 (100mM)
Konsentrasi NaCl
Gambar 5 Rerata berat kering kecambah normal pada perlakuan konsentrasi
NaCl.

Berat kering kecambah normal tidak berbeda nyata pada perlakuan


konsentrasi NaCl, namun berdasarkan histogram (Gambar 5). Berat kering
kecambah normal perlakuan konsentrasi 0 mM (0,0064 g) secara rerata lebih
tinggi dibandingkan konsentrasi 100 mM (0,0054 g).
Perlakuan jenis padi gogo dan konsentrasi NaCl tidak menunjukkan
terjadinya interaksi yang nyata. Akan tetapi, kombinasi perlakuan terbaik pada
masing-masing peubah daya berkecambah dapat dilihat pada histogram. Secara
rerata, kombinasi perlakuan untuk peubah potensi tumbuh maksimum yang
tertinggi terdapat pada konsentrasi 100 mM dengan jenis padi Inpago 8, yaitu
98,00 % (Gambar 6).
120

96 98 96.67 96.67 94 94.67


Potensi Tumbuh Maksimum (%)

100

80 74 72.67
63.33
60 56
P0 (0 mM)
40 P1 (100mM)
26
21.33
20

0
MP2029 MP2046 Inpago 8 Banyuasin Aksesi Aksesi
Radik Runteh
Puren
Jenis Padi Gogo

Gambar 6. Rerata potensi tumbuh maksimum pada kombinasi perlakuan jenis


padi gogo dengan konsentrasi NaCl.
29

120

100 95.33 95.33 92.66


90.67 92 90.67

Daya Berkecambah (%)


80 71.33
68.67
60
P0 (0 mM)
40 P1 (100mM)
18.67
20
7.33 5.33 4
0
MP2029 MP2046 Inpago 8 Banyuasin Aksesi Aksesi
Radik Runteh
Puren
Jenis Padi Gogo

Gambar 7. Rerata daya berkecambah pada kombinasi perlakuan jenis padi gogo
dengan konsentrasi NaCl.
Kombinasi perlakuan untuk peubah daya berkecambah secara rerata yang
tertinggi terdapat pada konsentrasi 0 mM dengan jenis padi Banyuasin, yaitu
95,33%, dan konsentrasi 100 mM dengan jenis padi Inpago 8, yaitu 95,33 %
(Gambar 7).
20.00 18.50
18.00 16.81 16.35
Kecepatan Tumbuh (%/etmal)

16.00
14.00 13.38
12.61 12.20
12.00 10.49
10.00
7.84 P0 (0 mM)
8.00
P1 (100mM)
6.00
4.00
2.20
2.00 0.70 0.800.46
0.00
MP2029 MP2046 Inpago 8 Banyuasin Aksesi Aksesi
Radik Runteh
Puren
Jenis Padi Gogo

Gambar 8. Rerata kecepatan tumbuh pada kombinasi perlakuan jenis padi gogo
dengan konsentrasi NaCl.

Kombinasi perlakuan untuk peubah kecepatan tumbuh secara rerata yang


tertinggi terdapat pada konsentrasi 0 mM dengan jenis padi Banyuasin, yaitu
18,50 (%/etmal) (Gambar 8).
30

8
6.97
7 6.62

Panjang Plumula (cm)


5.9 5.8
6
5.31 5.34
5

4 3.69 3.75

P0 (0 mM)
3
P1 (100mM)
1.95
2 1.47
0.94
1 0.7

0
MP2029 MP2046 Inpago 8 Banyuasin Aksesi Aksesi
Radik Runteh
Puren

Jenis Padi Gogo

Gambar 9. Rerata panjang plumula pada kombinasi perlakuan jenis padi gogo
dengan konsentrasi NaCl.
Kombinasi perlakuan untuk peubah panjang plumula secara rerata yang
tertinggi terdapat pada konsentrasi 0 mM dengan jenis padi Banyuasin, yaitu
6,97 cm (Gambar 9). Kombinasi perlakuan untuk peubah panjang radikula
secara rerata yang tertinggi terdapat pada konsetrasi 0 mM dengan jenis padi
Aksesi Runteh Puren, yaitu 10,61 cm (Gambar 10).

12
10.61
10.15
10 9.48
9.24
8.62
Panjang Radikula (cm)

8.25 8.48
8
6.39
6
4.43 P0 (0 mM)
4.34 3.77
4 3.73 P1 (100mM)

0
MP2029 MP2046 Inpago 8 Banyuasin Aksesi Aksesi
Radik Runteh
Puren
Jenis Padi Gogo

Gambar 10. Rerata panjang radikula pada kombinasi perlakuan jenis padi gogo
dengan konsentrasi NaCl.
31

0.012

Berat Kering Kecambah Normal (g)


0.0097
0.01
0.0087 0.0087 0.0090
0.0083
0.008 0.0073

0.0060 0.0063
0.006
P0 (0 mM)

0.004 P1 (100mM)
0.0027
0.0017 0.0017
0.002
0.0010
0
MP2029 MP2046 Inpago 8 Banyuasin Aksesi Aksesi
Radik Runteh
Puren
Jenis Padi Gogo

Gambar 11. Rerata berat kering kecambah normal pada kombinasi perlakuan
jenis padi gogo dengan konsentrasi NaCl.
Kombinasi perlakuan untuk peubah berat kering kecambah normal secara
rerata yang tertinggi terdapat pada konsentrasi 0 mM dengan jenis padi
Banyuasin, yaitu 0,0097 gram (Gambar 11).

4.1.2. Uji Fase Vegetatif (Metode Hidroponik)


Pertumbuhan enam jenis padi terhadap cekaman salinitas pada metode
hidroponik, terlihat pada karakter tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah
anakan. Tinggi tanaman enam jenis padi (MR1512, MP2046, Inpago 8,
Banyuasin, Radik, Runteh Puren) pada metode hidroponik tanpa pemberian
konsentrasi NaCl (0 mM/P0) mengalami peningkatan setiap minggunya.
Pertumbuhan tinggi tanaman padi pada metode hidroponik dengan pemberian
konsentrasi NaCl 100 mM juga mengalami peningkatan setiap minggunya
tetapi hanya pada jenis padi Banyuasin dan Inpago 8, sementara empat jenis
padi lainnya (MR1512, MP2046, Radik dan Runteh Puren) mengalami
kematian pada minggu kedua (Gambar 12).
Jumlah daun enam jenis padi pada metode hidroponik tanpa pemberian
konsentrasi NaCl juga mengalami peningkatan setiap minggunya, sementara
jumlah daun padi pada metode hidroponik dengan pemberian konsentrasi NaCl
100 mM mengalami peningkatan hanya pada jenis padi Inpago 8 dan
32

Banyuasin. Empat jenis padi lainnya (MR1512, MP2046, Radik dan Runteh
Puren) mengalami kematian pada minggu kedua (Gambar 13).
M12P0
60.00
M46P0

50.00 VI8P0
VBaP0
Tinggi Tanaman (cm)

40.00 ARaP0
ARpP0
30.00
M12P1

20.00 M46P1
VI8P1
10.00 VBaP1
ARaP1
0.00
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 ARpP1

Pengamatan Mingguan

Gambar 12. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman berbagai jenis padi gogo pada
perlakuan konsentrasi NaCl.

20.00 M12P0
18.00 M46P0
16.00 VI8P0
Jumlah Daun (Helai)

14.00 VBaP0

12.00 ARaP0

10.00 ARpP0

8.00 M12P1

6.00 M46P1

4.00 VI8P1

2.00 VBaP1

0.00 ARaP1
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 ARpP1

Pengamatan Mingguan

Gambar 13. Grafik pertumbuhan jumlah daun berbagai jenis padi gogo
terhadap perlakuan konsentrasi NaCl.

Jumlah anakan pada metode hidroponik tanpa pemberian konsentrasi


NaCl (0 mM/P0) mengalami penambahan, kecuali pada aksesi Runteh Puren
jumlah anakan tidak tumbuh sampai pada minggu keempat. Jumlah anakan
padi pada metode hidroponik dengan pemberian konsentrasi NaCl 100 mM
33

mengalami penambahan hanya pada jenis padi Inpago 8 dan Banyuasin. Tiga
jenis padi lainnya (MR1512, MP2046, Radik) mengalami kematian pada
minggu kedua serta satu jenis padi (Aksesi Runteh Puren) tidak memiliki
jumlah anakan dan mengalami kematian juga pada minggu kedua (Gambar 14).
3.50 M12P0
M46P0
3.00
VI8P0
2.50 VBaP0
Jumlah Anakan

2.00 ARaP0
ARpP0
1.50
M12P1

1.00 M46P1
VI8P1
0.50
VBaP1
0.00 ARaP1
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
ARpP1
Pengamatan Mingguan

Gambar 14. Grafik pertumbuhan jumlah daun berbagai jenis padi gogo
terhadap perlakuan konsentrasi NaCl.

Hasil sidik ragam uji toleransi berbagai jenis padi gogo (Oryza sativa. L)
terhadap salinitas dengan metode hidroponik pada peubah tinggi tanaman,
jumlah daun, dan jumlah anakan dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi NaCl, jenis padi gogo, dan
interaksi antara jenis padi gogo dengan konsentrasi NaCl terhadap
peubah yang diamati pada metode hidroponik.
Konsentrasi
Peubah yang Jenis Padi Gogo Interaksi KK
NaCl
diamati (%)
F. Hit Pr > F F. Hit Pr > F F. Hit Pr > F
Tinggi Tanaman 16,70** 0,0006 15,68** <,0001 0,12tn 0,9854 8,50
Jumlah Daun 11,26** 0,0032 6,56** 0,0009 2,17n 0,0983 12,93
Jumlah Anakan (t) 4,33tn 0,0505 9,81** <,0001 0,79tn 0,5713 18,87
Keterangan : tn : tidak berpengaruh nyata
* : berpengaruh nyata
** : berpengaruh sangat nyata
t : data transformasi √𝑦 + 1/2
KK : koefisien keragaman

Perlakuan konsentrasi NaCl berpengaruh sangat nyata pada peubah tinggi


tanaman, dan jumlah daun, tetapi tidak berpengaruh nyata pada peubah jumlah
anakan. Perlakuan jenis padi gogo berpengaruh sangat nyata terhadap peubah
34

yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan. Tidak
terdapat interaksi antara konsentrasi NaCl dan jenis padi gogo terhadap peubah
yang diamati.
Tinggi tanaman terbaik terdapat pada jenis padi Inpago 8 yaitu 51,58 cm
yang berbeda nyata dengan jenis padi lainnya. Perlakuan konsentrasi NaCl 0
mM (kontrol) menghasilkan tinggi tanaman terbaik yaitu 44,13 cm yang
berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi NaCl 100 mM, yaitu 39,30 cm.
Kombinasi perlakuan tertinggi untuk tinggi tanaman, secara rerata terdapat
pada jenis padi Inpago 8 dengan konsentrasi NaCl 0 mM yaitu 53,08 cm,
sedangkan perlakuan tinggi tanaman terendah secara rerata terdapat pada jenis
padi aksesi Runteh Puren dengan konsentrasi NaCl 100 mM, yaitu 32,11 cm
(Tabel 8).
Tabel 8. Rerata peubah tinggi tanaman pada perlakuan jenis padi gogo dan
konsentrasi NaCl.
Konsentrasi NaCl
Jenis Padi Gogo Rerata
0 mM 100 mM
MR1512 45,13bc 39,95cde 42,54 B
MP2046 45,11bc 39,73cde 42,42 B
Inpago 8 53,08a 50,08ab 51,58 A
Banyuasin 44,09bcd 39,15cde 41,62 B
Aksesi Radik 39,29cde 34,78ef 37,03 C
Aksesi Runteh Puren 38,08def 32,11f 35,10 C
Rerata 44,13 A 39,30 B 41,72
Keterangan : Angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata, sedangkan angka-angka
pada baris atau kolom yang diikuti huruf besar yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Duncan Multiple
Range Test (DMRT) α=5%.

Jumlah daun terbaik terdapat pada jenis padi Banyuasin yaitu 8,06 helai
yang tidak berbeda nyata dengan jenis padi MR1512 dan Inpago 8. Perlakuan
konsentrasi NaCl 0 mM (kontrol) menghasilkan jumlah daun terbaik yaitu 7,36
helai yang berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi NaCl 100 mM, yaitu
6,37 helai. Kombinasi perlakuan tertinggi untuk jumlah daun, secara rerata
terdapat pada jenis padi MR1512 dengan konsentrasi NaCl 0 mM yaitu 9,11
helai, sedangkan perlakuan jumlah daun terendah secara rerata terdapat pada
jenis padi aksesi Runteh Puren dengan konsentrasi NaCl 100 mM, yaitu 5,28
helai (Tabel 9).
35

Tabel 9. Rerata peubah jumlah daun pada perlakuan jenis padi gogo dan
konsentrasi NaCl
Konsentrasi NaCl
Jenis Padi Gogo Rerata
0 mM 100 mM
MR1512 9,11a 6,00de 7,56 AB
MP2046 7,01bcde 6,17cde 6,59 BCD
Inpago 8 7,33bcd 7,05bcd 7,19 ABC
Banyuasin 8,28ab 7,84abc 8,06 A
Aksesi Radik 6,78bcde 5,89de 6,33 CD
Aksesi Runteh Puren 5,67de 5,28e 5,47 D
Rerata 7,36 A 6,37 B 6,87
Keterangan : Angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata, sedangkan angka-angka
pada baris atau kolom yang diikuti huruf besar yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Duncan Multiple
Range Test (DMRT) α=5%.

Jumlah anakan terbaik terdapat pada jenis padi Banyuasin yaitu 1,83
anakan yang berbeda nyata dengan jenis padi lainnya. Perlakuan konsentrasi
NaCl 0 mM (kontrol) menghasilkan jumlah anakan terbaik yaitu 1,02 anakan
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi NaCl 100 mM, yaitu
0,70 helai. Kombinasi perlakuan tertinggi untuk jumlah anakan, secara rerata
terdapat pada jenis padi Banyuasin dengan konsentrasi NaCl 0 mM yaitu 2,14
anakan, sedangkan perlakuan jumlah anakan terendah secara rerata terdapat
pada jenis padi aksesi Runteh Puren dengan konsentrasi NaCl 0 mM dan 100
mM, yaitu 0,00 helai (Tabel 10).
Tabel 10. Rerata peubah jumlah anakan pada perlakuan jenis padi gogo dan
konsentrasi NaCl
Konsentrasi NaCl
Jenis Padi Gogo Rerata
0 mM 100 mM
MR1512 1,11bc 0,83bcd 0,97 B
MP2046 0,89bcd 0,33cd 0,61 B
Inpago 8 1,00bc 1,17bc 1,08 B
Banyuasin 2,14a 1,52 ab 1,83 A
Aksesi Radik 1,00bc 0,33cd 0,67 B
Aksesi Runteh Puren 0,00d 0,00d 0,00 C
Rerata 1,02 A 0,70 A 0,86
Keterangan : Angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata, sedangkan angka-angka
pada baris atau kolom yang diikuti huruf besar yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Duncan Multiple
Range Test (DMRT) α=5%.
36

Jumlah anakan pada perlakuan konsentrasi NaCl tidak berpengaruh nyata.


Jumlah anakan berdasarkan histogram (Gambar 15) menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi NaCl 0 mM (kontrol) secara rerata lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi NaCl 100 mM.
1.20
1.02
1.00
Jumlah Anakan

0.80 0.70

0.60
0.40
0.20
0.00
P0 (0mM) P1 (100mM)
Konsentrasi NaCl

Gambar 15. Rerata jumlah anakan pada perlakuan konsentrasi NaCl

Peubah panjang akar, jumlah akar, berat tajuk, berat akar, dan rasio tajuk
akar disajikan dalam bentuk data tabulasi (Lampiran 6, 7, 8, 9, 10). Data dibuat
dalam bentuk tabulasi dikarenakan adanya perbedaan waktu pengukuran
peubah-peubah. Enam jenis padi yang ditumbuhkan pada kondisi tanpa
cekaman salinitas bertahan hidup hingga pada minggu keempat, sementara
enam jenis padi yang ditumbuhkan pada media cekaman salinitas
menghasilkan dua jenis padi (Inpago 8, Banyuasin) yang masih bertahan
hingga pada minggu keempat, sedangkan empat jenis padi lainnya (MR1512,
MP2046, Aksesi Radik dan Runteh Puren) mengalami kematian pada minggu
kedua.
Panjang akar enam jenis padi yang ditumbuhkan pada media tanpa
cekaman salinitas secara pengamatan lebih baik dibandingkan dengan panjang
akar padi yang ditumbuhkan pada media cekaman salinitas. Hal tersebut dapat
dilihat pada padi Banyuasin dan Inpago 8 yang ditumbuhkan pada media tanpa
cekaman salinitas, menghasilkan panjang akar lebih baik dibandingkan dengan
panjang akar pada media cekaman salinitas (Lampiran 6). Jumlah akar yang
dihasilkan juga menunjukkan bahwa dengan adanya pemberian cekaman
salinitas dapat menghambat pertumbuhan akar (Lampiran 7). Tanaman padi
yang ditumbuhkan pada media cekaman salinitas mengalami penghambatan
37

pertumbuhan bahkan menyebabkan gangguan pada akar sehingga


menyebabkan kematian tanaman dan tidak dapat bertahan hidup.
Berat tajuk, berat akar dan rasio tajuk akar tanaman padi yang
ditumbuhkan pada media tanpa cekaman salinitas lebih baik dibandingkan
dengan berat tajuk tanaman padi pada media cekaman salinitas. Hal tersebut
dapat dilihat pada jenis padi Banyuasin dan Inpago 8 yang ditumbuhkan pada
media tanpa cekaman salinitas, menghasilkan berat tajuk, berat akar, dan rasio
tajuk akar lebih baik dibandingkan dengan pemberian cekaman salinitas
(Lampiran 8, 9, 10). Tanaman padi (MR1512, MP2046, Radik, Runteh Puren)
yang ditumbuhkan pada media cekaman salinitas mengalami kematian pada
minggu kedua, sehingga pengukuran panjang akar, jumlah akar, berat tajuk,
berat akar dan rasio tajuk akar dilakukan pada minggu kedua. Empat jenis padi
yang mengalami kematian tersebut disebabkan karena tidak toleran/tidak dapat
bertahan hidup pada kondisi cekaman salinitas konsentrasi 100 mM.

a b

c d

Gambar 16. Empat jenis padi yang mengalami kematian pada umur dua
minggu setelah aplikasi yang dibandingkan dengan tanaman
kontrol umur dua minggu. Kiri (kontrol), Kanan (NaCl); (a).
MR1512; (b). MP2046; (c). Aksesi Radik; dan (d). Aksesi Runteh
Puren.
38

Tabel 11. Indeks toleransi cekaman salinitas dan skoring cekaman salinitas
pada berbagai jenis padi
Tinggi Nilai Indeks Skoring Cekaman
Jenis Padi Gogo
Tanaman Kepekaan Salinitas
MR1512 1,05 Peka 9
MP2046 1,09 Peka 9
Inpago 8 0,52 Medium 3
Banyuasin 1,02 Peka 5
Aksesi Radik 1,05 Peka 9
Aksesi Runteh Puren 1,43 Peka 9
Keterangan : S < 0,5 = toleran; 0,5 < S < 1 = medium; S > 1 = peka (Fischer
& Maurer 1978)
Nilai indeks toleransi tanaman padi terhadap cekaman salinitas dapat
dilihat pada tabel 11. Jenis padi Inpago 8 memiliki nilai indeks kepekaan
terhadap cekaman salinitas yang medium, sedangkan kelima jenis padi lainnya
memiliki nilai indeks yang peka terhadap cekaman salinitas yang diberikan.
Hal ini dapat dikatakan bahwa jenis padi Inpago 8 memiliki tingkat toleransi
yang cukup baik dibandingkan dengan jenis padi lainnya. Selain itu,
berdasarkan penelitian dilapangan padi Inpago 8 memang bertahan hidup lebih
lama pada kondisi cekaman salinitas yang diberikan dibandingkan padi
MR1512, MP2046, Aksesi Radik dan Aksesi Runteh Puren yang telah
mengalami kematian pada umur dua minggu setelah aplikasi cekaman.

4.1.3. Uji Korelasi Penentuan Metode Terbaik


Penentuan metode terbaik antara uji daya tumbuh benih terhadap salinitas
yang menggunakan UKDp dan uji fase vegetatif terhadap salinitas yang
menggunakan metode hidroponik dilakukan dengan menggunakan uji korelasi
antara panjang plumula, panjang radikula (peubah uji daya tumbuh) dan tinggi
tanaman, jumlah daun (peubah uji fase vegetatif).
Tabel 12. Hasil uji korelasi peubah di laboratorium dan peubah di lapangan
Lapangan (Hidroponik)
Laboratorium (UKDp)
Tinggi Tanaman Jumlah Daun
Panjang Plumula 0,30 0,63
Panjang Radikula -0,23 -0,41

Nilai korelasi terbesar adalah korelasi antara peubah jumlah daun dengan
peubah panjang radikula yaitu sebesar -0,41.
39

4.2. Pembahasan
4.2.1. Uji Daya Tumbuh Benih (Metode UKDp)
4.2.1.1. Pengaruh Jenis Padi Gogo

Jenis padi Banyuasin menunjukkan nilai terbaik pada peubah daya


berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang plumula dan berat kering
kecambah normal, sementara untuk jenis padi Inpago 8 menunjukkan
nilai terbaik pada peubah potensi tumbuh maksimum dan padi Runteh
Puren terbaik pada peubah panjang radikula. Adanya perbedaan tersebut
diduga karena dipengaruhi oleh faktor genetik masing-masing benih
yang merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh setiap benih. Hal
tersebut sesuai pendapat Dachlan et al. (2013) yang menjelaskan bahwa,
adanya perbedaan penampilan tanaman (fenotipe) merupakan akibat dari
pengaruh genetik, dimana gen-gen yang beragam dari masing-masing
galur (varietas) tervisualisasikan dalam karakter-karakter yang beragam
pula. Selain itu, adanya perbedaan hasil uji daya berkecambah pada
peubah-peubah yang diamati diduga karena tidak terlepas dari faktor-
faktor dalam benih yang mempengaruhi proses perkecambahan. Menurut
Sutopo (2010) faktor tersebut dapat berupa tingkat kemasakan benih,
ukuran benih, dormansi dan penghambat perkecambahan.
Panjang radikula terbaik terdapat pada jenis padi Runteh Puren,
meskipun tidak berbeda nyata dengan padi Radik, Inpago 8 dan
Banyuasin. Selain dipengaruhi oleh faktor genetik, hal tersebut diduga
saat proses perkecambahan, padi Runteh Puren menyerap air yang lebih
banyak dibandingkan dengan padi lainnya, agar dapat menguraikan
cadangan makanan didalam benih, sehingga zona perakaran lebih
panjang. Menurut Sutopo (2010), banyaknya air yang dibutuhkan oleh
suatu benih untuk pertumbuhannya tergantung pada jenis benih.
Jenis padi MP2046 menunjukkan nilai terendah pada semua peubah
yang diamati. Hal tersebut diduga karena benih padi MP2046 mengalami
pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan padi lainnya.
Adanya keterlambatan dalam proses perkecambahan diduga dapat terjadi
karena pengaruh faktor-faktor dari dalam benih itu sendiri.
40

4.2.1.2. Pengaruh Konsentrasi NaCl


Potensi tumbuh maksimum benih padi yang tertinggi terdapat pada
konsentrasi 0 mM (kontrol) dibandingkan dengan pemberian cekaman
salinitas 100 mM. Hal tersebut diduga karena, saat pengujian benih-benih
yang ditanam dalam kondisi cekaman salinitas masih dapat
berkecambah, baik menjadi kecambah normal maupun kecambah
abnormal atau dengan kata lain cekaman salinitas yang diberikan tidak
berpengaruh nyata pada potensi tumbuh maksimum benih.
Daya berkecambah benih padi pada perlakuan salinitas 0 mM
(kontrol) lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 100 mM. Hal
tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan daya berkecambah pada
konsentrasi 100 mM karena adanya penghambat perkecambahan berupa
larutan NaCl. Menurut Dachlan et al. (2013), larutan NaCl yang
diberikan diduga mengakibatkan adanya pengaruh racun ion Na+ dan Cl-
pada media tumbuh sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan sel tanaman terhambat.
Kecepatan tumbuh benih secara nyata menurun dengan adanya
konsentrasi NaCl yang diberikan. Benih yang tidak diberi cekaman
salinitas memiliki kecepatan tumbuh yang lebih baik dibandingkan
dengan pemberian cekaman salinitas (Tabel 5). Hal tersebut diduga
karena proses perkecambahan berjalan lambat akibat benih kesulitan
menyerap air. Menurut Hasanah et al. (2010) menjelaskan bahwa,
kecepatan tumbuh benih yang rendah pada pemberian cekaman salinitas
disebabkan karena benih kesulitan dalam menyerap air akibat kandungan
garam dalam media, sehingga aktivitas enzim yang berperan dalam
perkecambahan menjadi terganggu. Pudjihartati (2007) menambahkan
bahwa, penghambatan perkecambahan benih padi pada kondisi cekaman
salinitas diduga karena efek osmotikum selama tahap imbibisi sehingga
proses imbibisi berjalan lambat, yang berimplikasi pada kelambatan
pengaktifan berbagai enzim dan keseimbangan aktivitas enzim yang
berperan dalam perkecambahan (enzim-enzim hidrolitik, enzim yang
41

berperan dalam respirasi serta dalam sintesis dan pembelahan sel untuk
pertumbuhan radikula dan koleoptil).
Panjang plumula dan radikula kecambah padi pada konsentrasi
NaCl 100 mM lebih rendah dibandingkan dengan kecambah tanpa
konsentrasi NaCl (0 mM). Hal ini disebabkan karena akar kecambah
menyerap larutan garam sehingga mengalami cekaman osmotik akibat
adanya garam tersebut. Menurut Dachlan et al. (2013) tanaman yang
mengalami cekaman osmotik akibat meningkatnya konsentrasi garam-
garam terlarut mengakibatkan pembelahan dan pembentangan sel pada
ujung-ujung akar terhambat, sel yang sedang tumbuh menjadi
kekurangan air sehingga pembesaran sel akan menurun akibat rendahnya
turgiditas sel. Wahid et al. (1999) dalam Arzie (2011), menambahkan
bahwa pengaruh NaCl pada proses perkecambahan dapat mengurangi
hidrasi dari embrio dan kotiledon, sehingga dapat menghambat serta
mengurangi pertumbuhan radikula dan plumula.
Adanya penghambatan pertumbuhan panjang plumula dan radikula
pada pemberian konsentrasi NaCl 100 mM, diduga juga karena
berkurangnya sintesis hormon auksin (IAA) yang memacu pertumbuhan
dan meningkatnya hormon asam absisat (ABA) yang menghambat
pertumbuhan. Menurut Sari et al. (2006), adanya salinitas yang tinggi
menyebabkan berkurangnya asam amino seperti triptofan yang
diperlukan dalam sintesis hormon IAA sehingga konsentrasi hormon
IAA menurun, yang mana menyebabkan pembelahan, pemanjangan serta
pembesaran sel terhambat. Pudjihartati (2007) menambahkan bahwa
penghambatan pertumbuhan benih pada kondisi salinitas disebabkan
karena terjadinya peningkatan sintesis hormon ABA yang menghambat
metabolisme perkecambahan, serta menghambat pertumbuhan akar dan
pucuk.
Berat kering kecambah normal mencerminkan akumulasi senyawa
organik yang merupakan hasil sintesa dari senyawa anorganik yang
berasal dari air dan karbondioksida sehingga memberikan kontribusi
terhadap berat kering kecambah normal (Sofinoris 2009). Peubah berat
42

kering kecambah normal, diketahui bahwa dengan adanya konsentrasi


NaCl 100 mM yang diberikan pada media tumbuh benih, menghasilkan
berat kering kecambah normal yang lebih rendah dibandingkan dengan
tanpa pemberian konsentrasi NaCl (Gambar 5). Hal ini diduga karena
salinitas menyebabkan berkurangnya serapan air yang berimplikasi pada
kelambatan proses imbibisi dan pengaktifan enzim perkecambahan.
Menurut Munns (2005), efek osmotik garam mengurangi kemampuan
dalam penyerapan/pengambilan air (defisit air akibat salinitas), sehingga
menyebabkan pertumbuhan lebih lambat. Pudjihartati (2007),
menambahkan tekanan osmotik yang tinggi menyebabkan proses
imbibisi berjalan lambat, sehingga pengaktifan berbagai enzim (enzim
yang berperan dalam sintesis dan pembelahan sel untuk pertumbuhan
radikula dan koleoptil) yang berperan dalam perkecambahan juga
terhambat. Hal inilah yang menyebabkan berat kering kecambah normal
yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan tanpa pemberian NaCl.

4.2.1.3. Kombinasi Perlakuan antara Jenis Padi Gogo dan Konsentrasi NaCl

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan interaksi antara jenis padi


gogo dengan penggunaan konsentrasi NaCl tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap semua peubah yang diamati. Hal ini diduga jenis
padi gogo dan konsentrasi NaCl memberikan pengaruh secara sendiri-
sendiri (tidak saling mendukung) terhadap perkecambahan yang
dihasilkan.
Pengaruh kombinasi perlakuan jenis padi gogo dan konsentrasi
NaCl menunjukkan nilai tertinggi secara rerata terdapat pada kombinasi
perlakuan konsentrasi NaCl 0 mM dengan jenis padi Banyuasin pada
peubah daya berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang plumula dan
berat kering kecambah normal. Hal tersebut diduga karena pada
konsentrasi 0 mM (kontrol) benih tumbuh dalam keadaan media kertas
merang berupa air, sehingga proses perkecambahannya tidak terganggu.
Benih dapat berimbibisi dengan baik, dan merombak cadangan
makanannya selama proses perkecambahan sehingga benih dapat
43

tumbuh dengan normal tanpa gangguan berupa zat penghambat


perkecambahan seperti NaCl. Hal ini sejalan dengan pendapat Sofinoris
(2009) yang menyatakan bahwa, proses perkecambahan terjadi ketika
benih berimbibisi sehingga cadangan makanan dalam benih (karbohidrat,
protein, lipid) sebagai penyedia energi digunakan dalam proses
morfologi (pemunculan organ-organ tanaman).
Pengaruh kombinasi perlakuan jenis padi gogo dan konsentrasi
NaCl pada konsentrasi 100 mM menunjukkan nilai tertinggi secara rerata
terdapat pada jenis padi Inpago 8 pada peubah potensi tumbuh
maksimum, dan daya berkecambah. Hal ini diduga benih padi tersebut
melakukan mekanisme adaptasi terhadap cekaman salinitas yang
diberikan, sehingga mampu tumbuh dalam keadaan tercekam. Menurut
Djukri (2009), tanaman akan beradaptasi secara morfologi dan fisiologi,
demi meningkatkan ketahanannya terhadap kondisi salinitas melalui
adaptasi dengan membentuk molekul-molekul tertentu di dalam sel,
seperti prolin dan asam amino, yang berperan dalam peningkatan
ketahanan terhadap cekaman garam. Setiap tanaman mempunyai daya
tahan yang berbeda dalam menghadapi kondisi salin, sehingga
pengaruhnya terhadap berbagai aktivitas kehidupan yang terkait dengan
pertumbuhan juga bervariasi. Dua mutan padi yang dikecambahkan pada
media kertas merang konsentrasi NaCl 100 mM menunjukkan nilai
peubah perkecambahan lebih rendah dibandingkan dengan padi Inpago
8 dan Banyuasin, namun jenis MP2029 menunjukkan peubah
perkecambahan yang lebih baik dibandingkan dengan MP2046.

4.2.2. Uji Fase Vegetatif (Metode Hidroponik)


4.2.2.1. Pengaruh Jenis Padi Gogo
Setiap jenis tanaman padi yang ditumbuhkan pada media tumbuh
hidroponik menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap peubah
yang diamati. Peubah tinggi tanaman terbaik dihasilkan pada jenis padi
Inpago 8, sementara peubah jumlah daun dan jumlah anakan terbaik
dihasilkan pada jenis padi Banyuasin. Adanya perbedaan tersebut diduga
44

karena dipengaruhi oleh faktor genetik masing-masing benih yang


merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh setiap benih. Hal
tersebut sesuai pendapat Dachlan et al. (2013) yang menjelaskan bahwa,
adanya perbedaan penampilan tanaman (fenotipe) merupakan akibat dari
pengaruh genetik dan lingkungan. Gen-gen yang beragam dari masing-
masing galur (varietas) tervisualisasikan dalam karakter-karakter yang
beragam pula. Lingkungan memberikan peranan dalam rangka
penampakan karakter yang sebenarnya terkandung dalam gen tersebut.
Tingkat ketahanan setiap genotip atau varietas terhadap cekaman
salinitas memberikan pengaruh yang berbeda-beda. Enam jenis padi
yang ditanam pada media yang diberikan cekaman salinitas
menghasilkan dua jenis padi (Inpago 8, Banyuasin) yang mampu
bertahan hingga pada minggu keempat, sedangkan empat jenis padi
lainnya (MR1512, MP2046, Radik, Runteh Puren) telah mengalami
kematian pada minggu kedua setelah aplikasi. Hasil penelitian Hutajulu
et al. (2013) menyebutkan bahwa varietas Banyuasin yang ditanam
langsung dilapangan pada daerah pesisir pantai merupakan jenis padi
yang toleran terhadap salinitas. Badan Litbang Pertanian (2016),
menyebutkan bahwa padi Inpago 8 juga merupakan padi yang memiliki
kemampuan toleransi terhadap berbagai cekaman abiotik.
Adanya perbedaan tingkat ketahanan varietas terhadap salinitas
diduga dipengaruhi oleh adanya keragaman genetik pada setiap verietas
yang digunakan. Gen yang mengatur karakter ketahanan terhadap
salinitas telah menghasilkan keragaman fenotipe yang diekspresikan juga
berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan penelitian Suwarno (1985) yang
menyatakan bahwa pewarisan sifat toleran padi terhadap salinitas
dikontrol oleh banyak gen. Salah satu gen ketahanan terhadap salinitas
yang telah diketahui menurut penelitian Zhao et al. (2006), yaitu gen
antiporter Na + / H + vacuolar dari Suaeda salsa (SsNHX1) memainkan
peran penting dalam toleransi tanaman terhadap garam, dimana terbukti
dapat meningkatkan toleransi terhadap cekaman garam dan kekurangan
air. Selanjutnya dalam penelitian Otha et al. (2002), aktivitas gen
45

antiporter Na + / H + tipe vakuolar dari tanaman halofitik Atriplex


gmelini, menunjukkan bahwa ekspresi AgNHX1 secara berlebihan pada
tanaman padi dapat bertahan dalam kondisi 300 mM NaCl selama 3 hari.

4.2.2.2. Pengaruh Konsentrasi NaCl


Tanaman padi yang ditumbuhkan pada kondisi salin menyebabkan
sulit beradaptasi sehingga menekan pertumbuhan vegetatif. Tinggi
tanaman padi terbaik terdapat pada konsentrasi 0 mM (kontrol),
sedangkan tinggi tanaman terendah terdapat pada konsentrasi NaCl 100
mM (Tabel 8). Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman padi yang
ditumbuhkan pada media yang diberi cekaman salinitas mengalami
penghambatan pertumbuhan dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Menurut Pratama (2010) pertumbuhan tinggi tanaman yang terhambat
pada kondisi salin dipengaruhi karena adanya efek racun ion Na atau Cl,
maupun potensial osmotik. Dachlan et al. (2013) menambahkan
penurunan tinggi tanaman karena adanya pengaruh cekaman osmotik
menyebabkan tanaman sulit menyerap air karena pengaruh racun dari ion
Na dan Cl, sehingga pembelahan, pembesaran sel terhambat dan tanaman
akan tumbuh kerdil. Jumin (2002) juga menambahkan, kondisi
kekurangan air pada tanaman menyebabkan turgiditas sel menurun,
dimana dapat menghentikan pertumbuhan sel (penggandaan dan
pembesaran sel) sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
Gangguan akibat cekaman salinitas menghambat serta menurunkan
jumlah daun tanaman padi yang tumbuh. Jumlah daun tanaman padi
menunjukkan pertumbuhan yang terbaik terdapat pada konsentrasi 0 mM
(kontrol), sedangkan jumlah daun terendah terdapat pada konsentrasi
NaCl 100 mM (Tabel 9). Hal tersebut diduga karena terlarutnya garam-
garam sehingga menurunkan potensial air yang berakibat tanaman sulit
untuk menyerap air dan proses pertumbuhannya tidak normal akibat
serapan hara juga terganggu. Menurut Sari et al. (2006), penurunan
jumlah air menyebabkan penurunan fotosintesis sehingga ketersediaan
karbohidrat menurun yang berakibat terhambatnya pembentukan
46

jaringan tanaman. Karbohidrat sangat diperlukan untuk proses awal


pembentukan jaringan seperti akar, batang, dan daun.
Jumlah anakan tanaman padi yang ditanam pada media kontrol
maupun pemberian cekaman salinitas tidak berbeda jauh, namun dapat
dilihat secara rerata jumlah anakan tertinggi terdapat pada konsentrasi 0
mM (kontrol) dibandingkan konsentrasi 100 mM yang memiliki jumlah
anakan lebih rendah (Tabel 10). Penghambatan jumlah anakan diduga
karena konsentrasi salinitas yang diberikan menyebabkan terjadinya
keracunan ion Na+ pada tanaman sehingga terjadi kerusakan sel tanaman.
Cekaman salinitas yang diberikan pada tanaman juga
mengakibatkan berkurangnya panjang akar, jumlah akar, berat tajuk,
berat akar dan rasio tajuk akar (Lampiran 6, 7, 8, 9, 10). Meskipun pada
empat jenis padi yang ditumbuhkan pada media cekaman salinitas
mengalami kematian, namun berdasarkan gambar 16, dapat dilihat
bahwa tanaman padi pada media salinitas konsentrasi 100 mM
menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang terhambat
dibandingkan kontrol. Penghambatan panjang akar tanaman padi diduga
karena hilangnya tekanan turgor untuk pertumbuhan sel karena akar
tanaman sukar menyerap air akibat potensial osmotik media tumbuh
lebih tinggi. Menurut Dachlan et al. (2013) akumulasi garam yang
semakin tinggi akan menghambat pertumbuhan perakaran yang semakin
kuat. Penurunan panjang akar dan jumlah akar disebabkan karena
tanaman mengalami cekaman osmotik akibat meningkatnya konsentrasi
garam-garam terlarut sehingga pembelahan dan pembentangan sel pada
ujung-ujung akar terhambat. Rusd (2011), menambahkan penghambatan
akar terjadi disebabkan karena sel-sel meristem akar sensitif terhadap
garam sementara aktivitas mitosis sel-sel tersebut sangat tinggi untuk
pertumbuhan akar. Selain hal tersebut, terjadinya pengurangan jumlah
akar tanaman padi pada media yang diberikan cekaman salinitas diduga
disebabkan karena penyerapan unsur hara P berkurang. Menurut Sari et
al. (2006), adanya larutan NaCl mampu menurunkan penyerapan pospor.
Pospor berperan penting dalam menggerakan dan menyimpan energi
47

serta perkembangan akar. Defisiensi P menyebabkan perkembangan akar


tanaman terhambat, sehingga akar yang terbentuk jumlahnya sedikit.
Penurunan berat tajuk dan berat akar yang diikuti penurunan rasio
tajuk akar disebabkan karena jumlah air yang masuk ke akar tanaman
berkurang akibat konsentrasi NaCl yang diberikan menyebabkan
kepekatan larutan media lebih besar. Menurut Hakim (1986), adanya
garam-garam dalam tanah berpengaruh terhadap penurunan kemampuan
tanaman untuk mengabsorbsi air sehingga jumlah air sel tanaman
semakin berkurang dan menaikkan titik layu tanaman. Selain hal
tersebut, menurut Arzie (2011), penurunan jumlah air dalam tanaman
menyebabkan turgor sel penutup stomata menurun yang mengakibatkan
terpotongnya suplai CO2 ke sel-sel mesofil dan mengakibatkan proses
fotosintesis terhambat sehingga jumlah asimilat yang dihasilkan oleh
tanaman semakin berkurang. Hal inilah yang menyebabkan berat tajuk
dan akar menjadi menurun yang berpengaruh pula terhadap rasio tajuk
yang dihasilkan.
Padi Inpago 8 memiliki nilai indeks kepekaan terhadap cekaman
salinitas yang medium dibandingkan dengan 5 jenis padi lainnya yang
peka (Tabel 11). Meskipun tingkat toleransi padi Inpago 8 berkisar
medium, hal tersebut menunjukkan bahwa padi Inpago 8 memiliki
tingkat toleransi yang lebih baik dibandingkan padi lainnya. Hal ini
diduga, karena padi Inpago 8 melakukan adaptasi yang cukup baik
terhadap cekaman yang diberikan, dilihat dari pertumbuhannya juga
mampu bertahan hingga umur empat minggu setelah aplikasi. Padi
Inpago 8 diduga melakukan adaptasi untuk mengurangi cekaman
salinitas karena memiliki organ tambahan seperti kelenjar garam yang
berfungsi mengurangi pengangkutan ion Na+ dan Cl- ke pucuk agar tetap
rendah. Oleh karena itu, genotip atau varietas yang toleran mempunyai
tinggi tanaman yang lebih tinggi dari pada genotip atau varietas peka.
Menurut Farid dan Sjahril (2006), tanaman yang toleran salin, akan
menimbun NaCl dalam vakuola sel daun, di dalam sitoplasma dan
48

organella sehingga konsentrasi garam tetap rendah dan tidak


mengganggu aktivitas enzim serta metabolisme tanaman.
Menurut Dachlan et al. (2013) panjang akar semakin menurun
dengan semakin meningkatnya konsentrasi NaCl yang diberikan pada
media tumbuh tanaman, dengan tingkat penghambatan terhadap
pertumbuhan yang berbeda-beda. Padi yang tahan garam akan memiliki
pertumbuhan akar yang lebih panjang dibandingkan yang peka. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian bahwa padi yang peka memiliki panjang
akar yang lebih pendek sedangkan padi Inpago 8 berdasarkan nilai rata-
rata memiliki pajang akar yang lebih baik pada kondisi cekaman salinitas
dibandingkan dengan padi Banyuasin yang sama-sama bertahan hingga
umur empat minggu (Lampiran 6).
Tanaman padi yang ditumbuhkan pada kondisi cekaman salinitas
menunjukkan gejala pertumbuhan berupa daun berwarna kuning,
memutih kemudian menyebabkan tepi daun mengering, gejala klorosis,
akar berwarna coklat dan lunak serta batang kuning kecoklatan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Gregorio et al. (1997) yang menyatakan bahwa,
tanaman padi yang peka akan memperlihatkan gejala kerusakan yang
jelas akibat konsenrasi NaCl yang tinggi. Gejala kerusakan yang terlihat
dapat berupa pertumbuhan tanaman terhenti, daun menggulung dan
mengering pada bagian ujung, terjadi gejala klorosis, dan bahkan terjadi
kematian pada beberapa tanaman yang sangat rentan. Berdasarkan
deskriptor skoring cekaman salinitas, jenis padi yang mengalami
kerusakan parah hingga menyebabkan kematian diindikasikan dengan
skor 9 (Tabel 11).

4.2.2.3. Kombinasi Perlakuan Jenis Padi Gogo dan Konsentrasi NaCl


Perlakuan jenis padi gogo dan konsentrasi NaCl memperlihatkan
bahwa pertumbuhan tanaman padi yang terbaik terdapat pada konsentrasi
NaCl 0 mM (kontrol). Tanaman yang ditumbuhkan pada media kontrol
dapat tumbuh lebih baik karena tidak mengalami gangguan zat
penghambat berupa NaCl. Tanaman dapat menyerap unsur hara yang
49

diberikan tanpa mengalami gangguan, sehingga tanaman dapat


beradaptasi dan melangsungkan kehidupannya.
Tanaman padi yang diberikan cekaman salinitas konsentrasi NaCl
100 mM menyebabkan penurunan pertumbuhan pada semua jenis padi.
Tanaman tumbuh lebih pendek, mengalami penurunan jumlah daun, akar
pendek dan sedikit, serta memiliki rasio tajuk akar yang ringan karena
tanaman tumbuh kurus. Menurut Hayuningtyas (2010), penurunan
pertumbuhan vegetatif disebabkan akibat bekurangnya air yang tersedia
dan peningkatan daya racun NaCl. Ion-ion Na+ dan Cl- akan tertimbun
dalam jaringan tanaman dalam jumlah besar sehingga meracuni tanaman.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa untuk dua jenis
mutan padi yang ditanam meskipun menunjukkan nilai indeks toleransi
yang peka dan terjadi kerusakan serta kematian tanaman, namun dari segi
pertumbuhan, MR1512 lebih baik pertumbuhannya dalam kondisi
tercekam salinitas 100 mM dibandingkan dengan MP2046 meskipun
tidak berbeda nyata. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kedua
mutan tersebut memiliki pertumbuhan yang lebih baik/meningkat
dibandingkan tetuanya (Aksesi Radik (tetua MR1512) dan Aksesi
Runteh Puren (Tetua MP2046)).
Selain itu, tanaman yang diberi cekaman NaCl mengalami
gangguan pertumbuhan dan menyebabkan gejala-gejala kerusakan pada
tanaman padi. Tanaman padi mengalami penghambatan terhadap
penyerapan unsur hara, karena NaCl memiliki sifat dapat menghambat
ketersediaan unsur hara lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sari et
al. (2006) yang menyatakan bahwa, gejala-gejala kerusakan yang
ditimbulkan karena konsentrasi NaCl yang tinggi karena terjadi
ketidakseimbangan ion yang menyebabkan tanaman kekurangan unsur
hara khususnya NPK.

4.2.2.4. Uji Korelasi Penentuan Metode Terbaik


Nilai korelasi terbesar adalah nilai korelasi antara peubah jumlah
daun dengan peubah panjang radikula yaitu sebesar -0,41 (Tabel 12).
50

Hal tersebut menunjukkan korelasi antara pengujian di laboratorium


dengan uji lapangan berkorelasi rendah. Menurut Rusd (2011), korelasi
yang rendah dapat disebabkan oleh perbedaan stadia pertumbuhan,
kondisi lingkungan dan juga viabilitas benih yang berbeda pada saat
pengujian.
Benih yang digunakan untuk uji laboratorium memiliki umur
simpan yang lebih lama dibandingkan dengan uji lapangan. Benih yang
digunakan berasal dari lot benih yang sama, akan tetapi uji lapangan
dilakukan terlebih dahulu karena harus melalui tahap penyemaian dan
pembibitan. Sementara, untuk uji laboratorium dilakukan setelah selesai
masa pembibitan dan pindah tanam ke media hidroponik, sehingga
menyebabkan jarak umur simpan yang cukup lama. Hal tersebut diduga
menjadi salah satu penyebab rendahnya nilai korelasi, dan
menyebabkan terjadinya penurunan viabilitas benih yang digunakan
pada saat penelitian dilaboratorium. Stadia pertumbuhan yang berbeda
juga menyebabkan korelasi antara pengujian rumah kaca dengan
laboratorium rendah. Menurut Rahmawati (2006) padi relatif lebih
toleran terhadap salinitas saat perkecambahan, akan tetapi tanaman bisa
jadi rentan saat pindah tanam, bibit masih muda, dan pembungaan,
sehingga sangat sulit menentukan hubungan antara toleransi terhadap
salinitas pada fase perkecambahan dengan fase-fase berikutnya. Oleh
karena itu, pengujian dengan menggunakan metode hidroponik lebih
efektif dibandingkan metode UKDp, karena dapat menggambarkan
kondisi tanaman yang terkena cekaman pada fase pembibitan hingga
tanaman menghasilkan (umur uji coba tanaman lebih lama).
51

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :


1. Padi gogo varietas Inpago 8 merupakan padi yang menghasilkan nilai
peubah perkecambahan secara rerata yang lebih baik dibandingkan dengan
padi lainnya dalam kondisi cekaman salinitas 100 mM, dilihat dari potensi
tumbuh maksimum dan daya berkecambah.
2. Padi gogo varietas Inpago 8 merupakan padi yang memiliki tingkat
toleransi terhadap cekaman salinitas lebih baik dibandingkan dengan padi
lainnya dalam kondisi tercekam salinitas pada media hidroponik.
3. Pengujian dengan menggunakan metode hidroponik lebih efektif
dibandingkan metode UKDp, karena lebih dapat menggambarkan tanaman
yang terkena cekaman salinitas lebih signifikan.

5.2. Saran

Pengujian kemampuan adaptasi tanaman padi gogo terhadap cekaman


salinitas dapat menggunakan metode hidroponik dengan larutan NaCl 100 mM
karena lebih efektif dibandingkan metode UKDp.
52

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Tanaman Padi Indonesia. http://
www.bps.go.id. [28 Oktober 2016].
[Balitbangtan] Badan Litbang Pertanian. 2016. Varietas>>Inpago 8. http://www.
litbang.pertanian.go.id/varietas/one/796/. [13 Juni 2017].
[IRRI] International Rice Research Institute. 1996. Standard Evaluation System for
Rice. 4th Ed. IRRI, Manila, Phillippines.
[ISTA] International Seed Testing Asocciation. 2004. International Rules for Seed
Testing. Zurich : Switzerland.
[KSNRI] Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2010. Penyusutan
Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu diwaspadai. www.setneg.go.id. [8
November 2016].
Aak. 1995. Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta : Kanisius.
Anandia R, Roslim DI, Herman. 2014. Respon Kecambah Padi (Oryza sativa L.)
Solok terhadap Cekaman Garam. JOM FMIPA. 1(2) : 639-643.
Arzie D. 2011. Pengujian Toleransi Genotipe Padi (Oryza sativa L.) terhadap
Salinitas Pada Stadia Perkecambahan. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Asmara RN. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Sepuluh Kultivar Padi Gogo pada
Kondisi Cekaman Kekeringan dan Responnya terhadap Pemberian Abu
Sekam. Program Studi Agronomi Universitas Jenderal Soedirman.
Dachlan A, Kasim N, Sari AK. 2013. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Jagung (Zea
mays L.) dengan Menggunakan Agen Seleksi NaCl. Biogenesis. 1(1) : 9-17.
Djukri. 2009. Cekaman Salinitas terhadap Pertumbuhan Tanaman. Prosiding
Seminar Nasional Penelitian. Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas
MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Farid M, Sjahril R. 2006. Mekanisme Ketahanan Kedelai terhadap Salinitas dan
Kekeringan berdasarkan Karakter Morfofisiologis. Buletin Penelitian. 9(2) :
146-153.
Fatimah S. 2010. Pengujian Toleransi Genotipe Padi (Oryza sativa L.) terhadap
Salinitas pada Fase Perkecambahan. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Fauza Y. 2013. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Galur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah. [skripsi]. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Fischer RA, Maurer R. 1978. Drought resistance in spring wheat cultivars I: grain
yield responses. Aust J Agric Res. 29:897-912.
53

Gregorio GB, Senadhira D, Mendoza RD. 1997. Screening Rice for Salinity
Tolerance. Plant Breeding, Genetics and Biochemistry, IRRI Philippines.
Hakim. 1986. Fisiologi Tanaman. Jakarta : Bharata Karya Aksara.
Hasanah U, Taryono, Yudono P. 2010. Pengaruh salinitas terhadap komponen hasil
empat belas kultivar sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench). Fakultas
Pertanian Gadjah Mada Yogyakarta.
Hayuningtyas DR. 2010. Metode Uji Toleransi Padi (Oryza sativa L.) terhadap
Salinitas pada Stadia Perkecambahan. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Herawati WD. 2012. Budidaya Padi. Yogyakarta : Buku Kita.
Hutajulu HF, Rosmayati, Ilyas S. 2013. Pengujian Respons Pertumbuhan Beberapa
Varietas Padi Sawah (Oryza sativa L.) Akibat Cekaman Salinitas. Jurnal
Online Agroekoteknologi. 1(4) : 1101-1109.
Jumin HB. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Mahkarim AK, Suhartatik E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi.
http://www.litbag.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itkp_11.pdf. [3
November 2016].
Makarim AK. 2007. Cekaman Abiotik Utama dalam Peningkatan Produktivitas
Tanaman. Seminar Nasional Pemanfaatan Bioteknologi untuk Mengatasi
Cekaman Abiotik pada Tanaman. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
Munir N. 2009. Biochemical Characterization of In vitro Salt Toleranct Cell Lines
and Regenerated Plants of Sugarcane (Saccharum spp. hybrid). Disertation.
Department of Botany University of The Punjab, Pakistan.
Munns R. 2005. Genes and Salt Tolerance : Bringing Them Together. New
Phytologist. 167 : 645–663.
Norsalis E. 2011. Padi Sawah dan Padi Gogo. www.todayebook.com/pdf/padi-
gogo.html. [28 Oktober 2016].
Ohta M, Hayashi Y, Nakashima A, Hamada A, Tanaka A, Nakamura T, Hayakawa
T. 2002. Introduction of a Na+/H+ antiporter gene from Atriplex gmelini
confers salt tolerance to rice. FEBS Lett. 532(3):279-282.
Padi Pusri. 2013. Padi (Oryza sativa).
syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/PADI-PUSRI.pdf. [8 November
2016].
Pudjihartati E. 2007. Pengaruh Vigor Benih Padi (Oryza sativa L.) terhadap
Toleransi pada Kondisi Cekaman Salinitas dengan Indikasi Fisiologis dan
Biokimiawi. AGRIC. 19(1) : 91-106.
Purnamaningsih R, Mariska I. 2008. Pengujian Nomor-nomor Harapan Padi Tahan
Al dan pH Rendah Hasil Seleksi In Vitro dengan Kultur Hara. Jurnal Agro
Biogen . 4(1) : 18-23.
54

Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.


Jakarta : Penebar Swadaya.
Rahayu F. 2015. Seleksi Sifat Toleransi Mutan ke-5 (M5) Padi Beras Merah
terhadap Cekaman Alumunium (Al) Melalui Kultur Air Ber-pH Rendah.
[skripsi]. Jurusan Agroteknologi Universitas Bangka Belitung.
Rahmawati. 2006. Status Perkembangan dan Perbaikan Genetik Padi Menggunakan
Teknik Transformasi Agrobacterium. Agrobiogen. 2 : 364-375.
Rusd AMI. 2011. Pengujian Toleransi Padi (Oryza sativa L.) terhadap Salinitas
pada Fase Perkecambahan. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta : Gransindo.
Sadjad S. 1994. Kualifikasi Metabolisme Benih. Jakarta: Gramedia.
Sadjad S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Jakarta: Gramedia.
Santika A, Rozakurniati. 2010. Teknik Evaluasi Mutu Beras Ketan dan Beras
Merah pada Beberapa Galur Padi Gogo. Buletin Teknik Pertanian.15(1): 1-5.
Santoso TJ, Apriana A, Sisharmini A, Trijatmiko KR. 2012. Respon Padi
Transgenik Cv. Nipponbare Generasi T1 yang Mengandung Gen Oryza sativa
Dehydration-Response Element Binding 1A (OsDREB1A) terhadap
Cekaman Salinitas. Berita Biologi. 11(2) : 241 – 251.
Sari HC, Darmanti S, Hastuti ED. 2006. Pertumbuhan Tanaman Jahe Emprit
(Zingiber officinale var. Rubrum) pada Media Tanam Pasir dengan Salinitas
yang Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 14(2): 19-29.
Sembiring H, Gani A. 2007. Adaptasi Varietas Padi pada Tanah Terkena Tsunami.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Sofinoris. 2009. Peningkatan Viabilitas (Priming) Benih Kapas (Gossypium
hirsutum L.) dengan Polyethylene Glycol (PEG) 6000. [skripsi]. Jurusan
Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Subekti A. 2015. Karakteristik dan Pola Kekerabatan Plasma Nutfah Padi Beras
Merah di Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya
Genetik Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.
Sugeng HR. 2001. Bercocok Tanam Padi. Semarang : Aneka Ilmu.
Sukandi. 2012. Seleksi Padi Beras Merah Lokal Bangka yang Berumur Genjah
dengan Aplikasi Dosis Radiasi Sinar Gamma. [skripsi]. Jurusan
Agroteknologi Universitas Bangka Belitung.
Suliansyah I. 2011. Perbaikan Padi Lokal Sumatera Barat Melalui Pemuliaan
Mutasi. Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
Sutopo L. 2010. Teknologi Benih. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Suwarno. 1985. Pewarisan dan Fisiologi Sifat Toleran terhadap Salinitas pada
Tanaman Padi. [disertasi]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
55

Taufiq A, Purwaningrahayu RD. 2013. Tanggap Varietas Kacang Hijau terhadap


Cekaman Salinitas. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Secara Hidroponik. Bandung:
Nuansa Aulia.
Tjitrosoepomo G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : UGM Press.
Ubudiyah IWA, Nurhidayati T. 2013. Respon Kalus Beberapa Varietas Padi (Oryza
sativa L.) pada Kondisi Cekaman Salinitas (NaCl) secara In Vitro. Jurnal
Sains dan Seni Pomits. 2(1): 2337-3520.
Utari RS, Hartanto B. 2011. Studi Fisiologi Toleransi Enam Varietas Padi terhadap
Keracunan Fe (Besi) dengan Penambahan K (Kalium). Agronomika. 11(2) :
187 – 198.
Wang H, Zhang M, Guo R, Shi D, Liu B, Lin X, Yang C. 2012. Effects of Salt
Stress on Ion Balance and Nitrogen Metabolism of Old and Young Leaves in
Rice (Oryza sativa L.). BMC Plant Biology. 12 :1-11.
Yuniati R. 2004. Penapisan Galur Kedelai Glycine max (L.) Merrill Toleran
terhadap NaCl untuk Penanaman di Lahan Salin. Makara Sains. 1: 21-24.
Zannati A, Widyastuti U, Nugroho S. 2015. Skrining Salinitas Padi Mutan Insersi
Pembawa Activation-Tagging pada Fase Perkecambahan. Jurnal Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. 34(2) : 105 – 111.
Zhao F, Wang Z, Zhang Q, Zhao Y, Zhang H. 2006. Analysis of the physiological
mechanism of salt-tolerant transgenic rice carrying a vacuolar Na+/H +
antiporter gene from Suaeda salsa. J Plant Res. 119(2): 95-104.
56

Lampiran 1 Layout penelitian

P0 P1

VBa M12 VI8 M46 M46 M12 VI8 VBa


U1 U3 U1 U2 U2 U1 U2 U3

VI8 Arp VBa Ara Ara M46 Ara M12


U3 U1 U3 U1 U2 U1 U1 U3

VBa M12 Arp M46 Arp Arp VBa M46


U2 U2 U2 U1 U1 U2 U1 U3

Ara M46 Ara Ara VI8 Arp


- -
U3 U3 U2 U3 U3 U3

VI8 Arp M12 VI8 M12 VBa Keterangan : untuk metode


- -
U2 U3 U1 U1 U2 U2 hidroponik setiap ulangan
terdiri dari 6 sampel
Keterangan :
M12 = MR1512 U1 = ulangan 1 P0 = 0 mM (Kontrol)
M46 = MP2046 U2 = ulangan 2 P1 = 100 mM NaCl
VI8 = Inpago 8 U3 = ulangan 3
VBa = Banyuasin
Ara = Aksesi Radik
Arp = Aksesi Runten Puren
57

Lampiran 2 Jadwal kegiatan penelitian


Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Peminjaman laboraturium dan rumah kaca
2. Pengujian dengan metode UKDp
3. Pengamatan potensi tumbuh maksimum, daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang
plumula dan radikula
4. Persemaian benih mutan padi
5. Persemaian benih padi Banyuasin
6. Penanaman bibit mutan padi pada media
hidroponik (M12, M46, VI8, VBa, Ara, Arp)
7. Penanaman bibit padi Banyuasin pada media
hidroponik
8. Pengamatan mingguan tinggi tanaman, jumlah
daun, dan jumlah anakan
9. Pengamatan mingguan tinggi tanaman, jumlah
daun, dan jumlah anakan padi Banyuasin
10. Panen
11. Panen padi Banyuasin
12. Pengamatan jumlah akar, panjang akar, berat akar,
berat tajuk, dan rasio tajuk akar
13. Pengamatan jumlah akar, panjang akar, berat akar,
berat tajuk, dan rasio tajuk akar padi Banyuasin
58

14. Analisis data


15. Pembuatan skripsi
16. Seminar hasil
17. Perbaikan hasil skripsi
18. Sidang skripsi
59

Lampiran 3 Tata letak benih di atas kertas merang (gulungan pertama)

v v v v v v
v v v v v v

v v v v v v v v
v v v v v v v
v v v v v v
20 cm
v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v

v v v v v v v
v v v v v v v

v v v v v v v
v

30 cm

Lampiran 4 Tata letak benih di atas kertas merang (gulungan kedua)

v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v
20 cm
v v v v v v v v
v v v v v v v v
v v v v v v v v
v v v
v v v
v

30 cm
60

Lampiran 5 Perhitungan kebutuhan NaCl

Perhitungan kebutuhan NaCl

100 mM (milimolar) NaCl = 0,1 mol/liter

n= g
BM
0,1 = g
58,5
Massa g = 5,85 g/liter
61

Lampiran 6. Data tabulasi peubah panjang akar


Minggu Ke-
Jenis Padi
I II III IV
M12P0 - - - 31,62
M46P0 - - - 29,90
VI8P0 - - - 34,85
VBaP0 - - - 38,69
ARaP0 - - - 28,70
ARpP0 - - - 27,52
M12P1 - 22,26 - -
M46P1 - 21,43 - -
VI8P1 - - - 29,05
VBaP1 - - - 25,54
ARaP1 - 22,22 - -
ARpP1 - 21,09 - -

Lampiran 7. Data tabulasi peubah jumlah akar


Minggu Ke-
Jenis Padi
I II III IV
M12P0 - - - 26,06
M46P0 - - - 23,00
VI8P0 - - - 27,72
VBaP0 - - - 49,33
ARaP0 - - - 19,08
ARpP0 - - - 15,83
M12P1 - 15,11 - -
M46P1 - 14,44 - -
VI8P1 - - - 18,39
VBaP1 - - - 29,83
ARaP1 - 13,67 - -
ARpP1 - 11,72 - -

Lampiran 8. Data tabulasi peubah berat tajuk


Minggu Ke-
Jenis Padi
I II III IV
M12P0 - - - 3,80
M46P0 - - - 2,73
VI8P0 - - - 3,61
VBaP0 - - - 6,66
ARaP0 - - - 2,41
ARpP0 - - - 1,36
M12P1 - 0,52 - -
M46P1 - 0,57 - -
VI8P1 - - - 2,16
VBaP1 - - - 2,27
AraP1 - 0,45 - -
ARpP1 - 0,26 - -
62

Lampiran 9. Data tabulasi peubah berat akar


Minggu Ke-
Jenis Padi
I II III IV
M12P0 - - - 1,63
M46P0 - - - 1,03
VI8P0 - - - 0,66
VBaP0 - - - 1,48
ARaP0 - - - 0,69
ARpP0 - - - 0,43
M12P1 - 0,57 - -
M46P1 - 0,67 - -
VI8P1 - - - 1,41
VBaP1 - - - 0,98
ARaP1 - 0,47 - -
ARpP1 - 0,31 - -

Lampiran 10. Data tabulasi peubah rasio tajuk akar


Minggu Ke-
Jenis Padi
I II III IV
M12P0 - - - 2,32
M46P0 - - - 2,64
VI8P0 - - - 5,50
VBaP0 - - - 4,51
ARaP0 - - - 3,40
ARpP0 - - - 3,19
M12P1 - 0,93 - -
M46P1 - 0,83 - -
VI8P1 - - - 1,59
VBaP1 - - - 2,55
ARaP1 - 0,96 - -
ARpP1 - 0,84 - -
63

Lampiran 11 Kegiatan penelitian uji daya berkecambah dengan metode UKDp. (a)
Penimbangan NaCl (b) Penanaman benih padi gulungan pertama (c)
Penanaman benih padi gulunga kedua (d) Penyusunan gulungan
sesuai lay out (e) Pengukuran Plumula (f) Pengukuran Radikula (g)
Pengovenan kecambah normal (h) Penimbangan BKKN

b c

d e f

g h
64

Lampiran 12 Kecambah normal perlakuan 0 mM (Kontrol) (a) MP2029 (b)


MP2046 (c) Inpago 8 (d) Banyuasin (e) Aksesi Radik (f) Aksesi
Runteh Puren (g) Kecambah abnormal perlakuan 0 mM (h)
Perkecambahan benih padi pada gulungan kedua perlakuan 0 mM

a b c

d e f

g h
65

Lampiran 13 Kecambah normal perlakuan 100 mM (a) MP2029 (b) MP2046 (c)
Inpago 8 (d) Banyuasin (e) Aksesi Radik (f) Aksesi Runteh Puren (g)
Kecambah abnormal perlakuan 100 mM (h) Perkecambahan benih
padi pada gulungan kedua perlakuan 100 mM

a b c

d e f

g h
66

Lampiran 14 Kegiatan penelitian uji fase vegetatif dengan metode Hidroponik. (a)
Penyemaian (b) Bibit umur 21 HST siap tanam (c) Penanaman bibit
pada media hidroponik (d) Penimbangan kebutuhan NaCl (e)
Aplikasi NaCl pada media tanam (f) Pengukuran pH media yang
sesuai (g) Penggantian air media tanam (h) Pengukuran tanaman
c
a

f
d

g
67

Lampiran 15 Tanaman padi pada perlakuan konsentrasi NaCl 0 mM (Kontrol) (a)


MR1512 (b) MP2046 (c) Inpago 8 (d) Banyuasin (e) Aksesi Radik (f)
Aksesi Runteh Puren
a b

c d

e f
68

Lampiran 16 Tanaman padi pada perlakuan konsentrasi NaCl 100 mM (a) MR1512
(b) MP2046 (c) Inpago 8 (d) Banyuasin (e) Aksesi Radik (f) Aksesi
Runteh Puren

a b

c d

e f
69

Lampiran 17 Perbandingan pertumbuhan tanaman padi yang ditanam pada


perlakuan konsentrasi NaCl 0 mM (Kontrol) dan 100 mM (a)
MR1512 (b) MP2046 (c) Inpago 8 (d) Banyuasin (e) Aksesi Radik
(f) Aksesi Runteh Puren

a b

c d

e f

Vous aimerez peut-être aussi