Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar
Latar Belaka
Belakang
ng
Bertambahnya penyakit yang berkaitan pada pasien lansia adalah ketidakmampuan system
kardiova
kardiovasku
skuler
ler mengat
mengatasi
asi perpind
perpindahan
ahan volume
volume cepat
cepat trombo
trombosis
sis intras
intraselul
eluler
er serta
serta kejang
kejang
setempat (diduga karena hiperkonsentrasi darah yang berlebihan dan kurangnya aliran darah
setempat).
Diabet
Diabetes
es Melli
Mellitus
tus adalah
adalah keadaan
keadaan hipergl
hiperglikem
ikemii kronik
kronik yang disert
disertai
ai berbag
berbagai
ai kelaina
kelainan
n
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dengan mikroskop
elektron (Mansjoer dkk,1999). Diabetes yang tidak disadari dan tidak diobati dengan tepat atau
diputus
diputus akan memicu
memicu timbul
timbulnya
nya penyakit
penyakit berbaha
berbahaya
ya dan memicu
memicu terjadi
terjadinya
nya kompli
komplikas
kasi.
i.
Komplikasi yang diakibatkan kadar gula yang terus menerus tinggi dan merupakan penyulit
dalam perjalanan penyakit diabetes mellitus salah satunya adalah Hiperglikemia Hiperosmolar 
 Non Ketotik
Ketotik Hiperglike
Hiperglikemia.
mia.
Angka
Angka kemati
kematian
an HONK
HONK 40-50
40-50%,
%, lebih
lebih tinggi
tinggi dari pada
pada diabet
diabetik
ik ketoasi
ketoasidosi
dosis.
s. Karena
Karena
 pasien HONK
HONK kebanyakan
kebanyakan usianya
usianya tua dan
dan seringkali
seringkali mempunyai
mempunyai penyakit lain. Sindrom
Sindrom koma
koma
hiper
hipergl
glike
ikemi
mik
k hiper
hiperos
osmo
mola
larr non
non keto
ketosi
siss pent
penting
ing diket
diketahu
ahuii kare
karena
na kemi
kemiri
ripa
panny
nnyaa dan
 perbedaannya
 perbedaannya dari ketoasidosis
ketoasidosis diabetic
diabetic berat dan merupakan
merupakan diagnosa banding serta
 perbedaan
 perbedaan dalam penatalaksanaan
penatalaksanaan (Hudak
(Hudak dan
dan Gallo).
Gallo).
Pasien
Pasien yang mengal
mengalami
ami sindrom
sindrom koma hipogli
hipoglikem
kemia
ia hipero
hiperosmo
smolar
lar nonketo
nonketosis
sis akan
akan
mengalami prognosis jelek. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai
25%-50%.
1.2 Rumusa
Rumusan
n Masala
Masalah
h
1. Bagaimana pengertian Hiperosmolar Non Ketotik ?
2. Bagaimana etiologi dari Hiperosmolar Non Ketotik ?
3. Bagaimana faktor resiko dari Hiperosmolar Non Ketotik ?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari Hiperosmolar Non Ketotik ?
5. Bagaimana komplikasi Hiperosmolar Non Ketotik ?
6. Bagaimana penatalaksaan medis Hiperosmolar Non Ketotik ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Hiperosmolar Non Ketotik ?

1.3 Tujuan
1. Tujuan umum

Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien (HONK) hiperosmolar non
ketotik.

2. Tujuan khusus

a. Diharapkan mahasiswa mengetahui pengertian Hiperosmolar Non Ketotik.


 b. Diharapkan mahasiswa mengetahui etiologi dari Hiperosmolar Non Ketotik.
c. Diharapkan mahasiswa mengetahui faktor resiko dari Hiperosmolar Non Ketotik.
d. Diharapkan mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari Hiperosmolar Non
Ketotik.
e. Diharapkan mahasiswa mengetahui komplikasi Hiperosmolar Non Ketotik.
f. Diharapkan mahasiswa mengetahui penatalaksaan medis Hiperosmolar Non
Ketotik.
g. Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Hiperosmolar Non Ketotik.

1.4 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian HONK 


Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari diabetes melitus di mana
 penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental,
 pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II
(www.wikipedia.com).
Hiperosmolar Non-Ketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah sangat tinggi
sehingga darah menjadi sangat “kental”, kadar glukosa darah DM bisa sampai di atas 600
mg/dl. Glukosa ini akan menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar dari tubuh melalui
kencing. Maka, timbullah kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi.
Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom berkaitan dengan kekurangan insulin secara
relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM. Secara klinik diperlihatkan dengan
hiperglikemia berat yang mengakibatkan hiperosmolar dan dehidrasi, tidak ada ketosis/ada tapi
ringan dan gangguan neurologis
Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di
mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe
II.
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu sindrom yang ditandai dengan
hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan
kesadaran (Mansjoer, 2000).

2.2 Etiologi
1. Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase exogenous glukose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
3. Increase endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
4. Infeksi virus rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme
infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau destruksi
sel. Virus ini dapat juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan
hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas.
5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan
kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian cairan hipertonik.
8. Luka bakar.

2.3 Faktor Resiko


Factor resiko HONK (Hiperosmolar Non Ketotik) menurut
http://endokrinologi.freeservers.com, yaitu :
1. Kelompok usia dewasa tua (>40 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari diabetes
yang ditandai dengan :
1. Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
2. Asidosis ringan.
3. Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4. Kejadian terutama pada lansia.
5. Angka kematian yang tinggi.
Tanda dan gejala umum pada klien dengan HONK adalah haus, kulit terasa hangat dan
kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur,
 banyak kencing, mudah lelah. (www.tabloid-nakita.com)
Gejala-gejala meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan.

2.5 Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon
insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan
 pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Sel beta
 pancreas gagal atau terhambat oleh beberapa keaadan stress yang menyebabkan sekresi insulin
menjadi tidak adekuat. Pada keadaan stress tersebut terjadi peningkatan hormon gluikagon.
Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar 
glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi
hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat
menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan
menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak 
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,
sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi
ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam
darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
 bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air 
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal
ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga
 pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi
hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia,
hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat
karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
 pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
WOC

2.6 Komplikasi
1. Koma.
2. Gagal jantung.
3. Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.

2.7 Penatalaksanaan Medis


1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan
 NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai
keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan
kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan
 pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.
Gklukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
2. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik 
sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah
 pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat
menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik 
3. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik,
 perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
4. Hindari infeksi sekunder 
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter 
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Primery Survey
a. Air way
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan
kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
 b. Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c. Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga akan
mengalami peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga
akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
2. Sekunder Survey
Bilamana managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu pengkajian dengan
menggunakan pendekatan head to toe. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam
keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda
kelainan neurologist, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang
tercium dari pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.
3. Pemeriksaan fisik 
a. Neurologi : Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek normal,menurun atau tidak 
ada.
 b. Pulmonary : Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak ada nafas
kusmaul.
c. Cardiovaskular : Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin penyakit kardiovaskula
( hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.
d. Renal : Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia, inkontinensia
e. Integumentary : Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit tidak elastis, Mata
lembek, Mempunyai infeksi kulit, luka sulit sembuh.
f. Gastrointestinal : Distensi abdomen dan penurunan bising usus

3. Tersier Survey
a. Riwayat Keperawatan
a) Persepsi-managemen kesehatan

• Riwayat DM tipe II

• Riwayat keluarga DM

• Gejala timbul beberapa hari, minggu.


 b) Nutrisi – metabolik 

• Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.

• Anorexia

• Berat badan turun.


c) Eliminasi

• Poliuria, nocturia.

• Diare atau konstipasi.


d) Aktivitas dan latihan

• Lelah

• Lemah.
e) Kognitif 

• Kepala pusing, hipotensi orthostatik.

• Penglihatan kabur.

• Gangguan sensorik.
 b. Pemeriksaan Diagnostik 
a) Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
 b) Gas darah arteri: biasanya normal.
c) Elektrolit  biasanya rendah karena diuresis.

d) BUN dan creatinin serum  meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan renal.
e) Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f) pH > 7,3.
g) Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
h) Sel darah putih  meningkat pada keadaan infeksi.

i) Hemoglobin dan hematokrit  meningkat karena dehidrasi.

 j) EKG  mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.


k) Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis
osmotik 
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport
O2
3. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik 
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan lamanya atau intensitas
dari gejala seperti pengeluaran urine yang berlebih.
 Rasional  : Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan
gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumnya.
 b. Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.
 Rasional  : Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya hipovolemia, dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik 
 pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisi duduk atau berdiri.
c. Pantau pola nafas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang
 berbau keton.
 Rasional  : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.
Pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan
harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, dan adanya
apnea dan munculnya sianosis.
 Rasional  : Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi
 pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan
dangkal, pernapasan cepat, dan munculnya sianosis mungkin merupakan indikasi dari
kelelahan pernapasan dan mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya untuk 
melakukan kompensasi pada asidosis.
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
 Rasional  : Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi
 pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan
dari dehidrasi.
f. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
 Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
g. Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau setengah normal salin
dengan atau tanpa dektrosa.
 Rasional  : Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respon pasien secara individual.
h. Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral sesuai
indikasi.
 Rasional : Kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalemia.
i. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
 Rasional  : Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari
intrasel (diuresis osmotik). Kadar natrium yang tinggi mencerminkan kehilangan cairan
atau dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespon terhadap sekresi
aldosteron.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai
indikasi.
 Rasional : Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi
 batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
 b. Pantau frekuensi atau irama jantung.
Rasional : Perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia) dan disritmia dapat
terjadi, mencerminkan trauma atau tekanan batang otak.
c. Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional : Meningkatkan istirahat menurunkan stimulasi sensori yang belebihan.
d. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standart
(misalnya skala koma Glascow).
Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
 peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan perkembangan
kerusakan SSP.
e. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan
Babinski.
Rasional : Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah
atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah pons dan
medulla. Tidak adanya refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada medulla.
Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal
 pada otak.
f. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau indikasi.
Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
Rasional: Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
g. Berikan cairan IV dengan alat control khusus. Batasi pemasukan cairan dan berikan
larutan hipertonik atau elektrolit sesuai indikasi.
Rasional: Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK. Restriksi cairan
mungkin diperlukan untuk mengurangi cairan tubuh total dan selanjutnya akan
menurnkan edema serebral terutama saat munculnya SIADH.
h. Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan
volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
3. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya
 proses penyakit.
 b. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar 
 bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
c. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
Rasional: Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya secret.
Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada intestisial atau dekompensasi
 jantung.
d. Palpasi fremitus.
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
e. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi.
f. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional: Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek 
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
g. Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial atau masker dengan
humidifikasi tinggi seuai indikasi.
Rasional: Memaksimalkan sediaan O2, khususnya bila ventilasi menurun depresi
anestesi atau nyeri, juga selama periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit
fungsional alveolar.
h. Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat kadar Hb.
Rasional: Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2 dapat menunjukkan kebutuhan
untuk dukungan ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan penurunan
kapasitas pembawa O2, menurunkan PaO2.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
Intervensi:
a. Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan identifikasi aktivitas yang dapat
dilakukan pasien.
Rasional: Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi
terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan
natrium dan kalium.
 b. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional: Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lelah.
c. Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup atau tanpa
diganggu.
Rasional: Mencegah kelelahan yang berlebihan.
d. Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional: Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
e. Diskusikan cara penghematan kalori selama mandi, berpindah tempat, dsb.
Rasional: Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan
kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
f. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan
yang dapat ditoleransi.
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom berkaitan dengan kekurangan insulin secara
relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM. Angka kematian HONK 40-50%, lebih
tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien HONK kebanyakan usianya tua dan
seringkali mempunyai penyakit lain.
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon
insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan
 pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma.
Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan
kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi
hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat
menurunkan volume cairan intraselluler.

4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999.  Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
 pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hudak dan Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI, volume II . Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson. 1995.  Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit . Edisi 4..
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medika-bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Asman. 1996.  .Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: balai penerbit FKUI.
www.wikipedia.com : diakses tanggal 21 Mei 2012, pukul 18.00 WIB
http://endokrinologi.freeservers.com : diakses tanggal 21 Mei 2012, pukul 18.10 WIB
www.tabloid-nakita.com : diakses tanggal 21 Mei 2012, pukul 18.20 WIB

Vous aimerez peut-être aussi