Vous êtes sur la page 1sur 19

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi
Perkosaan adalah tindakan kekerasaan atau kejahatan seksual berupa
hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan
dengan kondisi atas kehendak dan persetujuaan perempuan, dengan
persetujuan perempuan namun dibawah ancaman, dengan persetujuan
perempuan namun melalui penipuan. Dalam KUHP pasal 285 disebutkan
perkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa seseorang
perempuan bersetubuh dengan dia (laki-laki) diluar pernikahan.

2.2 Realitas perkosaan


2.2.1 Terjadi secara spontan. Biasanya pemerkosa sudah mempunyai
niat, tindakan perkosaan dilakukan tergantung kesempatan
2.2.2 Pelaku bukn orang asing. Pelaku pemerkosaan sering kali adalah
orang yang sudah dikenal, seperti teman, pacar, tetangga, atau
saudara.
2.2.3 Bukan hanya terjadi padang orang dewasa. Perkosaan juga
dialami anak-anak, remaja, dan orang tua.
2.2.4 Bukan hanya terjadi ditempat sepi. Kebanyakan kasus perkosaan
terjadi ditempat yang aman termasuk dirumah, tempat kerja,
atau sekolah.
2.2.5 Semua perempuan bisa jadi korban perkosaan, tanpa
memperdulikan penampilan, cara berpakaian, agama, ras, suku,
pendididkan, pekerjaan, atau tingkat sosial ekonomi.
2.2.6 Tidak hanya dilakukan penderita gangguan jiwa, tetapi juga
laki-laki normal.
2.2.7 Bukan hanya dilakukan laki-laki yang berstatus sosial ekonomi
rendah. Semua laki-laki bisa menjadi pemerkosa tampa
memperdulikan tingkat sosiaal ekonomi, pendidikan, pekerjaan,
atau penampilan
2.2.8 Bukan hanya masalah perempuaan. Pemerkosaan menjadi
tanggung jawab bersam, baik laki-laki maupun perempuan serta
masyarakat dan negara.
2.2.9 Merahasiakan perkosaan tidak menyelesaikan masalah.
Berusahalah untuk mencari pertolongan pada orang ang dapat
dipercaya dan bisa memabantu.

2.3 Pelaku perkosaan


2.3.1 Orang yang dikenal
a. Anggota keluarga (bapak, paman, dan saudara).
b. Perkosaan oleh pacar (dating rape). Perkosaan terjadi
ketika korban berkencan dengan pacarnya, sering kali
diawali dengan cumbuan yang diakahiri dengan
pemaksaan hubungan seks.
c. Perkosaan dalam pernikahan (marital rape). Biasanya
terjadi terhadap istri yang punya ketergantungan sosial
ekonomipada suami : berupa pemaksaan hubungan yang
tidak dikehendaki oleh pihak istri.
d. Perkosaan yang dilakukan oleh rekan kerja atau atasan.
e. Perkosaan oleh orang asing perkosaan jenis ini sering
kasi disertai dengan tindak kejahatan lain, seperti
perampokan, pencurian, penganiayaan ataupn
pembunuhan.

2.4 Perempuan yang rentan terhadap korban perkosaan


2.4.1 Kekurangan pada fisik dan mental, adanya suatu penyakit atau
permasalahan berkaitan dengan visik sehingga perempuan dudu
diatas kursi roda bisu, tuli, buta, atau keterlambatan mental.
Mereka tidak mampu mengadakan perlawanan.
2.4.2 Pengungsi, imigran, tidak mempunyai rumah anak jalan atau
gelandangan, di daerah peperangan.
2.4.3 Korban tindak kekerasan suami atau pacar.

2.5 Dampak perkosaan


Tindak perkosaan membawa dampak emosional dan fisik pada
korbannya. Secara emosional, korban perkosaan bisa mengalami :
2.5.1 Perasaan mudah marah
2.5.2 Takut, cemas, dan gelisah
2.5.3 Rasa bersalah
2.5.4 Malu, reaksi-reaksi lain yang bercampur aduk
2.5.5 Merasa menyalahkan diri sendiri
2.5.6 Menangis bila mengingat peristiwa tersebut
2.5.7 Ingin melupakan peristiwa yang telah terjadi.
2.5.8 Merasa takut berhubungan intim.
2.5.9 Merasa diri tidak normal, kotor, berdosa, dan tidak berguna.
2.5.10 Stress depresi dan guncangan jiwa
2.5.11 Ingin bunuh diri.

Secara fisik, korban mengalami hal-hal berikut:


2.5.1 Penurunan nafsu makan
2.5.2 Merasa lelah, tidak ada gairah, sulit tidur, dan sakit kepala
2.5.3 Selalu ingi muntah
2.5.4 Perut dan vagina selalu merasa sakit
2.5.5 Beresiko tertular PMS
2.5.6 Luka ditubuh akibat perkosaan dengan kekerasan dan lainnya
2.6 Tindakan yang harus dilakukan bila terjadi perkosaan dengan
kekerasan
2.6.1 Jangan membersihkan diri atau mandi karena sperma, serpihan
kulit atau rambut pelaku yang bisa dijadikan barang bukti akan
hilang.
2.6.2 Simpan pakaian, barang-barang lain, seperti kancing atau
sobekan baju pelaku yang bisa dijadikan barang bukti
2.6.3 Segera melapor polisi terdekat dengan membawa bukti-bukti
tersebut, sebaiknya disertai pihak keluarga atau teman.
2.6.4 Segera hubungi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan
surat keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda
persetubuhan secara paksa(visum).
2.6.5 Yakinkan diri korban perkosaan bukanlah orang yang bersalah,
tetapi pelaku perkosaanlah yang harus dihukum. Korban berhak
untuk melaporkan pelaku agar bisa dihukum sesuai dengan
kejahatan yang dilakukannya.

2.7 Sikap terhadap korban perkosaan


2.7.1 Menumbuhkan kepercayaan diri bahwa hal ini terjadi bukan
kesalahannya
2.7.2 Menumbuhkan gairah hidup
2.7.3 Menghargai kemauannya untuk menjaga prifasi dan
keamanannya.
2.7.4 Mendampingi untuk periksa atau lapor pada polisi

2.8 Cara menghindari perkosaan


2.8.1 Bertingkah laku wajar
2.8.2 Bersikap tegas, tujukkan sikap dan tingkah laku percaya diri
2.8.3 Pandai membaca situasi
2.8.4 Hindari berjalan sendiri ditempat gelap dan sepi
2.8.5 Berpakaian sewajarnya yang memudahkan untuk lari atau
mengadakan perlawanan. Jangan memakai terlalu banyak
perhiasan.
2.8.6 Sediakan selalu senjata pribadi, seperti korek api, deodorant
spray (semprot), payung dan sebagainya didalam tas.
2.8.7 Apabila bepergian kesuatu tampat, harus sudah menegetahui
alamat lengkap, dena dan jalur kendaraan.
2.8.8 Jangan mudah menumpang kendaraan orang lain.
2.8.9 Berhati-hatilah jika diberi minuman oleh seseorang.
2.8.10 Jangan mudah percaya pada orang yang mengajak berpergian
ke suatu tempat yang tidak kenal.
2.8.11 Bacalah tulisan-tulisan perkosaan.
2.8.12 Pastikan jendela, pintu kamar, rumah, mobil sudah terkuci bila
sedang berada didalamnya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Seorang Mrs.S berusia 11 tahun datang ke RSJ di antar oleh keluarga
dengan keluhan bahwa si anak melakukan percobaan bunuh diri. Ibu
pasien mengatakan bahwa anaknya menjadi korban pemerkosaan. ibu
mengatakan beberapa hari sebelumnya pasien mengungkapkan bahwa dia
telah membuat aib keluarga dan mengatakan dirinya tidak berguna lagi.
Ibu mengatakan saat ini anaknya mengalami trauma berat dan ketika ibu
pasien masuk ke kamarnya ibu pasien melihat si anak mengkonsumsi
narkotika. Ibu juga mengatakan bahwa si anak tidak mau beraktivitas
seperti biasa, mudah curiga dan emosi kepada orang lain sehingga tidak
mau berinteraksi dengan orang sekitar dan mengurung diri dikamar. Saat
dilakukan pengkajian pasien tidak mau di ajak berkomunikasi, tidak
menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk dan pasien tampak
ketakutan.

3.2 Pengkajian
Anamnesa
Nama : Mrs.S
Umur : 11 tahun
Jenis kelamin : Perempuan

Faktor presipitasi : Ibu mengatakan bahwa anaknya menjadi


korban pemerkosaan
Factor fisiologis : Pasien tampak lemas
Factor psikologis : Pasien tampak ketakutan
Pasien tampak panic
Pasien mudah curiga kepada orang lain
Pasien mengatakan membaut aib keluarga
Pasien mengatakan bahwa dinya tidak
berguna lagi
Perilaku : Pasien tidak mau beriteraksi kepada orang
lain
Respon emosional : Pasien mudah emosi

3.3 Analisa Data


No Data Pasien Masalah Keperawatan
1 DS : Resiko bunuh diri
- Keluarga mengatakan bahwa pasien
melakukan pencobaan bunuh diri
- Ibu mengatakan bahwa pasien
menjadi korban pemerkosaan
- Ibu mengatakan bahwa melihat
anaknya mengkonsumsi narkotika
pasca kejadian pemerkosaan

DO :
-
2 DS : Isolasi sosial
- Ibu mengatakan bahwa pasien mudah
curiga kepada orang lain
- Ibu mengataan pasien tdak mau
beriteraksi kepada orang lain
- Ibu mengatakan pasien mengurung
diri di kamar

DO :
- Pasien tidak mau berkomunikasi
- Pasien tampak ketakutan
3 DS : Harga diri rendah
- Pasien mengatakan bahwa dia telah
membuat aib keluarga
- Pasien mengatakan bahwa dirinya
sudah tidak berguna lagi
- Keluarga mengatakan pasien tidak
mau beraktivitas seperti biasanya

DO :
- Pasien tidak mau menatap lawan
bicara
- Pasien tampak menunduk

3.4 Pohon masalah

Effect Bunuh Diri

Care Problem Resiko Bunuh Diri

Isolasi social

Causa Harga Diri Rendah

3.5 Diagnosa
a. Resiko bunuh diri
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
3.6 Intervensi
Diagnose
No Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
Pasien mampu : Setelah 1 x
- mengidentifi pertemuan, pasien
kasi mampu :
penyebab - Menyebutkan
dan tanda penyebab,
SP 1
perilaku tanda, gejala,
- Identifikasi
kekerasan dan akibat
penyebab,
- menyebutkan perilaku
tandadan gejala
jenis perilaku kekerasan
serta akibat dari
kekerasan - Memperagaka
perilaku
yang pernah n cara fisik 1
Resiko bunuh kekerasan
1 dilakukan untuk
diri - Latih cara fisik 1
- menyebutkan mengontrol
: tarik nafas
akibat dari perilaku
dalam
perilaku kekerasan
- Masukkan dalam
kekerasan
jadwal harian
yang
pasien
dilakukan
- menyebutkan
cara
mengontrol
perilaku
kekerasan
Setelah 2 x SP 2
pertemuan, pasien - Evaluasi
mampu: kegiatan yang
- Menyebutk lalu (sp 1)
an kegiatan - Latih cara fisik
yang sudah 2 : pukul kasur
dilakukan atau bantal
- Memperag - Masukkan
akan cara dalam jadwal
fisik untuk harian pasien
mengontrol
perilaku
kekerasan
Setelah 3 x
pertemuan, pasien SP 3
mampu : - Evaluasi kegitan
- Menyebutkan yang lalu (sp 1
kegiatan yang dan 2)
sudah - Latih secara
dilakukan social/verbal
- Memperagaka - Menolak dengan
n cara social/ baik
verbal untuk - Masukkan dalam
mengontrol jadwal pasien
perilaku
kekerasan
Setelah 4 x SP 4
pertemuan, pasien - Eveluasi kegiatan
mampu : yang lalu (sp 1,2
- Menyebutkan dan 3)
kegiatan yang - Latih secara
sudah spiritual (bedoa
dilakukan dan sholat)
- Memperagaka - Masukkan dalam
n cara spiritual jadwal harian
pasien

Setelah 5 x SP 5
pertemuan, pasien - Evaluasi kegiatan
mampu: yang lalu (sp
- Menyebutkan 1,2,3 dan 4)
kegiatan yang - Latih patuh obat:
sudah (Minum obat
dilakukan secara teratur
- Memperagaka dengan 5B dan
n cara patuh susun jadwal
obat. minum obat
secara teratur)
- Masukkan dalam
jadwal harian
pasien

2 Isolasi social Pasien mampu : Setelah melakukan SP 1


- Menyadari 3 kali pertemuan Identifikasi penyebab
penyebab pasien mampu : - Siapa yang satu
iolasi social - membina rumah dengan
- Berinteraksi hubungan pasien
dengan saling percaya - Siapa yang dekat
orang lain - menyadari dengan pasien
penyebab - Siapa yang tidak
isolasi social, dekat dengan
keuntungan pasien
dan kerugian Tanyakan keuntungan
berinteraksi dan kerugian
dengan orang berinteraksi dengan
lain. orang lain
- Melakukan - Tanyakan
interaksi pendapat pasien
dengan orang tentang kebiasaan
lain secara berinteraksi
bertahap. dengan orang lain
- Tanyakan apa
yang
menyebabkan
pasien tidak ingin
berinteraksi
dengan orang lain
- Diskusikan
keuntungan bila
pasien memiliki
banyak teman
dan bergaul akrab
dengan mereka
- Diskusikan
kerugian bila
pasien hanya
mengurung diri
dan tidak bergaul
dengan orang lain
- Jelaskan
pengaruh isolasi
social terhadap
kesehatan fisik
pasien.
Latih berkenalan
- Jelaskan
kepada klien
cara
berinteraksi
dengan orang
lain
- berikan contoh
berinteraksi
dengan orang
lain
- beri
kesampatan
pasien untuk
mempratekkan
interaksi
didepan
perawat
masukkan jadwal
kegiatan pasien.
SP 2
- evaluasi
kegiatan yang
lalu (SP 1)
- latih
berhubungan
social secara
bertahap
- masukkan
dalam jadwal
kegiatan
pasien
SP 3
- evaluasi
kegiatan yang
lalu (SP 1 dan
2)
- latih cara
berkenalan
denga 2 atau
lebih
- masukkan
dalam jadwal
kegiatan
pasien
3 Harga diri Pasien mampu : Setelah 3 x SP 1
rendah - Mengiden pertemuan, pasien Identifikasi
tifikasi mampu : kemampuan positif
kemampu - Mengidenti yang dimiliki
an dan fikasi - Diskusikan
asfek kemampua bahwa pasien
positif n aspek masih
yang positif memiliki
dimiliki yang sejumlah
- Menilai dimiliki kemampuan
kemampu - Memiliki dan asfek
an yang kemampua positif
dapat n yang - Beri pujian
digunaka dapat yang realistis
n digunakan dan hindari
- Menetapk - Memilih bertemu
an/memili kegiatan dengan
h kegiatan yang penilaian
yang sesuai negative
sesuai kemampua Nilai kemampuan
dengan n yang dilakukan saat ini
kemampu - Melakukan - Diskusikan
an kegiatan dengan pasien
- Melatih yang sudah kemampuan
kegiatan dipilih yang masih
yang - Merencana digunakan saat
sudah kan ini
dipilih, kegiatan - Bantu pasien
sesuai yang sudah menyebutkann
kemampu dipilih ya dan
an memberikan
- Merencan penguatan
akan terhadap
kegiatan kemampuan
yang yang masih
sudah digunakan
dilatihnya pada saat ini
- Perlihatkan
respon yang
kondusif dan
menjadi
pendengar
yang aktif
Pilih kemampuan yang
akan dilatih
SP 2
- Evaluasi
kegiatan yang
lalu (sp 1)
- Pilih
kemampuan
kedua yang
dapat
dilakukan
- Latih
kemampuan
yang dipilih
- Masukkan
dalam jadwal
kegiatan
pasien
SP 3
- Evaluasi
kegiatan yang
lalu (sp 1 dan
2)
- Memilih
kemampuan
ketiga yang
dapat
dilakukan
- Masukkan
dalam jadwal
kegiatan
pasien
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Kasus

Pada kasus di atas seorang anak perempuan yang merasa telah membuat
aib keluarganya tidak berguna lagi dan ibu mengatakan saat ini anaknya
mengalami trauma berat dan ketika ibu pasien masuk ke kamarnya ibu
pasien melihat si anak mengkonsumsi narkotik akibat dari pemerkosaan
yang diterimanya sesuai dengan jurnal yang di temukan bahwa kekerasan
seksual cenderung menimbulkan,dampak traumatis baik pada anak
maupun orang dewasa (faulkner, 2003 dalam zahra, 2007)
Faulkner, 2003 dalam zahra, 2007 mengemukakan sejumlah data bahwa
31% narapidana perempuan di amerika merupakan korban kekerasan
seksual di masa kecil mereka, seperti, 95% pekerja seks remaja merupakan
korban kekerasan seksual anak, 40% penyerang seksual dan 76%
pemerkosa berantai mengalami kekerasan seksual di masa anak-anaknya.
Pengalaman traumatis dan perasaan buruk akan diri sendiri ini
menyebabkan korban tidak dapat melupakan kekerasan seksual dialaminya
dan dapat menjadi gangguan stres yang disebut PTSD
B. Pembahasan intervensi
Kelompok mendapatkan tiga diagnosa dari dari kasus di atas yang pertama
itu adalah resiko bunuh diri intervensinya adalah identifikasi penyebab
dan tanda gejala akibat dari prilaku kekerasannya, latih pasien untuk
relaksasi nafas dalam, latih pasien untuk memukul kasur dan bantal jika
mengalami kekambuhan, dan latih dengan cara spiritual berdoa, shalat
sedangkan di jurnal juga di temukan bahwa terapi mendekatkan diri
kepada tuhan bisa membantu pemulihan pasien.

Untuk diagnosa ke dua adalah isolasi social intervensinya adalah


Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain,
Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain, Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain, Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak
teman dan bergaul akrab dengan mereka, Diskusikan kerugian bila pasien
hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain, Jelaskan
pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik. Terapi yang di berikan
pada pasien isolasi social ini lebih mengarah kepada terapi kognitif
sedangkan pada jurnal juga di jelaskan bahwa terapi kognitif juga bisa
mengatasi gangguan stress (PTSD) yang di rasakan oleh korban
pemerkosaan. Sedangkan untuk diagnosa ketiga yaitu harga diri rendah
pada intervensi juga lebih mengarah pada terapi kognitif sama seperti
diagnosa kedua. ini adalah cara pemulihan dari jurnal Ada pula terapi yang
biasa digunakan untuk PTSD yaitu cognitive-behavioral therapy (CBT),
exposure techniques, somatic experiencing, sensorimotor therapy,
craniosacral therapy, eye movement desensitization and reprocessing
(EMDR) (Pratt, 2010).

BAB V
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Vous aimerez peut-être aussi