Vous êtes sur la page 1sur 34

Asuhan Kegawatdaruratan pada

Persalinan Kala III & Kala IV

Disusun oleh :
LELY AGUSTINA SINAGA
MAY FRINSISKA SIAHAAN
NOVITA ANDRIANI BR MANJORANG
SRI ENDANG SILABAN

Dosen Pengampu : Arihta Sembiring, SST, M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI


JURUSAN KEBIDANAN MEDAN
2016/ 2017
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat,


anugrah, serta hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah bahan ajar untuk mahasiswi Prodi D-IV Kebidanan Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Medan.

Makalah ini dibuat sebagai pedoman dalam mempelajari teori mata


kuliah ASUHAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL
khususnya tentang materi “Asuhan Kegawatdaruratan pada Persalinan Kala III
dan Kala IV”. Makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswi dapat
memahami Asuhan Kegawatdaruratan pada Persalinan Kala III dan Kala IV.

Penyusun menyakini bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh


dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang. Akhir
kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Medan, Februari 2017

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. .2

2
Daftar Isi.............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN…..............................................................................4

Latar Belakang...................................................................................................4

Rumusan Masalah..............................................................................................5

Tujuan pembelajaran..........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................5

Pengkajian Kegawatdaruratan Persalinan Kala III dan Kala IV .....................5

Diagnosa Kegawatdaruratan Persalinan Kala III dan Kala IV.........................6

Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan pada kasus:

Sisa Plasenta......................................................................................................7

Laserasi Jalan lahir............................................................................................8

Pendokumentasian Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan


metode SOAP:

Pengkajian Masalah..........................................................................................9

Perencanaan Asuhan........................................................................................10

Pelaksanaan Asuhan........................................................................................11

Evaluasi...........................................................................................................12

BAB III PENUTUP.........................................................................................9

Kesimpulan......................................................................................................9

Saran................................................................................................................9

Daftar Pustaka.................................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN

3
I. 1 Latar Belakang

Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba,
seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011 dalam Ramayanti, 2013).
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang
terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000 dalam Ramayanti, 2013). Kegawat-
daruratan dalam obstetric adalah suatu keadaan atau penyakit yang menimpa seorang wanita
hamil/dalam persalinan atau akibat komplikasi dari kehamilan/persalinan yang mengancam
jiwa ibu tersebut dan atau bayi dalam kandungannya apabila tidak secepatnya mendapat
tindakan yang tepat (Krisanty, 2011).

Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan
yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat manifestasi klinik kasus kegawatdaruratan
obstetri yang berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas, mengenal kasus tersebut tidak
selalu mudah dilakukan, bergantung pada pengetahuan, (Ramayanti, 2013). Dalam
menanagani kasus kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama (diagnosa) dan tindakan
pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang tidak panik, walaupun
suasana keluarga pasien ataupun pengantarnya mungkin dalam kepanikan. (Ramayanti,
2013).

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah
anak lahir. Kondisi dalam persalinan menyebabakan kesulitan untuk menentukan jumlah
perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pakaian atau kain
alas tidur. Oleh sebab itu maka batasan operasional untuk periode pascapersalinan adalah
setelah bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah perdarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang
lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital (pasien mengeluh lemah,
limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi > 100x/mnt,
kadar Hb<8 g%). Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian
ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio
plasenta, kehamilan ektopik.

I. 2 Rumusan Masalah

1. Pengkajian Kegawatdaruratan persalinan Kala III dan Kala IV


2. Diagnosa Kegawatdaruratan Persalian kala III dan Kala IV
4
3. Penatalaksanaan asuhan Kegawatdaruratan Persalinan pada Kasus Sisa Plasenta dan
Laserasi Jalan Lahir
4. Pendokumentasian Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan metode
SOAP

I. 3 Tujuan Pembelajaran

setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu :

1. Melakukan Pengkajian Kegawatdaruratan persalinan Kala III dan Kala IV


2. melakukan Diagnosa Kegawatdaruratan Persalian kala III dan Kala IV
3. melakukan Penatalaksanaan asuhan Kegawatdaruratan persalinan pada Kasus Sisa
Plasenta dan Laserasi Jalan Lahir
4. melakukan Pendokumentasian Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
dengan metode SOAP

BAB II
PEMBAHASAN

5
Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin didefinisikam sebagai
perdarahan pascapersalinan. Terdapat beberapa masalah mengenai definisi ini:

 Perkiraan kehilangan darah biasaanya tidak sebanyak yang sebebnarnya, kadang-


kadang hanya setengah dari sebenarnya. Darah tersebut bercampur dengan cairan
amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain didalam
ember dan dilantai.
 Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin
ibu. Seorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri
terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
 Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan
kondisis ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok.

Penilaian resiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya
perdarahan pascapersalinan. Penangan aktif kala tiga sebaiknya dilakukan pada semua
wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insedens perdarahan
pascapersalinan akibat antonia uteri. Semua ibu pascapersalinan harus dipantau
dengan ketat mendiagnosis perdarahan pascapersalinan

MASALAH
 Perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama persalinan ( perdarahan
pascapersalinan primeratau p3)
 Perdarahan setelah 24 jam pertama persalinan (perdarahan pascapersalinan sekunder
atau P2S)

PENANGANAN UMUM
 Mintalah bantuan . segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan sipakan fasilitas
tindakan gawat darurat
 Lakukan pemeriksaaan secara cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital ( nadi,
tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh)

6
 Jika dicurigaiin adanya syok, segera lakukan tindakan. Jika tanda- tanda syok tidak
terlihat, ingtla saat anda melakukan evaluasi lanjut karena status wanita tersebut dapat
memburuk dengan cepat. Jika terjadi syok, segera mulai penangan syok.
 Pastikan bahwa kontrasi uterus baik :
 Lakukan pijatan uetru untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang
terperangkap diuterus akan mneghalangi kontraksi uterus yang efektif
 Berikan 10 unit oksitosin IM
 Pasang infus cairan IV
 Lakukan katerisasi, dan pantau cairan keluar- masuk
 Periksa kelengkapan plasenta
 Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, perinium
 Jika perdarahaan terus berlangsung, lakukan uji beku darah
 Setelah pedarahan teratasi ( 24 jam setelah perdarahan berhenti ) periksa kadar
hemoglobin:
 Jika HB kurang dari 7g/dl atau hematokrit kuarang dari 20% ( anemia berat )
 Jika Hb 7-11 g/dl : beri sulfa ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg
selama 6 bulan
 Pada daerah enddemik cacing gelang ( prevalensi sama atau lebih dari 20 % )
berikan terapi
 Pada daerah endemik tinggi cacing gelang ( prevalensi sama atau lebih dari
50%) berikan terapi dosis tersebut selama 12 minggu setelah dosis pertama

DIAGNOSIS

Gejala dan tanda yang selalu Gejala dan tanda yang Diagonosis kemungkinan
ada kadang – kadang ada
 Uterus tidak  Syok Antonia uteri
berkontrasi dan
lembek
 Perdarahan segera
setelah anak lahir
( p3 )(a)
 Perdarahan segera  Pucat Robekan jalan lahir
(p3 ) (a)  Lemah
 Darah segar yang  Menggigil
mengalir segera
setelah bayi lahir (p3)
 Uterus kontraksi baik

7
plasenta lengkap
 Plasenta belum lahir  Tali pusat putus Tertinggalnya sebagian
lengkap setelah 30 akibat traksi plasenta
menit berlebihan
 Perdarahan segera  Inversio uteri akibat
(p3) (a) tarikan
 Uterus kontraksi baik  Perdarahan lanjutan
 Plasenta atau  Uterus berkontraksi Tertinggalnya sebagian
sebagian selaput ( tetapi tinggi fundus plasenta
mengandung tiak berkurang
pembuluh
 darah )tiak lengkap
 perdarahan segera
(p3) (b)
 Uterus tidak teraba  Syok neurogenik Inversio uteri
 Lumen vagina terisi  Pucat dan limbung
masa
 Tampak tali pusat (
jika plsenta belum
lahir)
 Perdarahan segera
(p3) (b)
 Nyeri sedikit atau
berat
 Sub – involusi uterus  Anemia perdarahan terlambat
 Nyeri tekanan perut  Demam endometritis atau sisa
bawah plasenta ( terinfeksi atau
 Perdarahan lebih 24 tidak )
jam setelah
persalinan.
perdarahan sekunder
atau P2S.
Perndarahan
bervariasi ( ringan
atau berat, uteru
menerus atau tidak
teratur ) dan berbau (
jika disertai infeksi )
 Perdarahan segera  Syok robekan dinding uterus (
(p3) (a) ( pendarahan  Nyeri tekanan perut ruptur uteri )
intraabdominal dan/  Denyut nadi ibu cepat
atau vaginum

8
 Nyeri perut berat (
kurangi dengan ruptur
)

(a) Perdarahan sedikit apabila bekuan darah pada serviks atau posisi terlentang
menghambat aliran darah keluar
(b) Inversi komplit mmungkin tidak menimbulkan perdarahan

PENENGANAN KHUSUS

Antonia Uteri
Pada antonia uteri uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan
 Teruskan pemijatan uterus
 Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
 Kenali dan tegakkan diagosis kerja antonia uteri
 Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai
kebutuhan
 Jika perdarahan terus berlangsung :
 Pastikan plasenta lahir lengkap
 Jika terdapat tanda- tanda sisa plsenta(tidak adanya bagian
permukaaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh
darahnya), keluarkan sisa plsenta tersebut
 Lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya
pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati
 Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan diatas telah
dilakukan :
 Kompresi bimanual intrernalatau
 Kompresia aorta abdominalis
 Jika perdarahan berlangsung setelah dilakukan kompresi
 Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika
 Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam
jiwa setelah ligasi

Robekan Serviks, Vagina, dan Perenium

9
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan.
Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan
uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.

 Periksalah dengan seksama dan perbaikin robekan pada servik atau vagina dan
perenium
 Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan terus berlangsung.
Kegagalan terbentuknya pembekuaan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang
dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya koagulopati

Retensio Plasenta
Mungkin saja tidak ada perdarahan dengan retensio plsenta . Plasenta atau bagian-bagianya
dapat tetap berada dalam uterus setelah bayi lahir.
 Jika plsenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika anda dapat
merasakan plsenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut
 Pastikan kandungan kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan
katerisasi kandung kemih
 Jika plsenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM, jika belum
dilakukan pada penangan aktif kala tiga

Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus


yang tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plsenta
 Jika plsenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosisn
dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
Catatan : hindari penarikan tali pusat dan penekanan fundus yang
terlalu kuat karena dapat menyebabkan inversi uterus
 Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk
melakukan pengeluaran plasenta secara manual
Catatan : plasenta yang melekat dengan kuat mungkin merupakan
plasenta akreta. Usaha untuk melepaskan plasenta yang melekat kuat
dapat mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uteru, yang
biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.
 Jika perdarahan terus- berlangsung lakukan uji pembekuan darah
sederhana. Kegagalan terbentunya pembekuan setelah 7 menit atau
adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan
adanya koagulopati
 Jika terdapat tanda- tanda infeksi ( demam, sekret vagina yang berbau)
berikan antibiotika untuk metritis

10
Pengertian Masa Perdarahan Pascapersalinan

Yang dinamakan perdarahan pascapersalinan secara tradisional ialah perdarahan yang


melebihi 500cc pada kala III.
Perdarahan pascapersalinan sekarang dapat dibagi menjadi:
1. Perdarahan pascapersalinan dini ialah perdarahan >500cc pada 24 jam pertama setelah
persalinan.
2. Perdarahan pascapersalinan lambat ialah perdarahan <500cc setelah 24 jam
persalinan.
Perdarahan pascapersalinan merupakan penyebab penting ;kematian ibu ¼ dari kematian ibu
yang disebabkan oleh perdarahan pascapersainan (perdarahan pascapersalinan , plasenta
previo solusio plasenta kehamlan ektopik abortus , dan rupture uteri).
Bila perdarahan pascapersalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat
memengaruhi morbditas nifas karena anemi akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga
sangat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak. Tahan tubuh sehingga sangat
penting utuk mencegah perdarahan yang banyak.
Factor predisposisi dan etiologi perdarahan pascapersalinan , yaitu:
1. Trauma traktus genitalis-episiotomi yang luas,laserasi jalan lahir, dan rupture uteri.
2. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta;
a. perdarahan atonis:
 anestesi umum
 overdistensi uterus , seperti kehamilan kembar , hidramnion , atau anak besar.
 partus lama
 partus presiptatus
 induksi persalinan dengan oksitosin
 paritas tingggi
 infeksi korion
 riwayat atonia uteri ,perdarahan atonis dapat tewrjadi padakala III maupun IV.
b. Retensio plasenta
 Kotiledon tertinggal, plasenta suksenturiata
 Plasenta akreta, inkreta, dan perkreta
c. Gangguan koagulopati

Gejala-Gejala
1. Pendarahan pervaginam
2. Konsistensi rahim lunak
3. Fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan darah
atau selaput janin).
4. Tanda- tanda syok
11
Untuk menentukan diagnosis dengan cepat, sebaiknya dilakukan pemeriksaan dengan
spekulum setelah operasi- operasi yang sulit, seperti forseps tengah, versi dan ekstraksi pada
bokong. Sebaiknya juga dilakukan eksplorasi kavum uteri karena ada kemungkinan robekan
rahim pada tindakan yang sulit.

Prognosis
Wanita dengan perdarahan pascapersalinan seharusnya tidak mennggal akibat
perdarahannya, sekaipun untuk engatasnnya perlu dilakukan histerektom.

Komplikasi
1 . sindrom sheean-perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan sindroom Sheehan,
yaitu: kegagalan laktasi,amenore, atrofi payudara, rontok rambut pubis dan aksila ,
superinvolusi uterus , hipotiroidi, dan insufiensi konteks adrenal.

tabel 8.1 perbedaan perdarahan atonis dengan perdarahan karena robekan jalan lahir.

Perdarahan atonis robekan jalan ahir

- kontraksi uterus lemah - kontraksi uterus kuat

- Darah berwarna merah tua - darah berwarna merah muda karena


berasal dari

- biasanya timbul setelah persalinan operatif

Karena berasal dari vena

2.diabetes insipidus –perdarahan banyak pascapersalinan dapat mengakibatkan diabetes


insipidus tanpa disertai defisiensi hipofisis anterior.

Terapi
Sebaiknya , disuntikan 10 unit oksitosin segera setelah anak lahir sebagai profilaksis pada
semua pasien dengan kemungkinan atonia uteri .

1. Perdrahan dalam kala III-jika ada perdarahan bayak daam kala III dan ontraksi rahim
kurang baik dan segera disuntik 10 unit oksitosin intramuscular. Selanjutnya, kandung
kencing dikosongkan dan dilakukan masase uterus dan setelah ada tanda-tanda pelepasan
plasenta.plasenta segera di lahirkan dengan tekanan pada fundus. jika perdarahan tidak
berhenti dan plasenta belum lepas juga , dan jika perdarahan mencapai 400cc atau
perdarahan deras sekali , plasenta segera dilepaskan secara manual.menurut keadaan
,pasien diberi infuse atau transfuse darah.
2. Perdarahan dalam kala IV-jika ada perdarahandalam kala IV dan kontraksi rahim kurang
baik, segera disuntikkan 0,2 mg ergonovin atau metil ergonovin intramuscular, uterus
diletakan untukl mengeluarkan gumpalan darah masase. Seandainya perdarahan belum
berhenti juga ditambah dengan suntikkan metil ergonovin lagi , tetapi sekarang

12
intravena dan dipasang oksitosin drip 10 unit dalam 500cc glukosa; selama tindakan ini
masase diteruskan.
Jka masih ada perdarahan , jangan terus terfiksasi pada atonia uteri tetapi
pertimbangkan juga kemungknan lain , seperti robekan serviks, sisa plasenta atau
plasenta suksenturiata , ruptura uteri , dan koagulopati.
Oleh karena itu jika kemungkinan ini belum dikesampingkan , dilakukan
pemeriksaaan in spekulo dan eksplorasi kavum uteri. Kita harus mencurigai adanya
koagulopati dalam kala IV jika dengan usaha-usaha yang lazim dan setelah
dikesampingkan robekan serviks dan robekan rahim perdarahan melampaui 100cc ,
walaupun darah yang keluar dari jalan lahir membeku. Dalam hal ini kita suntikkan
trasilol 200.000 unit intravena (proteinase inhibitor).

Jika masih ada perdarahan ,dan dilaksanakan kompresi bimanual secara hamiton
, yaitu; satu tangan mas kedalam vagina dan tangan ini ang dijadikan tinju dengan rotasi
merangsang dingding depan rahim , sedangkan tangan luar menendang dinding perut di atas
fundus hingga dapat merangsang dinding belakang rahim. jangan terus terfiksasi pada atonia
uteri, tetapi pertimbangan juga kemungkinan lain, seperti robekan serviks, sisa plasenta tau
plasenta sksenturiata,rupture uteri.

Dengan demikian , uterus diletakkan dan di rangsang antara tangan dala dan tangan luar.
Perasat ini sekurang-kurangnya dilakukan selama 15 menit. Selama perasat-perasat in di
usahakan darah hingga jika kompresi bimaul tidak berhasil keadaan pasien masih cukup
baik untuk melakukan histerektomi.

13
PERDARAHAN PASCAPERSALINAN KARENA SISA PLSENTA

Jika pada pemeriksaaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, harus dilakukan
eksplorasi kavum uteri. Potongan- potonga plasenta yang ketinggalna tanpa diketahui,
biasanya menimbulkan perdarahan pascapersalinan lambat.

Jika perdarahan banyak, hendaknya sisa- sisa plasenta ini segera dikeluarkan walapun
demam.

Mungkin saja tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta

Sewaktu suatu bagian dari plasenta – satu atau lebih lobus- tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secera efektif

 Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksploorasi manual uterus
mengunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk mengeluarkan
plasenta yang tidak keluar
 Keluarkan sisa plasenta dengan tanggan, cunam ovum atau kuret besar
Catatan : jaringan yang melekat dengan kuat, mungkin merupakan plasenta kareta.
Usaha untuk melepaskan plasentayang melekat kuat dapat mengakibatkan perdarahan
berat atau perforasi uterus, yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi
 Jika perdarahan berkelanjutan, lakukan uji pembekuan darah dengan mengunkan uji
pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit
atau terbentuknya bekuan darah yang lunak yang mudah hancur menunjukkan adanya
kemungkinan koagulopati.

2.1.1 Definisi Rest Plasenta


1. Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum uteri.
(Saifuddin, A.B, 2002)
2. Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder
(Alhamsyah, 2008).

2.1.2 Penyebab Rest Plasenta


1. Pengeluaran plasenta tidak hati-hati
2. Salah pimpinan kala III : terlalu terburu - buru untuk mempercepat lahirnya plasenta.

2.1.3 Tinjauan Faktor Yang Berhubungan Dengan Rest Plasenta

1. Umur ibu

14
Usia ibu hamil terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko
yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini dikarenakan pada umur
dibawah 20 tahun, dari segi biologis fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang
dengan sempurna untuk menerima keadaan janin dan segi psikis belum matang dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35
tahun dan sering melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
kemunduran atau degenerasi dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan lebih besar.
Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang
melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan post
partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan post partum meningkat kembali
setelah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2006 : 23).

2. Paritas Ibu
Perdarahan post partum semakin meningkat pada wanita yang telah melahirkan tiga anak
atau lebih, dimana uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efesien
pada semua kala persalinan. Uterus pada saat persalinan, setelah kelahiran plasenta sukar
untuk berkontraksi dan beretraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding
uterus akan tetap terbuka. Hal inilah yang dapat meningkatkan insidensi perdarahan
postpartum (Wiknjosastro, 2006 : 23).
Jika kehamilan “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat dapat
meningkatkan risiko berbahaya pada proses reproduksi karena kehamilan yang terlalu sering
dan terlalu dekat menyebabkan intake (masukan) makanan atau gizi menjadi rendah. Ketika
tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi mengakibatkan wanita tidak mempunyai waktu untuk
mengembalikan kekuatan diri dari tuntutan gizi, juga anak yang telah dilahirkan perlu
mendapat perhatian yang optimal dari kedua orangtuanya sehingga perlu sekali untuk
mengatur kapan sebaiknya waktu yang tepat untuk hamil (Saifuddin, 2002 : 7).

3. Status Anemia dalam kehamilan


Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari
12 gr% (Wiknjosastro , 2002). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar haemoglobin kurang dari
10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil
terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Saifuddin, 2002).
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah
sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%.Bertambahnya darah
dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam
kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2006). Secara fisiologis, pengenceran
darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya
kehamilan.

Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:


15
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

2.1.4 Gejala Klinik Akibat Rest Plasenta


Gejala klinik yang sering di rasakan pada pasien dengan rest plasenta yaitu :

1. Sewaktu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi
mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
2. Keadaan umum lemah
3. Peningkatan denyut nadi
4. Tekanan darah menurun
5. Pernafasan cepat
6. Gangguan kesadaran (Syok)
7. Pasien pusing dan gelisah
8. Tampak sisa plasenta yang belum keluar

2.1.5 Diagnosa Rest Plasenta Ditegakkan Berdasarkan


1. Anamnese
2. Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
3. Palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
4. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
5. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari
a. Sisa plasenta atau selaput ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta suksenturiata
6. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
7. Pemeriksaan laboratorium : Hb, Hematokrit
8. Pemeriksaan USG

2.1.6 Komplikasi Rest Plasenta


1. Sumber infeksi dan perdarahan potensial
2. Memudahkan terjadinya anemia yang berkelanjutan
3. Terjadi plasenta polip
4. Degenerasi korio karsinoma
5. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah

2.1.7 Pencegahan Rest Plasenta


Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan utama, sehingga
dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi upaya preventif dapat dilakukan
dengan :
16
1. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan.
2. Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara legeartis.
3. Meningkatkan usaha penerimaan KB.
4. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami
perdarahan post partum.
5. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta dipercepat.

2.1.8 Penanganan Rest Plasenta


Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan pengeluaran sisa
plasenta secara manual atau digital, dg langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)


2. Kosongkan kandung kemih
3. Memakai sarung tangan steril
4. Desinfeksi genetalia eksterna
5. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara obstetri
sampai servik
6. lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta
7. lakukan pengeluaran plasenta secara digital
8. Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika
9. Berikan antibiotik utk mencegah infeksi
10. Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3x1 gram.oral
dikombinasikan dngan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan dengan 3x500 mg
oral.
11. Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan
12. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan
eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika.
Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan
keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal: 527)

17
II.1.2 Pengertian Laserasi Jalan Lahir

Adapun defenisi/pengertian Laserasi Jalan Lahir dari beberapa sumber buku adalah
sebagi berikut :
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma
forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstrasi. Robekan yang terjadi bisa ringan
(lecet, laserasi), luka episiotomi,robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur
perineum totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri,
serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan yang terberat ruptur uteri.
Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya karena ada laserasi ataupun
sisa plasenta. (Prawirohadjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. PT Bina
Pustaka Sarwono Prawiirohardjo. Jakarta)

Robekan jalan lahir adalah trauma yang diakibatkan oleh kelahiran bayi yang terjadi pada
serviks, vagina, atau perineum. (Maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari laserasi jalan lahir.

B. FAKTOR RESIKO LASERASI JALAN LAHIR


a. Faktor maternal
1. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling sering)
2. Pasien tidak mampu berhenti mengejan
3. Partus diselesaikan secara tergesa – gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan
4. Edema dan kerapuhan pada perineum
5. Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
6. Arcus pubis dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala
bayi ke arah posterior
7. Perluasan episiotomi

b. Faktor janin
1. Bayi yang besar
2. Posisi kepala ynag abnormal – misalnya presentasi muka dan occipitoposterior
3. Kelahiran bokong
4. Ekstraksi forcep yang sukar
5. Distosia bahu
6. Anomali kongenital, seperti hidrocephalus
(Oxorn, Harry, R.Forte, William. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan.
CV Andi Offset. Yogyakarta)

18
C. ETIOLOGI LASERASI JALAN LAHIR
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan lahir dan karena itu di hindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan serviks belum lengkap. (Maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

Robekan/laserasi jalan lahir diakibatkan episiotomi, robekan perineum spontan, trauma


forceps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi. (Prawirohadjo, Sarwono. 2014.
Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiirohardjo. Jakarta)

D. DIAGNOSIS LASERASI JALAN LAHIR


Tanda atau gejala robekan vagina, perineum atau serviks antara lain, terjadi plasenta
keluar, terdapat perdarahan namun uterus berkontraksi, pada inspeksi plasenta kotiledon
plasenta lengkap. (Maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

Laserasi dalam jalan lahir memiliki derajat tertentu :

- Laserasi derajat I :

Perlukaan terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior dan kulit perineum.
(Maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum
tepat dibawahnya. (Oxorn, Harry, R.Forte, William. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi &
Fisiologi Persalinan. CV Andi Offset. Yogyakarta)

Perlukaannya hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum. (Nugroho,
Taufan. OBSGYN Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan Keperawatan. 2012.
Nuha Medika. Yogyakarta)

- Laserasi derajat II :

Perlukaanya terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot
perineum. (Maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal
dan Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

Laserasi derajat kedua merupakan luka robekan yang lebih dalam. Luka ini terutama
mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. (Oxorn, Harry, R.Forte,
William. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan. CV Andi Offset.
Yogyakarta)

Adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum dengan melukai
fasia serta otot – otot diafragma urogenital. (Nugroho, Taufan. OBSGYN Obstetri dan
Ginekologi untuk Kebidanan dan Keperawatan. 2012. Nuha Medika. Yogyakarta)

19
- Laserasi derajat III :

Perlukaan terjadi pada mukosa vagina, komisura porterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfinter ani. (Maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

Robekan derajat ketiga meluas sampai corpus perineum, musculus tranversus perineus
dan sphinceter recti. (Nugroho, Taufan. OBSGYN Obstetri dan Ginekologi untuk
Kebidanan dan Keperawatan. 2012. Nuha Medika. Yogyakarta)

Perlukaan yang meluas dan lebih dalam yang menyebabkan musculus sfinter ani
eksternus terputus didepan robekan serviks. (Nugroho, Taufan. OBSGYN Obstetri dan
Ginekologi untuk Kebidanan dan Keperawatan. 2012. Nuha Medika. Yogyakarta)

- Laserasi derajat IV :

Perlukaan terjadi pada mukosa vagina, komisura porterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfinter ani dan dinding depan rectum. (Maryunani, Anik, Puspita, Eka.
2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

E. PENATALAKSANAAN LASERASI JALAN LAHIR


Rupture Perineum dan Robekan Dinding Vagina
1. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
3. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap
4. Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator
6. Khusus pada rupture perineum komplit (hingga anus dan sebagian rectum) dilakukan
penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rectum, sebagai berikut :
1. Setelah prosedur aseptik – antiseptik, pasang busi pada rectum hingga ujung robekan
2. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa,
menggunakan benang poliglikolik no.2/0(dexon/vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit
kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no.2/0
3. Lanjutkan penjahitan kelapisan otot perineum dan submukosa dengan benang yang
sama (atau kromik 2/0) secara jelujur o mukosa vagina dan kulit perineum dijahit
secara submukosa dan subkutikuler
4. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazole 1 g/oral). Terapi
penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan
tradisional atau terdapat tanda – tanda infeksi yang jelas.

Robekan Serviks

1. Robekkan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekkan pada posisi spina iscidiadika tertekan oleh kepala bayi

20
2. Bila kontrasi uterus baik plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak
maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
3. Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan dapat
segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekkan lain ,
lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemuduan ke arah luar
sehingga semua robekkan dapat di jahit.
4. Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontrasi uteru, TFU, dan perdarahan
pasca tindaka.
5. Beri antibiotika proflasis, kecuali bila jelas di temui tanda-tandai infeksi
6. Bila terdapat defisit cairan , lakukan restorasi dan bila kadar Hb kurang dari 8%,
berikan transfusi darah. (Nugroho, Taufan. OBSGYN Obstetri dan Ginekologi untuk
Kebidanan dan Keperawatan. 2012. Nuha Medika. Yogyakarta)

Penatalaksanaan Laserasi Jalan Lahir Menurut (Maryunani, Anik, Puspita, Eka.


2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

1. Lakukan pemeriksaan secara hati-hati


2. Jika terjadi laserasi derajat I atau II lakukan penjahitan dengan anestesi local, dan
penerangan lampu yang cukup.
3. Jika terjadi laserasi derajat III atau IV tu robekkan serviks
a. Pasang infus dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18) dengan
menggunakan cairan RL atau NS
b. Segera rujuk ibu kefasilitas dengan kemampuan gawat darurat obstetrik.
c. Damping ibu ketempat rujuk

F. YANG TERMASUK LASERASI JALAN LAHIR


a. Robekkan perenium.
Robekkan perenium terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekkan perenium umumnya terjadi di garis
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arccuspubis
lebih kecil dari pada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari
pada ke biasa,kepala janin melewati PAP dengan ukuran yang lebih besar dari pada
sirkum ferensia suboccipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vagina.
b. Perlukaan/robekkan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berrhubungan dengan luka perenium tidak seberapa
sering terdapat. Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekkan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan
speculum. Perdarahan biasanya banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan.
1. Kolpaporeksis
Ialah robekkan melintang atau miring pada bagian atas vagina, Kolpa poreksis juga
bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong

21
kedalam uterus dibuat kesalahan, dan fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar supaya
uterus jangan naik keatas.
2. Fistula
Akibat pembedahan vaginan makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang
sulit untuk melahirkan anak banyak di ganti dengan Sc. Fistula dapat terjadi mendadak
karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rectum, mis ; karena
robekan serviks menjalar ketempat-tempat tersebut.
c. Robekkan serviks
Robekkan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen
bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah
lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik. Dan keadaan ini serviks haris diperiksa
dengan spekulum, apabila ada robekkan serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa
cunam ovum, supaya batas antara robekkan dapat dilihat dengan baik. (Prawirohadjo,
Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiirohardjo.
Jakarta)

22
BAB III
STUDI KASUS

ASUHAN KEBIDANAN POSTPARTUM PADA NY.“F”


DENGAN REST PLASENTA & ANEMIA SEDANG
DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
TANGGAL 9 DESEMBER 2008

No register : 370474
Tanggal masuk RS : 8 Desember 2008 pukul 12.50 WITA
Tanggal pengkajian : 9 Desember 2008 pukul 08.30 WITA
Ruangan : IRD Obgin

Langkah I : Identifikasi data


1. Identitas klien
Nama : Ny “F” / Tn “A”
Umur : 26 tahun / 34 tahun
Suku : Bugis / Bugis
Agama : Islam / Islam
Pendidikan : SMA / SMA
Pekerjaan : IRT / Wiraswasta
Status Pernikahan : Pernikahan I, sah, lamanya 7 tahun (2001)
Alamat : Siloro Desa Manggilo Buggora Pangkep

2. Riwayat kesehatan sekarang


a. GIII PII AI
b. Ibu melahirkan tanggal 8 Desember 2008 pukul 08.00 Wita di RSU Pangkep
c. Ibu mengalami ruptur perineum tk. II dan telah dijahit jelujur oleh bidan di RSU Pangkep
d. Ibu dirujuk ke RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo didampingi oleh bidan tanggal 8 Desember
2008 pukul 12.50 WITA dengan indikasi perdarahan postpartum primer
e. Diagnosa : perdarahan post partum primer karena robekan serviks dan rest plasenta
f. Robekan serviks telah dijahit tanggal 8 Desember 2008 pukul 13.00 oleh Dr. “D”
3. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu.
Tahun Umur Persalinan Bayi Keadaan Nifas
Kehamila
n Jenis Tempat Penolong L/P BB Disusui

23
2003 Aterm PBK RSU Dokter L 3600 Ya Baik Normal
Pangkep
2006 Abortus
2008 Aterm PBK RSU Bidan L 3950 Ya Baik Perdarahan
Pangkep ± 500 cc

4. Riwayat kesehatan yang lalu


a. Ibu tidak memiliki riwayat hipertensi, DM, jantung, malaria, dan hepatitis
b. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit keluarga yang menurun
c. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit menular seksual

5. Riwayat reproduksi
a. Riwayat haid
1) Menarche umur 13 tahun
2) Lama haid 4 - 5 hari
3) Siklus haid 28 - 30 hari
4) Perlangsungan dismenorhe
b. Ginekologi
Ibu tidak memiliki riwayat tumor, kanker, dan infeksi

6. Riwayat ANC
a. Pemeriksaan ANC sebanyak 13 kali
1) Trimester I : 2 kali di RSU Pangkep
2) Trimester I : 4 kali di RSU Pangkep
3) Trimester III : 7 kali di RSU Pangkep
b. Imunisasi TT 2 kali (lengkap)
1) TT I bulan Mei di RSU Pangkep
2) TT II bulan Juni di RSU Pangkep

7. Riwayat sosial ekonomi


a. Ibu dan keluarga merasa bahagia atas kelahiran bayi
b. Keluarga mendukung kelahiran bayi
c. Keluarga mampu memenuhi kebutuhan bayi
d. Ibu ingin menyusui bayinya

8. Riwayat pengetahuan tentang nifas


a. Ibu mengetahui tentang manfaat ASI
b. Ibu kurang mengerti dengan ASI eksklusif
c. Ibu kurang mengetahui tentang perawatan payudara

9. Riwayat pemenuhan kebutuhan (setelah melahirkan)


24
a. Nutrisi
Pola makan 2 x sehari, nafsu makan kurang , jenis makanan yang dikomsumsi nasi, sayuran,
lauk serta makanan tambahan yaitu susu
b. Eliminasi
1) BAB
Ibu belum BAB
2) BAK
Ibu memakai kateter dengan jumlah urin ± 450 cc (07.00- 11.30)
c. Istirahat
Tidak teratur
d. Personal hygiene
Ibu belum pernah mandi setelah melahirkan , ganti pembalut sejak pukul 07.00 WITA
Pemeriksaan fisik
1. KU tampak lemah
2. Kesadaran compos mentis
3. TTV
a. Tekanan darah : 100/70 mmHg
b. Nadi : 86 x/menit
c. Suhu : 36,8 ⁰C
d. Pernapasan : 22 x/menit
4. Kepala
a. Rambut pendek lurus
b. Tidak mudah rontok
c. Kulit kepala bersih
5. Wajah
a. Tidak ada oedema
b. Ekspresi wajah meringis bila bergerak
6. Mata
a. Kongjungtiva pucat
b. Sklera putih
7. Mulut
a. Bibir agak pucat
b. Karies 1 buah
8. Leher
Tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid, vena jugularis, dan kelenjar limfe
9. Payudara
a. Payudara simetris kiri dan kanan
b. Teraba lembek
c. Puting terbentuk
d. Tidak ada massa dan nyeri tekan
e. ASI keluar bila dipencet
10. Abdomen
a. TFU I jari di bawah pusat

25
b. Tampak striae livide dan linea nigra
c. Kontraksi uterus baik
d. Massa Tumor / Nyeri Tekan : - / -
11. Genitalia
a. Fluksus (+), perdarahan 1 pembalut / ± 50 cc (sejak pukul 07.00 – 13.00)
b. Lokia rubra
c. Luka jahitan basah, tidak merah dan bernanah
12. Ekstremitas
a. Tidak ada oedema dan varises
b. Terpasang IVFD RL 28 tetes/menit pada lengan kiri botol ke-IV
13. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan lab tanggal 8 Desember 2008 pukul 09.10 WITA
Golongan darah : B
b. Pemeriksaan lab tanggal 8 Desember 2008 pukul 18.41 WITA
1) WBC: ±15,3 x 10³/µL (normal : 4 - 10 x 10 ³/UL)
2) RBC : 2,84 x 10 6/µL (normal : 4 - 6 x 10 6 /UL)
3) HGB : 8,1 gr/dL (normal : 12 - 16 gr/dL)
4) HCT : - 24,8 % (normal : 37 – 48 %)
5) PLT : 196 x 10³/µL (normal : 150 - 400 x 10 ³/UL)
14. Hasil USG tanggal 8 Desember 2008
Tampak sisa jaringan plasenta

Langkah II : Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual


Ibu postpartum hari ke-II dengan rest plasenta, anemia sedang, dan nyeri luka jahitan
1. Post partum hari II
Data dasar/pendukung
Data subyektif :
a. Ibu mengatakan melahirkan tanggal 8 Desember 2008 pukul 08.00
Data obyektif :
a. Tanggal pengkajian 9 Desember 2008
b. Lokia rubra
Analisa dan interpretasi
a. Dihitung dari tanggal partus sampai tanggal pengkajian maka didapatkan postpartum hari ke-
II
b. Adanya pengeluaran lokia rubra pada hari 1-3 post partum yang berasal dari cavum uteri dan
vagina berupa sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks caseosa, lanugo, dan mekonium

2. Rest plasenta
Data dasar/pendukung
Data subyektif :
a. Ibu merasa lemas sejak selesai melahirkan sampai sekarang
b. Ibu merasakan pengeluaran darah dari jalan lahir, bertambah banyak bila bergerak sehingga
mengganggu aktivitasnya.

26
Data obyektif :
a. USG tanggal 8 Desember 2008 : Tampak sisa jaringan plasenta
b. Perdarahan 1 pembalut (± 50 cc)
Analisa dan interpretasi
a. Bila plasenta tak sepenuhnya berhasil dilahirkan, artinya masih tertinggal sebagian plasenta
di dalam rahim bisa memicu perdarahan karena membuat kontraksi rahim menjadi lemah
dimana pembuluh darah akan terus terbuka dengan akibat darah terus mengalir.
b. Hasil USG yang menunjukkan nampak sisa jaringan plasenta yang memperkuat diagnosa
terjadinya rest plasenta

3. Anemia sedang
Data dasar/pendukung
Data subyektif :
a. Ibu merasa lemas
Data obyektif :
a. KU tampak lemah
b. Kongjungtiva pucat
c. Pemeriksaan lab tanggal 8 Desember 2008 pukul 18.41 WITA
HGB : 8,1 gr/dL
RBC : 2,84 x 10 6/µL (normal : 4 - 6 x 106 /UL)
Analisa dan interpretasi
a. Anemia didefenisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit dan kadar Hb dibawah batas
normal.
Eritosit normal : 4 - 6 x 106 /UL
Berdasarkan data di atas Ny.”F” mengalami anemia karena RBC : 2,84 x 10 6/µL
Klasifikasi anemia menurut berat ringannya diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Berat bila kadar Hb < 8 gram / dl
2) Sedang bila kadar Hb 8-10 gram / dl
3) Ringan bila kadar Hb 10-11 gram / dl ( DepKes RI, 2000)
Berdasarkan data di atas, Ny. “F” mengalami anemia sedang
b. Anemia merupakan kondisi terjadinya penurunan Haemoglobin (Hb), hematokrit dan
eritrosit dalam darah yang dapat disebabkan berbagai macam faktor, dan dapat menyebabkan
gangguan produksi darah. Dimana darah merupakan alat transportasi oksigen (O2) dan sari-
sari makanan keseluruh tubuh termasuk organ-organ penting tubuh seperti jantung, paru-paru,
ginjal dan organ-organ lainnya. Jika hal ini dibiarkan secara berlarut-larut maka akan
mengganggu fungsi dari organ-organ tadi, sehingga bisa menimbulkan berbagai macam
penyakit misalnya yang sering terjadi adalah jantung, anemia, gagal ginjal dan gangguan
pada otak seperti hipoksia. hipoksia terjadi karena kekurangan oksigen sehingga perasaan
menjadi lemah, pucat, pusing dan mata kabur

4. Nyeri luka jahitan


Data dasar/pendukung
Data subyektif :

27
a. Ibu mengeluh nyeri pada daerah perineum
Data obyektif :
a. Ekspresi wajah Nampak meringis bila bergerak
b. Nampak luka masih basah
c. Riwayat persalinan dengan ruptur perineum tk. II
d. Riwayat robekan serviks
Analisa dan interpretasi
Nyeri perineum disebabkan karena adanya luka robekan perineum dan serviks akibat
terputusnya kontinuitas jaringan dimana jaringan tersebut mengeluarkan zat bradikinin yang
oleh saraf perifer mengirim sinyal ke hipotalamus sehingga dipersepsikan sebagai nyeri.

Langkah III : Antisipasi Terjadinya Diagnosa/Masalah Potensial


Potensial terjadinya anemia berat

Langkah IV : Melaksanakan tindakan segera/kolaborasi


Kolaborasi dengan dokter obgin

Langkah V : Rencana Tindakan


1. Tujuan :
a. Anemia teratasi
b. Leukosit dalam batas normal
2. Kriteria :
a. TTV dalam keadaan normal
1) Tekanan darah : kenaikan systole tidak > 30 mmHg, kenaikan diastole tidak > 15
mmHg
2) Nadi : 60-100 x/menit
3) Suhu : 36⁰C-37,5 ⁰C
4) Pernapasan : 18-24 x/menit
b. Hb : > 12 gr/dL
c. WBC : 5 – 10 x 10³/µL
3. Rencana tindakan
a. Sampaikan dan jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu.
Rasional :
Menyampaikan dan menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu sangat penting agar ibu dapat
mengetahui keadaannya, ibu akan mengerti dan mengurangi kekhawatiran ibu serta ibu dapat
bersikap kooperatif terhadap tindakan atau anjuran petugas kesehatan.
b. Observasi perdarahan
Rasional :
Dengan mengobservasi perdarahan, maka akan diketahui jumlah perdarahan yang dialami
sehingga membantu untuk pengambilan tindakan selanjutnya
c. Rencana pemberian obat-obatan Metronidazol dan Dexamethasone secara IV WITA pukul
12.00
Rasional :

28
Obat-obatan yang adekuat seperti Metronidazol untuk mencegah dan menangani infeksi dan
Dexamethasone untuk antiradang dan mengatasi anemia hemolitik yang semuanya untuk
perbaikan kondisi ibu
d. Rencana pemberian transfusi darah 475 cc pukul 13.00 WITA
Rasional :
Pemberian transfusi darah untuk memberi kebutuhan darah pada ibu agar anemia dapat
teratasi sehingga tindakan kuretase segera dapat dilaksanakan
e. Lanjutkan pemberian infus RL post transfusi botol ke –V dengan kecepatan 28 tetes/menit
Rasional :
Pemberian intake per intravena dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi ibu
f. Anjurkan ibu mengkomsumsi sayuran dan buah-buahan dan istirahat yang cukup
Rasional :
Istirahat yang cukup dapat membantu pemulihan tubuh ibu dan dengan mengkomsumsi buah-
buahan dan sayuran membantu memenuhi vitamin yang dibutuhkan oleh ibu dan
memperlancar saluran cerna
g. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama daerah genitalia
Rasional :
Kebersihan diri menyangkut hal kenyamanan ibu yang berdampak terhadap psikologis ibu
dan daerah perlu dijaga kebersihannya sehubungan dengan mencegah infeksi
h. Rencana kuretase jika kadar Hb > 10 gr %
Rasional :
Sisa-sisa plasenta yang tertinggal dalam rahim sebagaia penyebab perdarahan dapat diatasi
dengan tindakan kuretase yaitu untuk mengeluarkan sisa-sisa plasenta tersebut

Langkah VI : Pelaksanaan Asuhan Kebidanan


Tanggal 9 Desember 2008 pukul 09.00 – 13.45 WITA
a. Menyampaikan dan jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu.
b. Mengobservasi perdarahan, pukul 13.00 WITA perdarahan 1 pembalut (± 50 cc)
c. Penatalaksanaan obat-obatan Metronidazol 1 amp dan Dexamethasone 1 amp secara IV
pukul 12.00 WITA
d. Penatalaksanan transfusi darah 475 cc pukul 13.00 WITA
1) Bag I ± 230 cc : pukul 13.00 Wita
2) Bag II ± 245 cc : pukul 13.20 Wita
e. Melanjutkan pemberian infus RL post transfusi botol ke –V dengan kecepatan 28 tetes/menit
f. Menganjurkan ibu mengkomsumsi sayuran dan buah-buahan dan istirahat yang cukup
g. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama daerah genitalia
h. Kolaborasi pemeriksaan Hb post transfusi , Hb post transfusi 8,6 gr %

Langkah VII : Evaluasi


Tanggal 9 Desember 2008 pukul 13.30 WITA
1. TTV dalam batas normal
2. Anemia belum teratasi ditandai dengan Hb post transfusi 8,6 gr/dL

29
3. Tidak terjadi infeksi pada luka jahitan perineum, luka masih basah, tidak bernanah, tidak
bengkak dan lokia tidak berbau busuk
4. Perdarahan ± 50 cc (07.00 – 13.00 Wita)

Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Postpartum Pada Ny. “F” Dengan Rest


Plasenta & Anemia Sedang Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tanggal 9 Desember
2008

No register : 370474
Tanggal masuk RS : 8 Desember 2008 pukul 12.50 WITA
Tanggal pengkajian : 9 Desember 2008 pukul 08.30 WITA
Ruangan : IRD Obgin

Identitas klien
Nama : Ny “F” / Tn “A”
Umur : 26 tahun / 34 tahun
Agama : Islam / Islam
Alamat : Siloro Desa Manggilo Buggora

Data subyektif (S)


a. GIII PII AI
b. Ibu melahirkan tanggal 8 Desember 2008 pukul 08.00 Wita di RSU Pangkep
c. Ibu merasa lemas sejak selesai melahirkan sampai sekarang
d. Ibu merasakan pengeluaran darah dari jalan lahir, bertambah banyak bila bila bergerak
sehingga mengganggu aktivitasnya.
e. Ibu merasakan nyeri luka jahitan pada jalan lahir
f. Ibu dirujuk ke RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo didampingi oleh bidan tanggal 8 Desember
2008 pukul 12.50 WITA dengan indikasi perdarahan postpartum primer
Data obyektif (O)
1. KU baik
2. TTV
a. Tekanan darah : 100/70 mmHg
b. Nadi : 86 x/menit
c. Suhu : 36,8 ⁰C
d. Pernapasan : 22 x/menit
3. Kongjungtiva pucat
4. Payudara lembek, ASI keluar, dan puting terbentuk
5. TFU I jari di bawah pusat ,kontraksi baik
6. Fluksus (+) jumlah perdarahan 1 pembalut, Lokia rubra, luka jahitan masih basah
7. Tidak ada oedema dan varises pada tungkai
Assessment
Ibu postpartum hari ke-II dengan rest plasenta, anemia sedang, dan nyeri luka jahitan

30
Planning
Tanggal 9 Desember 2008 pukul 09.00 – 13.45 WITA
a. Menyampaikan dan jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu.
b. Mengobservasi perdarahan, pukul 13.00 WITA perdarahan 1 pembalut (± 50 cc)
c. Penatalaksanaan obat-obatan Metronidazol 1 amp dan Dexamethasone 1 amp secara IV
pukul 12.00 WITA
d. Penatalaksanan transfusi darah 475 cc pukul 13.00 WITA
1) Bag I ± 230 cc : pukul 13.00 Wita
2) Bag II ± 245 cc : pukul 13.20 Wita
e. Melanjutkan pemberian infus RL post transfusi botol ke –V dengan kecepatan 28 tetes/menit
f. Menganjurkan ibu mengkomsumsi sayuran dan buah-buahan dan istirahat yang cukup
g. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama daerah genitalia
h. Rencana kuretase jika kadar Hb > 10 gr %

Kasus :
Seorang ibu berusia 25 tahun baru saja melahirkan anak pertamanya pukul 14.10 WIB
secara normal berjenis kelamin laki-laki dengan BB : 3700 gr, TB 50 cm BUGAR. Lalu
bidan melakukan suntik oksitosin setelah 2 menit bayi lahir.Plasenta lahir lengkap pada
pukul 14.23 WIB, bidan langung melakukan masase selama 15 detik kontraksi baik, TFU
2 jari dibawah pusat ada perdarahan pervagina, bidan melakukan inspeksi pada perinium
terdapat laserasi jalan lahir derajat II. Hasil pemeriksaan TTV : TD:130/80 mmHg RR:24

31
x/i Pols:78 x/i Temp:37,4 C. Ibu mengatakan merasa senang bayi dan plasenta sudah
lahir, dan mengatakan perutnya masih merasa mules.

Identitas/ biodata
Nama : Ny.A Nama Suami : Tn. R
Umur : 25 tahun Umur : 27 tahun
Suku : Jawa Suku : Minang
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Pegawai
Alamat : Pancur Batu Alamat : Pancur Batu

S : -Ibu mengatakan merasa bayi dan plasenta sudah lahir,


- perutnya masih merasa mules

O : - Keadaan umum : baik


- vital sign :
TD : 130/80 mmHg
Pols : 78 kali/menit
RR : 24 kali/menit
Temp : 37,40C
- inspeksi perinium : terdapat laserasi jalan lahir derajat II (dari kulit perinium sampai
otot perinium)
- Perdarahan pervagina : ±150 cc

A : 1. Diagnosa : ibu G1 P1A0 inpartu kala IV partus normal


dengan laserasi jalan lahir derajat II
2. Masalah : Perdarahan post partum
3. Kebutuhan : hecting perinium

P : 1. Informasikan kepada ibu dan keluarga bahwa saat ini ibu sudah
melahirkan dengan selamat tetapi terdapat robekan jalan lahir yang
disebabkan karena ibu tidak mampu tidak bisa berhenti mengejan bayi besar.
- ibu dan keluarga sudah mengetahui keadaannya.
2. Mengangkat bayi dari ibu, timbang berat badan bayi BB: 3700 gr, ukupanjang bayi TB
: 50 cm, LD : 32 cm, LK : 33 cm, beri salep mata bayi oxytetracyclin, dan menyuntikkan
vit K 0,5 cc dipaha kiri bayi, bedong bayi kembali. Berikan bayi kepada keluarga karna
akan dilakukan penjahitan perineum pada ibu.
- Bayi telah dibersihkan, ditimbang, diukur panjang, lingkar dada, lingkar kepala, dan
telah diberikan salep mata, dan Vit K. Bayi telah diberikan kepada keluarga.
3. Memberitahu ibu akan disuntikkan anastesi untuk menetlalisir rasa sakit karena akan
dilakukan penjahitan pada perineum ibu.
32
- ibu sudah disuntikkan anastesi ( Lidokain 10 IU) dan bersedia dilakukan penjahitan
pada perineum.
4. Melakukan penjahitan perineum dengan jahitan jelujur.
- perineum ibu sudah dijahit.
5. Memberikan ibu nutrisi dan cairan
- ibu menghabiskan 1 gelas teh manis hangat.
6. membersihkan ibu agar ibu merasa nyaman.
- ibu sudah dibersihkan, dan ibu sudah meras nyaman.
7. Mengobservasi keadaan umum, TFU, kontraksi, kandung kemih, perdarahan, dan TTV
setiap 15 menit sekali dalam 1 jam pertama dan 30 menit sekali dalam 1 jam kedua.
- Bidan akan melakukan observasi.
8. Memberikan ibu terapi obat amoxilin 500 mg (3x1), SF (1x1), di minum setelah makan
sesuai aturan untuk menunjang proses penyembuhan ibu.
- ibu telah mendapat terapi obat.
9. Memberitahukan ibu untuk selalu menjaga kebersihan vagina ibu dan menjaga agar
selalu dalam keadaan ibu dalam keadaan kering. Segera ganti celana dalam jika terasa
lembab atau basah agar tidak terjadi infeksi pada luka jahitan.
- ibu telah mengerti dan akan melaksanakan anjuran bidan.

33
34

Vous aimerez peut-être aussi