Vous êtes sur la page 1sur 48

PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK PADA PENDERITA SCABIES

DI LAYANAN PRIMER (PUSKESMAS)

ABSTRAK
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei var, hominis. Sarcoptes scabiei ini dapat
ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi.

An.MR berusia 8 tahun, BB 20 kg, TB 130 cm. datang ke puskesmas Minasa


Upa dengan keluhan gatal pada malam hari yang dialami sejak 1 minggu sebelum ke
puskesmas. Dan dilakukan pemeriksaan TD : 90/60 mmHg, N : 88 x/menit, P : 20
x/menit, S: 36,5 C. hasil didapatkan papul yang membentuk terowongan pada sela
jari . Dan An.M didiagnosis Scabies. Kemudian di tatalaksanakan dengan permetrhin
5 %. Adik pasien juga menderita pnyakit yang sama.

Keluarga juga diberi edukasi terkait penyakit scabies, anjuran untuk melakukan
pengobatan scabies secara benar, dan melaksanakan pencegahan scabies. Berdasarkan
hasil pemeriksaan (anamnese, fisik,laboratorium, EBM) dapat disimpulkan bahwa
telah dilakukan penatalaksanaan pasien dengan prinsip pelayanan dokter keluarga
yang holistik dan paripurna, berbasis evidence based medicine. Perbaikan dapat
dievaluasi setelah pengobatan dengan didapatkan cardinal sign berkurang yaitu gatal
pada malam hari, menyerang kelompok, terdapat papul yang membentuk terowongan,
ditemukan tungau.

Kata Kunci. Diagnosis, Holistik, Scabies, Puskesmas, Minasa Upa

BAB 1

PENDAHULUAN

1
1.1. Latar Belakang

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei var, hominis. Sarcoptes scabiei ini dapat
ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi.
Wabah skabies pernah terjadi pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945), kemudian
menghilang dan timbul lagi pada tahun 1965. Hingga kini, penyakit tersebut tidak
kunjung reda dan insidensnya tetap tinggi. pengetahuan dasar tentang penyakit ini
diletakkan oleh Von Hebra, bapak dermatologi modern. Penyebabnya ditemukan
pertama kali oleh Benomo pada tahun 1667, kemudian oleh Mellanby dilakukan
percobaan induksi pada sukarelawan selama perang dunia II.1,2
Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di
puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia.
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor
yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan sosial ekonomi
yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas,
kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik seperti keadaan penduduk dan
ekologik. Penyakit ini juga dapat dimasukkan dalam Infeksi Menular Seksual (IMS).3

1.2 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana masalah
kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur
biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila
didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.2.1. Tujuan Umum


Tujuan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat menerapkan pelayanan
dokter keluarga secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi

2
Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based medicine (EBM) pada pasien
dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip
penatalaksanaan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien (problem
oriented).
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui cara penegakan diagnosis klinis scabies di fasilitasi pelayanan
primer.
b. Mengidentifikasi diagnose psikososial pada pasien scabies.
c. Mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan scabies.
d. Mengetahu terapi scabies dengan pendekatan holistic pada fasilitas pelayanan
dokter primer.
e. Mengetahui dan melakukan pengendalian scabies dalam hal ini pengobatan
maupun pencegahan scabies.
1.2.3. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan scabies yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh scabies sehingga dapat memberikan keyakinan untuk
tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita scabies.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan
diagnosis holistik scabies serta dalam hal penulisan studi kasus.

3
1.3 Indikator Keberhasilan Tindakan
Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien
dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis
evidence based medicine adalah:
1.3.1.Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas) sudah
teratur.
1.3.2.Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai.
1.3.3.Gejala gatal pada malam hari sudah berkurang.
1.3.4.Pemeriksaan fisik tidak didapatkan papul pada kulit terutama di daerah
pergelangan tangan, telapak tangan, sela-sela jari, selangkangan, bokong, dan
lipatan siku .
1.3.5. Penyakit scabies tidak menular pada anggota keluarga yang lain karena
penyakit ini menyerang secara berkelompok
1.3.6. Keluarga memahami dengan baik akan penyakit penderita dalam hal ini
mengenai penyebab, faktor yang menjadi penyebabnya, cara penularannya,
pengobatannya dan bersedia melakukan upaya penanggulangan dan
pemberantasan kuman Sarcoptes Scabei.

4
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1.Kerangka Teoritis
Gambaran Penyebab Scabies Cara Penularan (Transmisi)
1. Kontak langsung (kontak
Faktor Resiko
kulit dengan kulit): berjabat
1. Tingkat pengetahuan
tangan, tidur bersama,
rendah
hubungan seksual.
2. Higiene perorangan buruk
2. Kontak tidak langsung
3. Sanitasi lingkungan buruk
(melalui benda): Pakaian,
4. Tingkat kepadatan tinggi
handuk, seprei, bantal, dll
(Overcrowding)
5. Status gizi kurang/buruk
6. Usia
Tanda Kardinal:
7. Sosial ekonomi rendah
1. Proritus nokturnal
Sarcoptes scabiei
2. Menyerang berkelompok
menginfestasi permukaan kulit
3. Ditemukan terowongan
(kunikulus)
4. Ditemukan tungau
Diagnosis 2 dari 4 tanda
kardinal SKABIES

5
2.2. Penyakit Scabies

2.2.1 Definisi Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei var, hominis. Sarcoptes scabiei ini dapat
ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat
predileksi.1,2
2.2.2 Epidemiologi
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia
terjangkit tungau scabies. Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi
skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh
jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang
berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, sehingga
penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. 4,5
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim
dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim
panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah
memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah sakit, penjara, panti asuhan,
dan panti jompo. 4,6
Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang
sampai saat ini belum dapat dijelaskan, termasuk Indonesia yang masih cukup tinggi,
terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Penelitian skabies di Rumah
Sakit dr. Sutomo Surabaya oleh Amiruddin, dkk menemukan insiden penderita
skabies selama 1983 – 1984 adalah 2,7%. Penelitian di RSUD Dadi Ujung Pandang
oleh Abu A, mendapatkan insiden skabies 0,67% (1987 - 1988).7
2.2.3 Etiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Sarcoptes scabiei termasuk
filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada

6
manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Selain itu terdapat Sarcoptes scabiei
yang lain, misalnya pada kambing dan babi.8

Gambar 1. Sarcoptes Scabiei


Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai
alat untuk melekat dan 2 pasang kaki dibelakang kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan keempat berakhir dengan alat perekat.8
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan
sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50.
Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan
menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar.
Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan

7
betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8–12 hari.8
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3–4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina
membuat liang di dalam epidermis, dan meletakkan telur-telurnya di dalam liang
yang di tinggalkannya, sedangkan tungau skabies jantan hanya mempunyai satu tugas
dalam kehidupannya yaitu kawin dengan tungau betina setelah melaksanakan tugas
mereka masing-masing mereka akan mati.9
2.2.4 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannnya papul, vesikel, urtika dan lain-lain dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.8
Tungau skabies betina membuat liang di dalam epidermis, dan meletakkan
telur-telurnya di dalam liang yang ditinggalkannya. Tungau skabies jantan hanya
mempunyai satu tugas dalam kehidupannya, dan sesudah kawin dengan tungau betina
serta pelaksanaan tugasnya selesai, mereka mati. Mulanya hospes (inang) tidak
menyadari adanya aktivitas penggalian terowongan dalam epidermis, tetapi setelah 4-
6 minggu terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-bahan yang
dikeluarkannya, dan mulailah timbul rasa gatal. Adanya periode asimtomatis
bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena dengan demikian mereka mempunyai waktu
untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat respons imunitas. Setelahnya,
hidup mereka menjadi penuh bahaya karena terowongannya digaruk dan tungau-
tungau serta telur mereka akan hancur. Dengan cara ini hospes mengendalikan
populasi tungau, dan pada kebanyakan penderita skabies, rata-rata jumlah tungau
betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari selusin.9

8
Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes Scabiei
Tungau hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari tangan,
pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan,
umbilikus, gluteus, ekstremitas, genitalia eksterna pada laki-laki dan aerola mammae
pada perempuan. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Pada
tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-abu dengan
panjang yang bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok.
Terowongan ditemukan bila terdapat infeksi sekunder. Di ujung terowongan dapat
ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan umumnya ditemukan pada penderita
kulit putih dan sangat jarang ditemukan pada penderita di Indonesia karena umumnya
penderita datang pada stadium lanjut sehingga sudah terjadi infeksi sekunder.7
2.2.5 Gejala Klinik
Ada 4 tanda kardinal :8
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

9
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di pondok
pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya
terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai
pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna
putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu
cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-
lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku
bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae (wanita), umbilikus,
bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

Gambar 3 : Sarcoptes scabiei pada kulit dibagian pergelangan tangan

10
Gambar 4 : Regio dorsum manus dan palmar manus, papula tersebar disela-sela jari
dan sepanjang pinggir jari.

2.2.6 Klasifikasi
Adapun beberapa bentuk khusus /variasi skabies antara lain adalah:10
1. Skabies in cognito
Adalah akibat pengobatan skabies dengan menggunakan kortikosteroid
topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki gejala
klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan menular. Sebaliknya,
pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi
bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan respon imun
seluler pada pemakaian kortikosteroid yang lama.
2. Skabies pada orang bersih (scabies in the clean)
Jenis ini cenderung meningkat seiring dengan makin maraknya bisnis
prostitusi. Walaupun transaksi seks berlangsung di tempat yang relatif bersih
namun individu dari lapisan atas tetap dapat tertular. Diagnosis seringkali
salah karena kita sering terkecoh dengan status sosial dan pada pemeriksaan
terowongan tidak ditemukan. Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan
penyakit menular seksual lainnya seperti: gonore, sifilis dan pedikulosis pubis.
Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup bisa
salah diagnosis. Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan
terowongan. Kutu biasanya menghilang akibat mandi secara teratur.

11
3. Skabies noduler (Nodular scabies)
Tipe skabies ini sering dilaporkan dari Eropa suatu bentuk hipersensitifitas
terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak ditemukan Sarcoptes scabiei.
Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup, terutama
pada genitalia pria, inguinal dan aksila. Tungau tidak ditemukan pada nodul.
Nodul terjadi akibat reaksi hipersensitifitas. Nodul dapat bertahan beberapa
bulan hingga beberapa tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.
4. Skabies pada bayi dan anak kecil
Bisanya didapatkan pada bayi yang diadopsi dari orang tua yang tidak
mampu. Gambaran klinis tidak khas dan terdapat pada daerah yang tidak
biasanya yakni pada kepala, leher, telapak kaki. Terowongan sulit ditemukan
namun vesikel lebih banyak. Sering terjadi infeksi sekunder sehingga
gambaran klinik berubah menjadi impetigo bulosa disertai krusta hebat. Lesi
skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima sehingga terowongan jarang di temukan pada bayi, lesi
terdapat di muka.
5. Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)
Sarcoptes scbiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala.
Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama
terdapat pada tempat-tempat kontak. Skabies jenis ini tidak menimbulkan
masalah serius pada manusia karena tungau ini bersifat relatif host spesifik.
Infestasinya biasanya bersifat self limiting. Masa lebih tunas lebih pendek dan
dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.
6. Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)
Penderita penyakit kronik dan orang tua yang terpaksa harus terbaring di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian scabies=Crustes scabies=Skabies keratotik)

12
Crustes scabies yang juga dikenal sebagai Norwegian scabies karena pertama
kali dideskripsikan pada pasien lepra di Norway pada tahun 1848. Pada
skabies umumnya tungau yang ditemukan relatif hanya sedikit, hal ini karena
terjadinya penghancuran secara mekanis dengan proses menggaruk,
membersihkan badan secara teratur, dan respon imun seluler yang baik, tetapi
pada skabies krustosa respon penderita terhadap tungau berubah, terjadi
ketidakmampuan penderita untuk menggaruk karena tidak adanya rasa gatal,
mobilitas yang terbatas dan imunitas yang terganggu, sehingga
memungkinkan tungau untuk berkembang biak.
Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retadasi mental
(down syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes
dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukimia dan diabetes),
penderita imunosupresif (misalnya pada penderita AIDS atau setelah
pengobatan glukokortikosteroid atau sititoksik jangka panjang) dan malnutrisi.
Pada beberapa kasus dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe dan
eosinofilia.
Tipe ini jarang terjadi namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi keterlambatan
diagnosis atau tidak diisolasi secara adekuat maka kondisi ini akan sangat
menular, biasanya akan menjadi wabah pada pasien dan petugas rumah sakit
serta keluarga di rumah. Jumlah tungau yang terdapat didalam lesi dapat
mencapai 2 juta pada seorang pasien. Skabies jenis ini ditandai dengan lesi
yang luas, eritema dengan krusta yang tebal disertai daerah hiperkeratotik
pada kulit kepala, telinga, siku, lutut, telapak tangan dan kaki, serta bokong
dapat disertai distrofi kuku dan menjadi generalisata. Krusta ini melindungi
Sarcoptes scabiei dibawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi
Sarcoptes scabiei sangat tinggi dan rasa gatal tidak menonjol. Bentuk ini
sering salah diagnosis, bahkan kadang-kadang diagnosisnya baru dapat
ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Bila
dicurigai maka diagnosis skabies krustosa dapat dengan mudah ditegakkan

13
karena preparat minyak mineral atau larutan KOH dari krusta atau kerokan
kulit menunjukkan tungau dalam jumlah banyak.
8. Skabies dan Aquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Ditemukan skabies atipik dan pada seorang penderita mungkin dikemudian
hari, skabies atipik dapat dimasukkan dalam salah satu gejala infeksi
oportunistik AIDS.
9. Skabies dishidrosiform
Jenis ini ditandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustula pada tangan
dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat anti skabies
topikal. Tidak dapat ditemukan tungau pada lesi dan dapat sembuh sendiri
secara bertahap dalam beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun. Skabies
jenis ini umumnya ditemukan pada anak-anak yang diadopsi di negara-negara
Asia.
10. Skabies yang disertai penyakit menular seksual lain.
Skabies sering dijumpai bersama penyakit menular seks lain seperti: gonore,
sifilis pedikulosis pubis, herpes genitalis dan lain-lain. Apabila ada skabies di
daerah genital perlu dicari kemungkinan penyakit menular seksual yang lain,
dimulai dengan pemeriksaan biakan untuk gonore dan pemeriksaan serologi
untuk sifilis. Gonore asimptomatik seringkali ditemukan pada wanita dengan
skabies, sedangkan ulkus sifilis kadang-kadang ditemukan pada lesi skabies
(chancre galeuse).
2.2.7 Cara Penularan
Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak
langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui
alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula
ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di
Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan melalui hubungan
seksual meskipun bukan merupakan akibat utama. Penyakit ini sangat erat kaitannya
dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang

14
tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat
kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah,
derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih
kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan
terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalanpelaksanaan program
kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan
kesehatan lingkungan yang telah ada.8
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur
yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas
asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh
masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak
langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum
yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Dibeberapa
sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka
telah mendapatkan pengobatan skabisid.8

2.2.8 Diagnosis
Diagnosis pasti hanya dapat ditentukan dengan ditemukannya tungau atau
telurnya pada pemeriksaan mikroskopis. Untuk melakukan hal tersebut, terowongan
harus ditemukan, dan hal ini biasanya perlu sedikit keahlian. Carilah dengan cermat,
dengan pencahayaan yang baik, di tangan dan kaki. Kaca pembesar mungkin bisa
sedikit membantu, tetapi rabun jauh adalah suatu keuntungan. Apabila sebuah
terowongan atau yang diduga terowongan dapat diidentifikasi, lakukan kerokan
dengan hati-hati pada kulit dengan menggunakan bagian tepi skalpel untuk
melakukan hal ini dermatolog kadang-kadang menggunakan skalpel tumpul yang
dikenal sebagai skalpel pisang. Hasil kerokan tersebut diletakkan di atas kaca
mikroskop, diberi beberapa tetes kalium hidroksida 10%, tutupi dengan kaca penutup,
kemudian lihat di bawah mikroskop. Ditemukannya tungau, telur, atau bahkan hanya
cangkang telur, sudah dapat memastikan diagnosis. Jangan berusaha untuk

15
melakukan kerokan pada lesi yang terdapat pada penis, dapat dipahami kalau
mendekatkan skalpel pada daerah ini akan menimbulkan ketakutan, di samping pada
kebanyakan kasus jarang yang bisa berhasil menemukan tungau.9
Teknik lainnya yang dapat digunakan adalah dengan apa yang dikenal sebagai
teknik ‘winkle-picker’. Bila vesikel pada ujung terowongan dibuka dengan jarum,
ujung jarum dengan hati-hati digerakkan berputar dalam vesikel tersebut, sehingga
tungau sering bisa terangkat pada ujung jarum dengan gerakan teatrikal.9
Cara menemukan tungau :8
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau
vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah kaca obyek, lalu
ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan dengan cara lesi dijepit dengan dua jari
kemudian irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.
2.2.9 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektifitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur
pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi yang
pernah diberikan sebelumnya.4
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela
jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada
pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan
skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi
skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4
minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan
yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti skabies

16
secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka
pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak
membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.4
a. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies:11
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang yang
terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
3. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
4. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
5. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
bila perlu direndam dengan air panas.
6. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
7. Setiap orang yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan
penanganan di waktu yang sama.
8. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu.
b. Penatalaksanaan secara khusus
Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies dapat
berupa topikal maupun oral antara lain :
1. Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat baik
obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan
akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit dan
dieksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan
selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2

17
minggu, apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua
setelah 1 minggu. Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang
dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek samping jarang ditemukan
berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa studi menunjukkan tingkat
keberhasilan permetrin lebih tinggi dari lindane dan crotamiton.
Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.10,11
2. Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak
25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan
umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat
sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini
adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di
negara yang membutuhkan terapi massal.10,12
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen
sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid.
Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita
hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi.10
3. Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik
pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak
24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi
menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik
dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl
benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum,
karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara

18
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi
ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi dan anak-anak
kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate lebih efektif dalam pengelolaan
resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya
yang terbatas, benzyl benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai
alternatif yang lebih murah.11
4. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau. Lindane diserap
masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian
keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang
kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian
tungau, lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.16
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh
dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion.
Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1
minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak
musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi
lain selain 1%.10
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala,
mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari
kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa
bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis
kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia.16

19
5. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik
telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-
turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2
malam, kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang
ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.10
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan terhadap
skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang tingkat
keracunan terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau losion,
tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi
dan anak kecil. 11
6. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun
tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto
dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada
mamalia, pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama
oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan
dilaporkan efektif untuk skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun.
Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif
untuk mengobati skabies. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis
dan toxicepidermal necrolysis.10
7. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.10
8. Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam, pemberian
berikutnya beberapa hari kemudian Namun saat ini tidak lagi

20
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat
tinggi.10,11
2.2.10 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari penyakit skabies antara lain:
1. Insect bite (gigitan serangga) :
Karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm berkelompok dan
tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies lebih suka memilih area
tertentu yaitu menghindari area yang memiliki banyak folikel
pilosebaseus.13,14
Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan dan sengatan serangga
tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan dan sengatan serangga
saja sedangkan skabies ditemukan lesi berupa terowongan yang tipis dan kecil
seperti benang berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan
papul atau vesikel.4,14
Gigitan serangga biasanya hanya mengenai satu anggota keluarga saja,
sedangkan skabies menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.10,14

Gambar 5. Tampak gigitan serangga berupa bulla


2. Folikulitis
Merupakan peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh bakteri
Stafilokokus berupa makula eritem disertai papul atau pustul yang ditembus
oleh rambut. Berbeda dengan skabies, folikulitis memiliki rasa gatal dan rasa

21
terbakar pada daerah rambut. Kadang-kadang penyakit ini ditimbulkan oleh
discharge (sekret) dari luka dan abses. Kemudian, lesi folikulitis muncul pada
daerah yang ditumbuhi oleh rambut, sedangkan pada skabies menghindari
area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.13,15

Gambar 6. Tampak folikulitis pada kulit

3. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah
epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di bagian
teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada prurigo, penyebabnya
belum diketahui. Namun dalam beberapa kasus, faktor stress emosional
menjadi salah satu pemicu sehingga sulit untuk ditentukan apakah ini adalah
penyebab atau akibat dari prurigo sedangkan pada skabies disebabkan oleh
adanya tungau Sarcoptes scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin
(H.E).13,16

Gambar 7. Tampak prurigo nodularis di daerah lengan

22
2.2.11 Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, erupsi dapat
berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis, dan furunkel. Infeksi
bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan
komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena
penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari
pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan kadar 15% dapat menyebabkan
dermatitis bila digunakan terus-menerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis.
Benzil benzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari selama
beberapa hari, terutama disekitar genitalia pria. Gamma benzene heksaklorida sudah
diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan. Kadang-
kadang dapat ditimbulkan infeksi sekunder sistemik, yang memberatkan perjalanan
penyakit. Stafilokok dan Streptokok yang berada dalam lesi skabies dapat
menyebabkan pielonefritis, abses internal, pneumonia piogenik dan septikemia.7
2.2.12 Prognosis
Oleh karena manusia merupakan pejamu (hospes) definitif Sarcoptes scabiei,
maka apabila skabies tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap
hidup dan tumbuh pada manusia. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara
pemakaian obat, serta syarat pengobatan, dan menghilangkan faktor predisposisi,
penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.7

2.3 Pendekatan Diagnose Holistik Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di


Layanan Primer
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk biopsikososio-
kultural pada ekosistemnya. Sebagai mahluk biologis manusia adalah merupakan
sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang kompleks fungsionalnya.

Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar dan
penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang diperoleh dari alasan

23
kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan penunjang, penilaian risiko internal/individual dan eksternal dalam
kehidupan pasien serta keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam
Sistem Kesehatan Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan
diperankan sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan primer).
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien adalah
seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual, serta
berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis : Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup
dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding.
III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. Derajat Fungsi Sosial :
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri

24
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
o Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja,
tergantung pada keluarga.
o Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran


keluarga di layanan primer antara lain :

1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya


promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu

Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan dan


peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan
memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika kedokteran.

Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang disediakan


dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan pelayanan
kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien.

Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter


keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien
pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program

25
dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal
maupun informal.

26
BAB III

METODOLOGI STUDI KASUS

3.1 Jenis Studi Kasus


Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari hubungan
antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih
kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti sepanjang
periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing
kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan.untuk melakukan
penerapan pelayanan dokter layanan primer secara paripurna dan holistik terutama
tentang pendekatan diagnosis holistik penderita scabies di Puskesmas Minasa Upa
pada tahun 2015.
3.2 Lokasi dan Waktu melakukan Studi Kasus.
3.2.1 Waktu Studi Kasus: 19 Oktober - 2 November 2015
3.2.2 Lokasi Studi Kasus: Puskesmas Minasa Upa
3.3 Pengumpulan data /informasi
Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan penderita
informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal dengan pasien
dan atau keluarganya dan analisis data.
3.4 Cara Pengumpulan data/informasi
Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara
langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan how.

27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL STUDI KASUS


4.1.1 CARA PENEGAKAN DIAGNOSIS KLINIS SCABIES
A. Identitas Pasien
Nama : An.K
Umur : 8 tahun
Suku Bangsa : Makassar
Agama : Islam
Status Marital : Belum Kawin
Alamat : Jln. Landak Baru LR.9 No.26
B. Anamnesis
Pasien anak laki-laki berumur 8 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
gatal di daerah lengan, tangan, dan sela jari terutama pada malam hari disertai
bintik merah pada kulit. Gatal dialami sejak 4 hari yang lalu, demam tidak ada,
menggigil tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada. Mual dan muntah tidak ada,
nyeri perut tidak ada.
Buang air kecil : lancar kesan cukup
Buang air besar : biasa kuning
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien mengaku belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat di keluarga menderita penyakit yang sama ada (adik pasien)
Riwayat Penyakit dilingkungan sekitar
- Riwayat di lingkungan sekitar menderita scabies disangkal

28
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien berada di tingkatan sosial ekonomi bawah. Pasien masih bersekolah di
sekolah dasar. Pasien tinggal bersama ibu, kakek, nenek, paman, 1 saudara
kandung, dan 2 keluarga lain.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : sakit ringan
2. Vital sign
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15
Tek. Darah : 90/60 mmHg
Frek. Nadi : 84 x/menit
Frek Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5  C
BB : 23 kg
Tinggi Badan : 127 cm
3. Status Generalis :
- Kepala : Normocephal
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
Pupil bulat, isokor
- THT : Dalam Batas Normal
- Leher : Pembesaran KGB dan tiroid (-)
- Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri
Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan
kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru

29
Auskultasi : vesikuler kanan dan kiri, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea
midklavikula sinistra
Perkusi : batas jantung kanan ICS IV linea sternalis
dextra batas jantung kiri ICS V linea
midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur(-)
- Abdomen
Inspeksi : simetris, datar, kelainan kulit (-), pelebaran
vena (-)
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-), hepatomegali
(-), spleenomegali (-)
Perkusi : timpani di semua lapang abdomen, nyeri
ketuk (-)
- Ekstremitas superior sinistra et dextra : terdapat papul pada lengan
bawah, tangan, dan sela jari

- Ekstremitas inferior sinistra et dextra : edema -/-, akral hangat

30
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien namun dianjurkan untuk
menemukan tungau dengan cara menyikat lesi dengan sikat dan ditampung diatas
selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar atau carilah mula-mula
terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan
jarum dan diletakkan di atas sebuah kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup
dan dilihat dengan mikroskop cahaya.

4.1.2 MENGIDENTIFIKASI DIAGNOSA PSIKOSOSIAL PADA PASIEN


SCABIES
A. Karakteristik Keluarga
Tabel 1. Anggota keluarga yang tinggal serumah

Kedudukan
No Nama Gender Umur Pendidikan Pekerjaan
dalam keluarga

1. Tn. K Kepala Keluarga L 74 thn SD Wiraswasta

2. Ny.T Istri P 47 thn SD IRT

Tidak
3. Tn.A Anak L 24 thn Tidak bekerja
sekolah
Belum tamat
4. An.MR Cucu/ pasien L 9 thn Tidak bekerja
SD
Belum
5. An. H Cucu P 5 thn Tidak bekerja
sekoah

6. Tn.H Family lain L 65 thn SLTP Wiraswasta

Buruh
7. Tn.A Family lain L 31 thn SLTP
nelayan

31
B. Penilaian Status Sosial Dan Kesejahteraan Hidup
Tabel 2 Lingkungan tempat tinggal
Status kepemilikan rumah : milik sendiri
Daerah perumahan : padat penduduk

Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan

Luas rumah : 8 x 6 m2 Keluarga An.MR tinggal di


rumah dengan kepemilikian
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 7 orang milik sendiri. An. MR tinggal

Luas halaman rumah : - dalam rumah yang tidak sehat


dengan lingkungan rumah
Rumah panggung
yang padat dan ventilasi yang
Lantai rumah dari : kayu tidak memadai yang dihuni
Dinding rumah dari : kayu oleh 7 anggota keluarga.
Dengan penerangan listrik 450
Jamban keluarga : ada
watt. Air PAM umum sebagai
Tempat bermain : tidak ada sarana air bersih keluarga.

Penerangan listrik : 450 watt

Ketersediaan air bersih : ada

Tempat pembuangan sampah : tidak ada

32
DAPUR Kamar
Mandi

KAMAR RUANG
8 METER TAMU
KAMAR

6 METER

a. Kepemilikan barang – barang berharga


An.MR memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara lain yaitu,
satu buah televisi berwarna yang terletak di ruang tamu, satu kipas angin yang
terletak di ruang tamu, satu buah kompor gas yang terletak di dapur.
C. Perilaku Terhadap Tungau
Dalam kesehariannya, dari wawancara yang kami lakukan diketahui bahwa pola
prilaku keluarga dan pasien sendiri terhadap tungau kurang baik, hal ini dapat
dinilai dengan :
a. Mandi 1 x sehari
b. Kasur jarang di jemur di bawah sinar matahari

33
c. Berganti-ganti pakaian, handuk, dan alat mandi dengan anggota keluarga
yang lain
d. Ventilasi yang kurang memadai
D. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
a. Tempat berobat
Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, mereka selalu berobat ke
puskesmas untuk mendapatkan terapi yang lebih baik untuk kesembuhan penyakit
mereka.
b. Balita : KMS
Anggota keluarga An.MR ada yang berusia balita sehingga memiliki KMS.
c. Asuransi / Jaminan Kesehatan
Keluarga An.MR tergolong keluarga dengan status ekonomi rendah, namun
keluarga ini sudah memiliki asuransi jaminan kesehatan yaitu Jaminan Kesehatan
Masyarakat ( JAMKESMAS )
E. Sarana Pelayanan Kesehatan (puskesmas)
Tabel 3 Pelayanan Kesehatan
Faktor Keterangan Kesimpulan
An.MR berobat ke
Cara mencapai pusat Kendaraan umum Puskesmas dengan
pelayanan kesehatan mengendarai kendaraan
umum. Menurutnya
kualitas pelayanannya
Tarif pelayanan kesehatan Murah
dinilai memuaskan
sehingga pasien mau
datang kembali untuk
Kualitas pelayanan
Memuaskan berobat.
kesehatan

34
F. Pola Konsumsi Makanan Keluarga
a. Kebiasaan makan :
Keluarga An.MR makan sebanyak dua bahkan sekali sehari. Menu makanan
yang diterapkan dalam waktu makan mereka tidak pernah menentu. Menu
makanan mereka paling sering hanya makan nasi dengan lauk tahu atau tempe,
ikan (biasanya ikan bandeng) beserta sayuran. Untuk makan ayam dan daging
sangat jarang. Adapun makanan yang dimakan oleh keluarga An.MR dimasak
sendiri. Keluarga An.MR jarang mengkonsumsi buah-buahan dan susu. Keluarga
An.MR selalu membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan serta merapikan dan membersihkan peralatan makan mereka setelah
selesai makan.
b. Menerapkan pola gizi seimbang :
Keluarga An.MR masih belum menerapkan pola gizi seimbang kepada seluruh
anggota keluarga karena keterbatasan ekonomi. Sehingga keluarga ini jarang
mengkonsumsi buah-buahan dan susu untuk asupan gizi yang seimbang.
G. Pola Dukungan Keluarga
1. Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga
Mayoritas anggota keluarga An.MR peduli terhadap kesehatan. Untuk An.MR
sendiri yang telah didiagnosis terjangkit penyakit scabies, Seluruh anggota
keluarga senantiasa memberikan dukungan kepada An.MR agar dapat sembuh
dari penyakitnya dengan cara, neneknya selalu mengingatkan pasien untuk
minum obat dan mengoleskan obat secara rutin, makan teratur.
2. Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga
Adapun faktor-faktor yang menghambat dalam kesembuhan An.MR antara lain
jumlah ventilasi dan jumlah jendela yang tidak sesuai dengan ketentuan rumah
sehat sehingga siklus udara di dalam rumah yang sangat minim, jarangnya
membuka jendela rumah sehingga terasa lembab, rumah tidak mendapat
pencahayaan sinar matahari yang cukup, sehingga membuat rumah menjadi gelap,
kebiasaan anggota keluarga berganti-ganti pakaian, handuk, dan alat mandi serta

35
jarang menjemur kasur , kondisi lingkungan sekitar rumah yang berada dalam
pemukiman padat penduduk, dan tingkat ekonomi keluarga yang cukup rendah
sehingga menyebabkan daya beli keluarga terhadap bahan-bahan pokok makanan
rendah, sehingga kualitas makanan yang dikonsumsi juga rendah.

4.1.3 MENGIDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN


DENGAN SCABIES
A. Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal An.MR merupakan lingkungan yang padat penduduk
dan letak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya saling menempel. An.MR
jarang membuka jendela rumahnya sehingga terasa lembab. Sanitasi di lingkungan
rumah An. MR sangat buruk tidak masuk dalam lingkunagan yang sehat.
B. Tingkat Pendidikan Dan Higiene Perorangan
kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan
terutama mengenai kebiasaan mandi hanya 1 x sehari, berganti-ganti pakaian,
handuk, dan alat mandi dengan anggota keluarga yang lain, menjemur kasur dibawah
sinar matahari.
C. Tingkat Kepadatan Rumah
Untuk rumah An.MR disini termasuk rumah yang kurang sehat dimana jumlah
ventilasi dan jumlah jendela yang tidak sesuai dengan ketentuan rumah sehat
sehingga siklus udara di dalam rumah yang sangat minim dan rumah tidak mendapat
pencahayaan sinar matahari yang cukup
D. Keadaan Sosial Ekonomi
Melihat kondisi ekonomi yang berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, dan gizi. Kurangnya pendapatan dapat menyebabkan kurangnya
kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
mempengaruhi status gizi pasien. Pada keluarga An.MR karena penghasilan yang
kurang dan tidak menentu, sehingga mereka kurang mendapatkan asupan gizi yang
baik.

36
4.1.4 MENGETAHUI TERAPI SCABIES
A. Non Farmakologi
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
- Mandi minimal 2 x sehari
- Pakaian yang telah digunakan di pisahkan dengan pakaian anggota keluarga yang
lain kemudian di rendam menggunakan air panas kemudian dicuci
- Menjemur kasur di bawah sinar matahari
- Menjaga sirkulasi udara didalam rumah.
B. Farmakologi
- ceterrizine 1x1/2 tab diminum pada malam hari
- permetrin 5 % (scabimite) diloeskan seluruh tubuh 8-12 jam sebaiknya digunakan
pada malam hari

4.1.5 MELAKUKAN PENGENDALIAN SCABIES DALAM HAL INI


PENCEGAHAN SCABIES
Tabel 4: Rencana tindak lanjut
N WAKTU
KEGIATAN SASARAN KET
O PELAKSANAAN
1Promosi kesehatan 23 september 2015 Meningkatkan
tentang Perilaku derajat kesehatan
Hidup Bersih dan pasien maupun
Sehat. keluarga atau
lingkungan
tempat
tinggalnya.
2Memberikan edukasi 23 september 2015 Agar dapat
tentang penyakit mencegah
Scabies penyakit scabies.

37
Promosi kesehatan dengan pendekatan perilaku hidup sehat seperti makan
makanan yang bersih, mandi minimal 2 x sehari, jangan berganti-ganti pakaian,
handuk, alat mandi dengan anggota keluarga yang lain, menjemur kasur di bawah
sinar matahari.
Pencegahan untuk keluarga berupa memberikan informasi dan penjelasan
mengenai penyakit scabies dan memberikan permetrin 5% untuk pencegahan.

4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 CARA PENEGAKKAN DIAGNOSIS KLINIS SCABIES
Ada 4 tanda kardinal :8
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di pondok
pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena,
tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna
putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm,
pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan keluhan gatal
terutama pada malam hari, terdapat papul dan vesikel pada tempat predileksi penyakit
scabies kemudian dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit yang sama
yaitu adik pasien. Ditemukan 3 dari 4 tanda cardinal penyakit scabies yang berarti

38
pasien didiagnosis scabies walaupun tidak dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
menemukan tungau.
Menurut (William S 2014) scabies dapat didiagnosis dengan riwayat pruritus,
ruam dalam distribusi khas dan riwayat gatal dikeluarga atau lingkungan terdekat.
Temuan tungau, telur, atau fecal merupakan diagnosis definitive pada kasus scabies.
Metode yang paling umum digunakan adalah kerokan kulit. Kerokan kulit diambil
dari lorong yang tidak mengalami ekskoriasi, papula, atau vesikel dengan meneteskan
minyak mineral pada kulit. Hasil yang positif menggambarkan adanya tungau, telur,
atau feses tungau pada preparat.17

4.2.2 MENGIDENTIFIKASI DIAGNOSA PSIKOSOSIAL PADA PASIEN


SCABIES
Pasien tinggal di perumahan padat penduduk dengan lingkungan yang kurang
bersih. Rumah pasien mempunyai ventilasi udara yang kurang sehingga keadaan
rumah menjadi lembab, pasien tinggal serumah berjumlah 7 orang dengan ukuran
rumah 8x6 meter2. Hal ini berdampak pada kesehatan keluarga dengan keadaan
tersebut banyak penyakit yang bisa ditimbulkan.
Pasien diasuh oleh kakek dan neneknya karena orang tua pasien bercerai sejak 4
tahun yang lalu, ibu pasien bekerja diluar kota sebagai buruh harian. Pasien dibiayai
oleh kakek dan pamannya yang merupakan pekerja buruh harian. Setiap hari keluarga
pasien makan dengan lauk pauk yang sederhana, kadang makan 1 x sehari kadang 2 x
sehari. Hal ini berdampak pada asupan gizi pasien.
Menurut (Ponpes 2008) kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat
tinggal, tempat bekerja dan berbagai sarana umum. Kebersihan tempat tinggal
dilakukan dengan cara membersihkan jendela dan perabot rumah, menyapu dan
mengepel lantai, mencuci peralatan makan, membersihkan kamar, serta membuang
sampah. Penularanpenyakit scabies terjadi bila kebersihan pribadi dan kebersihan
lingkungan tidak terjaga dengan baik. 18

39
Menurut (Chandra 2007) ventilasi adalah sarana untuk memelihara kondisi
atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Suatu ruangan yang
terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan
pada penghuni tersebut untuk itu pengaturan siklus udara sangat diperlukan. 18
Menurut (Soedjadi 2003) kelembaban sangat berperan penting dalam
pertumbuhan kuman penyakit. Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang
disukai oleh kuman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Tingkat kelembaban
yang tidak memenuhi syarat ditambah dengan perilaku yang tidak sehat, misalnya
dengan penempatan yang tidak tepat pada berbagai barang dan baju, handuk, sarung
yang tidak tertata rapi, serta kepadatan hunian ruangan ikut berperan dalam penularan
penyakit berbasis lingkungan seperti scabies ( memudahkan tungau sarcpoptes scabei
berpindah dari reservoir kebarang sekitarnya hingga mencapai pejamu baru. 18
Menurut (Nindy Ananda 2014) mengatakan bahwa ada hubungan antara
kelembaban dengan kejadian scabies sekitar 24 sampel yang digunakan 18 sampel
(75 %) yang mempunyai kelembaban ruangan yang tidak baik. Kelembaban yang
tidak baik memiliki resiko 15 x mengalami scabies disbanding yang memiliki
kelembaban ruangan yang baik. 19
Menurut (Soedjadi 2003) kepadatan hunian sangat berpengaruh terhadap
jumlah bakteri penyebab penyakit menular. Selain itu kepadatan hunian dapat
mempengaruhi kualitas udara didalam rumah. Dimana semakin banyak penghuni
didalam rumah maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran
oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar 02
yang diudara. 18
Menurut (Ubaidillah 2013) tingkat social ekonomi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat social
ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan
informasi. 18

40
4.2.3 MENGIDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN
DENGAN SCABIES
Faktor Resiko pada penderita scabies yaitu:
1. Tingkat pengetahuan rendah
2. Higiene perorangan buruk
3. Sanitasi lingkungan buruk
4. Tingkat kepadatan tinggi (Overcrowding)
5. Status gizi kurang/buruk
6. Usia
Menurut (Ubaidillah 2013) tingkat social ekonomi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat social
ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan
informasi. 18
Menurut (Suci Khairiyah 2013) ada hubungan personal hygiene dengan
kejadian scabies dari 138 sampel sekitar 30 sampel menderita scabies yang tidak
hygiene, 4 sampel menderita scabies yang hygiene, 38 sampel tidak menderita
sacabies yang tidak hygiene, dan 66 sampel tidak menderita scabies yang hygiene. 20
Menurut (Nindy Ananda 2014) ada hubungan antara kelembaban dengan
kejadian scabies sekitar 24 sampel yang digunakan 18 sampel (75 %) yang
mempunyai kelembaban ruangan yang tidak baik. Peneliti juga mengatakan
kelembaban yang tidak baik memiliki resiko 15 x mengalami scabies disbanding
yang memiliki kelembaban ruangan yang baik. 19
Menurut (Nindy Ananda 2014) ada hubungan antara suhu dengan kejadian
scabies, sebanyak 20 sampel menderita scabies dengan suhu ruangan yang tidak baik
dan 4 sampel menderita scabies engan suhu ruangan yang baik. suhu ruangan yang
tidak baik memiliki resiko 10 x mengalami scabies disbanding responden dengan
suhu ruangan yang baik. 19

41
Menurut (Nindy Ananda 2014) ada hubungan antara pencahayaan dengan
kejadian scabies, sebnyak 17 sampel menderita scabies dengan pencahayaan yang
tidak baik, dan 4 sampel yang menderita scabies dengan pencahayaan yang baik. 19
Menurut (Soedjadi 2003) kepadatan hunian sangat berpengaruh terhadap
jumlah bakteri penyebab penyakit menular. Selain itu kepadatan hunian dapat
mempengaruhi kualitas udara didalam rumah. Dimana semakin banyak penghuni
didalam rumah maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran
oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar 02
yang diudara. 18
Menurut (Nindy Ananda 2014) ada hubungan antara umur dengan kejadian
scabies, sebanyak 12 sampel yang menderita scabies pada umur < 14 tahun, dan 11
sampel yang menderita scabies pada umur >14 tahun. 19

4.1.4 MENGETAHUI TERAPI SCABIES


Pada pasien diberikan obat topical yaitu permetrin 5 % merupakan sintesa
dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat baik obat ini merupakan pilihan pertama
dalam pengobatan skabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah
dan kecenderungan keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal
ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit
dan dieksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan
selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu,
apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
Diberikan juga cetirizine 10 mg 1x1/2 tablet umtuk menghilangkan gatal.
Sebuah review oleh Cochrane menyimpulkan bahwa permetrin lebih efektif
dari pada crotamiton dan lindane. Kegagalan pengobatan dengan permetrin
dibandingkan dengan crotamiton 0,24 dalam dua percobaan yang melibatkan 194
subjek, dan resiko relative dengan permetrin dibandingkan dengan lindane 0,32
dalam lima percobaan yang melibatkan 753 subyek. Review Cochrane juga
menyimpulkan bahwa ivermectin oral lebih efektif dari pada lindane dan bensil

42
benzoate topical ( resiko relative kegagalan pengobatan dengan ivermectin
dibandingkan dengan lindane, 0,36 dalam 2 percobaan yang melibatkan 193 subyek,
dan resiko relative dengan ivermectin dengan bensil benzoate 0,50 dalam 3 uji coba
yang melibatkan 192 subjek.21

4.1.5 MELAKUKAN PENGENDALIAN SCABIES DALAM HAL INI


PENCEGAHAN SCABIES
Pencegahan yang dilakukan kepada pasien dan keluarganya berupa promosi
kesehatan dengan pendekatan perilaku hidup sehat seperti makan makanan yang
bersih, mandi minimal 2 x sehari, jangan berganti-ganti pakaian, handuk, alat mandi
dengan anggota keluarga yang lain, menjemur kasur di bawah sinar matahari.
Pencegahan untuk keluarga berupa memberikan informasi dan penjelasan mengenai
penyakit scabies dan memberikan permetrin 5% untuk pencegahan.
Menurut (Lita Sri Andayani 2013) pada penelitian perilaku santri dalam upaya
pencegahan scabies yang dilakukan di pondok pesantren Ulumu Qur’an Stabat
berdasarkan berapa kali mandi sebanyak 42 santri mandi 2 x sehari dan 8 santri
mandi 3 x sehari. Berdasarkan tindakan berapa kali ganti baju dalam sehari sebanyak
8 santri mengganti baju 1 x sehari, 27 santri mengganti baju 2 x sehari, 15 santri
mengganti baju 3 x sehari. Berdasarkan tindakan menjemur handuk, sebanyak 23
santri menjemur handuk setiap hari,15 santri kadang-kadang menjemur handuk dalam
sehari, 12 santri tidak menjemur handuk dalam sehari. Berdasarkan tindakan berapa
kali ganti seprei, sebanyak 18 santri mengganti seprei 2 x sebulan, 8 santri mengganti
seprei 3 x sebulan, 20 santri mengganti seprei 4 x sebulan, 4 santri mengganti seprei 5
x sebulan. Berdasarkan tindakan meminjam pakaian, sebanyak 47 santri pernah
meminjam pakaian, 3 santri tidak pernah meminjam pakaian. Berdasarkan tindakan
meminjam bantal, guling, dan selimut, sebanyak 20 santri pernah meminjam
bantal,guling dan selimut, 30 santri tidak pernah meminjam bantal, guling dan
selimut. Tingkat tindakan responden dalam usaha pencegahan penyakit scabies

43
menunjukkan 15 responden (30%) bertindak baik, 13 responden (26%) bertindak
sedang, dan 22 responden (44%) yang bertindak jelek. 22

44
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus Scabies yang dilakukan di layanan primer
(PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan penderita Scabies dengan pendekatan
diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosa menderita Scabies.
2. Berdasarkan diagnose psikososial, pasien dan keluarganya memiliki riwayat
psikososial yang memungkinkan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
3. Berdasarkan faktor resiko yang berhubungan dengan scabies, pasien memiliki
tingkat pendidikan, sanitasi lingkungan, hygiene, status gizi dan umur yang dapat
menyebabkan terjadinya scabies.
4. Berdasarkan terapi scabies yang diberikan kepada pasien, sudah sesuai dengan
standar operasional pengobatan scabies.
5. Berdasarkan pencegahan scabies yang dianjurkan kepada pasien, diharapkan agar
lingkungan dan keluarga pasien tidak menderita penyakit yang sama.

5.2. Saran
1. Kepada anak yang menderita scabies agar selalu menjaga kesehatan, kebersihan
diri dan lingkungannya dan mengatur pola makan yang baik untuk meningkatkan
imunitas pasien.
2. Sebaiknya peranan keluarga dalam memelihara kesehatan dan lingkungan sehat
lebih ditingkatkan lagi dalam upaya pencegahan scabies terutama pada keluarga
dengan anak yang menderita scabies.
3. Diperlukan kerja sama antara anggota keluarga dengan petugas pelayanan
kesehatan dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ditemukan. Pasien

45
dan keluarganya agar lebih terbuka kepada pemberi pelayanan kesehatan jika
ingin mengetahui tentang penyakitnya
4. Sebaiknya dilakukan pencegahan penyakit scabies disekitar wilayah kerja
puskesmas dengan lebih intensif.
5. Promosi kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas berkaitan
dengan gaya hidup, sanitasi dan lingkungan sekitar akan sangat membantu dalam
penanggulangan penyakit scabies.
6. Perlunya pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh, komprehensif, terpadu
dan kesinambungan. Diperlukan suatu rekam medis yang benar dan teratur,
serta terkomputerisasi untuk menunjang pelayanan. Perlunya mengedukasi
pasien scabies tentang cara pencegahan dan pemakaian obat.
7. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap masyarakat
yang tinggal di wilayah-wilayah yang rentan terhadap serangan scabies.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. 1995


: 1-25.
2. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2009 : 119-122.
3. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1. Surabaya :
Airlangga University Press. 2005 : 202-208
4. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis In:
Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. 7th ed. United state of America. McGraw-Hill;
2008. p. 2029-2032.
5. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-1723.
6. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals. 2005;
331: p. 619, 622.
7. Harahap M. Skabies. In: Harahap M, editor. Ilmu Penyakit Kulit.Ed 1. Jakarta:
Hipokrates; 2000. p. 110-113
8. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2009 : 119-122
9. Graham-Brown,Burns. Skabies.Lecture Note on Dermatology.Edisi
Delapan.Jakarta:Erlangga,2005.
10. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Ed 1.
Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran
universitas hasanuddin; 2003. p. 5-10.
11. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.
2005; 81: p. 8 - 10.

47
12. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and bites. In:
Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the skin: Clinical
Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p. 453.
13. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In: Rook’s
textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell; 2010. p.
38.36 – 38.38.
14. Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 84
15. Siregar RS, Folikulitis. In. Hartanto H, editor. Atlas berwarna saripati penyakit
kulit. Ed 2. Jakarta. EGC; 2005. p. 50-51
16. Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of dermatology. 8th
ed. USA. Willey-blackwell; 2010. p. 23.42 – 22.43.
17. William S, Refleksi Kasus Scabies. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta. 2014.p. 2.
18. Chaerullah, Penelitian Tentang penyakit Scabies. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. 2014.
19. Nanda Intan, Hubungan Karakterisitk, Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan
Kejadian Scabies di Pondok Pesantren Darul Amanah. Fakultas Kesehatan.
Universitas Dian Nuswanto. Semarang. 2014.p. 5-11
20. Suci Chairiya, Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies di Pondok
Pendidikan Darul Ulum. Kecamatan Koto Tangah Padang. 2013.p. 165-167
21. Bart J.Currie dkk, Permetrin dan Ivermectin Untuk Scabies. USA. 2011.p.3
22. Lita Sri, Perilaku Santri Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Skabies di Pondok
Pesantren Ulumu Qur’an Stabat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Sumatera Utara. Sumatera utara. 201.p. 4-6

48

Vous aimerez peut-être aussi