Vous êtes sur la page 1sur 17

Asma Bronchial Eksaserbasi Sedang pada Orang Dewasa

IP Ady Putra Astawan (102011141)

Kelompok A4

Email : adyputraastawan@yahoo.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510.Telepon: (021)5694206

Pendahuluan

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap mengganggu
aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat mangkir kerja atau sekolah,
dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktivitas
serta menurunkan kualitas hidup.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai
180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai
300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila
tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan
prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang.

Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak
dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat
serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.1

Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat


dilakukan langsung kepada pasien (autoanamnesis) atau dilakukan terhadap orang tua, wali,
orang yang dekatdengan pasien, atau sumber lain (aloanamnesis). Termasuk didalam
aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatanrekam medik, dan semua

1
keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Oleh karena bayi dan sebagian besar
anak belum dapat memberikan keterangan,maka dalam bidang kesehatan anak alloanamnesis
menduduki tempat yang jauh lebih penting dari pada autoanamnesis. Yang perlu dilakukan
pada anamnesis pada anak adalah sebagai berikut :
1. Identitas :
- Nama
- Umur atau usia
- Jenis kelamin
- Alamat
- Umur/ pendidikan
- Agama dan suku bangsa
2. Riwayat penyakit:
- Sesak
Apakah pasien sesak saat istirahat, beraktivitas, atau berbaring mendatar
(ortopnea)? Berapa jauh pasien dapat berjalan, berlari, atau menaiki tangga ? Apakah
keadaan tersebut kronis atau muncul secara tiba-tiba ? Apakah disertai dengan mengi atau
stridor ?
- Batuk
Apakah batuk kering atau produktif ?Jika produktif apa warna sputum? Apakah
hijau dan purulen? Apakah batuk berdarah (hemoptisis)? Apakah 'berkarat' (pneumonia)
atau merah muda dan berbusa (edema paru)? Apakah terjadi setiap musim dingin atau
merupakan gejala yang baru timbul ?
- Hemoptisis
Berapa kali ? Berapa banyak yang dikeluarkan ?
- Nyeri dada
Kapan dimulainya ? Seperti apa nyerinya ? Dimana dan menjalar kemana ?
Apakah diperberat /berkurang dengan bernapas, perubahan posisi, pergerakan ?Adakah
nyeri tekanan setempat? Gangguan yang mengenai sistem pernapasan umumnya
menyebabkan nyeri 'tipe-pleuritik' yang tajam, teralokalisir, diperberat bila bernapas
dan batuk, atau menimbulkan manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan akibat
keganasan dalam bronkus. Adakah demam, mengigil, penurunan berat badan, malaise,
keringat malam, limfadenopati, atau ruam kulit? Adakah rasa mengantuk berlebihan
disiang hari, mendengkur (khususnya pada pasien obesitas dengan leher yang besar)?
Adakah apnea obstruktif saat tidur ?

2
3. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien sebelumnya memiliki kelainan pernapasan? Asma? Penyakit paru
obsurtruktif kronis (PPOK)? TB atau terpajan TB? Bagaimana pemahaman pasien
mengenai keadaannya dan kepatuhan pada terapi? Apakah pasien pernah masuk rumah
sakit karena sesak napas? Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi? Adakah kelainan
yang ditemukan pada pemeriksaan foto rongent toraks?
- Obat-Obatan
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien ?Apakah baru-baru ini ada perubahan
penggunaan obat?Adakah respons terhadap terapi terdahulu? Apakah pasien
mengkonsumsi tablet , inhealer, nebuliser , atau oksigen ?
- Alergi
Adakah alergi obat/antigen lingkungan ?
- Merokok
Apakah saat ini pasien merokok ?Apakah pasien pernah merokok? Jika ya ,
berapa banyak ?

4. Riwayat keluarga dan sosial


Pernahkah pasien terpajan asbes, debu, atau toksin lain? Apa perkerjaan pasien ?
Adakah riwayat masalah pernapasan dalam keluarga ? Apakah pasien memelihara hewan,
termasuk burung ?

Pemeriksaan Fisik

Melihat pasien apakah tampak sakit ringan atau berat? Apakah jalan nafasnya
adekuat? Jika tidak, betulkan posisi kepala, pasang alat bantu jalan nafas oral, masker laring,
atau intubasi endotrakea. Apakah pasien bernafas? Jika tidak, pastikan jalan nafas terbuka,
berikan oksigen tambahan dan ventilasi. Apakah sirkulasinya adekuat?
Melihat pasien apakah pasien sianosis (perifer atau sentral)? Jika ada sianosis,
hipoksemia pada oksimetri nadi, distress pernapasan, atau pasien tampak sakit berat, berikan
oksigen melalui masker wajah. (penggunaan oksigen konsentrasi tinggi hanya relevan pada
pasien PPOK yang mungkin memiliki dorongan ventilasi hipoksik).
Bagaimana laju dan pola pernafasan? Adakah sesak nafas saat istirahat, saat bergerak,
berpakaian, atau berjalan menuju sofa? Bagaimana penampilan umum pasien (kaheksia,

3
kurus, tanda-tanda obstruksi SVC (kenaikan JVP menetap, dilatasi vena superfisialis dada,
bengkak pada wajah)? Apakah pasien nyaman, kesakitan, lelah, ketakutan, atau tertekan?
Periksa tanda-tanda distress pernafasan : pernafasan cepat, penggunaan otot bantu
pernafasan, rasa tertarik di trakea, retraksi interkostalis, gerakan abdomen paradoksal,
mengerucutnya bibir, atau menurunnya laju pernafasan saat pasien merasa lelah. Adakah
suara mengi yang terdengar jelas (terumata saat eskpirasi) atau stridor (terutama inspirasi)?
Periksa adakah jari seperti tabuh atau nyeri tekan pada pergelangan tangan
(osteoartopati hipertrofik), pewarnaan nikotin pada jemari, atau flap (konsisten dengan retensi
karbondioksida). Periksa denyut nadi pasien dan JVP, tanda-tanda limfadenopati, mulut, dan
hidung. Bagaimana posisis trakea, apakah ada deviasi?
1. Dada
Periksa dada bagian anterior dan posterior dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Bandingkan sisi kiri dan kanan.
- Inpeksi
 bentuk dinding dada dan tulang belakang
 jaringan parut (radioterapi atau pembedahan)
 vena menonjol (obstruksi SVC)
 laju dan irama pernafasan
 pergerakan dinding dada (simetris? Hiperekspansi?)
 retraksi interkostalis
- Palpasi
Periksa adanya nyeri tekan, posisi denyut apeks, dan ekspansi dinding dada.
- Perkusi
Periksa adanya bunyi tumpul atau hiper resonansi.
- Auskultasi
Gunakan bagian diafragma stetoskop. Dengarkan suara nafas, pernafasan bronkial,
dan suara tambahan (ronki, gesekan, mengi). Suara nafas yang menurun atau tidak
terdengar terjadi pada efusi, kolaps, konsodilatasi dengan hambatan jalan nafas,
fibrosis, pneumotoraks, dan naiknya diafragma.Pernafasan bronkial bisa ditemukan
konsolidasi, kolaps, dan fibrosis padat di atas efusi pleura.1

4
Pemeriksaan Penunjang

1. Spirometer. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
2. Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena
pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan
pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan
dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. untuk
diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM
dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam
diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.2
3. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan
asma
4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi
IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor
pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma.
Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST)
bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).
5. Petanda inflamasi. Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya
tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan
spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif
inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel
eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas.
Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan
Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi
endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang
atau sulit dilakukan di luar riset.2
6. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%,
HRB dapat dibuktikan dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan
menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi
saluran napas pada penderita yang sensitif. Respons sejenis dengan dosis yang lebih
besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di samping itu, ukuran alergen dalam
alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan berbagai

5
ukuran dari 2 um sampai 20 um, tidak dalam bentuk nebulasi. Tes provokasi
sebenarnya kurang memberikan informasi klinis dibanding dengan tes kulit. Tes
provokasi nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan
jasmani, inhalasi udara dingin atau kering, histamin, dan metakolin.3

Working Diagnosis

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
enimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, yang menimbulkan gejala
episodik berulang dan mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berkaitan dengan
cuaca. Anamsesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, di tambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan
lebih meningkatkan nilai diagnostik.4

1. Riwayat penyakit/gejala :
- Bersifat episodik,seringkali reveribel dengan atau tanpa pengobatan
- Gejala berupa batuk,sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
- Gejala/timbul/memburuk terutama malam/dini hari
- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
- Respons terhadap pemberian bronkodilator
2. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
- Riwayat keluarga (atopi)
- Riwayat alergi / atopi
- Penyakit lain yang memberatkan
- Perkembangan penyakit dan pengobatan

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmanin dapat normal.
Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling serig ditemukan adalah mengi pada auskultasi.
Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran
objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas, edema dan hipersekresi dapat

6
menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru
yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas.

Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak
napas, mengi dan hiperinflasi.7 demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada
serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah,
sukar biacara, takikardi, hiperniflasi dan penggunan otot bantu napas.5

Klasifikasi

Menurut Global Initiative for Asthma (Medical Communications Resources, Inc ; 2006.)

1. Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih dari 2
kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas
PEV atau FEV1<20%)

2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat
mengganggu aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >2 kali/bulan (FEV1 ≥80%
predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV120-30%)

3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur, gejala
nokturnal >1 kali/ minggu, menggunakan agonis-β2 kerja pendek setiap hari (FEV1
60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau
FEV1>30%).

4. Persisten berat
Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal sering terjadi
(FEV1 ≤60% predicted atau PEF ≤60% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau
FEV1>30%)

7
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum pengobatan)

Derajat Gejala Gejala malam Faal


paru
Intermiten Gejala kurang dari 1x/minggu Kurang dari 2 kali APE >
dalam sebulan 80%
Asimtomatik
Persisten -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi Lebih dari 2 kali dalam APE
ringan kurang dari 1x/hari sebulan >80%

-Serangan dapat menganggu


Aktivitas dan tidur
Persisten -Setiap hari, Lebih 1 kali dalam APE 60-
sedang seminggu 80%
-serangan 2 kali/seminggu, bisa
berahari-hari.

-menggunakan obat setiap hari

-Aktivitas & tidur terganggu


Persisten - gejala Kontinyu Sering APE
berat <60%
-Aktivitas terbatas

-sering serangan
Sumber : Buku Ajar Respirologi ;2008

Different Diagnosis

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)


Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan
patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-
paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya. Penderita yang datang dengan keluhan klinis
dispneu, batuk kronik atau produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko
PPOK sebaiknya dipikirkan sebagai PPOK. Diagnosis PPOK di pastikan melalui

8
pemeriksaan spirometri paksa bronkhodilator. Perasaan rasa sesak nafas dan dada terasa
menyempit merupakan gejala non spesifik yang dapat bervariasi seiring waktu yang dapat
muncul pada seluruh derajat keparahan PPOK.6

Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang
disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang
persisten. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan
sesak. pada bronkitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm
menjadi lebih sempit, berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena
metaplasia sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia
kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas paru-paru.

Merokok menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan poduksi


mukus, menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis kronis (‘batuk produktif > 3
bulan/tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain
itu terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema) yang
menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara, dan peningkatan
usaha untuk bernafas, sehingga terjadinya sesak napas.Dengan berkembangnya penyakit
kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia. Jika oksigen
tambahan menghilangkan hipoksemia, dorongan pernapasan juga mungkin akan hilang,
sehingga memicu terjadinya gagal napas.

Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah
diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

9
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri dan polusi)
 Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat

10
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.2

Epidemiologi

Menurut WHO terdapat 235–300 juta orang di seluruh dunia menderita asma, dan
sekitar 250.000 orang meninggal per tahun karena penyakit ini.Tingkatnya berbeda-beda
antar Negara dengan prevalensi antara 1 dan 18%. Lebih sering ditemukan di negara maju
dibandingkan negara berkembang. Jadi tingkatnya terlihat lebih rendah di Asia, Eropa Timur
dan Afrika. Di negara maju penyakit ini lebih banyak diderita oleh mereka yang kurang
beruntung secara ekonomi sementara di negara berkembang lebih biasa ditemukan di
kalangan atas. Alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui. Lebih dari 80% mortalitas terjadi
di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Walaupun asma dua kali lebih sering ditemukan di kalangan anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan , asma berat terjadi pada keduanya setara. Sebaliknya wanita
dewasa memiliki tingkat asma yang lebih tinggi dibandingkan pria dan lebih sering
ditemukan di kalangan orang muda dibandingkan orang tua.
Tingkat asma global telah meningkat secara tajam antara tahun 1960an dan
2008 sehingga penyakit ini diakui sebagai masalah kesehatan umum utama sejak tahun
1970an. Tingkat asma sudah stabil di negara maju sejak pertengahan 1990an dengan
peningkatan terbaru terutama di negara berkembang. Asma diderita sekitar 7% penduduk
Amerika Serikat dan 5% penduduk Inggris. Di Kanada, Australia dan Selandia Baru
tingkatnya sekitar 14–15%.

11
Patofisiologi

1. Obstruksi saluran respiratori


Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang diprovokasi
mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin
D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh
saraf aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang
ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari otot polos,
pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul
pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket
pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.4
Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah
kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih
besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks. (Gambar 3) Perubahan ini
meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur
yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan
mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja
sehingga kerjanya menjadi tidak optimal.

2. Hiperaktivitas saluran respiratori


Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan
penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan dengan
perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh terhadap
kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas
yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut.
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian
histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced
Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat
dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease
(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun
adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti
histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.

12
3. Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini
disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot
polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat
bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos
dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.
4. Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran
nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma
kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan
pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada
serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan
volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan dari
sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan
sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan
DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis.

Gambaran Klinis

Tanda obstruksi komplet saluran napas atas yang mendadak sangat jelas. Pasien tidak
dapat bernafas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang kerongkongan nya
seperti mencekik (choking). Agitasi, panik dan napas yang tersengal-sengal dan diikuti
sianosis. Selanjutnya akan erjadi gagal napas diikuti dengan hilangnya kesadaran dan apabila
sumbatan tidak dengan segera ditangani akan menyebabkan kematian dalam 2-5 hari.6
Tanda adanya sumbatan saluran napas sebagian di antaranya adalah perasaan
tercekik, tersumbat, batuk, stridor inspirasi serta disponi. Kemungkinan juga terjadi retraksi
dinding intercosta dan supraklavikula. Gagalnya kekuatan inspirasi dapat menyebabkan
ekimonis dermal dan emfisema subkutan. Kegagalan respirasi bisa berlangsung cepat dan
berkembang menjadi obstruksi/ sumbatan komplet. Letargi, gagal napas dan hilangnya
kesadraan merupakan tanda akhir dari hipoksemia pertanda ancaman terjadinya gagal
jantung.

13
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada asma adalah memberikan obat yang dapat mengontrol dan
meredakan asma, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan asma. Untuk itu, harus ada suatu
rancangan penanganan khusus yang bisa disesuaikan untuk pemantauan dan pengelolaan
gejala. Rancangan ini harus memasukkan langkah pengurangan pajanan terhadap alergen,
pengujian untuk mengetahui tingkat keparahan gejala, dan penggunaan obat-obatan.
Rancangan pengobatan harus ditulis dan saran penyesuaian pengobatan harus diberikan
berdasarkan terjadinya perubahan-perubahan pada gejala.
Cara pengobatan asma yang paling efektif yaitu menemukan pemicunya,
misal merokok, hewan peliharaan, atau aspirin, dan menghilangkan pajanan terhadap pemicu-
pemicu tersebut. Jika menjauhi pemicu masih belum cukup, baru disarankan untuk
menggunakan obat. Obat farmasi dipilih berdasarkan, antara lain, keparahan penyakit dan
frekuensi gejala. Pengobatan khusus untuk asma secara luas dikategorikan dalam obat reaksi-
cepat dan reaksi-lambat.

Medika Mentosa
Bronkodilator direkomendasikan untuk pelega jangka pendek. Pada pasien yang
mendapatkan serangan sesekali, tidak diperlukan obat lain. Jika penyakitnya ringan namun
persisten (terjadi serangan lebih dari dua kali dalam seminggu), maka disarankan
menggunakan kortikosteroid hirup dosis rendah atau antagonis leukotriene oral atau stabiliser
sel mast. Bagi pasien yang mendapatkan serangan setiap hari, disarankan menggunakan
kortikosteroid hirup dengan dosis yang lebih tinggi. Pada serangan asma sedang atau berat,
kortikosteroid oral turut ditambahkan ke dalam rancangan pengobatan ini.
1. B2-Agonis
Inhalasi B2 agonis kerja pendek merupakan obat pilihan untuk pengobatan asma akut.
Salbutamol merupakan obat yang banyak dipakai di inhalasi gawat darurat. Obat lain yang
digunakan adalah metaproterenol, terbutalin dan fenoterol. Pemakaian secara inhalasi
mempunyai onset-onset yang lebih cepat dengan efek samping yang lebih sedikit serta lebih
efektif bila dibandingkan pemakaian secara sistemik. Penggunaaan B2 Agonis secara
intravena pada pasien dengan asma akut diberikan hanya jika respon terhadap obat per-
inhalasi sangat kurang atau jika pasien batuk berlebihan dan hampir meninggal.7

14
2. Antikolinergik
Penggunaan antikolinergik berdasarkan asumsi terdapatnya peningkatan tonus vagal
saluran pernapasan pada pasien asma akut, tetapi efeknya tidak sebaik B2-Agonis.
Penggunaan Ipratropium bromida (IB) secara inhalasi digunakan sebagai bronkhodilator awal
pada pasien asma akut, kombinasi pemberian IB dan B2 agonis diindikasikan sebagai terapi
pertama pada pasien dewasa dengan eksaserbasi asma berat.
3. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid secara sistemik diberikan pada penatalaksanaan kecuali kalau
derajat eksaserbasinya ringan. Agen ini tidak bersifat bronkodilator tetapi secara ekstrim
sangat efektif dalam menurunkan inflamasi pada saluran napas.
4. Teofilin
Penggunaan teofilin sebagai obat monoterapi, efektivitasnya tidak sebaik obat golongan
B2 agonis. Pemberian amoniphilin dikombinasi dengan B2 agonis perinhalasi, tidak
memeberikan manfaat yang bermakna. Pemberian obat ini malah akan meningkatkan efek
samping seperti tremor, mual, cemas dan takiaritmia.

Non medika-mentosa
Menjauhi pemicu merupakan komponen kunci dalam meningkatkan kendali dan
mencegah serangan. Pemicu yang paling umum antara lain alergen, rokok (tembakau dan
lainnya), polusi udara,penghambat beta non selektif, dan makanan yang mengandung sulfit.
Merokok dan menjadi perokok pasif dapat mengurangi efektivitas obat seperti kortikosteroid.
Pengendalian tungau debu, termasuk penyaringan udara, bahan kimia pembasmi tungau,
pengisapan debu, pemakaian sprei, dan metode lainnya tidak berpengaruh pada pengurangan
gejala asma.

Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila
terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih
lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas. 8
2. Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema
mediastinum adalah suatu kondisi dimana 26 udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan
pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain
yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada

15
3. Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
4. Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-
sel tubuh.
5. Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

Prognosis

Prognosis dari penyakit asma akut adalah baik jika dapat ditangani dengan baik dan
cepat dan lebih bagus lagi jika gejala-gejala ini sudah di kenali dari anak-anak sehingga
sudah bisa mengikuti terapi pengontrol dan pereda asma dengan baik.

Kesimpulan

Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan peranan banyak sel dan
elemen seluler. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas jalan napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang (mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan
batuk-batuk khususnya pada malam dan atau dini hari). Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan
atau tanpa pengobatan.
Secara etiologis, asma adalah penyakit yang heterogen, dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti genetik (atopik, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan ras) dan faktor-
faktor lingkungan (infeksi virus, pajanan dari pekerjaan, rokok, alergen, dan lain-
lain).Kontrol pemeriksaan diri harus secara teratur dilakukan agar asma tidak menjadi berat
dan pengobatan yang paling baik adalah menghindari faktor pencetusnya.

16
Daftar Pustaka

1. Gleadle,Jonathtan. A a Glance : Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga. Jakarta:


2011;p.26-27
2. Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku
Kedokteran ECG. Jakarta: 2009; p.783-793
3. Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku
Kedokteran ECG. Jakarta: 2010; p.756-759
4. Kumar Vinay, Abbas AK, Aster JC. Buku Ajar Patologi Robbins. Penerbit Buku
kedokteran Elsevier Saunder. Edisi ke-9. Jakarta: 2013; p.461- 465
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Interna Publishing. Jakarta: 2009; p.2216-2229
6. Underwood, JCE. Patologi Umum dan Sistematik. Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Jakarta: 2011; p. 349-406
7. Rudijanto Ahmad, Nasution AR, Madjid A, Rachan AM, Tambunan AS,
Adiwijono,dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit dalam. Edisi ke-6 Jilid 2. Interna Publishing
Pusat Penerbitas Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: 2014; hal.1590-1607
8. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS, Rusmil K,
dkk, penyunting. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Indonesia. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI; 2008.

17

Vous aimerez peut-être aussi