Vous êtes sur la page 1sur 90

ASUHAN KEPERAWATAN

BENIGNA PROSTATE HIPERPLASIA (BPH)

Untuk memenuhi tugas sistem perkemihan yang diampu oleh:

Ibu Salis Miftahul Khoeriyah S.Kep, Ns, M.Kep

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 8

1. Dara Ayu Rosdiana


2. Fely Saputra
3. Putri Puspita Devi
4. Sholeh Ansoriyansah

PRODI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2016/2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan


karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTATE HIPERPLASIA
(BPH)”. Tujuan penulisan makalah ini selain untuk pemenuhan tugas sistem
perkemihan juga untuk menambah pengetahuan dan wawasan kepada
pembaca. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Salis Miftahul Khoeriyah S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen mata
kuliah sistem perkemihan.
2. Kedua Orang Tua tercinta yang telah memberikan dukungan moral
dan materil serta nasihat yang bermanfaat sehingga penulis selalu
ingin berusaha dan tidak mudah menyerah.
3. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu dan
bekerjasama dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sebagai
perbaikan untuk menyusun makalah yang akan datang. Semoga makalah ini
bermanfaat. Amin.

Yogyakarta, 19 April 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ......................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ................................................................................... 6
B. Anatomi Fisiologi ....................................................................... 7
C. Klasifikasi ................................................................................... 12
D. Etiologi ........................................................................................ 13
E. Manifestasi Klinis ....................................................................... 16
F. Patofisiologi ................................................................................ 17
G. Pathway ....................................................................................... 20
H. Komplikasi .................................................................................. 21
I. Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 21
J. Penatalaksanaan .......................................................................... 23
K. Asuhan Keperawatan .................................................................. 30
BAB III
Kasus ................................................................................................. 38
BAB IV
A. Pengkajian ................................................................................... 39
B. Asuhan Keperawatan .................................................................. 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 89
B. Saran ........................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 90

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada
berbagai masalah saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan
peningkatan sesuai dengan umur, terutama mereka yang berusia 60
tahun. Sebagian besar penyakit prostat menyebabkan pembesaran organ
yang mengakibatkan terjadinya penekanan/pendesakan uretra pars
intraprostatik, keadaan ini menyebabkan gangguan aliran urine, retensi
akut dari infeksi traktus urinarius memerlukan tindakan kateterlisasi
segera. Penyebab penting dan sering dari timbulnya gejala dan tanda ini
adalah hiperlasia prostat dan karsinoma prostat. Radang prostat yang
mengenai sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak sengaja
pada jaringan prostat yang diambil dari penderita hiperlasia prostat atau
karsinoma prostat (J.C.E Underwood, 2010).
Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang
ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan
BPH, sehingga pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat
sesuai dengan etiologinya. Terapi yang tidak tepat bisa mengakibatkan
terjadinya BPH berkepanjangan. Oleh karena itu, mengetahui secara
lebih mendalam faktor-faktor penyebab (etiologi) BPH akan sangat
membantu upaya penatalaksanaan BPH secara tepat dan terarah.
Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan
pada klien tentang penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan
komplikasi yang akan terjadi bila tidak segera ditangani. Kemudian pada
aspek preventif perawat memberikan penjelasan bagaimana cara
penyebaran penyakit BPH, misalnya cara pembesaran prostat akan
menyebabkan obstruksi uretra. Secara kuratif perawat berperan
memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter.

4
Aspek rehabilitatif meliputi peran perawat dalam memperkenalkan pada
anggota keluarga cara merawat klien dengan BPH dirumah, serta
memberikan penyuluhan tentang pentingnya cara berkemih.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi BPH?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi BPH?
3. Bagaimana klasifikasi BPH?
4. Bagaimana etiologi BPH?
5. Bagaimana manifestasi klinis BPH?
6. Bagiamana patofisiologi BPH?
7. Bagaimana pathway BPH?
8. Bagaimana komplikasi BPH?
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang BPH?
10. Bagaiamana penatalaksanaan BPH?
11. Bagaimana asuhan keperawatan BPH?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan mengenai definisi BPH.
2. Untuk menjelaskan mengenai anatomi dan fisiologi BPH.
3. Untuk menjelaskan mengenai klasifikasi BPH.
4. Untuk menjelaskan mengenai etiologi BPH.
5. Untuk menjelaskan mengenai manifestasi klinis BPH.
6. Untuk menjelaskan patofisiologi BPH.
7. Untuk menjelaskan mengenai pathway BPH.
8. Untuk menjelaskan mengenai komplikasi BPH.
9. Untuk menjelaskan mengenai pemeriksaan penunjang BPH.
10. Untuk menjelaskan penatalaksanaan BPH.
11. Untuk menjelaskan mengenai asuhan keperawatan BPH.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang
sering terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon
prostat (Yuliana Elin, 2011).
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar
prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi
ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer
dan Bare, 2002).
BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi
uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi
leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan aliran
kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur
50 tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada
prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran
dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine (
Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 :
671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun)

6
menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran
urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna
Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang
disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50
tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan
perkemihan.

B. Anatomi Fisiologi
1) Anatomi Prostat
Menurut Wibowo dan Paryana (2009). Kelenjar prostat
merupakan organ khusus pada lokasi yang kecil, yang hanya dimiliki
oleh pria. Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih (vesika
urinaria) melekat pada dinding bawah kandung kemih di sekitar
uretra bagian atas. Biasanya ukurannya sebesar buah kenari dengan
ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram dan akan
membesar sejalan dengan pertambahan usia. Prostat mengeluarkan
sekret cairan yang bercampur secret dari testis, perbesaran prostate
akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar
prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar
yang terbagi atas 4 lobus yaitu:

a) Lobus posterior.

b) Lobus lateral.

c) Lobus anterior.

d) Lobus medial.

Batas lobus pada kelenjar prostat:

a) Batas superior.
Basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang

7
lain. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas
diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas
apex permukaan anterior.
b) Anterior.
Permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang
terdapat pada cavum retropubica (cavum retziuz). Selubung
fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os
pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak
pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia
pelvis.
c) Posterior.
Permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan
permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh
septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk
pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
d) Lateral.
Permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.
levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat
untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral
orificium utriculus prostaticus. Lobus lateral mengandung
banyak kelenjar.

8
Gambar 2. 1 : Letak anatomi prostat (Hidayat, 2009)

Prostat terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot


polos Prostat dibentuk oleh jaringan kelenjar dan jaringan
fibromuskular. Prostat dibungkus oleh capsula fibrosa dan bagian
lebih luar oleh fascia prostatica yang tebal. Diantara fascia
prostatica dan capsula fibrosa terdapat bagian yang berisi anyaman
vena yang disebut plexus prostaticus. Fascia prostatica berasal dari
fascia pelvic yang melanjutkan diri ke fascia superior diaphragmatic
urogenital, dan melekat pada os pubis dengan diperkuat oleh
ligamentum puboprostaticum. Bagian posterior fascia prostatica
membentuk lapisan lebar dan tebal yang disebut fascia
Denonvilliers. Fascia ini sudah dilepas dari fascia rectalis
dibelakangnya. Hal ini penting bagi tindakan operasi prostat (
Purnomo, 2011).

Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-


50 kelenjar yang, terbagi atas empat lobus, lobus posterior, lobus
lateral, lobus anterior, dan lobus medial. Lobus posterior yang
terletak di belakang uretra dan dibawah duktus ejakulatorius lobus

9
lateral yang terletak dikanan uretra, lobus anterior atau isthmus
yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dekstra
dan lobus sinistra, bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya
berisi otot polos, selanjutnya lobus medial yang terletak diantara
uretra dan duktus ejakulatorius, banyak mengandung kelenjar dan
merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae
yang menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus medial ini
membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin
pada waktu berkemih (Wibowo dan Paryana, 2009).

Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah


walnut atau buah kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6
cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat
sekitar 20 gram. Bagian- bagian prostat terdiri dari 50 – 70 %
jaringan kelenjar, 30 – 50 % adalah jaringan stroma (penyangga)
dan kapsul/muskuler. Bagian prostat terlihat di gambar 2.2.

Gambar 2.2 : Bagian prostat (Hidayat, 2009)

10
Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan
parasimpatik dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang
menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis dan
simpatik dari nervus hipogastrikus. Rangsangan parasimpatik
meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat
kedalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. System
simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula
prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat banyak reseptor
adrenergic. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan
tonus otot tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami
pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat
menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya
obstruksi saluran kemih (Purnomo, 2011).

2) Fisiologi

Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat


tubuh yang tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan
mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian yang peka
terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi
peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian
tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen
berkurang sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel
kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase yang
paling aktif bekerja pada pH 5.

Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih


susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam
fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis. Selama
pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan
berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan
prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan
prostat merupakan 70% volum cairan ejakulat

11
cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon
dan menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh
wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini
dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada
saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh
volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama
dan dapat melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan
melakukan pembuahan, sperma tidak dapat bergerak optimal
sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya
mungkin bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan dan
lain tersebut setelah ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan
dan fertilitas sperma ( Wibowo dan Paryana, 2009 ).

C. Klasifikasi
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan
De jong (2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi
:
1) Derajat 1.
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa
urin kurang dari 50 ml
2) Derajat 2.
Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan
batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3) Derajat 3.
Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat
tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4) Derajat 4.
Apabila sudah terjadi retensi urine total.

12
D. Etiologi
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada
beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses
yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal
dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan
sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel
prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini
jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang
dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-
Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi
RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi
sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan
keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya
umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi
peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi
prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius)
hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara
pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :

1) Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan


estrogen pada usia lanjut.

2) Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu


pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

3) Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel


yang mati.

Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang


diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab
BPH menurut Purnomo (2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron

13
(DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya
kematian sel (apoptosis), teori sel stem.

1) Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat


penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis
testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT)
dalam sel prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT
kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian
dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim
5alfa –reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.

2) Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)


Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandi-
ngan antara kadar estrogen dan testosteron e relative meningkat.
Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya
poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah
reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel
prostat (apoptosis).Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru
akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah
ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi
lebih besar.

14
3) Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang
lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF
dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi
atau infeksi.

4) Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis).


Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya
sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di
sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan
normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada
prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang
mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat
baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga
terjadi pertambahan masa prostat.

5) Teori sel stem.


Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem,
yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat

15
ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan
hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya
menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

E. Manifestasi Klinis

1. Gejala iritatif, meluputi:

a) Peningkaan frekuesnsi berkemih.

b) Nocturia (terbangun di malam hari untuk miksi)

c) Perasaan untuk ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat


di tunda (urgensi).

d) Nyeri pada saat miksi (disuria).

2. Gejala obstruktif, meliputi:

a) Pancaran urin melemah.

b) Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong


dengan baik.

c) Jika ingin miksi harus menunggu lama.

d) Volume urin menurundan harus mengedan saat berkemih.

e) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus.

f) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine


dan inkontinensia karena pernumpukan berlebih.

g) Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia


(akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan
etensi urun kronis dan volume residu yang besar.

3. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah,


dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Berdasarkan keluhan dapat menjadi menjadi:


16
a) Derajat 1, penderita merasakan lemahnya pancara berkemih,
kencing tidak puas, frekuensi kencing bertambah terutama di
malam hari.

b) Derajat 2, adanya retensi urin mak timbulah infeksi. Penderita


akan mengeluh pada saat miksi terasa panas (disuria) dan
kencing malam bertambah hebat.

c) Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini


maka bisa timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi
askenden menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan
pielonefritis, hidronefrosis.

F. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak
di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa
± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya
Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara
lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005),
menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun
dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose
di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar
ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel
kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah
yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek
terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan.
Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat

17
sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara
garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang
trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal
setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang
bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor
akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat
dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang
disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar
diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula
sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-
putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada
akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi
walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria
tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih
tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia
paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks
vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan
terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari
obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi

18
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan
menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria
akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan
media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat,
2005).

19
G. Pathway

20
H. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH
adalah :

1) Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi

2) Infeksi saluran kemih

3) Involusi kontraksi kandung kemih

4) Refluk kandung kemih

5) Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin


terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika
meningkat.
6) Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7) Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan
bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.

8) Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan


pada waktu miksi pasien harus mengedan.

I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1. Laboratorium
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting
dilakukan untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan
infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui
kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap
beberapa antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas.

21
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi
dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan
biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah
prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama
dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat,
demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.

2. Radiologis/pencitraan.
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan
untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat
disfungsi buli- buli dan volume residu urin serta untuk mencari
kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak
berhubungan dengan BPH.
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya
batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat,
dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan urin
sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat,
serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter
yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh
kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk
seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-
belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu
adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar

22
kelenjar prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah
residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa
urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan
mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

J. Penatalaksanaan
1) Observasi.

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien


dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang
ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat
dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan
tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering
miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang
yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar
sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing
terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan
hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan
untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa
kencing dan pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011).

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011)


dapat diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran
urin:

a) Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin
dapat diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi
atau ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.

b) Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara


menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin.

23
2) Terapi Medikamentosa.
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang
diberikan pada penderita BPH adalah :
a) Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot
berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra.
b) Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik).
c) Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar
hormone testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH,
menurut Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik
alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.
a) Penghambat adrenergenik alfa.
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin,
doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a
(Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis
tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis
alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat mengurangi
obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas
detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang
banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika,
prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah
prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan
miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran
air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah
ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul
adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat
yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer,

24
dekongestan, obat-obat ini mempunyai efek pada otot
kandung kemih dan sfingter uretra.

b) Pengahambat enzim 5 alfa reductase.


Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis
1X5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat
pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan
mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan
alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang
besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini
baru menunjukkan perbaikan sedikit/28 % dari keluhan
pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus
menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan
pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya
adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.

c) Fitofarmaka/fitoterapi.
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw
palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi
setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil
volum prostat.

3) Terapi bedah.

Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk


dilakukan pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi,
adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda
penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan
perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan untuk
tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan
komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi
bedah yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka
25
dan pembedahan endourologi.

a) Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi


prostatektomi terbuka yang biasa digunakan adalah :
1) Prostatektomi suprapubic.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen. Insisi dibuat dikedalam
kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari
atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk
kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi
yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan
darah yang cukup banyak dibanding dengan metode
lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi
abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur
bedah abdomen mayor.
2) Prostatektomi perineal.
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar
melalui suatu insisi dalam perineum. Teknik ini
lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy
terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah
mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat
dnegan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi
dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi
dan cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik.
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan
cara insisi abdomen rendah mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih
tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat
tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi
dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang
lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih
mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi

26
diruang retropubik.

Gambar. 2.3 Terapi Bedah (Smeltzer dan Bare, 2002)

b) Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi


transurethral dapat dilakukan dengan memakai tenaga
elektrik diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP).
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak
dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan
transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas)
agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup
darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang
sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr.
Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran

27
prostat terjadi dalam lobus medial yang langsung
mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai
kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara
terus menerus dilaksanakan untuk mencegah
pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP
antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan
serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit
lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak
enak pada kandung kemih, spasme kandung kemih
yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi,
fertilitas (Baradero dkk, 2007).

2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

Adalah prosedur lain dalam menangani BPH.


Tindakan ini dilakukan apabila volume prostat tidak
terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari
penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau berat,
dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau
kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau
dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul
prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada
uretra dan mengurangi konstriksi uretral.
Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa
mengalami ejakulasi retrograde (0-37%) (Smeltzer
dan Bare, 2002).

3) Terapi invasive minimal

Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal


dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi terhadap
tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal

28
diantaranya Transurethral Microvawe
Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon
Dilatation (TUBD), Transuretral Needle
Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA),
Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.

a) Transurethral Microvawe Thermotherapy


(TUMT), jenis pengobatan ini hanya dapat
dilakukan di beberapa rumah sakit besar.
Dilakukan dengan cara pemanasan prostat
menggunakan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui transducer
yang diletakkan di uretra pars prostatika, yang
diharapkan jaringan prostat menjadi lembek.
Alat yang dipakai antara lain prostat.
b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada
tehnik ini dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran
kemih yang berada di prostat dengan
menggunakan balon yang dimasukkan melalui
kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan
prostat kecil,

kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat


menghasilkan perbaikan gejala sumbatan,
namun efek ini hanya sementar, sehingga cara
ini sekarang jarang digunakan.

c) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada


teknik ini memakai energy dari frekuensi radio
yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat
selsius, sehingga menyebabkan nekrosis
jaringan prostat. Pasien yang menjalani TUNA
sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan
kadang-kadang terjadi retensi urine (Purnomo,

29
2011).
d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang
dipasang pada uretra prostatika untuk
mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat,
selain itu supaya uretra prostatika selalu
terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen
uretra prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan
bagi pasien yang tidak mungkin menjalani
operasi karena resiko pembedahan yang cukup
tinggi.

K. Asuhan Keperawatan
1) Fokus Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada
penderita BPH merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare
(2002) , Tucker dan Canobbio (2008) ada berbagai macam,
meliputi :
a. Demografi.
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun.
Ras kulit hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan
ras kulit putih. Status social ekonomi memili peranan penting
dalam terbentuknya fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan
memiliki pengaruh terserang penyakit ini, orang yang
pekerjaanya mengangkat barang-barang berat memiliki
resiko lebih tinggi..
b. Riwayat penyakit sekarang.

Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah


frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah,
rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi ( sulit memulai
miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu
miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine.

30
c. Riwayat penyakit dahulu.

Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK),


adakah riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien
pernah menjalani pembedahan prostat / hernia sebelumnya.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga


yang menderita penyakit BPH.

e. Pola kesehatan fungsional.

1. Eliminasi.

Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk


frekuensinya, ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus
bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia),
kekuatan system perkemihan. Tanyakan pada pasien
apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan
aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah
ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi
prostat kedalam rectum.

2. Pola nutrisi dan metabolism.

Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan


pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman,
kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu
nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.

3. Pola tidur dan istirahat.

Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang


berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada
malam hari ( nokturia ).

4. Nyeri/kenyamanan.

Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat,

31
nyeri punggung bawah.

5. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.

Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan


obat- obatan, penggunaan alkhohol.

6. Pola aktifitas.

Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari,


aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan
berolah raga. Pekerjaan mengangkat beban berat.
Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit.
Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak
mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu
memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.

7. Seksualitas.

Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi


pada kemampua seksual akibat adanya penurunan
kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh pembesaran dan
nyeri tekan pada prostat.

8. Pola persepsi dan konsep diri.

Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang


dialami atau dirasakan pasien sebelum pembedahan
dan sesudah pembedahan pasien biasa cemas karena
kurangnya pengetahuan terhadap perawatan luka
operasi.

32
f. Pemeriksaan Penunjang.
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007)
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
BPH meliputi :
1) Laboratorium.
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin
penting dilakukan untuk melihat adanya sel leukosit,
bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna
untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan
sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyulit yang menegenai
saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum
dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsin ginjal dan status metabolic.
c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA)
dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy
atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA
<4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila
nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate specific
antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15
maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian
pula bila nila PSA > 10 ng/ml.
2) Radiologis/pencitraan.
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis
bertujuan untuk memperkirakan volume BPH,
menentukan derajat disfungsi buli- buli dan volume
residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain,
baik yang berhubungan maupun tidak berhubungan
dengan BPH.
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan
adanya batu opak di saluran kemih, adanya

33
batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli
yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi
urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis
akbibat kegagalan ginjal.
b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk
mengetahui kemungkinan adanya kelainan pada
ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar
prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)
atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti
mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-
belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-
buli.
c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar
kelenjar prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan
jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli,
mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau
tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin
ada dalam buli-buli.

34
2) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cidera biologis
(pembesaran prostat).
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi
anatomi.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.

3) Fokus Intervensi
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cidera biologis
(pembesaran prostat).
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri
kronis dapat teratasi dengan KH:
 Pasien dapat mengendalikan nyerinya.
 Skala nyeri 2.
 Pasien dapat menikmati aktivitas senggang.
 Pasien mengenali factor-faktor yang meningkatkan nyeri
dan melakukan tinakan pencegahan.
NIC :
a) Pantau tingkat nyeri pasien.
Rasional : Untuk membantu dalam menentukan
keefektifan intervensi.
b) Bantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor.
Rasional : Untuk membantu pasien menentukan rasa
nyaman saat nyeri muncul.
c) Ajarkan pasien teknik nonfarmakologi (kompres,
relaksasi dan distraksi).
Rasional : Membantu untuk mengalihkan rasa sakit yang
dirasakan pasien.
d) Kolaborasikan dengan ahli medis lain dalam pemberian
analgesik (ketorolac 30 mg setiap 6 jam).
Rasional : Membantu untuk mengurangi rasa nyeri.

35
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi
anatomi.
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan
gangguan eliminasi urine dapat teratasi dengan KH:
 Menunjukkan eliminasi urin jarang.
 Mengosongkan kandung kemih sepenuhnya.
 Eliminasi urin tidak terganggu.
 Pengeluaran urin tanpa nyeri atau urgensi.
NIC :
a) Pertahankan pola eliminasi urine.
Rasional : Agar pola eliminasi tetap terjaga tidak
mengalami perubahan.
b) Berikan kateterisasi urine.
Rasional : Agar tidak terjadi distensi kandung kemih.
c) Ajarkan pasien tanda dan gejala adanya infeksi.
Rasional : Untuk menambah pengetahuan pasien tentang
terjadinya infeksi dan mencegah terjadinya infeksi.
d) Kolaborasikan dengan ahli medis lain dalam pemberian
obat yang sesuai.
Rasional : Memberikan terapi yang tepat untuk pasien.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.


NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan
intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan KH:
 Pasien melaporkan tingkat ketahankan yang adekuat
untuk aktivitas.
 Pasien dapat menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
 Menampilkan aktivitas sehari-hari dengan beberapa
bantuan seperti eliminasi dengan ambulasi untuk ke
kamar mandi.

36
NIC :
a) Pantau tingkat energy dan toleransi pasien terhadap
aktivitas.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan
pasien.
b) Bantu pasien untuk melakukan AKS.
Rasional : Untuk mempermudah pasien dalam melakukan
aktivitas.
c) Ajarkan pasien tentang pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Rasional : Mencegah kelemahan otot dan merangsang
mobilisasi.
d) Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian asupan
nutrisi yang sesuai.
Rasional : Memberikan terapi yang tepat untuk pasien.

37
BAB III

KASUS

Tn.F usia 63 tahun, datang ke RSUP H. Adam Malik dengan keluhan


pancaran kencing lemah, miksi tidak puas sejak 6 bulan yang lalu. Klien
juga mengeluh frekuensi BAK bertambah terutama malam hari, nyeri
berkemih, mengalami kesulitan diawal berkemih, rasa ingin berkemih
tetapi keluarnya sedikit dan urine terasa tertahan. Saat ini pasien mengalami
hipertensi (TD : 160/100 mmHg) dan anemia (Hb : 10 gr/dl). Pemeriksaan
fisik : Rectal Touch (+) .Pasien di diagnosa dengan BPH (Benigna Prostat
Hiperplasia).

38
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN PADA TN.F DENGAN

BENIGNA PROSTATE HIPERPLASIA (BPH)

DI RUANG DELIMA RSUP H. ADAM MALIK

A. Pengkajian

Tgl. Masuk : 27 Januari 2017 Tanggal Pengkajian : 27 Januari 2017

Jam : 08.00 WIB Jam : 09.00 WIB

No. CM : 353xxxxxx Data diperoleh dari : wawancara

Dx. Medis : BPH

IDENTITAS

Pasien Penanggung jawab Pasien

Nama (inisial) : Tn.F Nama (Inisial) : Ny.A

Umur : 63 tahun Umur : 60 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan :Wiraswasta

Alamat : Jalan Nitikan Baru Hubungan dengan pasien: Istri

Status Pernikahan : Kawin

39
A. RIWAYAT KESEHATAN

Alasan Masuk RS:

Pasien mengatakan pancaran kencing lemah, miksi tidak puas sejak


6 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh frekuensi BAK bertambah
terutama malam hari, nyeri berkemih, mengalami kesulitan diawal
berkemih, rasa ingin berkemih tetapi keluarnya sedikit dan urine terasa
tertahan.

Keluhan Utama Saat Pengkajian:

Pasien mengatakan nyeri saat berkemih.

Riwayat Kesehatan Sekarang (Kronologis munculnya gejala sampai


dengan kondisi saat ini):

Pasien mengatakan dulu saat BAK terkadang terasa nyeri dan panas
pada bagian perut bawah atas kemaluan dan hanya membiarkannya saja,
hingga 6 bulan yang lalu gejala tersebut semakin bertambah dan tak
tertahankan lagi rasa sakitnya. Pasien merasakan pancaran kencing lemah,
miksi tidak puas frekuensi BAK bertambah terutama malam hari, nyeri
berkemih mengalami kesulitan diawal berkemih, rasa ingin berkemih
tetapi keluarnya sedikit dan urine terasa tertahan. Sehingga pasien di bawa
ke RSUP H. Adam Malik pada pukul 08.00 WIB bersama dengan istrinya.

Riwayat pengobatan saat di rumah: Tidak Ya, jika Ya sebutkan :

Nama Dosis Cara Frekuensi Waktu dan Tanggal


Obat Pemberian Terakhir Diberikan

40
Riwayat pengobatan saat di IGD: Tidak  Ya, jika Ya

sebutkan:

Nama Obat Dosis Cara Frekuensi Waktu dan


Pemberian Tanggal Terakhir
Diberikan

Captopril 12,5mg Oral 1 x 1 tablet Senin, 27 Januari


2017 jam 08.00
WIB

Infus RL 500 ml IV 20 tpm Senin, 27 Januari


2017 jam 08.00
WIB

Ferofort 150mg Oral 1 x 1 tablet Senin, 27 Januari


2017 jam 08.00
WIB

Ketorolac 30 mg IV Setiap 6 jam Senin, 27 Januari


2017 jam 08.00
WIB

Riwayat Kesehatan Dahulu (Rawat inap, operasi, penyakit menular,


penyakit keturunan, penyakit dalam):

Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah melakukan operasi,


tidak mempunyai penyakit menular, tidak memiliki penyakit keturunan.

Riwayat Pengobatan Alergi :  Tidak Ya

Jika Ya: a. Alergi obat:  Tidak Ya

jenis/nama obat: tidak ada

41
b. Lain-lain : Asma Eksim kulit Makanan Debu
Udara : Tidak ada alergi

Reaksi utama yang timbul: Tidak ada alergi

Riwayat merokok:  Tidak Ya, Sigaret/Pipa/Kretek

Jumlah/hari/lama : Tidak merokok

Riwayat minum-minuman keras:  Tidak Ya,

jenis/jumlah/hari/Lama : Tidak pernah minum minuman keras

Riwayat Kesehatan Keluarga :

Diabetes Kanker Hipertensi Jantung Tuberculosis Anemia

 Tidak ada

Genogram (3 Generasi):

42
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Hubungan Keluarga

---------------- : Tinggal Serumah

B. POLA FUNGSI KESEHATAN

N Pola Sebelum Masuk Rumah Sakit Saat Di Rumah Sakit


Fungsi
O
Kesehat
an

1 Persepsi Pandangan terhadap kesehatan: Pandangan terhadap kesehatan:


dan
Pemeliha  Penting biasa saja kurang  Penting biasa saja kurang

raan penting penting


Kesehata
Tidak penting Tidak penting
n
Kebiasaan pribadi apabila sakit: Harapan terhadap penyakit:

Periksa ke dokter ke  Cepat sembuh Tidak kambuh

puskesmas
 Bisa beraktivitas Lain-lain
Datang ke RS Obat apotek
Sikap terhadap
Dibiarkan saja Lain-lain
pengobatan/perawatan:

 Kooperatif Menolak

43
Lain-lain

2 Nutrisi Makan: Makan:

Jenis makanan: Jenis makanan saat ini:

Pasien mengatakan makan nasi, lauk Pasien mengatakan makan nasi, lauk
pauk dan sayur pauk dan sayur yang disediakan
Rumah Sakit
Frekuensi : 3 x/hari
Habis berapa porsi: 1 posi Frekuensi : 3 x/hari
Makanan Kesukaan: Nasi sop dan Habis berapa porsi: 1 porsi
nasi goreng Makanan Kesukaan: nasi sayur sop

BB: 45kg TB: 150cm IMT: 20 BB: 45kg TB: 150cm IMT: 20

Nausea/Vomitus :  Tidak Ya Diit pengganti: Tidak ada

NGT, no……sejak tgl………….


Jika ya, jumlah: tidak muntah

frekuensi: tidak ada Sulit menelan : Tidak Ya

Nausea/Vomitus :  Tidak Ya

Warna/konsistensi:tidak ada
Jika ya, jumlah: tidak mengalami
mual muntah

Minum: Frekuensi: tidak ada

 Air putih, Jumlah: 5-6 gelas Warna/konsistensi: tiak aa


Minum:
per hari
Puasa  Air putih,Jumlah:
Lain-lain:
Lain-lain:

44
Minum teh hangat setiap pagi dan Tidak ada
malam

ADL 0 1 2 3 4 ADL 0 1 2 3 4

3 Aktivitas Makan /  Makan / 


dan minum minum
Latihan
Toileting Toileting
 
Berpakaian  Berpakaian 

Mobilisasi  Mobilisasi 
dari tempat dari tempat
tidur tidur
 
Berpindah Berpindah
 
Ambulasi Ambulasi

Keterangan Keterangan:

0 : mandiri 0 : mandiri

1: dengan alat bantu 1: dengan alat bantu

2: dibantu orang lain 2: dibantu orang lain

3:dibantu orang lain dengan alat 3:dibantu orang lain dengan alat

4:tergantung total 4:tergantung total

4 Tidur Kebiasaan sebelum tidur: Kebiasaan sebelum tidur:


dan
Mulai tidur malam jam 23.00
Istirahat Mulai tidur malam jam 21.00 bangun
bangun jam 04.00
jam 05.00
Mulai tidur siang jam 13.00 bangun Mulai tidur siang jam 13.00 bangun
jam 14.00 jam 15.00

45
Kualitas tidur: Nyenyak Kualitas tidur: Nyenyak

Sering bangun Lain-lain: Sering bangun Lain-lain:

mata tampak kuyu mata tampak kuyu

5 Eleminas BAB BAB


i
 Normal konstipasi diare  Normal konstipasi diare

Frekuensi bab/hr: 1 kali dalam sehari Frekuensi bab/hr: 1 kali dalam sehari
berwarna kuning setiap pagi tidak berwarna kuning setiap pagi tidak
encer tidak terlalu padat encer tidak terlalu padat

Melena Melena

Lain-lain: tidak ada Inkontinensia alvi ileostomy

Colostomy, jelaskan : tidak ada

Lain-lain: tidak ada

BAK BAK

Frekuensi: 5 kali sehari jumlahnya Frekuensi: 10-15 kali sehari


tidak terlalu banyak tidak terlalu jumlahnya banyak terutama pada
sedikit malam hari.

Warna : kuning Warna : kuning

 Normal inkontinensia urin  Normal inkontinensia urin

Hematuria Hematuria

Nokturia disuria Nokturia disuria  urine

menetes
 urine menetes
Kateter
Lain-lain: tidak ada

46
Ukuran kateter : tidak ada

Volume: tidak ada

Warna: kuning jernih

Lain-lain: tidak ada

6 Persepsi Harga diri:


Diri Rendah diri Tak ada masalah Lain-lain:…………………….

Ideal diri:

Sembuh dari penyakit Tak ada masalah Lain-lain: ……………

Peran diri (dalam keluarga):

Kepala keluarga / Ibu rumah tangga Anak Lain-

lain………………
Peran diri (dalam pekerjaan):

Buruh Karyawan Lain-lain : Pedagang


Gambaran diri:

Pasrah Bersih  Tak ada masalah Lain-lain : ingin cepat

sembuh dari penyakit


Identitas diri:

Menerima jenis kelamin diri  ya tidak

Menerima status/peran diri  ya tidak

Lain-lain: tidak ada

7 Peran Pekerjaan:  wiraswasta sebagai Orang yang membantu perawatan


dan di RS:
pedagang swasta
Hubunga
n Sosial PNS Lain2  Suami/isteri  Anak

Saudara
Tinggal bersama:
Tetangga Lain-lain: tidak

47
 Suami/istri orangtua ada

Hubungan dengan keluarga dan


Anak teman sendiri tetangga selama di RS:

lain – lain: tidak ada  Baik/sering dijenguk tidak

Hubungan dengan keluarga: dijenguk

Baik Kurang baik lain-lain Lain-lain: tidak ada

Hubungan dengan Hubungan dengan teman


tetangga/masyarakat: sekamar/pasien lain:

 Baik kurang baik lain-lain Baik Kurang baik

lain-lain

Hubungan dengan
dokter/perawat/tim kesehatan di
RS:

 Baik Kurang baik

lain-lain

8 Seksual Wanita:
dan
Hamil: tidak ya tidak diketahui
Reprodu
ksi Tanggal haid terakhir:

masalah haid: Tidak ada Ada, sebutkan

Pemeriksaan cervix/papsmear terakhir :

Px payudara sendiri : tidak ya

48
Mamografi terakhir tgl:

Penggunaan alat kontrasepsi: Tidak ya, jenis:

Kelainan reproduksi/seksual:  Tidak ada ada, sebutkan:

Laki-laki:

Masalah prostat: tidak  ya

Penggunaan alat kontrasepsi:

Tidak ya, jenis:

Kelainan reproduksi/seksual:  Tidak ada ada, sebutkan:

Lain-lain:…………………………..

9 Nilai dan Agama: Islam Agama: Islam


Keperca
Jenis ibadah: Sholat dan ngaji di Jenis ibadah: Sholat
yaan
rumah
Frekuensi beribadah: 5 kali sehari
Frekuensi beribadah: sholat 5 kali
Cara beribadah:
sehari

Cara beribadah: Berdiri Duduk  Berbaring

 Berdiri Duduk Berbaring Lain-lain: tidak ada

Hambatan dalam beribadah:


Hambatan dalam beribadah: Tidak ada
tayamum, susah untuk berdiri

Bantuan yang dibutuhkan untuk


beribadah: selimut dan tutup kepala

10 Manajem Marah/tegang Sedih Takut terhadap terapi/ lingk RS


en
Menangis Marah/tegan  Sedih

49
Koping Senang Mudah tersinggung Menangis

Tenang  Gelisah Cemas Senang Mdh tersinggung

Rendah diri Tenang  Gelisah Cemas

Tdk mampu menahan diri Rendah diri

 Share dengan orang terdekat Tdk mampu menahan diri

Lain-lain: tidak ada


Lain-lain: tidak ada

11 Kognitif Pandangan terhadap penyakitnya:


Perseptu
al  Parah/berat Biasa Ringan

Pengetahuan tentang penyakitnya:

Definisi:  Tahu Tidak tahu, Etiologi:  Tahu Tidak tahu,

Tanda dan gejala:  Tahu Tidak tahu , Patofisiologi: Tahu

 Tidak tahu

Penatalaksanaan: Tahu  Tidak tahu , Komplikasi: Tahu  Tidak

tahu

Diet: Tahu Tidak tahu, Lain-lain: tidak ada

Pasien/ keluarga menginginkan informasi tentang: pengobatan terhadap


BPH.

50
C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Umum

KU : baik  cukup buruk

Kesadaran:  komposmentis apatis somnolent

sporocoma koma

GCS: 15 (E : 4 M: 6 V: 5)

Buka mata Respon motoric Respon verbal

4:buka mata spontan 6: mengikuti perintah 5:komunikasi verbal baik,


jawaban tepat
3:buka mata dg rangsang 5: mengetahui tempat
suara rangsangan nyeri 4:bingung, disorientasi
waktu, tempat dan
2:buka mata dg rangsang 4:hanya menarik bagian
orang
nyeri tubuhnya bila dirangsang
nyeri 3:dengan rangsangan
1:tdk buka mata dg rangsang
hanya ada kata-kata
apapun 3:timbul fleksi abnormal bila
dirangsang nyeri 2:dengan rangsangan,
hanya suara
2:Ekstensi abnormal
1:tidak ada respons
1:tidak ada gerakan dengan
rangsangan apapun

Catatan:

T: Endotracheal Tube atau tracheostomy (untuk respon verbal)

*: tutup mata karena bengkak (untuk respon buka mata)

TD : 160/100 mmHg
S : 36,6°C
N : 95x/menit

51
R : 23x/menit

Nyeri/tidak nyaman:  ya tidak

Karakteristik Nyeri:

Lokasi Intensitas Lama Faktor Kualitas Pola Hal-hal yang


serangan menyebabkan nyeri
(0-10) nyeri Pencetus nyeri
hilang

Perut 5 Kurang Saat Ditusuk- Hilang Tiduran


bagian lebih berkemih tusuk timbul
bawah, 30
atas menit
kemaluan

K Kualitas Pola Metode

E Terbakar, Menetap Istirahat, obat-


tumpul, obatan, lain-lain,
Y intermitt
tertekan, panas, dingin
en
berat,
tajam, kram
Nyeri mempengaruhi: tidur

 aktivitas fisik emosi nafsu makan

Konsentrasi lain-lain: tidak


ada

Pakaian, kerapian, dan kebersihan badan:

 Bersih kotor rapi serasi berbau

parfum berlebihan

52
2. Kepala

Mesosefal asimetris hematoma  tidak ada masalah

lain-lain : tidak ada

3. Rambut

Kotor berminyak kering rontok  tidak ada

masalah lain-lain tidak ada

4. Wajah

Asimetris bells palsy sembab kelainan congenital 


tidak ada masalah

Lain-lain : tidak ada

5. Mata

Gangguan penglihatan  sclera anemis konjungtivitis

pupil kanan/kiri: anisokor midriasis/miosis

Tidak ada reaksi cahaya tidak ada masalah lain-lain tidak


ada

Kelopak mata menghitam visus: Tekanan bola


mata

6. Telinga
Berdengung nyeri tuli keluar cairan nyeri tekan
tragus

 tidak ada masalah Uji pendengaran lain-

lain: tidak ada

7. Hidung
Asimetris epistaksis penyumbatan influenza sinus

53
 tidak ada masalah
lain-lain

8. Mulut

 Simetris asimetris bibir pucat palatum kelainan

congenital Bau mulut

tidak ada masalah Lain-lain

9. Gigi

Karies goyang tambal gigi palsu tidak


ada masalah

lain-lain.

10. Lidah

Kotor mukosa kering gerakan asimetris tidak

ada masalah

lain-lain

11. Tenggorokan
Faring merah sakit menelan tonsil membesar

tidak ada keluhan


12. Leher
Pembesaran tiroid pembesaran vena jugularis kaku kuduk
keterbatasan gerak

Bengkak  tidak ada kelainan lain-

lain

54
13. Dada

Asimetris retraksi tidak ada kelainan lain-lain

Payudara: kemerahan massa tak ada kelaianan lain-


lain

Muskuloskeletal:

 Tdk ada kesulitan nyeri batuk dyspnea

sputum, warna: tidak ada

tracheostomy Ronchi di paru ka/ki rales


wheezing nafaspendek hemaptoe
Bradipnea takipnea sleep apnea lain2

Alat bantu nafas saat drmh:  tidak ya, jika ya

sebutkan nama alatnya: tidak ada

Jantung

 Suara S1/S2 normal murmur gallop

nyeri dada aritmia

Bradikardi takikardi palpitasi lain-lain tidak ada

14. Abdomen

Asites  simetris bising usus massa nyeri

tekan, kuadran/regio:tidak ada

Pembesaran organ dalam:  tidak ya, sebutkan:…

lain-lain: tidak ada

15. Genitalia
Kotor keputihan berbau tidak ada kelainan

55
 lain-lain: distensi kandung kemih.
16. Anus dan rectum
Perdarahan kemerahan penonjolan tidak ada kelainan

lain-lain : rectal touch (+)


17. Integumen

Turgor  dingin bula luka tekan di………

tak ada kelainan

Baal pucat lesi luka parut

memar edema

Diaphoresis/bnyk keringat rush/kemerahan bradden score

lain-lain……

18. Ekstremitas
Kekuatan otot: 5 5
atas: 5 kanan 5 kiri, bawah: 4kanan 4kiri 4 4

Kejang tremor plegi di….. parase di…..

edema lemah
Kemampuan menggenggam: ya kontraktur
rasa baal paralisis

Deformitas kelainan congenital inkoordinasi


terkilir krepitasi

nyeri tekan tak ada kelainan lain-lain

56
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal No Jenis Hasil / Nilai Interpretasi
Pemeriksaan Satuan Normal Hasil
Senin, 27 1 10 mg/dl N= 14 -18 Rendah
Hb
Februari mg/dl
2017
Jam 09.00
WIB

2. Pemeriksaan Radiologi
No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil/ Satuan

3. Terapi Medik
Tanggal No Nama Dosis Cara Indikasi
Obat Pemberian
Senin, 27 1 Captopril 12,5mg Oral Menurunkan
Januari 3 x 1 tablet tekanan darah
2017
Senin, 27 2 Infus RL 500 ml IV Menggantikan
Januari cairan tubuh
2017
Senin, 27 3 Ferofort 150mg Oral Anemia
Januari 1 x 1 tablet kekurangan
2017 zat besi
Senin, 27 4 Ketorolac 30 mg IV Mengurangi
Januari (setiap 6 rasa nyeri
2017 jam)

57
B. Asuhan Keperawatan

ANALISA DATA

No Data Clinical Problem Etiologi


. Pathway
1. DS : Perubahan usia Nyeri kronis. Agen cidera
Pasien mengatakan biologis
nyeri berkemih dan Perubahan (pembesaran
merasakan kesakitan kesimbangan prostat).
mengawali dan estrogen dan
mengakhiri berkemih progesteron
sejak 6 bulan yang
lalu. Testosteron
 P: BPH. menurun
 Q: ditusuk-tusuk.
 R: hilang timbul ≤ Estrogen
30 menit. meningkat

 S: 5.
 T: saat berkemih. Perubahan
patologik

DO : anatomik

 Pasien tampak
meringis menahan BPH

sakit.
Retensi pada
 Pasien terlihat
leher buli-buli
tampak gelisah.
dan prostat
 Gangguan tidur
meningkat
(mata pasien
tampak kuyu).
Obstruksi
 Pasien tampak
saluran kemih
melindungi area
yang bermuara
yang nyeri.

58
di vesika
urinaria

Kompensasi
otot detruktor

Spasme otot
sfinkter.

Nyeri
suprapublik

Nyeri kronis
2. DS : Perubahan usia Gangguan Obstruksi
Pasien mengatakan eliminasi anatomis.
pancaran kencing Perubahan urin.
lemah, miksi tidak kesimbangan
puas sejak 6 bulan estrogen dan
yang lalu dan progesteron
frekuensi BAK
bertambah terutama Testosteron
pada malam hari, menurun
nyeri berkemih, rasa
ingin berkemih tetapi Estrogen
keluarnya sedikit. meningkat

DO : Perubahan
 Terjadi nokturia. patologik
 Retensi urine. anatomik
 Frekuensi 10-15
kali/hari. BPH

 Tampak klien

59
mengalami Retensi pada
kesulitan diawal leher buli-buli
berkemih. dan prostat
meningkat

Obstruksi
saluran kemih
yang bermuara
di vesika
urinaria

Kompensasi
otot detruktor

Penebalan
dinding vesika
urinaria.

Kontraksi otot
(refluks vesika
urinaria)

Insisi prostat

Gangguan
eliminasi urine
3. DS : Perubahan usia Intoleransi Anemia.
Pasien mengatakan aktivitas.
badan terasa lemas. Perubahan
DO : kesimbangan
 KU: cukup estrogen dan
(lemah). progesteron

60
 Pasien tampak
lemas. Testosteron
 Hb: 10mg/dl. menurun
 Pasien tirah
baring. Estrogen

 TD: 160/100 meningkat

mmHg.
Perubahan
patologik
anatomik

BPH

Retensi pada
leher buli-buli
dan prostat
meningkat

Obstruksi
saluran kemih
yang bermuara
di vesika
urinaria

Kompensasi
otot detruktor

Spasme otot
sfinkter.

Nyeri
suprapublik

61
Susah
beraktivitas

Intoleransi
aktivitas

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri kronis b.d agen cidera biologis (pembesaran prostat).


2. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomi.
3. Intoleransi aktivitas b.d anemia.

62
INTERVENSI KEPERAWATAN

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan a) Pantau a) Untuk membantu
b.d tindakan tingkat nyeri dalam menentukan
agen cidera keperawatan pasien. keefektifan
biologis selama 3x24 jam, b) Bantu pasien intervensi.
(pembesaran diharapkan nyeri untuk b) Untuk membantu
prostat). kronis dapat beradaptasi pasien menentukan
teratasi dengan dengan persepsi rasa nyaman saat
KH: stressor. nyeri muncul.
a. Pasien dapat c) Ajarkan pasien c) Membantu untuk
mengendalikan teknik mengalihkan rasa
nyerinya. nonfarmakologi sakit yang dirasakan
b. Skala nyeri 2 (kompres, pasien.
c. Pasien dapat relaksasi dan d) Membantu untuk
menikmati distraksi) mengurangi rasa
aktivitas d) Kolaborasikan nyeri.
senggang dengan ahli
d. Pasien medis lain dalam
mengenali pemberian
factor- analgesik
faktor yang (ketorolac 30
meningkatkan mg setiap 6
nyeri jam).
dan melakukan
tinakan
pencegahan.

2. Gangguan Setelah dilakukan a) Pertahankan a) Agar pola


eliminasi tindakan pola eliminasi eliminasi tetap

63
urine keperawatan urine. terjaga tidak
b.d obstruksi selama 3x24 jam, b) Berikan mengalami
anatomi. diharapkan kateterisasi perubahan.
gangguan urine. b) Agar tidak terjadi
eliminasi urine c) Ajarkan pasien distensi kandung
dapat teratasi tanda dan gejala kemih.
dengan KH: adanya infeksi. c) Untuk menambah
a. Menunjukkan d) Kolaborasikan pengetahuan
eliminasi urin dengan ahli pasien tentang
jarang. medis lain terjadinya infeksi
b. Mengosongkan dalam pemberian dan mencegah
kanung kemih obat yang sesuai. terjadinya infeksi.
sepenuhnya. d) Memberikan terapi
c. Eliminasi urin yang tepat untuk
tidak pasien.
terganggu.
d. Pengeluaran
urin tanpa
nyeri atau
urgensi.
3. Intoleransi Setelah dilakukan a) Pantau tingkat a) Untuk mengetahui
aktivitas b.d tindakan energy dan tingkat
anemia. keperawatan toleransi pasien ketergantungan
selama 3x24 jam, terhadap pasien.
diharapkan intoler aktivitas b) Untuk
ansi aktivitas dapat b) Bantu pasien mempermudah
teratasi dengan untuk pasien dalam
KH: melakukan melakukan aktivitas.
a. Pasien AKS. c) Mencegah
melaporkan c) Ajarkan pasien kelemahan otot dan
tingkat tentang merangsang
ketahankan pengaturan

64
yang adekuat aktivitas dan mobilisasi.
untuk aktivitas teknik
d) Memberikan terapi
b. Pasien dapat manajemen
yang tepat untuk
menyeimbangk waktu untuk
pasien.
an aktivitas dan mencegah
istirahat kelelahan.
c. Menampilkan d) Kolaborasikan
aktivitas dengan ahli gizi
sehari-hari dalam
dengan pemberian
beberapa asupan nutrisi
bantuan seperti yang sesuai.
eliminasi
dengan
ambulasi untuk
ke kamar
mandi.

65
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

1. HARI KE 1

Hari/ Ttd &


N
Tgl/ Implementasi Respon Nama
o
Jam Terang
1 Senin, 1) Memantau 1) Ds :
27 tingkat nyeri Pasien mengatakan nyeri
Januari pasien. saat berkemih dan
2017 merasakan
(10.00 sakit saat mengawali
WIB) berkemih.
 P: BPH.
 Q: ditusuk-tusuk.
 R: hilang timbul ≤ 30
menit.
 S: 5.
 T: saat berkemih.

Do :
 Pasien tampak
meringis menahan
sakit.
 Pasien terlihat tampak
gelisah.
 Gangguan tidur
(mata pasien tampak
kuyu).
 Pasien tampak
melindungi area yang
nyeri.

66
2) Membantu 2) Ds :
pasien untuk Pasien mengatakan belum
beradaptasi mampu beradaptasi dengan
dengan rasa nyeri.
persepsi
stressor. Do :
 Pasien tampak gelisah.
 Pasien tampak sering
merubah posisi untuk
mendapatkan posisi
yang nyaman.

3) Mengajarkan 3) Ds:
pasien teknik Pasien mengatakan belum
nonfarmakol- mengetahui cara dari teknik
ogi (kompres, tersebut.
relaksasi dan
distraksi) Do:
Pasien masih binggung
menerapkan teknik
tersebut.

4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis nyerinya berkurang, tapi
lain dalam timbul setelah 3jam
pemberian pemberian obat.
analgesik
(ketorolac 30 Do :
mg setiap 6 Tampak pasien terlihat
jam) rileks setelah di berikan
analgesik

67
2. Senin, 1) Mempertahan- 1) Ds :
27 kan pola Pasien mengatakan sedikit
Januari eliminasi nyaman dengan pola
2017 urine. eliminasi urine seperti ini.
(13.00
WIB) Do :
Pasien tampak sedikit
nyaman.

2) Memberikan 2) Ds :
kateterisasi Pasien mengatakan
urine. bersedia untuk dipasang
kateterisasi urine.

Do :
Tampak terpasang
kateterisasi urine.

3) Mengajarkan 3) Ds:
pasien tanda Pasien mengatakan belum
dan gejala mengetahui tentang tanda
adanya infeksi dan gejala infeksi.

Do:
Pasien banyak bertanya
tentang penyakitnya.

4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis lain keadaannya sedikit
dalam membaik setelah
pemberian pemberian obat.

68
obat Do :
Pasien tampak sedikit
rileks.
3. Senin, 1) Memantau 1) Ds :
27 tingkat Pasien mengatakan masih
Januari energy dan lemas.
2017 toleransi
(16.00 pasien Do :
WIB) terhadap Tampak pasien masih
aktivitas. lemas saat melakukan
aktivitas.
 Hb : 10 mg/dl
 TD : 160/100 mmHg

2) Membantu 2) Ds :
pasien untuk Pasien mengatakan setiap
melakukan melakukan aktivitas masih
AKS. dibantu oleh istrinya.

Do :
Aktivitas pasien tampak
masih dibantu.

3) Mengajarkan 3) Ds :
pasien Pasien mengatakan belum
tentang mampu mengatur aktivitas
pengaturan kegiatannya.
aktivitas dan
teknik Do :
manajemen Tampak pasien masih
waktu untuk terlihat kelelahan saat
mencegah melakukan aktivitas.

69
kelelahan.

4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli gizi mengkonsumsi makanan
dalam yang diprogramkan dari
pemberian rumah sakit.
asupan nutrisi
Do :
Tersaji makanan yang
diprogramkan oleh rumah
sakit (pagi, siang, petang).

70
2. HARI KE 2

Hari/ Ttd &


N
Tgl/ Implementasi Respon Nama
o
Jam Terang
1 Selasa, 1) Memantau 1) Ds :
28 tingkat nyeri Pasien mengatakan masih
Januari pasien. nyeri saat berkemih dan
2017 merasakan sakit saat
(08.00 mengawali berkemih.
WIB)  P: BPH.
 Q: ditusuk-tusuk.
 R: hilang timbul ≤ 30
menit.
 S: 5.
 T: saat berkemih.

Do :
 Pasien tampak
meringis menahan
sakit.
 Pasien terlihat tampak
sedikit gelisah.
 Gangguan tidur
(mata pasien tampak
kuyu).
 Pasien masih
melindungi area yang
nyeri.

2) Membantu
2) Ds :
pasien untuk
Pasien mengatakan sedikit

71
beradaptasi mampu beradaptasi dengan
dengan rasa nyeri.
persepsi
stressor. Do :
 Pasien tampak sedikit
gelisah.
 Pasien tampak sesekali
merubah posisi untuk
mendapatkan posisi
yang nyaman.

3) Mengajarkan 3) Ds:
pasien teknik Pasien mengatakan sedikit
nonfarmakol- mampu menerapkan cara
ogi (kompres, dari teknik tersebut.
relaksasi dan
distraksi) Do:
Pasien nampak agak
mampu menerapkan teknik
tersebut.

4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis nyerinya berkurang, tapi
lain dalam timbul setelah 3jam
pemberian pemberian obat.
analgesik
(ketorolac 30 Do :
mg setiap 6 Tampak pasien terlihat
jam) rileks setelah di berikan
analgesik
2. Selasa, 1) Mempertahan- 1) Ds :

72
28 kan pola Pasien mengatakan
Januari eliminasi nyaman dengan pola
2017 urine. eliminasi urine seperti ini.
(11.00
WIB) Do :
Pasien tampak nyaman.

2) Mengajarkan 2) Ds:
pasien tanda Pasien mengatakan sudah
dan gejala mengetahui tentang tanda
adanya infeksi dan gejala infeksi.

Do:
Pasien mampu menjawab
setiap pertanyaan dari
perawat.

3) Mengkolabor- 3) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis lain keadaannya sedikit
dalam membaik setelah
pemberian pemberian obat.
obat
Do :
Pasien tampak sedikit
rileks.
3. Selasa, 1) Memantau 1) Ds :
28 tingkat Pasien mengatakan masih
Januari energy dan lemas.
2017 toleransi
(15.00 pasien Do :
WIB) terhadap  Tampak pasien masih

73
aktivitas. lemas saat melakukan
aktivitas.
 Hb : 11 mg/dl.
 TD : 150/100 mmHg

2) Membantu 2) Ds :
pasien untuk Pasien mengatakan setiap
melakukan melakukan aktivitas masih
AKS. dibantu oleh istrinya.

Do :
Aktivitas pasien tampak
masih dibantu.

3) Mengajarkan 3) Ds :
pasien Pasien mengatakan
tentang aktivitas kegiatannya sudah
pengaturan terjadwal.
aktivitas dan
teknik Do :
manajemen Tampak pasien sedikit
waktu untuk demi sedikit melakukan
mencegah aktivitas sesuai jadwal
kelelahan. yang telah di buat.

4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli gizi mengkonsumsi makanan
dalam yang diprogramkan dari
pemberian rumah sakit.
asupan nutrisi
Do :

74
Tersaji makanan yang
diprogramkan oleh rumah
sakit (pagi, siang, petang).

75
3. HARI KE 3

Hari/ Ttd &


N
Tgl/ Implementasi Respon Nama
o
Jam Terang
1 Rabu, 1) Memantau 1) Ds :
29 tingkat nyeri Pasien mengatakan masih
Januari pasien. agak nyeri saat berkemih
2017 dan merasakan sakit saat
(06.00 mengawali berkemih.
WIB)  P: BPH.
 Q: ditusuk-tusuk.
 R: hilang timbul ≤ 20
menit.
 S: 4.
 T: saat berkemih.

Do :
 Pasien terkadang
tampak meringis
menahan sakit.
 Pasien sudah tidak
gelisah.
 Gangguan tidur
(mata pasien agak
kuyu).
 Pasien terkadang
melindungi area yang
nyeri.

2) Membantu
2) Ds :
pasien untuk
Pasien mengatakan mampu

76
beradaptasi beradaptasi dengan rasa
dengan nyeri.
persepsi
stressor. Do :
 Pasien tidak gelisah.
 Pasien tampak jarang
merubah posisi untuk
mendapatkan posisi
yang nyaman.

3) Mengajarkan 3) Ds:
pasien teknik Pasien mengatakan
nonfarmakol- mampu mengontrol nyeri
ogi (kompres, dengan teknik tersebut.
relaksasi dan
distraksi) Do:
Pasien nampak mampu
menerapkan teknik
tersebut.
4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis nyerinya berkurang.
lain dalam
pemberian Do :
analgesik Tampak pasien terlihat
(ketorolac 30 rileks setelah di berikan
mg setiap 6 analgesik
jam)
2. Rabu, 1) Mempertahan- 1) Ds :
29 kan pola Pasien mengatakan
Januari eliminasi nyaman dengan pola
2017 urine. eliminasi urine seperti ini.

77
(10.00
WIB) Do :
Pasien tampak nyaman.

2) Mengkolabor- 2) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis lain keadaannya sedikit
dalam membaik setelah
pemberian pemberian obat.
obat
Do :
Pasien tampak sedikit
rileks.
3. Selasa, 1) Memantau 1) Ds :
29 tingkat Pasien mengatakan agak
Januari energy dan lemas.
2017 toleransi
(14.00 pasien Do :
WIB) terhadap  Tampak pasien sedikit
aktivitas. lemas saat melakukan
aktivitas.
 Hb : 12 mg/dl.
 TD : 140/100 mmHg

2) Membantu 2) Ds :
pasien untuk Pasien mengatakan setiap
melakukan melakukan aktivitas kadang
AKS. dibantu oleh istrinya.

Do :
Pasien tampak dapat
melakukan sedikit demi

78
sedikit tanpa dibantu.

3) Mengajarkan 3) Ds :
pasien Pasien mengatakan
tentang aktivitas kegiatannya sudah
pengaturan terjadwal.
aktivitas dan
teknik Do :
manajemen Tampak pasien melakukan
waktu untuk aktivitas sesuai jadwal
mencegah yang telah di buat.
kelelahan.

4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli gizi mengkonsumsi makanan
dalam yang diprogramkan dari
pemberian rumah sakit.
asupan nutrisi
Do :
Tersaji makanan yang
diprogramkan oleh rumah
sakit (pagi, siang, petang).

79
EVALUASI

1. HARI KE 1

Ttd &
Hari/tgl Diagnosa
No. Evaluasi Nama
/Jam keperawatan
Terang
1. Senin, Nyeri kronis S :
27 b.d agen Pasien mengatakan nyeri berkemih dan
Januari cidera merasakan kesakitan mengawali dan
2017 biologis mengakhiri berkemih sejak 6 bulan yang lalu.
(pembesaran  P: BPH.
prostat)  Q: ditusuk-tusuk.
 R: hilang timbul ≤ 30 menit.
 S: 5.
 T: saat berkemih.
O:
 Pasien tampak meringis menahan sakit.
 Pasien terlihat tampak gelisah.
 Gangguan tidur (mata pasien tampak
kuyu).
 Pasien tampak melindungi area yang
nyeri.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
 Memantau tingkat nyeri pasien.
 Membantu pasien untuk beradaptasi
dengan persepsi stressor.
 Mengajarkan pasien teknik
nonfarmakologi (kompres, relaksasi
dan distraksi)

80
 Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian analgesik
(ketorolac 30 mg setiap 6 jam).
2. Senin, Gangguan S:
27 eliminasi Pasien mengatakan pancaran kencing
Januari urine b.d lemah, miksi tidak puas sejak 6 bulan
2017 obstruksi yang lalu dan frekuensi BAK bertambah
anatomi. terutama pada malam hari, nyeri berkemih,
rasa ingin berkemih tetapi
keluarnya sedikit.
O:
 Terjadi nokturia.
 Retensi urine.
 Frekuensi 10-15 kali/hari.
 Tampak klien mengalami
kesulitan diawal berkemih.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi :
 Mempertahankan pola eliminasi urine.
 Memberikan kateterisasi urine.
 Mengajarkan pasien tanda dan gejala
adanya infeksi.
 Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian obat yang
sesuai.

3. Senin, Intoleransi S:
27 aktivitas b.d Pasien mengatakan badan terasa lemas.
Januari anemia. O:
2017  KU: cukup (lemah).
 Pasien tampak lemas.

81
 Hb: 10mg/dl.
 Pasien tirah baring.
 TD: 160/100 mmHg.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi :
 Memantau tingkat energy dan
toleransi pasien terhadap aktivitas
 Membantu pasien untuk melakukan
AKS.
 Mengajarkan pasien tentang
pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan.
 Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian asupan nutrisi yang
sesuai.

82
2. HARI KE 2

Ttd &
Hari/tgl Diagnosa
No. Evaluasi Nama
/Jam keperawatan
Terang
1. Selasa, Nyeri kronis S :
28 b.d agen Pasien mengatakan masih merasakan
Januari cidera nyeri saat berkemih dan sakit saat
2017 biologis mengawalidan mengakhiri berkemih.
(pembesaran  P: BPH.
prostat)  Q: ditusuk-tusuk.
 R: hilang timbul ≤ 30 menit.
 S: 5.
 T: saat berkemih.
O:
 Pasien masih tampak meringis menahan
sakit.
 Pasien masih terlihat gelisah.
 Gangguan tidur (mata pasien tampak
sedikit kuyu).
 Pasien masih tampak melindungi area
yang nyeri.
A : Masalah teratasi sebagian
 Pasien agak mampu mengontrol nyeri
menggunakan teknik yang diajarkan
perawat.
P : Lanjutkan intervensi :
 Memantau tingkat nyeri pasien.
 Membantu pasien untuk beradaptasi
dengan persepsi stressor.
 Mengajarkan pasien teknik
nonfarmakologi (kompres, relaksasi

83
dan distraksi)
 Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian analgesik
(ketorolac 30 mg setiap 6 jam).
2. Selasa, Gangguan S:
28 eliminasi Pasien mengatakan pancaran kencing
Januari urine b.d lemah, miksi tidak puas, frekuensi BAK
2017 obstruksi bertambah pada malam hari, nyeri berkemih,
anatomi. rasa ingin berkemih tetapi keluarnya sedikit.
O:
 Terjadi nokturia.
 Retensi urine.
 Frekuensi 10-15 kali/hari.
 Tampak klien masih mengalami
kesulitan diawal berkemih.
A : Masalah teratasi sebagian.
 Pasien terpasang kateterisasi urine.
 Pasien mengerti tentang tanda dan
gejala adanya infeksi.
P : Lanjutkan intervensi :
 Mempertahankan pola eliminasi urine.
 Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian obat yang
sesuai.

3. Selasa, Intoleransi S:
28 aktivitas b.d Pasien mengatakan badannya masih terasa
Januari anemia. lemas.
2017 O:
 KU: cukup (lemah).
 Pasien masih tampak lemas.

84
 Hb: 11mg/dl.
 Pasien tirah baring.
 TD: 150/100 mmHg.
A : Masalah teratasi sebagian.
 Tingkat energi dan toleransi pasien
terhadap aktivitas mengalami sedikit
peningkatan.
 Pengaturan aktivitas dan teknik
menejemen waktu pasien sudah
terjadwal.
P : Lanjutkan intervensi :
 Memantau tingkat energy dan
toleransi pasien terhadap aktivitas
 Membantu pasien untuk melakukan
AKS.
 Mengajarkan pasien tentang
pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan.
 Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian asupan nutrisi yang
sesuai.

85
3. HARI KE 3

Ttd &
Hari/tgl Diagnosa
No. Evaluasi Nama
/Jam keperawatan
Terang
1. Rabu, Nyeri kronis S :
29 b.d agen Pasien mengatakan masih agak merasakan
Januari cidera nyeri saat berkemih dan sakit saat
2017 biologis mengawalidan mengakhiri berkemih.
(pembesaran  P: BPH.
prostat)  Q: ditusuk-tusuk.
 R: hilang timbul ≤ 20 menit.
 S: 4.
 T: saat berkemih.
O:
 Pasien tampak terkadang meringis
menahan sakit.
 Pasien sudah tidak gelisah.
 Gangguan tidur (mata pasien tampak agak
kuyu).
 Pasien tampak terkadang melindungi area
yang nyeri.
A : Masalah teratasi sebagian
 Pasien sedikit mampu beradaptasi
dengan rasa nyeri yang terkadang
muncul.
 Pasien mampu mengontrol nyeri
menggunakan teknik yang diajarkan
perawat.
P : Lanjutkan intervensi :
 Memantau tingkat nyeri pasien.
 Membantu pasien untuk beradaptasi

86
dengan persepsi stressor.
 Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian analgesik
(ketorolac 30 mg setiap 6 jam).
2. Rabu, Gangguan S:
29 eliminasi Pasien mengatakan masih sering merasa BAK
Januari urine b.d pada malam hari, nyeri berkemih, rasa ingin
2017 obstruksi berkemih tetapi keluarnya sedikit.
anatomi. O:
 Terjadi nokturia.
 Retensi urine.
 Frekuensi 10-15 kali/hari.
 Tampak klien agak mengalami
kesulitan diawal berkemih.
A : Masalah teratasi sebagian.
 Pasien agak mampu mempertahankan
pola eliminasi urine.
P : Lanjutkan intervensi :
 Mempertahankan pola eliminasi urine.
 Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian obat yang
sesuai.

3. Rabu, Intoleransi S:
29 aktivitas b.d Pasien mengatakan badannya agak lemas.
Januari anemia. O:
2017  KU: cukup (lemah).
 Pasien masih tampak lemas.
 Hb: 12mg/dl.
 TD: 140/100 mmHg.
A : Masalah teratasi sebagian.

87
 Tingkat energi dan toleransi pasien
terhadap aktivitas mengalami
peningkatan.
 Pengaturan aktivitas dan teknik
menejemen waktu pasien sudah
terlaksana sesuai dengan jadwal.
P : Lanjutkan intervensi :
 Memantau tingkat energy dan
toleransi pasien terhadap aktivitas
 Membantu pasien untuk melakukan
AKS.
 Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian asupan nutrisi yang
sesuai.

88
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran
prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh
pria berusia 50 tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher
kandung kemih, dapat menghambat pengosongan kandung kemih dan
menyebabkan gangguan perkemihan.

B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memehami dan
mengetahui penyebab, bahaya serta cara pencegahan yang ditimbulkan
dari BPH (Benigna Prostate Hiperplasia) sehingga dalam melakukan
tindakan keperawatan di masa mendatang dapat memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan standart asuhan keperawatan yang sudah
ditetapkan.

89
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


EGC.
2. Corwin, E. J., (2009), Buku saku pathofisiologi. Edisi 3. EGC:
Jakarta.
3. Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta:
Media Action Publishing.
5. Purnomo, B. B., (2000), Dasar-dasar urologi. CV Info Medika:
Jakarta.
6. Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic
hyperplasia: etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural
history. CampbellWalsh Urology. (10th ed). Philadelphia: Saunders
Elsevier.
7. Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s textbook
of medical surgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
8. Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 1:
Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa Teori dan
Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika
9. Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan.
Jakarta : TIM.
10. Wilkinson M. Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis
keperawatan. Edisi 9. EGC : Jakarta

90

Vous aimerez peut-être aussi