Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
PRODI SI KEPERAWATAN
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada
berbagai masalah saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan
peningkatan sesuai dengan umur, terutama mereka yang berusia 60
tahun. Sebagian besar penyakit prostat menyebabkan pembesaran organ
yang mengakibatkan terjadinya penekanan/pendesakan uretra pars
intraprostatik, keadaan ini menyebabkan gangguan aliran urine, retensi
akut dari infeksi traktus urinarius memerlukan tindakan kateterlisasi
segera. Penyebab penting dan sering dari timbulnya gejala dan tanda ini
adalah hiperlasia prostat dan karsinoma prostat. Radang prostat yang
mengenai sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak sengaja
pada jaringan prostat yang diambil dari penderita hiperlasia prostat atau
karsinoma prostat (J.C.E Underwood, 2010).
Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang
ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan
BPH, sehingga pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat
sesuai dengan etiologinya. Terapi yang tidak tepat bisa mengakibatkan
terjadinya BPH berkepanjangan. Oleh karena itu, mengetahui secara
lebih mendalam faktor-faktor penyebab (etiologi) BPH akan sangat
membantu upaya penatalaksanaan BPH secara tepat dan terarah.
Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan
pada klien tentang penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan
komplikasi yang akan terjadi bila tidak segera ditangani. Kemudian pada
aspek preventif perawat memberikan penjelasan bagaimana cara
penyebaran penyakit BPH, misalnya cara pembesaran prostat akan
menyebabkan obstruksi uretra. Secara kuratif perawat berperan
memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter.
4
Aspek rehabilitatif meliputi peran perawat dalam memperkenalkan pada
anggota keluarga cara merawat klien dengan BPH dirumah, serta
memberikan penyuluhan tentang pentingnya cara berkemih.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi BPH?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi BPH?
3. Bagaimana klasifikasi BPH?
4. Bagaimana etiologi BPH?
5. Bagaimana manifestasi klinis BPH?
6. Bagiamana patofisiologi BPH?
7. Bagaimana pathway BPH?
8. Bagaimana komplikasi BPH?
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang BPH?
10. Bagaiamana penatalaksanaan BPH?
11. Bagaimana asuhan keperawatan BPH?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan mengenai definisi BPH.
2. Untuk menjelaskan mengenai anatomi dan fisiologi BPH.
3. Untuk menjelaskan mengenai klasifikasi BPH.
4. Untuk menjelaskan mengenai etiologi BPH.
5. Untuk menjelaskan mengenai manifestasi klinis BPH.
6. Untuk menjelaskan patofisiologi BPH.
7. Untuk menjelaskan mengenai pathway BPH.
8. Untuk menjelaskan mengenai komplikasi BPH.
9. Untuk menjelaskan mengenai pemeriksaan penunjang BPH.
10. Untuk menjelaskan penatalaksanaan BPH.
11. Untuk menjelaskan mengenai asuhan keperawatan BPH.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang
sering terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon
prostat (Yuliana Elin, 2011).
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar
prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi
ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer
dan Bare, 2002).
BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi
uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi
leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan aliran
kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur
50 tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada
prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran
dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine (
Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 :
671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun)
6
menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran
urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna
Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang
disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50
tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan
perkemihan.
B. Anatomi Fisiologi
1) Anatomi Prostat
Menurut Wibowo dan Paryana (2009). Kelenjar prostat
merupakan organ khusus pada lokasi yang kecil, yang hanya dimiliki
oleh pria. Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih (vesika
urinaria) melekat pada dinding bawah kandung kemih di sekitar
uretra bagian atas. Biasanya ukurannya sebesar buah kenari dengan
ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram dan akan
membesar sejalan dengan pertambahan usia. Prostat mengeluarkan
sekret cairan yang bercampur secret dari testis, perbesaran prostate
akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar
prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar
yang terbagi atas 4 lobus yaitu:
a) Lobus posterior.
b) Lobus lateral.
c) Lobus anterior.
d) Lobus medial.
a) Batas superior.
Basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang
7
lain. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas
diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas
apex permukaan anterior.
b) Anterior.
Permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang
terdapat pada cavum retropubica (cavum retziuz). Selubung
fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os
pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak
pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia
pelvis.
c) Posterior.
Permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan
permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh
septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk
pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
d) Lateral.
Permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.
levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat
untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral
orificium utriculus prostaticus. Lobus lateral mengandung
banyak kelenjar.
8
Gambar 2. 1 : Letak anatomi prostat (Hidayat, 2009)
9
lateral yang terletak dikanan uretra, lobus anterior atau isthmus
yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dekstra
dan lobus sinistra, bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya
berisi otot polos, selanjutnya lobus medial yang terletak diantara
uretra dan duktus ejakulatorius, banyak mengandung kelenjar dan
merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae
yang menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus medial ini
membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin
pada waktu berkemih (Wibowo dan Paryana, 2009).
10
Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan
parasimpatik dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang
menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis dan
simpatik dari nervus hipogastrikus. Rangsangan parasimpatik
meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat
kedalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. System
simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula
prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat banyak reseptor
adrenergic. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan
tonus otot tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami
pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat
menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya
obstruksi saluran kemih (Purnomo, 2011).
2) Fisiologi
11
cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon
dan menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh
wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini
dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada
saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh
volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama
dan dapat melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan
melakukan pembuahan, sperma tidak dapat bergerak optimal
sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya
mungkin bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan dan
lain tersebut setelah ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan
dan fertilitas sperma ( Wibowo dan Paryana, 2009 ).
C. Klasifikasi
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan
De jong (2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi
:
1) Derajat 1.
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa
urin kurang dari 50 ml
2) Derajat 2.
Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan
batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3) Derajat 3.
Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat
tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4) Derajat 4.
Apabila sudah terjadi retensi urine total.
12
D. Etiologi
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada
beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses
yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal
dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan
sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel
prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini
jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang
dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-
Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi
RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi
sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan
keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya
umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi
peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi
prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius)
hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara
pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
13
(DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya
kematian sel (apoptosis), teori sel stem.
14
3) Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang
lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF
dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi
atau infeksi.
15
ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan
hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya
menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
E. Manifestasi Klinis
F. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak
di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa
± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya
Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara
lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005),
menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun
dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose
di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar
ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel
kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah
yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek
terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan.
Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat
17
sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara
garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang
trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal
setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang
bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor
akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat
dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang
disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar
diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula
sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-
putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada
akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi
walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria
tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih
tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia
paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks
vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan
terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari
obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi
18
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan
menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria
akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan
media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat,
2005).
19
G. Pathway
20
H. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH
adalah :
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1. Laboratorium
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting
dilakukan untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan
infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui
kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap
beberapa antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas.
21
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi
dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan
biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah
prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama
dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat,
demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.
2. Radiologis/pencitraan.
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan
untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat
disfungsi buli- buli dan volume residu urin serta untuk mencari
kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak
berhubungan dengan BPH.
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya
batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat,
dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan urin
sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat,
serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter
yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh
kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk
seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-
belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu
adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar
22
kelenjar prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah
residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa
urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan
mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.
J. Penatalaksanaan
1) Observasi.
a) Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin
dapat diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi
atau ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
23
2) Terapi Medikamentosa.
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang
diberikan pada penderita BPH adalah :
a) Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot
berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra.
b) Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik).
c) Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar
hormone testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH,
menurut Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik
alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.
a) Penghambat adrenergenik alfa.
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin,
doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a
(Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis
tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis
alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat mengurangi
obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas
detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang
banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika,
prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah
prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan
miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran
air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah
ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul
adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat
yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer,
24
dekongestan, obat-obat ini mempunyai efek pada otot
kandung kemih dan sfingter uretra.
c) Fitofarmaka/fitoterapi.
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw
palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi
setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil
volum prostat.
3) Terapi bedah.
26
diruang retropubik.
27
prostat terjadi dalam lobus medial yang langsung
mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai
kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara
terus menerus dilaksanakan untuk mencegah
pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP
antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan
serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit
lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak
enak pada kandung kemih, spasme kandung kemih
yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi,
fertilitas (Baradero dkk, 2007).
28
diantaranya Transurethral Microvawe
Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon
Dilatation (TUBD), Transuretral Needle
Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA),
Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.
29
2011).
d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang
dipasang pada uretra prostatika untuk
mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat,
selain itu supaya uretra prostatika selalu
terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen
uretra prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan
bagi pasien yang tidak mungkin menjalani
operasi karena resiko pembedahan yang cukup
tinggi.
K. Asuhan Keperawatan
1) Fokus Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada
penderita BPH merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare
(2002) , Tucker dan Canobbio (2008) ada berbagai macam,
meliputi :
a. Demografi.
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun.
Ras kulit hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan
ras kulit putih. Status social ekonomi memili peranan penting
dalam terbentuknya fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan
memiliki pengaruh terserang penyakit ini, orang yang
pekerjaanya mengangkat barang-barang berat memiliki
resiko lebih tinggi..
b. Riwayat penyakit sekarang.
30
c. Riwayat penyakit dahulu.
1. Eliminasi.
4. Nyeri/kenyamanan.
31
nyeri punggung bawah.
6. Pola aktifitas.
7. Seksualitas.
32
f. Pemeriksaan Penunjang.
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007)
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
BPH meliputi :
1) Laboratorium.
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin
penting dilakukan untuk melihat adanya sel leukosit,
bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna
untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan
sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyulit yang menegenai
saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum
dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsin ginjal dan status metabolic.
c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA)
dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy
atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA
<4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila
nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate specific
antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15
maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian
pula bila nila PSA > 10 ng/ml.
2) Radiologis/pencitraan.
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis
bertujuan untuk memperkirakan volume BPH,
menentukan derajat disfungsi buli- buli dan volume
residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain,
baik yang berhubungan maupun tidak berhubungan
dengan BPH.
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan
adanya batu opak di saluran kemih, adanya
33
batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli
yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi
urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis
akbibat kegagalan ginjal.
b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk
mengetahui kemungkinan adanya kelainan pada
ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar
prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)
atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti
mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-
belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-
buli.
c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar
kelenjar prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan
jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli,
mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau
tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin
ada dalam buli-buli.
34
2) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cidera biologis
(pembesaran prostat).
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi
anatomi.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.
3) Fokus Intervensi
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cidera biologis
(pembesaran prostat).
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri
kronis dapat teratasi dengan KH:
Pasien dapat mengendalikan nyerinya.
Skala nyeri 2.
Pasien dapat menikmati aktivitas senggang.
Pasien mengenali factor-faktor yang meningkatkan nyeri
dan melakukan tinakan pencegahan.
NIC :
a) Pantau tingkat nyeri pasien.
Rasional : Untuk membantu dalam menentukan
keefektifan intervensi.
b) Bantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor.
Rasional : Untuk membantu pasien menentukan rasa
nyaman saat nyeri muncul.
c) Ajarkan pasien teknik nonfarmakologi (kompres,
relaksasi dan distraksi).
Rasional : Membantu untuk mengalihkan rasa sakit yang
dirasakan pasien.
d) Kolaborasikan dengan ahli medis lain dalam pemberian
analgesik (ketorolac 30 mg setiap 6 jam).
Rasional : Membantu untuk mengurangi rasa nyeri.
35
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi
anatomi.
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan
gangguan eliminasi urine dapat teratasi dengan KH:
Menunjukkan eliminasi urin jarang.
Mengosongkan kandung kemih sepenuhnya.
Eliminasi urin tidak terganggu.
Pengeluaran urin tanpa nyeri atau urgensi.
NIC :
a) Pertahankan pola eliminasi urine.
Rasional : Agar pola eliminasi tetap terjaga tidak
mengalami perubahan.
b) Berikan kateterisasi urine.
Rasional : Agar tidak terjadi distensi kandung kemih.
c) Ajarkan pasien tanda dan gejala adanya infeksi.
Rasional : Untuk menambah pengetahuan pasien tentang
terjadinya infeksi dan mencegah terjadinya infeksi.
d) Kolaborasikan dengan ahli medis lain dalam pemberian
obat yang sesuai.
Rasional : Memberikan terapi yang tepat untuk pasien.
36
NIC :
a) Pantau tingkat energy dan toleransi pasien terhadap
aktivitas.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan
pasien.
b) Bantu pasien untuk melakukan AKS.
Rasional : Untuk mempermudah pasien dalam melakukan
aktivitas.
c) Ajarkan pasien tentang pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Rasional : Mencegah kelemahan otot dan merangsang
mobilisasi.
d) Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian asupan
nutrisi yang sesuai.
Rasional : Memberikan terapi yang tepat untuk pasien.
37
BAB III
KASUS
38
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
IDENTITAS
39
A. RIWAYAT KESEHATAN
Pasien mengatakan dulu saat BAK terkadang terasa nyeri dan panas
pada bagian perut bawah atas kemaluan dan hanya membiarkannya saja,
hingga 6 bulan yang lalu gejala tersebut semakin bertambah dan tak
tertahankan lagi rasa sakitnya. Pasien merasakan pancaran kencing lemah,
miksi tidak puas frekuensi BAK bertambah terutama malam hari, nyeri
berkemih mengalami kesulitan diawal berkemih, rasa ingin berkemih
tetapi keluarnya sedikit dan urine terasa tertahan. Sehingga pasien di bawa
ke RSUP H. Adam Malik pada pukul 08.00 WIB bersama dengan istrinya.
40
Riwayat pengobatan saat di IGD: Tidak Ya, jika Ya
sebutkan:
41
b. Lain-lain : Asma Eksim kulit Makanan Debu
Udara : Tidak ada alergi
Tidak ada
Genogram (3 Generasi):
42
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Hubungan Keluarga
puskesmas
Bisa beraktivitas Lain-lain
Datang ke RS Obat apotek
Sikap terhadap
Dibiarkan saja Lain-lain
pengobatan/perawatan:
Kooperatif Menolak
43
Lain-lain
Pasien mengatakan makan nasi, lauk Pasien mengatakan makan nasi, lauk
pauk dan sayur pauk dan sayur yang disediakan
Rumah Sakit
Frekuensi : 3 x/hari
Habis berapa porsi: 1 posi Frekuensi : 3 x/hari
Makanan Kesukaan: Nasi sop dan Habis berapa porsi: 1 porsi
nasi goreng Makanan Kesukaan: nasi sayur sop
BB: 45kg TB: 150cm IMT: 20 BB: 45kg TB: 150cm IMT: 20
Nausea/Vomitus : Tidak Ya
Warna/konsistensi:tidak ada
Jika ya, jumlah: tidak mengalami
mual muntah
44
Minum teh hangat setiap pagi dan Tidak ada
malam
ADL 0 1 2 3 4 ADL 0 1 2 3 4
Mobilisasi Mobilisasi
dari tempat dari tempat
tidur tidur
Berpindah Berpindah
Ambulasi Ambulasi
Keterangan Keterangan:
0 : mandiri 0 : mandiri
3:dibantu orang lain dengan alat 3:dibantu orang lain dengan alat
45
Kualitas tidur: Nyenyak Kualitas tidur: Nyenyak
Frekuensi bab/hr: 1 kali dalam sehari Frekuensi bab/hr: 1 kali dalam sehari
berwarna kuning setiap pagi tidak berwarna kuning setiap pagi tidak
encer tidak terlalu padat encer tidak terlalu padat
Melena Melena
BAK BAK
Hematuria Hematuria
menetes
urine menetes
Kateter
Lain-lain: tidak ada
46
Ukuran kateter : tidak ada
Ideal diri:
lain………………
Peran diri (dalam pekerjaan):
Saudara
Tinggal bersama:
Tetangga Lain-lain: tidak
47
Suami/istri orangtua ada
lain-lain
Hubungan dengan
dokter/perawat/tim kesehatan di
RS:
lain-lain
8 Seksual Wanita:
dan
Hamil: tidak ya tidak diketahui
Reprodu
ksi Tanggal haid terakhir:
48
Mamografi terakhir tgl:
Laki-laki:
Lain-lain:…………………………..
49
Koping Senang Mudah tersinggung Menangis
Tidak tahu
tahu
50
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Umum
sporocoma koma
GCS: 15 (E : 4 M: 6 V: 5)
Catatan:
TD : 160/100 mmHg
S : 36,6°C
N : 95x/menit
51
R : 23x/menit
Karakteristik Nyeri:
parfum berlebihan
52
2. Kepala
3. Rambut
4. Wajah
5. Mata
6. Telinga
Berdengung nyeri tuli keluar cairan nyeri tekan
tragus
7. Hidung
Asimetris epistaksis penyumbatan influenza sinus
53
tidak ada masalah
lain-lain
8. Mulut
9. Gigi
lain-lain.
10. Lidah
ada masalah
lain-lain
11. Tenggorokan
Faring merah sakit menelan tonsil membesar
lain
54
13. Dada
Muskuloskeletal:
Jantung
14. Abdomen
15. Genitalia
Kotor keputihan berbau tidak ada kelainan
55
lain-lain: distensi kandung kemih.
16. Anus dan rectum
Perdarahan kemerahan penonjolan tidak ada kelainan
memar edema
lain-lain……
18. Ekstremitas
Kekuatan otot: 5 5
atas: 5 kanan 5 kiri, bawah: 4kanan 4kiri 4 4
edema lemah
Kemampuan menggenggam: ya kontraktur
rasa baal paralisis
56
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal No Jenis Hasil / Nilai Interpretasi
Pemeriksaan Satuan Normal Hasil
Senin, 27 1 10 mg/dl N= 14 -18 Rendah
Hb
Februari mg/dl
2017
Jam 09.00
WIB
2. Pemeriksaan Radiologi
No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil/ Satuan
3. Terapi Medik
Tanggal No Nama Dosis Cara Indikasi
Obat Pemberian
Senin, 27 1 Captopril 12,5mg Oral Menurunkan
Januari 3 x 1 tablet tekanan darah
2017
Senin, 27 2 Infus RL 500 ml IV Menggantikan
Januari cairan tubuh
2017
Senin, 27 3 Ferofort 150mg Oral Anemia
Januari 1 x 1 tablet kekurangan
2017 zat besi
Senin, 27 4 Ketorolac 30 mg IV Mengurangi
Januari (setiap 6 rasa nyeri
2017 jam)
57
B. Asuhan Keperawatan
ANALISA DATA
S: 5.
T: saat berkemih. Perubahan
patologik
DO : anatomik
Pasien tampak
meringis menahan BPH
sakit.
Retensi pada
Pasien terlihat
leher buli-buli
tampak gelisah.
dan prostat
Gangguan tidur
meningkat
(mata pasien
tampak kuyu).
Obstruksi
Pasien tampak
saluran kemih
melindungi area
yang bermuara
yang nyeri.
58
di vesika
urinaria
Kompensasi
otot detruktor
Spasme otot
sfinkter.
Nyeri
suprapublik
Nyeri kronis
2. DS : Perubahan usia Gangguan Obstruksi
Pasien mengatakan eliminasi anatomis.
pancaran kencing Perubahan urin.
lemah, miksi tidak kesimbangan
puas sejak 6 bulan estrogen dan
yang lalu dan progesteron
frekuensi BAK
bertambah terutama Testosteron
pada malam hari, menurun
nyeri berkemih, rasa
ingin berkemih tetapi Estrogen
keluarnya sedikit. meningkat
DO : Perubahan
Terjadi nokturia. patologik
Retensi urine. anatomik
Frekuensi 10-15
kali/hari. BPH
Tampak klien
59
mengalami Retensi pada
kesulitan diawal leher buli-buli
berkemih. dan prostat
meningkat
Obstruksi
saluran kemih
yang bermuara
di vesika
urinaria
Kompensasi
otot detruktor
Penebalan
dinding vesika
urinaria.
Kontraksi otot
(refluks vesika
urinaria)
Insisi prostat
Gangguan
eliminasi urine
3. DS : Perubahan usia Intoleransi Anemia.
Pasien mengatakan aktivitas.
badan terasa lemas. Perubahan
DO : kesimbangan
KU: cukup estrogen dan
(lemah). progesteron
60
Pasien tampak
lemas. Testosteron
Hb: 10mg/dl. menurun
Pasien tirah
baring. Estrogen
mmHg.
Perubahan
patologik
anatomik
BPH
Retensi pada
leher buli-buli
dan prostat
meningkat
Obstruksi
saluran kemih
yang bermuara
di vesika
urinaria
Kompensasi
otot detruktor
Spasme otot
sfinkter.
Nyeri
suprapublik
61
Susah
beraktivitas
Intoleransi
aktivitas
62
INTERVENSI KEPERAWATAN
63
urine keperawatan urine. terjaga tidak
b.d obstruksi selama 3x24 jam, b) Berikan mengalami
anatomi. diharapkan kateterisasi perubahan.
gangguan urine. b) Agar tidak terjadi
eliminasi urine c) Ajarkan pasien distensi kandung
dapat teratasi tanda dan gejala kemih.
dengan KH: adanya infeksi. c) Untuk menambah
a. Menunjukkan d) Kolaborasikan pengetahuan
eliminasi urin dengan ahli pasien tentang
jarang. medis lain terjadinya infeksi
b. Mengosongkan dalam pemberian dan mencegah
kanung kemih obat yang sesuai. terjadinya infeksi.
sepenuhnya. d) Memberikan terapi
c. Eliminasi urin yang tepat untuk
tidak pasien.
terganggu.
d. Pengeluaran
urin tanpa
nyeri atau
urgensi.
3. Intoleransi Setelah dilakukan a) Pantau tingkat a) Untuk mengetahui
aktivitas b.d tindakan energy dan tingkat
anemia. keperawatan toleransi pasien ketergantungan
selama 3x24 jam, terhadap pasien.
diharapkan intoler aktivitas b) Untuk
ansi aktivitas dapat b) Bantu pasien mempermudah
teratasi dengan untuk pasien dalam
KH: melakukan melakukan aktivitas.
a. Pasien AKS. c) Mencegah
melaporkan c) Ajarkan pasien kelemahan otot dan
tingkat tentang merangsang
ketahankan pengaturan
64
yang adekuat aktivitas dan mobilisasi.
untuk aktivitas teknik
d) Memberikan terapi
b. Pasien dapat manajemen
yang tepat untuk
menyeimbangk waktu untuk
pasien.
an aktivitas dan mencegah
istirahat kelelahan.
c. Menampilkan d) Kolaborasikan
aktivitas dengan ahli gizi
sehari-hari dalam
dengan pemberian
beberapa asupan nutrisi
bantuan seperti yang sesuai.
eliminasi
dengan
ambulasi untuk
ke kamar
mandi.
65
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. HARI KE 1
Do :
Pasien tampak
meringis menahan
sakit.
Pasien terlihat tampak
gelisah.
Gangguan tidur
(mata pasien tampak
kuyu).
Pasien tampak
melindungi area yang
nyeri.
66
2) Membantu 2) Ds :
pasien untuk Pasien mengatakan belum
beradaptasi mampu beradaptasi dengan
dengan rasa nyeri.
persepsi
stressor. Do :
Pasien tampak gelisah.
Pasien tampak sering
merubah posisi untuk
mendapatkan posisi
yang nyaman.
3) Mengajarkan 3) Ds:
pasien teknik Pasien mengatakan belum
nonfarmakol- mengetahui cara dari teknik
ogi (kompres, tersebut.
relaksasi dan
distraksi) Do:
Pasien masih binggung
menerapkan teknik
tersebut.
4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis nyerinya berkurang, tapi
lain dalam timbul setelah 3jam
pemberian pemberian obat.
analgesik
(ketorolac 30 Do :
mg setiap 6 Tampak pasien terlihat
jam) rileks setelah di berikan
analgesik
67
2. Senin, 1) Mempertahan- 1) Ds :
27 kan pola Pasien mengatakan sedikit
Januari eliminasi nyaman dengan pola
2017 urine. eliminasi urine seperti ini.
(13.00
WIB) Do :
Pasien tampak sedikit
nyaman.
2) Memberikan 2) Ds :
kateterisasi Pasien mengatakan
urine. bersedia untuk dipasang
kateterisasi urine.
Do :
Tampak terpasang
kateterisasi urine.
3) Mengajarkan 3) Ds:
pasien tanda Pasien mengatakan belum
dan gejala mengetahui tentang tanda
adanya infeksi dan gejala infeksi.
Do:
Pasien banyak bertanya
tentang penyakitnya.
4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis lain keadaannya sedikit
dalam membaik setelah
pemberian pemberian obat.
68
obat Do :
Pasien tampak sedikit
rileks.
3. Senin, 1) Memantau 1) Ds :
27 tingkat Pasien mengatakan masih
Januari energy dan lemas.
2017 toleransi
(16.00 pasien Do :
WIB) terhadap Tampak pasien masih
aktivitas. lemas saat melakukan
aktivitas.
Hb : 10 mg/dl
TD : 160/100 mmHg
2) Membantu 2) Ds :
pasien untuk Pasien mengatakan setiap
melakukan melakukan aktivitas masih
AKS. dibantu oleh istrinya.
Do :
Aktivitas pasien tampak
masih dibantu.
3) Mengajarkan 3) Ds :
pasien Pasien mengatakan belum
tentang mampu mengatur aktivitas
pengaturan kegiatannya.
aktivitas dan
teknik Do :
manajemen Tampak pasien masih
waktu untuk terlihat kelelahan saat
mencegah melakukan aktivitas.
69
kelelahan.
4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli gizi mengkonsumsi makanan
dalam yang diprogramkan dari
pemberian rumah sakit.
asupan nutrisi
Do :
Tersaji makanan yang
diprogramkan oleh rumah
sakit (pagi, siang, petang).
70
2. HARI KE 2
Do :
Pasien tampak
meringis menahan
sakit.
Pasien terlihat tampak
sedikit gelisah.
Gangguan tidur
(mata pasien tampak
kuyu).
Pasien masih
melindungi area yang
nyeri.
2) Membantu
2) Ds :
pasien untuk
Pasien mengatakan sedikit
71
beradaptasi mampu beradaptasi dengan
dengan rasa nyeri.
persepsi
stressor. Do :
Pasien tampak sedikit
gelisah.
Pasien tampak sesekali
merubah posisi untuk
mendapatkan posisi
yang nyaman.
3) Mengajarkan 3) Ds:
pasien teknik Pasien mengatakan sedikit
nonfarmakol- mampu menerapkan cara
ogi (kompres, dari teknik tersebut.
relaksasi dan
distraksi) Do:
Pasien nampak agak
mampu menerapkan teknik
tersebut.
4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis nyerinya berkurang, tapi
lain dalam timbul setelah 3jam
pemberian pemberian obat.
analgesik
(ketorolac 30 Do :
mg setiap 6 Tampak pasien terlihat
jam) rileks setelah di berikan
analgesik
2. Selasa, 1) Mempertahan- 1) Ds :
72
28 kan pola Pasien mengatakan
Januari eliminasi nyaman dengan pola
2017 urine. eliminasi urine seperti ini.
(11.00
WIB) Do :
Pasien tampak nyaman.
2) Mengajarkan 2) Ds:
pasien tanda Pasien mengatakan sudah
dan gejala mengetahui tentang tanda
adanya infeksi dan gejala infeksi.
Do:
Pasien mampu menjawab
setiap pertanyaan dari
perawat.
3) Mengkolabor- 3) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis lain keadaannya sedikit
dalam membaik setelah
pemberian pemberian obat.
obat
Do :
Pasien tampak sedikit
rileks.
3. Selasa, 1) Memantau 1) Ds :
28 tingkat Pasien mengatakan masih
Januari energy dan lemas.
2017 toleransi
(15.00 pasien Do :
WIB) terhadap Tampak pasien masih
73
aktivitas. lemas saat melakukan
aktivitas.
Hb : 11 mg/dl.
TD : 150/100 mmHg
2) Membantu 2) Ds :
pasien untuk Pasien mengatakan setiap
melakukan melakukan aktivitas masih
AKS. dibantu oleh istrinya.
Do :
Aktivitas pasien tampak
masih dibantu.
3) Mengajarkan 3) Ds :
pasien Pasien mengatakan
tentang aktivitas kegiatannya sudah
pengaturan terjadwal.
aktivitas dan
teknik Do :
manajemen Tampak pasien sedikit
waktu untuk demi sedikit melakukan
mencegah aktivitas sesuai jadwal
kelelahan. yang telah di buat.
4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli gizi mengkonsumsi makanan
dalam yang diprogramkan dari
pemberian rumah sakit.
asupan nutrisi
Do :
74
Tersaji makanan yang
diprogramkan oleh rumah
sakit (pagi, siang, petang).
75
3. HARI KE 3
Do :
Pasien terkadang
tampak meringis
menahan sakit.
Pasien sudah tidak
gelisah.
Gangguan tidur
(mata pasien agak
kuyu).
Pasien terkadang
melindungi area yang
nyeri.
2) Membantu
2) Ds :
pasien untuk
Pasien mengatakan mampu
76
beradaptasi beradaptasi dengan rasa
dengan nyeri.
persepsi
stressor. Do :
Pasien tidak gelisah.
Pasien tampak jarang
merubah posisi untuk
mendapatkan posisi
yang nyaman.
3) Mengajarkan 3) Ds:
pasien teknik Pasien mengatakan
nonfarmakol- mampu mengontrol nyeri
ogi (kompres, dengan teknik tersebut.
relaksasi dan
distraksi) Do:
Pasien nampak mampu
menerapkan teknik
tersebut.
4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis nyerinya berkurang.
lain dalam
pemberian Do :
analgesik Tampak pasien terlihat
(ketorolac 30 rileks setelah di berikan
mg setiap 6 analgesik
jam)
2. Rabu, 1) Mempertahan- 1) Ds :
29 kan pola Pasien mengatakan
Januari eliminasi nyaman dengan pola
2017 urine. eliminasi urine seperti ini.
77
(10.00
WIB) Do :
Pasien tampak nyaman.
2) Mengkolabor- 2) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli medis lain keadaannya sedikit
dalam membaik setelah
pemberian pemberian obat.
obat
Do :
Pasien tampak sedikit
rileks.
3. Selasa, 1) Memantau 1) Ds :
29 tingkat Pasien mengatakan agak
Januari energy dan lemas.
2017 toleransi
(14.00 pasien Do :
WIB) terhadap Tampak pasien sedikit
aktivitas. lemas saat melakukan
aktivitas.
Hb : 12 mg/dl.
TD : 140/100 mmHg
2) Membantu 2) Ds :
pasien untuk Pasien mengatakan setiap
melakukan melakukan aktivitas kadang
AKS. dibantu oleh istrinya.
Do :
Pasien tampak dapat
melakukan sedikit demi
78
sedikit tanpa dibantu.
3) Mengajarkan 3) Ds :
pasien Pasien mengatakan
tentang aktivitas kegiatannya sudah
pengaturan terjadwal.
aktivitas dan
teknik Do :
manajemen Tampak pasien melakukan
waktu untuk aktivitas sesuai jadwal
mencegah yang telah di buat.
kelelahan.
4) Mengkolabor- 4) Ds :
asikan dengan Pasien mengatakan
ahli gizi mengkonsumsi makanan
dalam yang diprogramkan dari
pemberian rumah sakit.
asupan nutrisi
Do :
Tersaji makanan yang
diprogramkan oleh rumah
sakit (pagi, siang, petang).
79
EVALUASI
1. HARI KE 1
Ttd &
Hari/tgl Diagnosa
No. Evaluasi Nama
/Jam keperawatan
Terang
1. Senin, Nyeri kronis S :
27 b.d agen Pasien mengatakan nyeri berkemih dan
Januari cidera merasakan kesakitan mengawali dan
2017 biologis mengakhiri berkemih sejak 6 bulan yang lalu.
(pembesaran P: BPH.
prostat) Q: ditusuk-tusuk.
R: hilang timbul ≤ 30 menit.
S: 5.
T: saat berkemih.
O:
Pasien tampak meringis menahan sakit.
Pasien terlihat tampak gelisah.
Gangguan tidur (mata pasien tampak
kuyu).
Pasien tampak melindungi area yang
nyeri.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
Memantau tingkat nyeri pasien.
Membantu pasien untuk beradaptasi
dengan persepsi stressor.
Mengajarkan pasien teknik
nonfarmakologi (kompres, relaksasi
dan distraksi)
80
Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian analgesik
(ketorolac 30 mg setiap 6 jam).
2. Senin, Gangguan S:
27 eliminasi Pasien mengatakan pancaran kencing
Januari urine b.d lemah, miksi tidak puas sejak 6 bulan
2017 obstruksi yang lalu dan frekuensi BAK bertambah
anatomi. terutama pada malam hari, nyeri berkemih,
rasa ingin berkemih tetapi
keluarnya sedikit.
O:
Terjadi nokturia.
Retensi urine.
Frekuensi 10-15 kali/hari.
Tampak klien mengalami
kesulitan diawal berkemih.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi :
Mempertahankan pola eliminasi urine.
Memberikan kateterisasi urine.
Mengajarkan pasien tanda dan gejala
adanya infeksi.
Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian obat yang
sesuai.
3. Senin, Intoleransi S:
27 aktivitas b.d Pasien mengatakan badan terasa lemas.
Januari anemia. O:
2017 KU: cukup (lemah).
Pasien tampak lemas.
81
Hb: 10mg/dl.
Pasien tirah baring.
TD: 160/100 mmHg.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi :
Memantau tingkat energy dan
toleransi pasien terhadap aktivitas
Membantu pasien untuk melakukan
AKS.
Mengajarkan pasien tentang
pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan.
Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian asupan nutrisi yang
sesuai.
82
2. HARI KE 2
Ttd &
Hari/tgl Diagnosa
No. Evaluasi Nama
/Jam keperawatan
Terang
1. Selasa, Nyeri kronis S :
28 b.d agen Pasien mengatakan masih merasakan
Januari cidera nyeri saat berkemih dan sakit saat
2017 biologis mengawalidan mengakhiri berkemih.
(pembesaran P: BPH.
prostat) Q: ditusuk-tusuk.
R: hilang timbul ≤ 30 menit.
S: 5.
T: saat berkemih.
O:
Pasien masih tampak meringis menahan
sakit.
Pasien masih terlihat gelisah.
Gangguan tidur (mata pasien tampak
sedikit kuyu).
Pasien masih tampak melindungi area
yang nyeri.
A : Masalah teratasi sebagian
Pasien agak mampu mengontrol nyeri
menggunakan teknik yang diajarkan
perawat.
P : Lanjutkan intervensi :
Memantau tingkat nyeri pasien.
Membantu pasien untuk beradaptasi
dengan persepsi stressor.
Mengajarkan pasien teknik
nonfarmakologi (kompres, relaksasi
83
dan distraksi)
Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian analgesik
(ketorolac 30 mg setiap 6 jam).
2. Selasa, Gangguan S:
28 eliminasi Pasien mengatakan pancaran kencing
Januari urine b.d lemah, miksi tidak puas, frekuensi BAK
2017 obstruksi bertambah pada malam hari, nyeri berkemih,
anatomi. rasa ingin berkemih tetapi keluarnya sedikit.
O:
Terjadi nokturia.
Retensi urine.
Frekuensi 10-15 kali/hari.
Tampak klien masih mengalami
kesulitan diawal berkemih.
A : Masalah teratasi sebagian.
Pasien terpasang kateterisasi urine.
Pasien mengerti tentang tanda dan
gejala adanya infeksi.
P : Lanjutkan intervensi :
Mempertahankan pola eliminasi urine.
Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian obat yang
sesuai.
3. Selasa, Intoleransi S:
28 aktivitas b.d Pasien mengatakan badannya masih terasa
Januari anemia. lemas.
2017 O:
KU: cukup (lemah).
Pasien masih tampak lemas.
84
Hb: 11mg/dl.
Pasien tirah baring.
TD: 150/100 mmHg.
A : Masalah teratasi sebagian.
Tingkat energi dan toleransi pasien
terhadap aktivitas mengalami sedikit
peningkatan.
Pengaturan aktivitas dan teknik
menejemen waktu pasien sudah
terjadwal.
P : Lanjutkan intervensi :
Memantau tingkat energy dan
toleransi pasien terhadap aktivitas
Membantu pasien untuk melakukan
AKS.
Mengajarkan pasien tentang
pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan.
Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian asupan nutrisi yang
sesuai.
85
3. HARI KE 3
Ttd &
Hari/tgl Diagnosa
No. Evaluasi Nama
/Jam keperawatan
Terang
1. Rabu, Nyeri kronis S :
29 b.d agen Pasien mengatakan masih agak merasakan
Januari cidera nyeri saat berkemih dan sakit saat
2017 biologis mengawalidan mengakhiri berkemih.
(pembesaran P: BPH.
prostat) Q: ditusuk-tusuk.
R: hilang timbul ≤ 20 menit.
S: 4.
T: saat berkemih.
O:
Pasien tampak terkadang meringis
menahan sakit.
Pasien sudah tidak gelisah.
Gangguan tidur (mata pasien tampak agak
kuyu).
Pasien tampak terkadang melindungi area
yang nyeri.
A : Masalah teratasi sebagian
Pasien sedikit mampu beradaptasi
dengan rasa nyeri yang terkadang
muncul.
Pasien mampu mengontrol nyeri
menggunakan teknik yang diajarkan
perawat.
P : Lanjutkan intervensi :
Memantau tingkat nyeri pasien.
Membantu pasien untuk beradaptasi
86
dengan persepsi stressor.
Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian analgesik
(ketorolac 30 mg setiap 6 jam).
2. Rabu, Gangguan S:
29 eliminasi Pasien mengatakan masih sering merasa BAK
Januari urine b.d pada malam hari, nyeri berkemih, rasa ingin
2017 obstruksi berkemih tetapi keluarnya sedikit.
anatomi. O:
Terjadi nokturia.
Retensi urine.
Frekuensi 10-15 kali/hari.
Tampak klien agak mengalami
kesulitan diawal berkemih.
A : Masalah teratasi sebagian.
Pasien agak mampu mempertahankan
pola eliminasi urine.
P : Lanjutkan intervensi :
Mempertahankan pola eliminasi urine.
Melakukan kolaborasi dengan ahli
medis lain dalam pemberian obat yang
sesuai.
3. Rabu, Intoleransi S:
29 aktivitas b.d Pasien mengatakan badannya agak lemas.
Januari anemia. O:
2017 KU: cukup (lemah).
Pasien masih tampak lemas.
Hb: 12mg/dl.
TD: 140/100 mmHg.
A : Masalah teratasi sebagian.
87
Tingkat energi dan toleransi pasien
terhadap aktivitas mengalami
peningkatan.
Pengaturan aktivitas dan teknik
menejemen waktu pasien sudah
terlaksana sesuai dengan jadwal.
P : Lanjutkan intervensi :
Memantau tingkat energy dan
toleransi pasien terhadap aktivitas
Membantu pasien untuk melakukan
AKS.
Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian asupan nutrisi yang
sesuai.
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran
prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh
pria berusia 50 tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher
kandung kemih, dapat menghambat pengosongan kandung kemih dan
menyebabkan gangguan perkemihan.
B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memehami dan
mengetahui penyebab, bahaya serta cara pencegahan yang ditimbulkan
dari BPH (Benigna Prostate Hiperplasia) sehingga dalam melakukan
tindakan keperawatan di masa mendatang dapat memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan standart asuhan keperawatan yang sudah
ditetapkan.
89
DAFTAR PUSTAKA
90