Vous êtes sur la page 1sur 12

Askep KET

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan di mana kantung gestasi berada di luar kavum uteri,
merupakan keadaan gawat darurat yang paling sering mengancam hidup pada kehamilan awal.
Insidensnya di Amerika Serikat meningkat pesat dalam lima dekade terakhir, dari 4,5 per 1000
kehamilan pada tahun 1970 menjadi sekitar 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 2002.
Angka kejadian kehamilan ektopik terganggu di Indonesia menurut WHO diperkirakan tidak
berbeda jauh dengan di Amerika Serikat, sekitar 60.000 kasus setiap tahun atau 0,03% dari
seluruh populasi masyarakat.
Kehamilan ektopik masih merupakan suatu penyebab utama dari kematian ibu, yang meliputi
sekitar 4% dari 20 kematian yang berkaitan dengan kehamilan setiap tahunnya di Kanada.
Meskipun terdapat frekuensi yang relatif tinggi dari kondisi serius ini, deteksi dini masih menjadi
tantangan. Hingga pada separuh dari semua perempuan dengan kehamilan ektopik yang datang
ke instalasi gawat darurat, kondisinya tidak teridentifikasi pada penilaian awal. Meskipun
insidens dari kehamilan ektopik pada populasi umum sekitar 2%, pravelensinya di antara pasien-
pasien hamil yang datang ke instalasi gawat darurat dengan perdarahan atau nyeri trimester
pertama, atau keduanya, adalah 6% hingga 16%.
Dalam penanganan kehamilan ektopik, diagnosis yang tepat dan cepat merupakan hal yang
sangat penting karena dapat menurunkan angka kematian ibu dan mempertahankan kualitas
reproduksinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah Pengertian dari KET ?
2. Apakah Etiologi terjadinya KET ?
3. Bagaimana Patofisiologi terjadinya KET ?
4. Bagaimana Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinik) terjadinya KET ?
5. bagaimana Komplikasi dari KET ?
6. Apa sajakah Pemeriksaan Penunjang dari KET ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan dari KET ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan KET ?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET)
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian KET
2. Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi terjadinya KET
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi terjadinya KET
4. Mahasiswa mampu menjabarkan tentang tanda dan gejala (manifestasi klinik) terjadinya
KET
5. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari KET
6. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari KET
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan KET
8. Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan maternitas dengan KET
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos
yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”.
Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi
wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii
merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar
kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis
servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba fallopi
merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90
%). (Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal)
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yang normal
ialah di dalam cavum uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba,
ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa
misalnya dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim. (Obstetri
Patologi. 1984. FK UNPAD)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium
kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001)
Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi melekat pada sembarang jaringan selain
lapisan uterus. (Brenda & Suzanne, 2001: 1530).
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium
kavum uteri. (Prawirohardjo, 2006: 323).

2.2 Klasifikasi
Prawirihardjo (2005: 250), mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya, antara
lain:
1. Tuba fallopi
a. pars interstisialis;
b. pars ismika tuba;
c. pars ampullaris tuba;
d. infundibulum tuba;
e. fimbria.
2. Uterus
a. kanalis servikalis;
b. divertikulum;
c. kornua;
d. tanduk rudimenter.
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a. primer;
b. sekunder.
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

Gambar 2.1 Lokasi Kehamilan Ektopik

(………………., 2006)
Dari sekian banyak lokasi pada kehamilan ektopik, kasus yang sering terjadi adalah kehamilan
ektopik pada tuba.

2.3 Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak
diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampulla tuba, dan dalam
perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau
nidasinya di tuba dipermudah. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah
sebagai berikut:
1. Faktor dalam lumen tuba:
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu;
b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai
gangguan fungsi silia endosalping;
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba
menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba:
a. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi
di tempat itu.
3. Faktor di luar dinding tuba:
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan
telur;
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain:
a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat
memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur yang terlalu cepat
dapat menyebabkan implantasi prematur;
b. Fertilisasi in vitro.
(Prawirohardjo, 2006: 325-326)

2.4 Patofisiologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005: 252-253), patologi terjadinya kehamilan ektopik sebagai
berikut:
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista yang
berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan
sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:
a. Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak
diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum, dianggap
sebgai haid yang datangnya agak terlambat;
b. Trofoblas dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan
timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba
(hematosalping), dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum
Douglas, dan menyebabkan hematokele retrouterina.
Pada peristiwa ini yang dikenal dengan abortus tuba, ovum untuk sebagian atau seluruhnya ikut
memasuki lumen tuba dan keluar dari ostium tuba abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi
pada kehamilan ampulla; darah yang keluar kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya
tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba;
c. Trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum pada dinding
tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga peritoneum. Peristiwa ini yang sering
terjadi pada kehamilan di isthmus, dapat menyebabkan perdarahan banyak karena darah
mengalir secara bebas dalam rongga peritoneum, dan dapat menyebabkan keadaan yang gawat
pada penderita.
Ruptur bisa terjadi pula pada dinding tuba yang menghadapi mesosalping; darah mengalir antara
2 lapisan mesosalping dan kemudian ke ligamntum latum, dan menyebabkan hematom
intraligamenter. Baik pada abortus tuba maupun ruptur tuba, kejadian tidak jarang timbul sekitar
14 hari sesudah implantasi ovum dalam tuba, malahan kadang-kadang sebelum saat semestinya
datang haid.
Pada kehamilan di pars interstisialis tuba pembesaran terjadi pada jaringan uterus di sekeliling
pars interstisialis. Jaringan ini yang sebagian besar terdiri atas miometrium tidak lekas ditembus
oleh villus korialis, sehingga kehamilan bisa berlangsung terus sampai 16-20 minggu. Akan
tetapi perdarahan sebagai akibat dari ruptur, tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan
pertolongan dengan segera untuk mengatasinya. Uterus, walaupun tidak terisi mudigah di
dalamnya, pada kehamilan ektopik juga membesar dan lembek di bawah pengaruh hormon;
begitu pula terjadi pembentukan desisua di dalam uterus.
Gangguan ringan dan yang tidak menghentikan berlangsungnya kehamilan dapat menimbulkan
perdarahan endometrium. Kadang-kadang khususnya jika mudigah mati, timbul perdarahan lebih
banyak dengan mengikutsertakan pengeluaran desidua utuh dalam bentuk sebagai cetakan dari
kavum uteri.
Perubahan yang dpat pula dikemukakan pada endometrium adalah “reaksi Arias-Stella”. Di sini
oada suatu tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa sel-sel kelenjar membesar dan
hiperkromatik, dengan mitosis; sitoplasma menunujkkan vakuolisasi, dan batas antara sel-sel
menjadi kurang jelas. Perubahan ini yang disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang
berlebihan dan ditemukan dalam endometrium yang berubah menjadi desisua, harus
menimbulkan kewaspadaan ke arah adanya kehamilan dan khususnya kehamilan ektopik.

2.5 Manifestasi Klinik


Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005: 328-330), gambaran klinik dari kehamilan ektopik
sebagai berikut:
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan penderita maupun
dokternya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba
atau ruptur tuba. Pada umumnya, penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan
mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada
pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin tidak sebesar tuanya
kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada
pemeriksaan bimanual.
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan banyak yang
tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar
membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan
keadaan umum penderita sebelum hamil.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba nyeri
perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang
menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri
tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi;
tetapi, setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau
ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi
nyeri.
Perdarahan per vaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu.
Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna cokelat tua.
Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati,
desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea
tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak
mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Pada kehamilan ektopik terganggu (ditemukan pada pemeriksaan vaginal) bahwa usaha
menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, demikian pula kavum Douglas menonjol
dan nyeri pada perabaan. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di
samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina
dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak
tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat; perdarahn lebih banyak lagi menimbulkan
syok.
Kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak
dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar,
sehingga sukar membuat diagnosis.
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini tidak sering ditemukan. Penderita, setelah mengalami amenorea dengan tiba-tiba,
menderita rasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering muntah-muntah. Nyeri
dapat demikian hebatnya, sehingga penderita jatuh pingsan. Penderita tidak lama kemudian
masuk ke dalam syok akibat perdarahan dengan tekanan darah turun, nadi kecil dan cepat,
ujung ekstremitas basah, pucat, dan dingin. Seluruh perut agak membesar, nyeri tekan, dan
tanda-tanda cairan intraperitoneal mudah ditemukan. Pada pemeriksaan vaginal forniks posterior
menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Kadang-kadang uterus
teraba sedikit membesar dengan di sebelahnya suatu adnex tumor, tetapi biasanya sulit karena
dinding abdomen tegang.
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran klinik ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba atau
yang terjadi perlahan-lahan. Setelah haid terlambat beberapa minggu, penderita mengeluh rasa
nyeri yang tidak terus-menerus di perut bagian bawah; kadang-kadang rasa nyeri ini dapat hebat
pula. Dengan adanya darah dalam rongga perut, rasa nyeri menetap. Tanda-tanda anemia
menjadi nyata karena perdarahan yang berulang. Mula-mula perut masih lembek, tetapi
kemudian dapat mengembang karena terjadi ileus parsialis. Di sebelah uterus terdapat tumor
(hematosalping) yang kadang-kadang menjadi satu dengan hematokel retrouterina. Dengan
adanya hematokel retrouterina, kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba; pergerakan
serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Selain itu, penderita mengeluh rasa penuh di daerah
rektum dan merasa tenesmus. Setelah seminggu merasa nyeri, biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
Tanda dan gejala
a) Tanda
1. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau perdarahan
vaginal.
2. Menstruasi abnormal.
3. Abdomen dan pelvis yang lunak.
4. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau
tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.
5. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
6. Kolaps dan kelelahan
7. pucat
8. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
9. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
10. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangangan peritoneum oleh darah di
dalam rongga perut.
11. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-hormon kehamilan tapi
pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang
sama umurnya.
12. Nyeri pada toucher
Terutama kalau cervix digerakkan atau pada perabaan cavumdouglasi (nyeri digoyang)
13. Tumor dalam rongga panggul
Dalam rongga panggul teraba tumor lunak kenyal yang disebabkan kumpulan darah di tuba dan
sekitarnya.
14. Perubahan darah
Dapat diduga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu, karena
perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.

b) Gejala
1. Nyeri:
Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilan ektopik. Nyeri dapat
bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar.
2. Perdarahan:
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan dikeluarkan dengan
perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit, perdarahan yang banyak dari vagina harus
mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa.Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk
bercak. Biasanya terjadi pada 75% kasus
3. Amenorhea:
Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas perdarahan pada
saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil.

2.6 Diagnosis
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis
kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan ektopik yang
belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis. Yang penting dalam
pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah supaya pada pemeriksaan penderita selalu
waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini (Prawirohardjo, 2005: 255).
Gejala-gejala yang perlu diperhatikan ialah (Prawirohardjo, 2005: 255):
a. adanya amenorea: amenorea sering ditemukan walaupun hanya pendek saja sebelum
diikuti oleh perdarahan, malah kadang-kadang tidak ada amenorea;
b. perdarahan: gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan perdarahan yang
berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.
4. Jika mudigah mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya; desidua itu tidak mengandung
villus korialis;
c. rasa nyeri: nyeri perut merupakan gejala penting. Pada kehamilan ektopik yang terganggu
rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras;
d. keadaan umum penderita: tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba,
keadaan umum ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemi. Pada
abortus tuba yang berlangsung beberapa waktu suhu badan agak meningkat dan terdapat
leukositosis. Hb dan hematokrit perlu diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik terganggu;
e. perut: pada abortus tuba terdapat nyeri takan di perut bagian bawah di sisi uterus, dan
pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimabual ditemukan tumor yang tidak begitu padat,
nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata di samping uterus. Hematoklretrouterina
dapat ditemukan. Pada ruptur tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan
bebas dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang berkumpul di
tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptura tuba gerakan pada serviks nyeri
sekali.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan umum. Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan dalam
rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah
hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
b. Pemeriksaan ginekologi. Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan
serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar
dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
Suhu kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
c. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda
perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus janis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia;
tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis
meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah
leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir.
Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi, tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas
menyebabkan produksi human chorionic gonadotropin (HCG) menurun dan menyebabkan tes
negatif.
d. Dilatasi dan kerokan. Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang diagnosis
kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat dikemukakan; a) kemungkinan
adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan ektopik; b) hanya 12 sampai 19% kerokan
pada kehamilan ektopik menunjukkan reaksi desidua; c) perubahan endometrium yang berupa
reaksi Arias-Stella tidak khas untuk kehamlan ektopik. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan
bersama dengan perdarahan terdiri atas desidua tanpa villi koriales, hal itu dapat memperkuat
diagnosis kehamilan ekktopik terganggu.
e. Kuldosentesis. Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat diagnosis
kehamilan ektopik terganggu.
Teknik Kuldosentesis diantaranya adalah:
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
3. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks, lakukan traksi
ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Suntikkan jarum spinal no. 18 ke dalam kavum Douglas dan lakukan pengisapan dengan
semprif 10 ml.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan
diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan:
a) Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini
berasal dari arteri atau vena yang tertusuk;
b) Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan
kecil-kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel ratrouterin.
f. Ultrasonografi. Ultrasonografi berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnosis pasti
ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung
janin. Hal ini hanya terdapat pada ± 5% kasus kehamilan ektopik. Walaupun demikian, hal ini
masih harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterin pada kasus uternus
bikornis.
g. Laparoskopi. Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui
prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai
keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas, dan ligamentum latum. Adanya darah dalam
rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi
untuk dilakukan laparotomi.
h. Foto Rontgen. Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa.
Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
i. Histerosalpingografi. Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari
biasa, dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance
Imagine) (1,4,8,15). Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan
vagina abnormal, dan amenore. (http://munahasrini.wordpress.com/2012/03/16/askep-dengan-
kehamilan-ektopik/, diakses pada 10 Oktober 2014)

2.8 Penatalaksanaan
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa penderita,
dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi.
Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di rongga
abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi
(pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan
perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-
ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut
dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak,
maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan dirawat,
namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun
oovorektomi Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering
menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali
mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif.
Pasien dirujuk ke rumah sakit. Dirumah sakit dilakukan :
· Laparotomi.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum uterus,
kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan
dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum
penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta
memberikan transfusi darah.

· Salpingektomi/salpingostomi/reanastomosis tuba.
· Kemoterapi dengan metotreksat 1 mg/kg intravena dan factor sitrovorum 0,1 mg/kg
intramuscular berselang-seling selama 8 hari bila kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah,
diameter kantong gestasi kurang atau sama dengan 4 cm, perdarahan dalam rongga perut
kurang dari 100 ml dan tanda vital balik.

2.9 Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis, diagnosis yang
terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis secara cepat dan
tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan
hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi, kerusakan
organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga
komplikasi terkait tindakan anestesi.

2.10 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan
darah yang cukup, sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau
mengalami kehamilan ektopik lagi bagi tuba sisi lain. Angka kehamilan ektopik berulang
dilaporkan 0-14,6 %.

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Biodata
· Nama, sebagai identitas bagi pelayanan kesehatan/Rumah Sakit/Klinik atau catat apakah
klien pernah dirawat disini atau tidak.
· Umur, Digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi dantindakan, juga
sebagai acuan pada umur berapa penyakit/kelainantersebut terjadi. Pada keterangan sering
terjadi pada usia produktif 25 - 45 tahun (Prawiroharjo S, 1999 ; 251).
· Alamat, sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal klien apakah dekat atau
jauh dari pelayanan kesehatan khususnya dalam pemeriksaan kehamilan.
· Pendidikan, Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga akanmemudahkan
dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan tentanggejala / keluhan selama di rumah atau
Rumah Sakit.
· Status pernikahan, Dengan status perkawinan mengetahui berapa kali klien
mengalamikehamilan (KET) atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya
dengan kehamilan.
· Pekerjaan, Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien, sehingga
memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya KET
b. Keluhan Utama
Nyeri hebat pada perut bagian bawah dan disertai dengan perdarahanselain itu klien
ammeorrhoe.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Awalnya wanita mengalami ammenorrhoe beberapa minggu kemudiandisusul dengan adanya
nyeri hebat seperti disayat-sayat pada mulanyanyeri hanya satu sisi ke sisi berikutnya disertai
adanya perdarahan pervagina :
1. Kadang disertai muntah
2. Keadaan umum klien lemah dan adanya syok
3. Terkumpulnya darah di rongga perut :
a. Menegakkan dinding perut nyeri
b. Dapat juga menyebabkan nyeri hebat hingga klien pingsan

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Mencari faktor pencetus misalnya adanya riwayat endomatritis, addresitis menyebabkan
perlengkapan endosalping, Tuba menyempit / membantu.

e. Status Obstetri Ginekologi


1. Usia perkawinan, sering terjadi pada usia produktif 25 – 45 tahun, berdampak
bagi psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan anak.
2. Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses persalinan di petugas
kesehatan atau di dukun
3. Grande multi
4. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD.
5. Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yangmenyengat. Kemungkinan
adanya infeksi.

f. Riwayat Kesehatan Keluarga


1. Hal yang perlu dikaji kesehatan suami
2. Suami mengalami infeksi system urogenetalia, dapat menular pada istri dan dapat
mengakibatkan infeksi pada celvix.

g. Riwayat Psikososial
Tindakan salpingektomi menyebabkan infertile. Mengalami gangguankonsep diri, selain itu
menyebabkan kekhawatiran atau ketakutan

h. Pola Aktivitas Sehari-hari


1. Pola nutrisi
Pada rupture tube keluhan yang paling menonjol selain nyeri adalah Nausea dan vomiting
karena banyaknya darah yang terkumpul dirongga abdomen.
2. Eliminasi
Pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko terhadap konstipasiitu diakibatkan karena
penurunan peristaltik usus, imobilisasi, obatnyeri, adanya intake makanan dan cairan yang
kurang. Sehinggatidak ada rangsangan dalam pengeluaran faeces.Pada BAK klien mengalami
output urine yang menurun < 1500ml/hr, karena intake makanan dan cairan yang kurang.
3. Personal hygiene
Luka operasi dapat mengakibatkan pembatasan gerak, takut untuk melakukan aktivitas karena
adanya kemungkinan timbul nyeri,sehingga dalam personal hygiene tergantung pada orang lain.
4. Pola aktivitas (istirahat tidur)
Terjadi gangguan istirahat, nyeri pada saat infeksi/defekasi akibat hematikei retropertonial
menumpuk pada cavum Douglasi

i. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Tergantung banyaknya darah yang keluar dan tuba, keadaan umumialah kurang lebih normal
sampai gawat dengan shock berat dananemi (Prawiroharjo, 1999 ; 255)
2. Pemeriksaan kepala dan leher
Muka dan mata pucat, conjungtiva anemis (Prawiroharjo, 1999 ;155)
3. Pemeriksaan leher dan thorak
Tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu tidak dapatdiidentifikasikan melalui leher dan thorax,
Payudara pada KET, biasanya mengalami perubahan.
4. Pemeriksaan abdomen
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah disisiuterus, dan pada
pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanualditemukan tumor yang tidak begitu padat, nyeri
tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata disamping uterus.Hematokel retrouterina dapat
ditemukan. Pada repture tuba perutmenegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan
bebas dalamrongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang berkumpul
ditempat tersebut baik pada abortus tuba maupun padarupture tuba gerakan pada serviks nyeri
sekali (Prawiroharjo S,1999, hal 257).
5. Pemeriksaan genetalia
a. Sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaangenetalia eksterna dapat
ditemukan adanya perdarahan pervagina. Perdarahan dari uterus biasanya sedikit-
sedikit, berwarna merah kehitaman.
b. Setelah dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetaliadapat ditemukan adanya
darah yang keluar sedikit.
6. Pemeriksaan ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akraldingin akibat syok serta
tanda-tanda cyanosis perifer pada tangandan kaki.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi implantasi sebagai efek
tindakan pembedahan.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman nutrien ke sel.
Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba fallopi, pendarahan intraperitonial.
4. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau tidak
mengenal sumber-sumber informasi.

3.3 Intervensi Keperawatan


No.
Diagnosa
NIC
NOC
1.
Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi implantasi sebagai efek
tindakan pembedahan.
2.

3.

4.

Vous aimerez peut-être aussi