Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET)
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian KET
2. Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi terjadinya KET
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi terjadinya KET
4. Mahasiswa mampu menjabarkan tentang tanda dan gejala (manifestasi klinik) terjadinya
KET
5. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari KET
6. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari KET
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan KET
8. Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan maternitas dengan KET
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos
yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”.
Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi
wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii
merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar
kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis
servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba fallopi
merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90
%). (Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal)
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yang normal
ialah di dalam cavum uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba,
ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa
misalnya dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim. (Obstetri
Patologi. 1984. FK UNPAD)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium
kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001)
Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi melekat pada sembarang jaringan selain
lapisan uterus. (Brenda & Suzanne, 2001: 1530).
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium
kavum uteri. (Prawirohardjo, 2006: 323).
2.2 Klasifikasi
Prawirihardjo (2005: 250), mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya, antara
lain:
1. Tuba fallopi
a. pars interstisialis;
b. pars ismika tuba;
c. pars ampullaris tuba;
d. infundibulum tuba;
e. fimbria.
2. Uterus
a. kanalis servikalis;
b. divertikulum;
c. kornua;
d. tanduk rudimenter.
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a. primer;
b. sekunder.
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
(………………., 2006)
Dari sekian banyak lokasi pada kehamilan ektopik, kasus yang sering terjadi adalah kehamilan
ektopik pada tuba.
2.3 Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak
diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampulla tuba, dan dalam
perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau
nidasinya di tuba dipermudah. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah
sebagai berikut:
1. Faktor dalam lumen tuba:
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu;
b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai
gangguan fungsi silia endosalping;
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba
menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba:
a. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi
di tempat itu.
3. Faktor di luar dinding tuba:
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan
telur;
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain:
a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat
memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur yang terlalu cepat
dapat menyebabkan implantasi prematur;
b. Fertilisasi in vitro.
(Prawirohardjo, 2006: 325-326)
2.4 Patofisiologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005: 252-253), patologi terjadinya kehamilan ektopik sebagai
berikut:
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista yang
berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan
sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:
a. Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak
diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum, dianggap
sebgai haid yang datangnya agak terlambat;
b. Trofoblas dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan
timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba
(hematosalping), dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum
Douglas, dan menyebabkan hematokele retrouterina.
Pada peristiwa ini yang dikenal dengan abortus tuba, ovum untuk sebagian atau seluruhnya ikut
memasuki lumen tuba dan keluar dari ostium tuba abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi
pada kehamilan ampulla; darah yang keluar kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya
tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba;
c. Trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum pada dinding
tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga peritoneum. Peristiwa ini yang sering
terjadi pada kehamilan di isthmus, dapat menyebabkan perdarahan banyak karena darah
mengalir secara bebas dalam rongga peritoneum, dan dapat menyebabkan keadaan yang gawat
pada penderita.
Ruptur bisa terjadi pula pada dinding tuba yang menghadapi mesosalping; darah mengalir antara
2 lapisan mesosalping dan kemudian ke ligamntum latum, dan menyebabkan hematom
intraligamenter. Baik pada abortus tuba maupun ruptur tuba, kejadian tidak jarang timbul sekitar
14 hari sesudah implantasi ovum dalam tuba, malahan kadang-kadang sebelum saat semestinya
datang haid.
Pada kehamilan di pars interstisialis tuba pembesaran terjadi pada jaringan uterus di sekeliling
pars interstisialis. Jaringan ini yang sebagian besar terdiri atas miometrium tidak lekas ditembus
oleh villus korialis, sehingga kehamilan bisa berlangsung terus sampai 16-20 minggu. Akan
tetapi perdarahan sebagai akibat dari ruptur, tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan
pertolongan dengan segera untuk mengatasinya. Uterus, walaupun tidak terisi mudigah di
dalamnya, pada kehamilan ektopik juga membesar dan lembek di bawah pengaruh hormon;
begitu pula terjadi pembentukan desisua di dalam uterus.
Gangguan ringan dan yang tidak menghentikan berlangsungnya kehamilan dapat menimbulkan
perdarahan endometrium. Kadang-kadang khususnya jika mudigah mati, timbul perdarahan lebih
banyak dengan mengikutsertakan pengeluaran desidua utuh dalam bentuk sebagai cetakan dari
kavum uteri.
Perubahan yang dpat pula dikemukakan pada endometrium adalah “reaksi Arias-Stella”. Di sini
oada suatu tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa sel-sel kelenjar membesar dan
hiperkromatik, dengan mitosis; sitoplasma menunujkkan vakuolisasi, dan batas antara sel-sel
menjadi kurang jelas. Perubahan ini yang disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang
berlebihan dan ditemukan dalam endometrium yang berubah menjadi desisua, harus
menimbulkan kewaspadaan ke arah adanya kehamilan dan khususnya kehamilan ektopik.
b) Gejala
1. Nyeri:
Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilan ektopik. Nyeri dapat
bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar.
2. Perdarahan:
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan dikeluarkan dengan
perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit, perdarahan yang banyak dari vagina harus
mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa.Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk
bercak. Biasanya terjadi pada 75% kasus
3. Amenorhea:
Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas perdarahan pada
saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil.
2.6 Diagnosis
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis
kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan ektopik yang
belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis. Yang penting dalam
pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah supaya pada pemeriksaan penderita selalu
waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini (Prawirohardjo, 2005: 255).
Gejala-gejala yang perlu diperhatikan ialah (Prawirohardjo, 2005: 255):
a. adanya amenorea: amenorea sering ditemukan walaupun hanya pendek saja sebelum
diikuti oleh perdarahan, malah kadang-kadang tidak ada amenorea;
b. perdarahan: gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan perdarahan yang
berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.
4. Jika mudigah mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya; desidua itu tidak mengandung
villus korialis;
c. rasa nyeri: nyeri perut merupakan gejala penting. Pada kehamilan ektopik yang terganggu
rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras;
d. keadaan umum penderita: tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba,
keadaan umum ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemi. Pada
abortus tuba yang berlangsung beberapa waktu suhu badan agak meningkat dan terdapat
leukositosis. Hb dan hematokrit perlu diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik terganggu;
e. perut: pada abortus tuba terdapat nyeri takan di perut bagian bawah di sisi uterus, dan
pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimabual ditemukan tumor yang tidak begitu padat,
nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata di samping uterus. Hematoklretrouterina
dapat ditemukan. Pada ruptur tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan
bebas dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang berkumpul di
tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptura tuba gerakan pada serviks nyeri
sekali.
2.8 Penatalaksanaan
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa penderita,
dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi.
Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di rongga
abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi
(pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan
perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-
ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut
dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak,
maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan dirawat,
namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun
oovorektomi Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering
menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali
mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif.
Pasien dirujuk ke rumah sakit. Dirumah sakit dilakukan :
· Laparotomi.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum uterus,
kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan
dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum
penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta
memberikan transfusi darah.
· Salpingektomi/salpingostomi/reanastomosis tuba.
· Kemoterapi dengan metotreksat 1 mg/kg intravena dan factor sitrovorum 0,1 mg/kg
intramuscular berselang-seling selama 8 hari bila kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah,
diameter kantong gestasi kurang atau sama dengan 4 cm, perdarahan dalam rongga perut
kurang dari 100 ml dan tanda vital balik.
2.9 Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis, diagnosis yang
terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis secara cepat dan
tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan
hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi, kerusakan
organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga
komplikasi terkait tindakan anestesi.
2.10 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan
darah yang cukup, sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau
mengalami kehamilan ektopik lagi bagi tuba sisi lain. Angka kehamilan ektopik berulang
dilaporkan 0-14,6 %.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Biodata
· Nama, sebagai identitas bagi pelayanan kesehatan/Rumah Sakit/Klinik atau catat apakah
klien pernah dirawat disini atau tidak.
· Umur, Digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi dantindakan, juga
sebagai acuan pada umur berapa penyakit/kelainantersebut terjadi. Pada keterangan sering
terjadi pada usia produktif 25 - 45 tahun (Prawiroharjo S, 1999 ; 251).
· Alamat, sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal klien apakah dekat atau
jauh dari pelayanan kesehatan khususnya dalam pemeriksaan kehamilan.
· Pendidikan, Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga akanmemudahkan
dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan tentanggejala / keluhan selama di rumah atau
Rumah Sakit.
· Status pernikahan, Dengan status perkawinan mengetahui berapa kali klien
mengalamikehamilan (KET) atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya
dengan kehamilan.
· Pekerjaan, Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien, sehingga
memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya KET
b. Keluhan Utama
Nyeri hebat pada perut bagian bawah dan disertai dengan perdarahanselain itu klien
ammeorrhoe.
g. Riwayat Psikososial
Tindakan salpingektomi menyebabkan infertile. Mengalami gangguankonsep diri, selain itu
menyebabkan kekhawatiran atau ketakutan
i. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Tergantung banyaknya darah yang keluar dan tuba, keadaan umumialah kurang lebih normal
sampai gawat dengan shock berat dananemi (Prawiroharjo, 1999 ; 255)
2. Pemeriksaan kepala dan leher
Muka dan mata pucat, conjungtiva anemis (Prawiroharjo, 1999 ;155)
3. Pemeriksaan leher dan thorak
Tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu tidak dapatdiidentifikasikan melalui leher dan thorax,
Payudara pada KET, biasanya mengalami perubahan.
4. Pemeriksaan abdomen
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah disisiuterus, dan pada
pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanualditemukan tumor yang tidak begitu padat, nyeri
tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata disamping uterus.Hematokel retrouterina dapat
ditemukan. Pada repture tuba perutmenegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan
bebas dalamrongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang berkumpul
ditempat tersebut baik pada abortus tuba maupun padarupture tuba gerakan pada serviks nyeri
sekali (Prawiroharjo S,1999, hal 257).
5. Pemeriksaan genetalia
a. Sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaangenetalia eksterna dapat
ditemukan adanya perdarahan pervagina. Perdarahan dari uterus biasanya sedikit-
sedikit, berwarna merah kehitaman.
b. Setelah dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetaliadapat ditemukan adanya
darah yang keluar sedikit.
6. Pemeriksaan ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akraldingin akibat syok serta
tanda-tanda cyanosis perifer pada tangandan kaki.
3.
4.