Vous êtes sur la page 1sur 14

METODE PENYEMBUHAN NAPZA ( CARA ALTERNATIF )

DISUSUN OLEH :

INDRI WIDYA ARDI 15.IK.426

RAHAYU RAMADANI 15.IK.442

RAUDANA SAPUTRA 15.IK.443

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


nikmat, karunia dan petunjuk-Nya yang tiada terkira sehingga
kelompok dapat menyelesaikan.
Pada penulisan tugas kepawatan jiwa, kelompok merasa masih
banyak kekurangan dan kelompok sangat berharap kepada semua
pihak dapat memberikan kritik dan saran agar penyusunan tugas ini
dapat dilaksanakan dengan baik.

Banjarmasin, Okteber 2018


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak
dibicarakan baik di kota besar maupun kota kecil di seluruh
wilayah Republik Indonesia. Peredaran NAPZA sudah sangat
mengkhawatirkan sehingga cepat atau lambat penyalahgunaan
NAPZA akan menghancurkan generasi bangsa atau disebut
dengan lost generation (Joewana, 2014). Faktor individu yang
tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga
lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang
perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan
lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positifnya sikap
masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidak pedulian
masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 20012).
Berdasarkan hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan
Penyalahgunaan Narkoba Departemen Pendidikan Nasional
menyatakan sebanyak 70% pengguna narkoba di Indonesia
adalah anak usia sekolah. Angka itu menunjukkan persentase
pengguna narkoba di kalangan usia sekolah mencapai 4% dari
seluruh pelajar di Indonesia. Data Pusat Laboratorium Terapi dan
Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan,
selama tahun 2004, sedikitnya 800 siswa SD mengonsumsi
narkoba. Padahal, tahun 2003 jumlah pengguna narkoba yang
berusia kurang dari 15 tahun hanya 173 orang. Ironisnya,
pengkonsumsi narkoba dari kalangan siswa SD yang rata-rata
berusia tujuh tahun hingga 12 tahun itu berasal dari kelas ekonomi
menengah ke atas, terpelajar dan berprestasi di sekolah. Lebih
dari 50% siswa SD yang mengonsumsi narkoba itu berdomisili di
Jakarta. Disusul kota-kota lain, seperti Bali, Medan, Palu dan
Surabaya (Jehani & Antoro, 20014).
Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu
mulai melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat.
Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat
di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat
yaitu mengalami intoksikasi zat dan withdrawal. Peran penting
tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan
dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya
terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang
berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes, 20013).
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya
peran serta tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan
dalam membantu masyarakat yang sedang dirawat di rumah sakit
maupun masyarakat yang tidak dirawat di RS untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang perawatan dan
pencegahan kembali penyalahgunaan NAPZA pada klien. Untuk
itu dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat
klien NAPZA di lingkungan sekitar dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan dan melakukan alternatif
penembuhan napza pada masyarakat.
B. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dan jenis-jenis napza dan metode
penyembuhan napza untuk masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian NAPZA

Narkoba / NAPZA merupakan singkatan dari narkotika,


psikotropika dan zat adiktif lainnya yang disalahgunakan. NAPZA /
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah (Purba dkk, 2013).
NAPZA merupakan perkembangan dari narkoba yang berubah nama
seiring dengan bertambahnya jumlah bahan yang masuk dalam kriteria
narkoba. NAPZA merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif.

B. Faktor Penebab Penyalahgunaan Napza


Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa
faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu
faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini
lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi
pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri
yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan
ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara
wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga
turut mempengaruhi.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang
datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada
umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok
usianya
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja
menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang
membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi;
sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai
obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri.
Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin
tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-
teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan
yang utama.
e. Pemecahan masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba
untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena
pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan
membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil
penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian
Jakarta pada tahun 2013, terdapat beberapa tipe keluarga yang
berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan
narkoba, yaitu:
Keluarga yang memiliki riwayat ketergantungan narkoba, keluarga
dengan konflik, keluarga dengan orang tua yang otoriter, keluarga
yang perfeksionis, keluarga yang neurosis.
b. Faktor kelompok teman sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok,
yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk
mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu.
Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan
penggunaan obat-obatan.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga
dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu.
Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional,
menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa
media massa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual
barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah
Dasar.
C. Dampak Penyalahgunaan NAPZA
1. Dampak terhadap fisik
Pemakai narkoba dapat mengalami berebagai penyakit akibat
narkoba. Penyakit berbahaya akibat dari penyalahgunaan
narkoba dibedakan atas 3 kelompok yaitu : kerusakan organ,
penyakit infeksi se[erti HIV/AIDS, hepatitis dan sipilis
2. Dampak terhadap mental dan moral
Pemakaian narkoba menyebabkan kerusakan pada organ-
organ penting di tubuh, sehingga terjadi gangguan fungsi
organ yang mengalami kerusakan tersebut. Semua
penderitaan yang dialami akibat penyakit tersebut akan
mendatangkan perubahan perilaku, sifat dan sikap.
3. Dampak terhadap masyarakat, keluarga dan bangsa
a. Masalah psikologis
Bila seorang anggoat keluarga memakai narkoba, akan
menimbulkan berbagai macam masalah dalam keluarga.
Masalah yang muncul adalah masalah psikologis yaitu
gangguan keharmonisan rumah tangga, munculnya rasa
malu anggota keluarga yang lain
b. Masalah ekonomi
Banyak uang terbuang untuk jangka waktu yang lama
c. Masalah kekerasan dan kriminalitas
Dalam keluarga bisa terjadi perkelahian, pemaksaan dan
penganiayaan.
D. 5 Metode Alternatif Penyembuhan NAPZA
1. Promotif
Disebut juga program promotif atau program pembinaan. Program ini
ditujukan pada masyarakat yang belum memakai narkoba, atau
bahkan belum mengenal narkoba. Bentuk programnya dapat berupa
pelatihan dan dialog interaktif pada berbagai kelompok. Prinsipnya
adalah dengan meningkatkan peranan dan kegiatan agar kelompok
ini secara nyata , lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk
memperoleh kebahagiaan semua dengan memakai narkoba.
Pengenalan terhadap masalah narkoba hanya peringatan sepintas
lalu. Pelaku program promotif yang paling tepat adalah lembaga-
lembaga kemasyarakatan yang difasilitasi dan diawasi oleh
pemerintah.
2. Preventif
Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum
mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga
tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Selain dilakukan oleh
instansi terkait, program ini juga sangat efektif bila dibantu oleh
instansi lain termasuk lembaga professional terkait, lembaga swadaya
masyarakat.
Bentuk kegiatan :
a. Kampanye anti penyalahgunaan narkoba
b. Penyuluhan narkoba
c. Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya (peer group)
d. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan distribusi
narkoba di masyarakat
3. Kuratif
Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya
adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit
sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan
pemakaian narkoba. Kunci sukses pengobatan adalah adanya
kerjasama yang baik antara dokter, keluarga dan penderita.
a. Pengobatan alternative penderita narkoba
Di tengah masyarakat ada bergaia macam cara pengobatan
alternative untuk penyembuhan ketergantungan narkoba yang
dapat dibedakan atas :
Pengobatan berbasis spiritual dan pengobatan tradisional
b. Pengobatan medis untuk melawan withdrawal effect
Cara mengatasi gejala putus zat dapat di bedakan atas :
a. Pengobatan substitusi
Pengobatan yang dilakukan oleh dokter dengan cara
menghentikan total narkoba dan memberikan narkoba pengganti
yang kemudian dihentikan pemakainnya secara bertahap.
b. Detoksifikasi cara cepat (Rapid detox)
Pengobatan yang dilakukan oleh dokter dengan menggunakan
alat-alat modern “cuci darah”. Penderita dimasukkan ke dalam
ruangan ICU dengan pembiusan total. Melalui alat kedokteran
modern darah dibebaskan dari narkoba. Dengan cara ini penderita
sama sekali tidak merasa sakit dan menderita. Waktu yang
dibutuhkan juga tidak lama hanya berkisar 4-6 jam. Namun,
biayanya sangat mahal. Dan ditindaklanjuti dengan program
rehabilitasi yang biayanya juga mahal.
c. Detoksisfikasi alami
Pengobatan dilakukan oleh ahli pengobatan alternative ataupun
oleh dokter dengan cara membiarkan terjadinya gejala putus zat.
Penderita dibiarkan mengalami penderitaan, hanya dijaga agar
penderita tidak bunuh diri atau celaka. Kelaman gejala putus zat
dan akan berkurang, kemudian lenyap. Cara ini sangat
menyakitkan, tetapi murah dan sering berdampak positif terhadap
pemulihan.
4. Rehabilitatif
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga
yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program
kuratif. Tujuannya agar penderita tidak memakai lagi dan bebas dari
penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Itulah
sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa upaya pemulihan tidak
bermanfaat.
Banyak masyarakat yang membuka usaha rehabilitasi korban
narkoba dengan membuka pemondokan bagi penderita dan memberikan
bimbingan hidup berupa praktik keagamaan, atau kegiatan produktif
seperti olahraga, kesenian, perbengkelan dan pertanian. Ada berbagai
cara pemulihan. Namun keberhasilan upaya ini sangat tergantung pada :
a. Profesionalisme lembaga rehabilitasi (SDM, sarana dan
prasarana)yang menangani
b. Kesadaran dan kesungguhan penderita
c. Dukungan atau kerjasama antara penderita, lembaga dan keluarga.
Jenis program rehabilitasi:
a. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk
kembali ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien
perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan
misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di
pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien
selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan
kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
b. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi
yang semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif
atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat
dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan
sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan
mengasuhnya. Meskipun klien telah menjalani terapi
detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum hilang,
keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving
masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan
depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan
yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan
psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat
dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang
diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan
tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan
ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual
maupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi,
waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi) memang tidak
cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3
– 6 bulan (program rehabilitasi). Dengan demikian dapat
dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat bagi masing-masing
klien rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai
rehabilitasi keluarga terutama keluarga broken home. Gerber
(1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan bahwa konsultasi
keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-
aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan
NAPZA.
c. Rehabilitasi komunitas
Program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam
satu tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan
memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan
dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan
saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan
perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari,
sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi
atau nagih (craving) dan mencegah relaps. Dalam program ini
semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas
menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan
orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap
perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku positif dan
hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka
sendiri.
d. Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu
detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya
masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan
keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian
(spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan
risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam
penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan
ibadah risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang
beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama
sekali menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan mencapai
71,6%.
5. Represif
Adalah program penindakan terhadap produsen, bandar, pengedar
dan pemakai berdasarkan hukum. Instant yang bertanggungjawab
terhadap distribusi, produksi, penyimpanan dan penyalahgunaan
narkoba adalah
a. Badan pengawas obat dan makanan
b. Departemen kesehatan
c. Direktorat jenderal bea dan cukai
d. Direktorat jenderal imigrasi
e. Kepolisian republi Indonesia
f. Kejaksaan agung/kejaksaan tinggi/kejaksaan negeri
g. Mahkamah agung/pengadilan tinggi/pengadilan negeri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Narkoba / NAPZA merupakan singkatan dari narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya yang disalahgunakan. NAPZA /
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah (Purba dkk, 2013).
NAPZA merupakan perkembangan dari narkoba yang berubah nama
seiring dengan bertambahnya jumlah bahan yang masuk dalam kriteria
narkoba. NAPZA merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif. NAPZA dapamenybabkan ketgantungan dan membuat
terganggunya kesehatan baik jasmani maupun rohani, metode
penyembuhan pengguna NAPZA adalah dengan metode promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif dan reprensif.
B. Saran
Kepada pemerintah :
Sebaiknya undang-undang tentang penyalahgunaan napza lebih
dipertegas lagi,agar para pengguna maupun para pengedar napza
mendapat jera dan mendapatkan hukuman yang setimpal.
Kepada masyarakat :
Kepada orang tua yang anaknya merupakan pengguna napza sebaiknya
tetap memperhatikan keluarganya karena melakukan hal tersebut bukan
seutuhnya keinginan mereka,maka dari itu orang tua harus tetap
mensuport dan memberi dukungan agar keluarganya agar bisa sembuh
dan menghindarkan diri dari bahaya napza.
Kita sebagai masyarakat hendaknya lebih memahami lagi apa saja
dampak yang ditimbulkan,karena kalau kita tau sebab dan akibatnya kita
tidak akan mungkin terjerumus ke dalam bahaya penyalahgunaan Napza
belakangan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Jehani, L. & Antoro. (2013). Mencegah Terjerumus Narkoba. Tangerang:


Visimedia.
Partodiharjo, subagyo. (2014). Kenali narkoba dan musuhi penyalahgunaannya.
Jakarta : Erlangga.
Purba, JM, dkk. (2015). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Simuh, dkk., Tasawuf dan krisis, semarang, Pustaka Pelajar, 2014
M.Arief Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol: Mengatasi, Mencegah dan Melawan,
Bandung: Nuansa, 2013.
Marviana, Dian.M. (n.d.); Kemitraan Peduli Penanggulangan Bahaya Narkoba
DKI Jakarta (2013); Irwanto et.al. (2013), dll.

Vous aimerez peut-être aussi