Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
SITI NURTIANI
NIM. 1710053181
TINGKAT 3A
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psoriasis merupakan sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami
proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini terkadang
untuk jangka waktu lama atau timbul/hilang. Berbeda dengan pergantian kulit
pada manusia normal yang biasanya berlangsung selama tiga sampai empat
minggu, proses pergantian kulit pada penderita psoriasis berlangsung secara cepat
yaitu sekitar 2–4 hari, (bahkan bisa terjadi lebih cepat) pergantian sel kulit yang
banyak dan menebal.
Psoriasis dapat dijumpai di seluruh belahan dunia dengan angka kesakitan
(insidens rate)yang berbeda. Segi umur, Psoriasis dapat mengenai semua usia,
namun biasanya lebih kerap dijumpai pada dewasa.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran
yang nyata tentang penyakit psoriasis dan tentang pelaksanaan Askep pada klien
dengan psoriasis dengan menggunakan metode keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kronis pada kulit dimana
penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Penyakit ini
secara klinis sifatnya tidak mengancam jiwa dan tidak menular tetapi karena
timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan
kualitas hidup seseorang bila tidak dirawat dengan baik. (Effendy, 2005)
Psoriasis penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa
bercak-bercak eritema berbatas tegas di tutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis
berwarna putih mengkilat.(Siregar, 2005).
2. kulit
Kulit dalah bagian tubuh paling luar. Segala kotoran, sinar matahari, asap
kendaraan yang menempel, akan berpengaruh. Kulit terdiri atas tiga bagian utama,
yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis. Epidermis terdiri dari stratum korneum
yang kaya akan keratin, stratum lucidum, stratum granulosum yang kaya akan
keratohialin, stratum spinosum dan stratum basal yang mitotik. Dermis terdiri dari
serabut-serabut penunjang antara lain kolagen dan elastin. Sedangkan hipodermis
terdiri dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan pembuluh getah
bening. pada kesehatan kulit.
Gambar 2.1 Struktur kulit
Epidermis tersusun atas lapisan tanduk (lapisan korneum) dan lapisan
Malpighi. Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas
dan digantikan oleh sel-sel baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum
dan lapisan germinativum. Lapisan spinosum berfungsi menahan gesekan dari
luar. Lapisan germinativum mengandung sel-sel yang aktif membelah diri,
mengantikan lapisan sel-sel pada lapisan korneum. Lapisan Malpighi
mengandung pigmen melanin yang memberi warna pada kulit.
Lapisan dermis ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung
saraf, kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Kelenjar keringat menghasilkan
keringat. Banyaknya keringat yang dikeluarkan dapat mencapai 2.000 ml setiap
hai, tergantung pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu. Keringat mengandung
air, garam, dan urea. Fungsi lain sebagai alat ekskresi adalah sebgai organ
penerima rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, dan bibit
penyakit, serta untuk pengaturan suhu tubuh.
Pada suhu lingkungan tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif dan
pembuluh kapiler di kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler akan
memudahkan proses pembuangan air dan sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar
keringat mengakibatkan keluarnya keringat ke permukaan kulit dengan cara
penguapan. Penguapan mengakibatkan suhu di permukaan kulit turun sehingga
kita tidak merasakan panas lagi. Sebaliknya, saat suhu lingkungan rendah,
kelenjar keringat tidak aktid dan pembuluh kapiler di kulit menyempit. Pada
keadaan ini darah tidak membuang sisa metabolisme dan air, akibatnya penguapan
sangat berkurang, sehingga suhu tubuh tetap dan tubuh tidak mengalami
kendinginan. Keluarnya keringat dikontrol oleh hipotalamus.
2.4 Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan penemuan lesi psoriasis pada pemeriksaan
fisik.
Riwayat medis pasien psoriasis seharusnya meliputi informasi mengenai
onset dan durasi lesi, adanya riwayat keluarga psoriasis, adanya faktor
pemicu, adanya faktor terapi antipsoriasis terdahulu (jika ada) yang
dilengkapi dengan data efikasi serta efek samping paparan terhadap senyawa
kimia dan toksin, serta riwayat alergi (makanan, obat, dan lingkungan).
Biopsi kulit terhadap lesi juga berguna dalam mengkonfirmasi diagnosis.
2.6 Etiologi
2.8 Patofisiologi
Mekanisme imun yang diperantai oleh sel memainkan peranan penting
dalam perkembangan psoriasis. Aktivasi imun yang diperantai oleh sel T
inflamator pada kulit membutuhkan dua sinyal sel T yang dimediasi oleh interaksi
sel-sel antara permukaan protein dengan APC (antigen-presenting cells), seperti
sel dendritik dan makrofag. Sinyal pertama merupakan interaksi antara reseptor
sel T dengan antigen yang diperkenalkan oleh APC, sedangkan sinyal kedua
(disebut sebagai konstimulasi) diperantai oleh berbagai interaksi permukaan.
Ketika sel T diaktivasi, sel tersebut bermigrasi dari nodus limfa dan aliran
darah ke kulit dan mensekresikan berbagai sitokin, terutama interferon-γ dan
interleukin-2, yang menginduksi perubahan patologis yang dikenal sebagai
psoriasis. Keratinosit lokal dan neutrofil menginduksi dihasilkannya sitokin lain,
seperti TNF-α (tumor necrosis factor-α) dan IL-8 (interleukin-8).
Sebagai akibat dari produksi dan aktivasi sel T patogenik, sel epidermal
psoriasis berproliferasi pada laju 7x lebih cepat daripada sel epidermal normal.
Proliferasi sel epidermal rupanya meningkat juga pada kulit normal pasien yang
beresiko psoriasis.
Genetik merupakan komponen yang berpengaruh secara signifikan pada
psoriasis. Studi terhadap antigen histokompatibilitas pada pasien psoriasis
mengindikasikan hubungan yang signifikan, terutama HLA-Cw6, yakni psoriasis
kemungkinan berkembang 9-15 kali lebih tinggi apabila terdapat hubungan
keluarga.
Iklim, stres, alkohol, merokok, infeksi, trauma, dan obat-obatan tertentu
dapat memperburuk psoriasis pada 80% pasien, sedangkan 90% pasien memburuk
pada cuaca dingin. Lesi psoriasis dapat berkembang pada daerah luka (seperti
bekas menggosok, pengambilan darah, gigitan serangga, operasi) pada kulit yang
nampak normal (respon Koebner). Litium karbonat, inhibitor ACE, tetrasiklin,
serta interferon dilaporkan dapat memperparah psoriasis.
3. Psoriasis Inversa
Inversa psoriasis ditemukan pada ketiak, pangkal paha, dibawah payudara,
dan di lipatan-lipatan kulit di sekitar kemaluan dan panggul. Tipe psoriasis ini
pertama kali tampak sebagai bercak (lesions) yang sangat merah. Bercak itu bisa
tampak licin dan bersinar. Psoriasis Inverse sangat (particularly irritating)
menganggu karena iritasi yang disebabkan gosokan/garukan dan keringat karena
lokasinya di lipatan-lipatan kulit dan daerah sensitif tender).
Psoriasis inversa, atau psoriasis lentur adalah umum pada orang gemuk
dan diperparah oleh gesekan dan keringat. Kondisi ini berkembang di lipatan kulit
yang ditandai sebagai halus, bercak mengkilap kulit merah, meradang dan lembab
dan bersisik lesi terutama di ketiak, selangkangan, di bawah payudara dan di
sekitar alat kelamin. Hampir terjadi sampai 2 - 6% dari orang yang menderita
psoriasis memiliki psoriasis inversa.
5. Psoriasis Eritroderma
Tipe psoriasis ini sangat berbahaya, seluruh kulit penderita menjadi merah
matang dan bersisik, fungsi perlindungan kulit hilang, sehingga penderita mudah
terkena infeksi. Hanya 1-2% dari orang yang menderita psoriasis memiliki
psoriasis eritroderma. Jenis psoriasis dapat dihitung sebagai yang terburuk dari
semua. Hasilnya kemerahan luas, gatal parah, nyeri dan ketidaknyamanan,
dehidrasi dan demam. Ini biasanya dipicu oleh kortikosteroid, kulit terbakar parah
atau sensitivitas terhadap cahaya selama pengobatan fototerapi, atau jenis lain dari
psoriasis yang tidak terkontrol.
Jangan meremehkan psoriasis eritroderma karena infeksi yang fatal dan
mengancam nyawa juga. Hal ini dapat menutupi seluruh tubuh Anda dengan ruam
merah yang dapat mengupas gatal atau terbakar intens. Peradangan kulit yang
ekstrim dan pengelupasan kulit mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur
suhu dan melakukan fungsi lainnya penghalang normal.
6. Psoriasis Eksudativa
Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada
bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.
7. Psoriasis Seboroik
Dermatitis seboroik paling sering terjadi pada dua puncak umur yakni
pada kelompok anak dan dewasa. Pada kelompok anak sering didapatkan pada 3
bulan pertama kehidupan dan kelompok dewasa dalam decade keempat hingga
ketujuh. Dermatitis seboroik pada anak khusunya pada kelompok bayi, dapat
sembuh spontan dalam usia 6 hingga 12 bulan, sementara dermatitis seboroik
pada orang dewasa dapat bersifat kronik dan membutuhkan perawatan seumur
hidup.
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis
dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak
dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada
tempat seboroik.
8. Psoriasis Lain
A. Psoriasis kuku
Salah satu subtipe adalah psoriasis kuku, yang mempengaruhi satu
setengah aktif penderita psoriasis pustular. Psoriasis kuku mengacu pada
perubahan jari dan / atau kuku kaki yang disebabkan oleh penyakit. Karena
rasa sakit, Anda tidak dapat melakukan pekerjaan tangan yang jauh atau
berjalan sendiri bahkan untuk jarak pendek. Dalam kasus yang parah, di
mana psoriasis pustular dapat merusak kuku, kuku dapat rusak atau hilang
secara permanen. Psoriasis dari jari dan kuku dapat menyerupai kondisi
lain seperti infeksi jamur kronis atau radang kuku.
B. Psoriasis Artritis
Timbul dengan peradangan sendi, sehingga sendi terasa nyeri,
membengkak dan kaku, sama persis seperti gejala rematik. Pada tahap ini,
penderita harus segera ditolong agar sendi-sendinya tidak sampai terjadi
kropos.
BAB III
PENGOBATAN PSORIASIS
1. Keratolik
Asam salisilat merupakan salah satu senyawa keratolitik yang paling sering
digunakan. Senyawa tersebut menyebabkan kerusakan pada kohesi antar
korneosit-korneosit yang berada pada lapisan kulit pasien psoriasis yang
keras dan abnormal. Efek keratolitik tersebut meningkatkan penetrasi dan
efikasi beberapa zat topikal lain, seperti kortikosteroid.
Obat ini tersedia dalam bentuk 2% hingga 10% gel atau losio dan digunakan
2-3 kali perhari.
Asam salisilat menghasilkan iritasi lokal. Penggunaan pada area yang luas
dan inflamasi dapat menginduksi reaksi salisilism yang ditandai oleh gejala
nausea, muntah, tinitus atau hiperventilasi.
Keratolitik – Agen keratolitik biasanya digunakan untuk menghilangkan
pengelupasan, menghaluskan kulit, dan mengurangi hiperkeratosis.
Mekanisme kerja asam salisilat, sebagai salah satu keratolitik yang biasa
digunakan, ialah mengganggu kohesi antara korneosit-korneosit pada
lapisan kulit abnormal dan pasien psoriasis. Secara khusus, asam salisilat
bermanfaat pada area dimana terdapat sisik yang tebal.
Ketika diaplikasikan pada area inflamasi yang luas, asam salisilat dapat
menginduksi reaksi salisilism. Pada reaksi tersebut, terjadi nausea, muntah,
tinitus, dan hiperventilasi. Keracunan salisilat pada anak kecil berpotensi
jauh lebih serius dibandingkan apabila terjadi pada orang yang lebih tua
sebab anak kecil beresiko lebih besar mengalami metabolik asidosis. Kasus
fatal mengenai keracunan salisilat secara perkutan telah dilaporkan terjadi
baik pada anak maupun dewasa.
Efek keratolitik dari asam salisilat dapat meningkatkan penetrasi dan efikasi
beberapa agen topikal, seperti kortikosteroid. Asam salisilat, baik dalam
bentuk gel ataupun losio, biasanya digunakan 2 sampai 3 kali sehari dalam
konsentrasi 2-10%.
Kortikosteroid topikal dapat menghentikan sintesis dan mitosis DNA pada
sel epidermal dan diperkirakan menginhibisi fosfolipase A sehingga
menurunkan jumlah asam arakidonat, prostaglandin, dan leukotrien di kulit.
Efek tersebut, apabila digabungkan dengan vasokontriksi lokal, mengurangi
eritema, pruritis dan pengelupasan. Sebagai zat antipsoriasis, kortikosteroid
topikal sangat baik apabila digunakan bersamaan dengan produk yang
secara spesifik berfungsi menormalkan hiperproliferasi epidermal.
Produk yang berpotensi rendah, seperti hidrokortison 1%, memiliki efek
antiinflamasi yang lemah dan merupakan sediaan yang paling aman untuk
penggunaan jangka panjang, untuk penggunaan pada wajah, daerah lain
yang mudah bergesekan, serta untuk bayi dan anak-anak kecil.
Produk yang berpotensi medium dapat digunakan untuk dermatosis
inflamasi yang sedang. Produk tersebut dapat digunakan pada daerah wajah
bagian lain yang mudah bergesekan.
Sediaan yang berpotensi tinggi khususnya digunakan sebagai alternatif
untuk kortikosteroid sistemik selama terapi lokal dapat dilakukan.
Produk yang berpotensi sangat tinggi dapat digunakan untuk lesi psoriasis
yang tebal dan kronis, tetapi hanya untuk waktu yang singkat dan pada area
permukaan yang kecil.
Salep merupakan formulasi yang paling efektif untuk psoriasis sebab
sediaan tersebut memiliki fase minyak yang oklusif yang memberikan efek
hidrasi dan meningkatkan penetrasi kortikosteroid ke kulit. Produk tersebut
tidak cocok untuk penggunaan di ketiak, selangkangan, atau daerah lain
mudah bergesekan, tempat dimana maserasi dan folikulitis dapat
berkembang menjadi efek oklusif sekunder.
Krim merupakan sediaan yang paling disukai oleh beberapa pasien sebab
produk tersebut dapat digunakan pada area yang bersentuhan meskipun
kandungan minyak yang rendah membuat krim lebih kering daripada salep.
Kortikosteroid topikal digunakan 2-4 x sehari selama terapi jangka panjang.
Efek samping meliputi atropi jaringan lokal, degenerasi kulit serta striae.
Jika dideteksi secara dini, efek samping tersebut dapat reversibel dan hilang.
Penipisan epidermis dapat menyebabkan kapiler tampak menggelembung
(telangiectasias) serta purpura. Telah dilaporkan adanya erupsi akneiform
dan gejala menyerupai infeksi kulit akibat bakteri atau jamur. Efek sistemik
meliputi supresi dari hipotalamus-pituitari-adrenal aksis, hiperglikemi dan
berkembangnya gejala cushingoid. Takifilaksis dan munculnya kembali lesi
psoriasis setelah penghentian terapi tiba-tiba dapat terjadi.
2. Kortikosteroid topikal
Indikasi :
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan
disebabkan oleh infeksi, khususnya penyakit eksim, dermatitis kontak, gigitan
serangga, dan eksim skabies bersama-sama dengan obat skabies. Kortikosteroid
menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja; kortikosteroid sama
sekali tidak menyembuhkan dan bila pengobatan dihentikan, kondisi semula
mungkin muncul kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan
gejala dan penekanan tanda-tanda penyakit bila cara lain seperti pemberian
emolien tidak efektif.
Kortikosteroid topikal tidak berguna dalam pengobatan urtikaria dan
dikontraindikasikan untuk rosasea dan kondisi ulseratif karena kortikosteroid
memperburuk keadaan. Kortikosteroid tidak boleh digunakan untuk sembarang
gatal dan tidak direkomendasikan untuk akne vulgaris.
Cara pakai:
Kortikosteroid sistemik atau topikal yang kuat sebaiknya dihindari atau
diberikan pada psoriasis hanya di bawah pengawasan dokter spesialis karena
walaupun obat ini dapat menekan psoriasis dalam jangka pendek, bisa timbul
kekambuhan karena penghentian obat, bahkan kadang memicu psoriasis postula
yang hebat. Pemakaian kortikosteroid topikal yang kuat pada psoriasis yang luas
dapat menimbulkan efek samping sistemik dan lokal. Cukup meresepkan
kortikosteroid yang lebih lemah untuk jangka singkat (2-4 minggu) untuk
psoriasis fleksural dan wajah (catatan: pada wajah jangan digunakan yang lebih
kuat dari hidrokortison 1%). Pada kasus psoriasis kulit kepala boleh menggunakan
kortikosteroid yang lebih kuat, seperti betametason atau fluosinonid.
Secara umum kortikosteroid topikal yang paling kuat hanya dicadangkan
untuk dermatosis yang sukar diatasi, seperti diskoid kronik lupus eritematosus,
lichen simplex chronicus, hypertrophic lichen planus, dan palmoplantar
pustulosis. Kortikostreoid yang kuat tidak boleh digunakan pada wajah dan
fleksur kulit, tetapi kadang-kadang pada keadaan tertentu, dokter spesialis
meresepkannya untuk daerah tersebut dengan pengawasan khusus. Bila
pengobatan topikal gagal, injeksi kortikosteroid intralesi khusus digunakan hanya
pada kasus-kasus tertentu saja dengan lesi setempat, seperti parut keloid, lichen
planus hypertrofik atau alopecia localized areata.
Pada lesi perioral, krim hidrokortison 1% dapat digunakan dalam waktu
tidak lebih dari 7 hari untuk megatasi lesi radang yang tidak terinfeksi pada bibir
dan kulit di sekitar mulut. Salep atau krim hidrokortison dan mikonazol
bermanfaat pada inflamasi yang disertai infeksi oleh organisme yang peka,
terutama pada awal pengobatan (sampai sekitar 7 hari), misalnya keilitis angular.
Organisme yang rentan terhadap mikonazol adalah Candida sp dan beberapa
bakteri gram positif, termasuk streptokukokus dan stafilokokus.
Untuk pemakaian pada anak-anak, khususnya bayi, mereka sangat rentan
terhadap efek samping. Namun, jangan karena profil keamanan kortikosteroid
topikal, anak-anak menjadi tidak diobati. Tujuannya adalah untuk mengatasi
kondisi sebaik mugkin; pengobatan yang tidak memadai akan memperparah
kondisi. Kortikosteroid lemah, seperti salep hidrokortison 1% bermanfaat untuk
mengobati ruam popok dan untuk eksim atopik pada masa kanak-kanak.
Kortikosteroid sedang sampai kuat cocok untuk eksim atopik parah pada anggota
badan, digunakan hanya 1-2 minggu. Bila kondisi membaik, ganti ke sediaan yang
kurang kuat. Pada keadaan kambuhan akut eksim atopik, cocok digunakan sediaan
kortikosteroid kuat dalam jangka pendek untuk mengendalikan kondisi penyakit.
Penggunaan harian terus-menerus tidak dianjurkan meskipun kortikosteroid
ringan, seperti hidrokortison 1% sebanding betametason 0,1% yang digunakan
sesekali. Untuk bayi di bawah 1 tahun, hidrokortison merupakan satu-satunya
kortikosteroid yang direkomendasikan penggunaannya. Kortikosteroid lain
dengan potensi lebih kuat dikontraindikasikan. Untuk anak usia di atas 1 tahun,
kortikosteroid topikal dengan potensi kuat-sedang sebaiknya digunakan dengan
sangat hati-hati dan hanya digunakan dalam jangka pendek (1-2 minggu).
Kortikosteroid yang sangat poten hanya dapat digunakan berdasarkan konsultasi
dengan dokter spesialis kulit.
Kortikosteroid topikal untuk anak digunakan pada kondisi sebagai
berikut:
a. Gigitan dan sengata serangga – kortikosteroid dengan potensi ringan,
seperti krim hidrokortison 1%.
b. Ruam kulit yang disertai inflamasi berat akibat penggunaan popok pada
bayi di atas 1 bulan – kortikosteroid dengan potensi ringan, seperti
hidrokortison 0,5 atau 1% selama 5-7 hari (dikombinasikan dengan
antimikroba jika terjadi infeksi).
c. Eksim ringan hingga sedang, fleksural, dan eksim wajah atau psoriasis –
kortikosteroid ringan, seperti hidrokortison 1%.
d. Eksim berat di sekitar badan dan lengan pada anak usia di atas 1 tahun –
kortikosteroid dengan potensi kuat atau kuat-sedang selama hanya 1-2
minggu, segera ganti ke sediaan dengan potensi lebih ringan pada saat
kondisi membaik.
e. Eksim di sekitar area kulit yang mengeras, misal telapak kaki, -
kortikosteroid topikal dengan potensi kuat dalam kombinasi dengan urea
atau asam salisilat untuk meningkatkan penetrasi kortikosteroid.
Pilihan formulasi :
Yang biasa digunakan adalah krim larut air untuk lesi yang lembab atau
eksudatif dan salep umumnya dipilih untuk lesi yang kering, bersisik, atau bila
efek oklusif diperlukan. Losio mungkin berguna bila aplikasi minimal dibutuhkan
untuk daerah yang luas atau untuk pengobatan luka eksudatif. Perban oklusif
polythene meningkatkan absorpsi, tetapi juga meningkatkan efek samping; karena
itu, dipakai hanya di bawah pengawasan dalam jangka waktu pendek untuk daerah
kulit yang sangat tebal, seperti telapak tangan dan kaki.
Penambahan urea atau asam salisilat meningkatkan penetrasi dari
kortikosteroid. Sediaan yang mengandung kortikosteroid paling ringan dengan
dosis efektif terendah merupakan salah satu pilihan; sedapat mungkin
pengenceran harus dihindari.
Peringatan :
Hindari penggunaan jangka panjang kortikosteroid topikal pada wajah
karena dapat meninggalkan bekas luka dan hindarkan dari mata. Pada anak-anak
hindari penggunaan jangka panjang dan penggunaan kortikosteroid kuat atau
sangat kuat; apabila digunakan, harus di bawah pengawasan dokter spesialis.
Peringatan keras juga ditujukan pada dermatosis pada bayi, termasuk ruam popok,
pengobatan sebaiknya dibatasi 5-7 hari. Pada psoriasis penggunaan kortikosteroid
kuat dan sangat kuat pada psoriasis dapat menyebabkan penyakit muncul lagi,
timbulnya psoriasis pustular yang merata dan toksisitas lokal dan sistemik.
Kontraindikasi :
Lesi kulit akibat bakteri, jamur atau virus yang tidak diobati; jerawat
rosasea dan perioral dermatitis; kortikosteroid kuat dikontraindikasikan untuk plak
psoriasis dengan sebaran yang luas.
Efek Samping :
Kelompok kortikosteroid sedang dan lemah jarang menyebabkan efek
samping. Semakin kuat sediaannya, semakin perlu untuk berhati-hati karena
absorbsi dari kulit dapat menyebabkan penekanan adrenal dan Cushing syndrome
tergantung dari daerah tubuh yang diobati dan lamanya pengobatan. Perlu diingat
bahwa absorbsi terbanyak terjadi dari kulit yang tipis, permukaan kasar, serta
daerah lipatan kulit dan absorpsi ditingkatkan oleh adanya oklusi.
Catatan :
Untuk meminimalkan efek samping kortikosteroid topikal, pemakaian
sediaan ini hendaknya dioleskan tipis saja pada daerah yang akan diobati dan
gunakan kortikosteroid yang paling kecil kekuatannya, tapi efektif.
Frekuensi aplikasi :
Sediaan kortikosteroid sebaiknya diberikan sekali atau dua kali sehari saja.
Tidak perlu mengoleskan obat ini lebih sering. Kortikosteroid topikal diratakan
secara tipis pada kulit. Panjang/ banyaknya salep/ krim yang dikeluarkan dari tube
dapat digunakan untuk menentukan banyaknya obat yang dioleskan pada kulit.
Mencampur sediaan topikal pada kulit sedapat mungkin dihindari;
sekurang-kurangnya sebaiknya berselang 30 menit antara pemakaian sediaan yang
berbeda. Penggunaan emolien sesaat sebelum pemakaian kortikosteroid adalah
tidak tepat.
Beprosone®, Diprosone
Betametason
Psoriasis, lihat di atas OV®, Mesonta®, Oviskin®,
Dipropionat
Scanderma®
Hydrocortisone®,
Radang kulit ringan sepeti
Hidrokortison Berlicort®, Kemicort®,
eksim, ruam popok
Omnicort®
3. Analog vitamin D
4. Tazaroten
Tazaroten (Tazorac) ialah retinoid sintetik yang dihidrolisis menjadi metabolit
aktif, yakni asam tazarotenat, yang kemudian memodulasi proliferasi dan
diferensiasi keratinosit.
Tersedia sebagai gel dan krim 0,05% atau 0,1% dan digunakan sekali sehari
(biasanya di sore hari) untuk plak psoriasis yang ringan hingga sedang. Gel
0,1% sedikit lebih efektif, tetapi gel 0,05% lebih sedikit menyebabkan iritasi.
Efek samping yang terjadi bergantung pada dosis dan frekuensi; meliputi
pruritis, rasa terbakar, pedihm dan eritema dengan tingkat keparahan yang
ringan hingga sedang.
Penggunaan gel pada kulit yang eksim atau lebih dari 20% area permukaan
tubuh tidak direkomendasikan sebab dapat memicu absorpsi sistemik secara
ekstensif.
Tazaroten sering digunakan bersamaan dengan kortikosteroid topikal untuk
menurunkan efek samping lokal serta meningkatkan efikasi.
2. Antralin
Efek samping Sangat sedikit yang melaporkan adanya reaksi kontak alergi.
Iritasi sementara pada area kulit yang tidak terkena
psoriasis. Pewarnaan rambut, kuku dan pakaian mungkin
terjadi.
Indikasi Psoriasis
1. Siklosporin.
Siklosporin menunjukkan aktivitas imunosupresif dengan mengihibisi fase
pertama aktivasi sel T. Siklosporin juga menginhibisi pelepasan mediator
inflamasi dari sel mast, basofil, dan sel polimorfonuklear
Biasanya digunakan dalam penanganan manifestasi kutan dan artritis akibat
psoriasis yang parah. Terapi secara terus-menerus selama lebih dari 2 tahun
dapat meningkatkan resiko kecacatan yang meliputi kanker kulit dan
penyakit limfoproliferatif.
Table 3.6
2. Metotreksat
Diindikasikan untuk psoriasis yang sedang hingga parah begitu juga dengan
psoriasis arthritis.
Merupakan analog sintetik asam folat yang bertindak sebagai inhibitor
kompetitif dari enzim dihidrofolat reduktase yang bertanggungjawab dalam
konversi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat merupakan
kofaktor penting dalam sintetis nukleotida timidilat dan purin yang
dibutuhkan dalam sintetis DNA dan RNA.
Metotreksat menghambat replikasi dan fungsi sel T dan B serta menekan
sekresi berbagai jenis sitokin. Metotreksat juga menekan pembelahan sel
epidermal.
Sebaiknya dihindari bagi pasien infeksi aktif sebab adanya aktivitas
imunosupresif dari metroteksat.
Kontra indikasi Ibu hamil dan menyusui, pasien dengan infeksi aktif
Mekanisme Obat
Menambah atau sinergis (toksisitas) Ethanol
Pyrimethamine
Trimethoprim-sulfamethoxazole
Menurunkan eliminasi metroteksat Aminoglycoside
pada ginjal Cephalotin
Colchicines
NSAID (naproxen, ibuprofen)
Penicillins
Phenylbutazone
Probenecid
Salicylates
Sulfonamides
Pemindahan metroteksat dari ikatan Barbiturates
protein Phenytoin
Probenecid
Retinoids
Salicylates
Sulfonamides
Sulfonylureas
Tetracycline
Hepatotoksisitas Ethanol
Retinoids
Akumulasi intraselular metroteksat Dipyridamole
3. Takrolimus
Table 3.9
4. Mikofenolat Mofetil
Tabel 3.11
5. Sulfasalazin
6. 6-Tioguanin
Tabel 3.17
7. Hidroksiurea
Table 3.18
Agen biologis yang telah disetujui FDA untuk terapi psoriasis sedang hingga berat
ialah infliksimab, etanercept, alefacept, dan efalizumab. Satu lagi, yakni adalimumab,
telah disetujui FDA untuk terapi psoriasis artritis, tetapi belum disetujui untuk psoriasis.
2. Etenercept
Etanercept (Enbrel) adalah bloker TNF-α yang lain berupa protein fusi yang
mengikat TNF-α secara kompetitif sehingga mengganggu interaksinya
dengan reseptor sel.
Diproduksi dengan menggunakan rekayasa genetik yang menggabungkan
domain ekstraseluler dari reseptor TNF-α dengan fragmen kristal Fc IgG 1
manusia.
Etanercept diperoleh dari manusia sehingga meminimalkan imunogenisitas.
Baik dikombinasikan dengan metotreksat pada pasien yang tidak merespon
baik terapi metotreksat tunggal.
Diindikasikan untuk pasien dewasa dengan plak psoriasis kronik yang
sedang hingga parah yang menjadi kandidat untuk terapi sistemik atau
fototerapi.
3. Alfacept
4. Efalizumab
Merupakan antibodi monoklonal yang diperoleh dari manusia, bekerja
menginhibisi integrin CD11-α yang terlibat dalam aktivasi sel T, migrasi ke
kulit, serta fungsi sitotoksik.
Efalizumab disetujui untuk terapi pada pasien dewasa dengan plak psoriasis
kronik yang sedang hingga berat yang menjadi kandidat terapi sistemik atau
fototerapi.
3.4 Fotokemoterapi
Fotokemoterapi umumnya terdiri dari terapi dengan sinar ultraviolet B dan
PUVA. Sinar UVB (290-320 nm) terus menjadi salah satu fotokemoterapi
yang penting dalam intervensi psoriasis. Panjang gelombang UVB yang
paling efektif untuk terapi psoriasis ialah 310-313 nm. Hal tersebut telah
dibuktikan dari berbagai studi klinik pada pasien dengan psoriasis tipe plak.
Fototerapi UVB juga memberikan hasil yang lebih efektif ketika
ditambahkan dengan terapi sistemik, seperti metotreksat dan retinoid.
UV-A yang dikombinasikan dengan metoksalen oral (PUVA) merupakan
pendekatan fotokemoterapi. Kandidat untuk terapi PUVA biasanya
mengalami psoriasis yang melumpuhkan dengan tingkat keparahan sedang
hingga berat yang tidak memberikan respon terhadap terapi konvensional
baik topikal maupun sistemik.
PUVA sistemik terdiri atas obat oral yang berperan sebagai foto sensitizer
seperti 8-metoksipsalen (8-methoxypsoralen).
Acitretin + UV-B
Acitretin + fotokemoterapi menggunakan sinar UV-A (PUVA)
Metotreksat + UV-B
PUVA + UV-B
Metotreksat + siklosporin
BAB IV
STUDI KASUS
4.1 Studi Kasus
Pasien ini berusia perempuan 41 tahun,sudah menikah berasal dari kalimantan dan
sengaja datang ke Surabaya untuk mengobati sakit kulitnya yang tidak kunjung
sembuh. Keluhan utamanya adalah timbul bercak kemerahan yang awalnya hanya
di daerah lengan kedua tangan disertai nanah yang muncul beberapa hari
kemudian sejak 3 bulan yang lalu. Dalam perjalanannya bercak meluas hingga ke
seluruh tubuh juga disertai nanah. Selain itu pasien juga mengeluhkan panas
badan, meriang, mual dan kondisi badan yang lemah. Sebelumnya tidak pernah
menderita penyakit yang serupa. dari keluarga juga tidak pernah sakit seperti ini.
Pada pemeriksaan fisik secara umum kondisinya lemah namun kesadaran masih
baik (GCS 456), didapatkan suhu yang afebris. selain itu vital sign dalam batas
normal.
Status dermatologis :
Regio seluruh tubuh, makula eritematus batas tidak tegas dengan ukuran dan
bentuk yang bervariasi tepi tidak meninggi, diatasnya terdapat pustule yang
sebagian sudah pecah menjadi krusta, pus (+), sebagian makula juga tertutup
skuama.
Pemeriksaan Penunjang:
- Diusulkan pemeriksaan DL,UL,LFT,RFT, dan Albumin.
- Pemeriksaan Gram Staining, dan juga biopsi
Diagnosa :
-Psoriasis Pustulosa
Terapi :
- Paracetamol 3 x 500 mg karena pasien mengeluh panas.
- Mebhidrolin napadisilat 3x50 mg,p.o sebagai anti histamin karena pasien
mengeluh gatal.
- Methotrexate(MTX) 5 mg/12 jam selama 3 kali dalam seminggu karena
lesinya udah luas
- Terapi lain mungkin diberikan : infus albumin
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit psoriasis
merupakan salah satu penyakit/gangguan sistem integumen dimana kulit
mengalami peradangan kronis (sering kambuh) yang disebabkan
oleh Genetik, Imunologik, Stres Psikik, Infeksi fokal, Faktor Endokrin,
Gangguan Metabolik, Obat-obatan, Alkohol dan merokok.
Penyakit ini terjadi pada setiap usia. Pada psoriasis ditunjukan adanya
penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh
darah dermis bagian atas. Selain itu jumlah sel-sel basal yang bermitosis juga
meningkat.
Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat
predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka,
ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak)
dengan skuama diatasnya.Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih serta
transparan. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Ada dua tipe pengobatan pada penderita psoriasis yaitu pengobatan
sistemik dan pengobatan topikal dimana pengobatan sistemik lebih banyak
memberikan efek samping.
B. Saran
Kepada mahasiswa atau pembaca disarankan agar dapat mengambil
pelajaran dari makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit
psoriasis dalam masyarakat maka kita dapat melakukan tindakan yang tepat agar
penyakit tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih buruk.
LAMPIRAN
1. Psoriasis Vulgaris
2. Psoriasis Gutata
3. Psoriasis Inversa
4. Psoriasis Eritroderma
5. Psoriasis Pustulosa
6. Psoriasis Seboroik
7. Psoriasis Kuku
8. Psoriasis Artritis
Guideline Terapi (Spektrum Terapi Psoriasis)