Vous êtes sur la page 1sur 35

MAKALAH PENJAMINAN MUTU

NON AKADEMIK PENDIDIKAN

Memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi dan Tenaga Kependidikan


Dosen Pengampu: Indah Sari, M. Pd.

Disusun oleh:
Ita Adri Supriati (2282160013)
Raika Nadilla Sari (2282160025)
M. Asep Hidayat Amin (2282160040)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penjaminan mutu pendidikan formal, nonformal, dan informal telah diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan. Sistem penjaminan mutu pendidikan merupakan kegiatan yang sistemik
dan terpadu pada penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan tingkat kecerdasan
bangsa. Tidak dipungkiri bahwa upaya strategis jangka panjang untuk mewujudkannya
menuntut satu sistem pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan yang dapat
membangun kerjasama dan kolaborasi di antara berbagai pemangku kepentingan (stake
holders) yang terkait dalam satu keterpaduan jaringan kerja tingkat nasional, regional, dan
lokal.
Masalah-masalah sarana pendidikan yang dihadapi sekolah antara lain sarana
penunjang pendidikan belum sepenuhnya berada dalam kondisi yang memadai. Hal ini
dapat dilihat misalnya sarana belajar yang rusak atau belum tersedia. Kondisi yang
demikian, selain akan berpengaruh pada ketidaklayakan, ketidaknyamanan pada proses
belajar mengajar, juga akan berdampak pada keengganan orang tua untuk menyekolahkan
anaknya ke sekolah-sekolah tersebut.
Agar sarana pendidikan dapat difungsikan dengan baik, maka diperlukan manajemen
sarana dan prasarana pendidikan. Dengan adanya manajemen sarana dan prasarana
pendidikan, maka sekolah akan mampu mengelola sarana dan prasarana pendidikan
secara lebih terkonsep dan terarah.
Dari sekian banyak sumber daya pendidikan yang dianggap penting adalah masalah
biaya. Biaya dipandang ibarat darah dalam tubuh manusia yang mati hidupnya ditentukan
oleh sirkulasi darah dalam tubuh. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa biaya ini ibarat
kuda dan pendidkan sebagai gerobak. Gerobak tidak akan berjalan tanpa ditarik oleh
kuda. Jadi pendidkan tidak akan berjalan tanpa adanya biaya. Biaya ini termasuk sumber
daya yang langka dan terbatas.
Oleh karena itu biaya perlu dikelola dengan efektif dan efisien agar membantu
pencapaian tujuan pendidikan.Pendidikan sebagai investasi yang akan menghasilkan
manusia-manusia yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan
dalam pembangunan suatu bangsa. Manfaat individu, sosial atau institusional akan
diperoleh secara bervariasi. Akan tetapi manfaat individual tidak diperoleh dalam waktu
seketika atau diperoleh secara cepat, tetapi perlu waktu yang cukup lama.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Penjamin Mutu Pendidikan?
2. Faktor-faktor apasaja yang menjadi penyebab rendahnya mutu Pendidikan?
3. Apa tantangan dalam peningkatan mutu Pendidikan?
4. Apa upaya – upaya untuk meningkatkan mutu Pendidikan?
5. Apa yang dimaksud dengan mutu manajemen non akademik berupa sarana prasarana?
6. Bagaimana administrasi non akademik berupa sarana prasarana?
7. Bagaimana prinsip dasar pengelolaan sarana prasarana Pendidikan?
8. Bagaimana pengelolaan sarana prasarana pendidikan?
9. Bagaimana merehabilitasi sarana prasarana pendidikan?
10. Bagaimana sekolah memperoleh dana pembiayaan untuk anggaran dan pendapatan
belanja sekolah?
11. Bagaimana perencanaan, upaya, evaluasi, dan pertanggungjawaban sekolah terhadap
anggaran pendapatan dan belanja sekolah?
C. Tujuan
1. Pembaca dapat mengerti arti Mutu Pendidikan.
2. Mengetahui penyebab apa saja yang mempengaruhi rendahnya Pendidikan di
Indonesia.
3. Mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu Pendidikan.
4. Memahami mutu manajemen non akademik berupa pengelolaan Pendidikan
5. Memahami mutu manajemen non akademik berupa sarana prasarana Pendidikan.
6. Memahami mutu manajemen non akademik berupa pembiayaan Pendidikan.
7. Dapat mengetahui sumber dana pembiayaan pendidikan di sekolah
8. Dapat mengetahui pelaksanaan, upaya, evaluasi dan pertanggungjawaban anggaran
pendapatan dan belanja sekolah
BAB II
ISI

A. Penjaminan Mutu Pendidikan

Pengelolaan satuan pendidikan yang dijiwai oleh semangat amanah. Konsep amanah
menghendaki niat yang berporos dalam hati sebagai acuan bersama, dengan visi
mengutamakan pelayanan publik. Visi bersama ini menciptakan pengertian, nilai, norma,
atribut, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dalam jangka panjang menjelma sebagai
budaya korporasi.

Visi dan misi dirumuskan dalam strategi dan rencana kerja oleh majelis syuro yang
berpijak pada kejernihan dan kecerdasan pikiran. Dalam proses pengambilan keputusan
terjadi brainstorming, perdebatan, dan bahkan perebutan kepentingan. Majelis syuro
adalah otaknya organisasi. Pada level birokrasi terdapat dua kelompok kerja dengan tugas
pokok yang saling mengisi, yakni pengawas dan pelaksana program. Birokrasi sebagai
kaki tangan majelis syuro bekerja dengan sistem prosedur, dan aturan yang berisi
tatatertib.

Secara keseluruhan kelembagaan pendidikan ibarat organisme terdiri dari jiwa, hati,
pikiran, dan badan. Organisme sebagaimana makhluk hidup secara umum tumbuh dan
berkembang dari sederhana menjadi kompleks. Standar pengelolaan pendidikan berkaitan
dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan agar tercapai
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan pendidikan
menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) yang ditandai dengan pencapaian
indicator kinerja kunci sebagai berikut:

1. Memiliki pedoman penerimaan dan seleksi santri baru


2. Memiliki tatatertib dan pengembangan budaya akademik
3. Memiliki pedoman rekrutmen/seleksi guru/pendidik dan tenaga kependidikan
4. Memiliki peraturan dan kode etik
5. Memiliki dokumen kurikulum madrasah, buku mutu (bench-marking), dan pola
kerja sama dengan stakeholder
6. Memiliki dokumen program kerja tahunan dan anggaran belanjanya
7. Memiliki dokumen masterplant pembangunan dan rencana strategis
pengembangan madrasah dalam jangka panjang
8. Memiliki sistem dan prosedur administrasi surat menyurat, keuangan, dan
pemanfaatan sarana dan prasarana
9. Meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000
10. Menerapkan pendidikan multicultural, bebas narkoba dan rokok, bebas
kekerasan ( bullying); dan menerapkan prinsip kesetaraan;
11. Meraih medali tingkat internasional pada bebrbagai kompetisi sains, matematika,
teknologi, seni, dan olahraga

a. Pendekatan-pendekatan dalam pengelolaan Pendidikan


1. Pendekatan Organisasi Klasik
Pendekatan organisasi klasik ini sering disebut juga dengan gerakan
manajemen ilmiah yang dipelopori oleh Frederick Taylor seorang yang
memiliki latar belakang dan pengalaman sebagai buruh, juru ketik, mekanik,
dan akhirnya berpengalaman sebagai kepala teknik yang hidup antara tahun
1856 sampai dengan tahun 1915. Gerakan ini mencari upaya untuk dapat
menggunakan orang secara efektif dalam organisasi industri. Konsep dari
gerakan ini adalah orang dapat juga bekerja layaknya sebagai mesin.
2. Pendekatan Hubungan Manusia
Pendekatan hubungan manusia adalah gerakan yang lahir dan berkembang
sebagai reaksi terhadap pendekatan organisasi klasik. Pendekatan hubungan
manusia ini dipelopori oleh Mary Parker Follett (1868-1933) orang yang
pertama kali mengenal pentingnya faktor- faktor manusia dalam administrasi.
Mary Follet juga banyak menulis yang berkenaan dengan sisi manusia dalam
administrasi. Mary Follet percaya bahwa masalah yang mendasar dalam semua
organisasi adalah mengembangkan dan mempertahankan hubungan dinamis
dan harmonis. Walaupun terjadi konflik, menurut pemikiran Mary Follet,
konflik tersebut merupakan suatu proses yang normal bagi pengembangan hal
yang mengakibatkan terjadinya konflik itu.
3. Pendekatan Prilaku
Pendekatan prilaku dalam administrasi adalah menggabungkan antara
hubungan sosial dengan struktur formal dan menambahkannya dengan
proposisi yang diambil dari psikologi, sosiologi, ilmu politik dan ekonomi.
Pendekatan ini dipelopori oleh Chester I. Barnard yang hidup antara tahun 1886
sampai dengan tahun 1961. Bukunya "Functions of the Executive" (1938).
Dalam buku ini Barnard mengulas secara lengkap teori perilaku yang kooperatif
dalam organisasi formal. Barnard menyimpulkan bahwa kontribusi kerjanya
berkenaan dengan konsep struktur dan dinamis. Konsep-konsep struktur yang
dianggap penting adalah individu, sistem kerja sama, organisasi formal,
organisasi formal yang komplek, dan juga organisasi informal. Konsep-konsep
dinamis yang penting, menurut Barnard, adalah kerelaan, kerjasama,
komunikasi, otoritas, proses keputusan, dan keseimbangan dinamik.

b. Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan


Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan. Berikut ini akan
dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia.
1. Rendahnya sarana fisik
Banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak,
kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak
lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi
tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak
memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya kualitas guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru
belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan
melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak
mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003
di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya
21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99%
(swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK
yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan
dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil
sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya
tingkat kesejahteraan guru.
3. Rendahnya kesejahteraan guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Banyak ungkapan dan pertanyaan
benarkah Tunjangan Profesi Guru atau biasadisebut dengan sertifikasi guru bisa
meningkatkan kualitas pendidikan. Tunjangan Profesi Guru akan meningkatkan
kualitas dunia pendidikan, karena dengan diberikannya tunjangan profesi
kepada guru maka kinerja, kemampuan dan kreatifitas guru dalam mengelola
kegiatan belajar mengajar dikelas akan menjadi sangat baik sehingga proses
belajar mengajar dikelas menjadi lebih berkualitas yang secara langsung
berimplikasi membaiknya kualitas pendidikan. Tunjangan profesi sudah
memberikan tambahan finansial yang layak diatas kebutuhan standart minimal.
Sebuah gambaran penghasilan yang diterima seorang guru PNS golongan 3 C
masa kerja 6 tahun adalah sebagai berikut :

1. Gaji Pokok + Tunjangan Rutin = 3.200.000,-


2. Tunjangan Profesi = 2.600.000,-
3. Tunjangan Uang Makan = 500.000,-

Penghasilan yang diterima setiap bulan rata-rata 6.100.000 kalau ini kita
bagi empat maka gaji tiap minggu adalah 1.525.000, jika guru tersebut masuk
selama enam hari mulai jam tujuh sampai jam satu maka dia akan mendapat gaji
lebih dari 250.000,- setiap harinya, jika dihitung berdasar jam mengajar 24 JP
tiap minggu maka gaji setiap 1 JP (40 menit) adalah 63.500, sebuah angka yang
“fantastis”.

Dengan penghasilan sebesar itu ,asihditemukan guru yang bekerja/mengajar


dengan ala kadarnya, sekadar masuk kelas dan memberi tugas, apalagi sering
meninggalkan tugas dengan alasan yang tidak logis. Tentu jika masih ada guru
yang melakukan hal tersebut bukanlah suatu perbuatan yang bijaksana.

Banyak pengamat dan kalangan diluar guru yang memandang dengan


pesimis manfaat adanya tunjangan profesi guru bahkan beropini agar tunjangan
ini dihapus.
4. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data
BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%,
Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang
sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas
1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan
yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
5. Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk
mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-
Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak
memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 1.000.000,
— sampai Rp 2.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 2.000.000,-.
Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak
harus murah atau gratis. Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk
menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses
masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu.

c. Tantangan Mutu Pendidikan


Ada tiga komponen penting dalam pendidikan anak yaitu pemerintah, sekolah dan
masyarakat. Tripartitini harusnya berjalan seiring sejalan untuk menciptakan system
pendidikan yang bagus. Pemerintah dengan regulasi peraturannya, sekolah sebagai
operator di lapangan dan masyarakat dengan dukungan ketika anak di masyarakat dan
keluarga. Fakta dilapangan member gambaran jelas bahwa ketiga komponen ini tidak
berjalan beriringan bahkan saling menyalahkan.Pemerintahdengan program sekolah
gratis melalui BOS terlihat (menurut kacamata saya) lebih besar dengan program
pencitraan di masyarakat bukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, masyarakat
lebih mementingkan perencanaan keuangan untuk hal-hal konsumtif daripada dana
pendidikan. Padahal dana pendidikan menurut pakar perencana keuangan Ibu Rini yang
dimuat di Tribun Jateng 80% dikeluarkan oleh masyakat di luar dana operasional
sekolah (SPP dan SPI). Dana yang hanya 20% ini diributkan dengan keras oleh
masyarakat. Menjadi headline berita di surat kabar tentang reaksi masyarakat dengan
sumbangan sukarela di sekolah. Jarang ada orang tua yang dengan kesadaran sendiri
memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya seperti buku pelajaran, laptop, internet, dan
alat pendukung belajar lain. Akibatnya adalah jangankan memiliki kemampuan
berkompetisi, untuk meminta anaknya belajar saja susah. Dalam proses belajardari TK,
SD, SMP, dan SMA/SMK, berapa kali anaknya berhasil menyabet gelar juara suatu
lomba. Sangat sedikit orang tua yang peduli anaknya untuk ikut lomba, sementara yang
lain cukup senang anaknya berangkat setiap hari kesekolah. Apa yang didapat anak?
Tidak usah dirisaukan. Inilah akibatnya, pendidikan hanya mencetak banyak
pengangguran baru. Sekolah sebagai operator tidak jauh beda dengan pemerintah dan
masyarakat. Banyak sekolah yang hanya berjalan memenuhi kewajiban melayani siswa
bukan melakukan terobosan dan inovasi untuk mencetak lulusan yang hebat. Di level
guru, samasaja. Banyak Bapak dan Ibu guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar
di kelas dengan monoton dan membosankan.Tanpa inovasi dan kreatifitas agar
pembelajaran yang dia berikan menyenangkan. Penyakit tidak mau belajar terus
menjangkitinya sehingga setiap tahun metode belajar akan terus dilakukan dengan cara
yang sama.
Ceramah menjadi metode belajar wajib yang dilakukan bapak dan ibu guru. Lebih
parah lagi, guru tidak mau mengambil resiko untuk tidak menaikkan anak dengan
menyulap nilai. Tidak ada beda antara anak yang bisa dan anak yang tidakbisa. Lengkap
sudah kemunduran pendidikan oleh ketiga komponen.Anaklah yang menjadi korban
padahal mereka generasi penerus. Siapa yang salah dengan terciptanya generasi penerus
yang lemah?

d. UpayaMeningkatkanMutuPendidikan
Berikut ini langkah-langkah dalam meningkatkan mutu pendidikan:
1) Memperkuat Kurikulum
Kurikulum adalah instrumen pendidikan yang sangat penting dan strategis
dalam menata pengalaman belajar siswa, dalam meletakkan landasan-landasan
pengetahuan, nilai, keterampilan,dan keahlian, dan dalam membentuk atribut
kapasitas yang diperlukan untuk menghadapi perubahan-perubahan sosial yang
terjadi. Saat ini, memang telah dilakukan upaya-upaya untuk semakin
meningkatkan relevansi kurikulum dengan melakukan revisi dan uji coba
kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum uji coba tersebut didasarkan
pada pendekatan yaitu: (1) Pengasaan aspek kognitif dalam bentuk kemampuan,
(2) penguasaan aspek afektif yang lebih komprehensif, dan (3) penguasaan aspek
keterampilan dalam bentuk kapasitas profesional. Kompetensi itu hendaknya
dapat membentuk suatu kapasitas yang utuh dan komprehensif sehingga tidak
diredusir menjadi keterampilan siap pakai. Michael, (2002), Charles quengly
(2000) mengemukakan kompetensi yang berada dalam suatu keutuhan dan
komprehensif dengan kapasitas lainnya. Kompetensi mensyaratkan tiga elemen
dasar yaitu basic, knowledge, skill ( intellectual skill, participation skill), and
disposition. Melalui proses pembelajaran yang efektif, dari tiga elemen dasar ini
dapat dibentuk kompetensi dan komitmen untuk setiap keputusan yang diambil.
Kapasitas ini harus menjadi muatan utama kurikulum dan menjadi landasan bagi
pengembangan proses pembelajaran dalam rangka pembentukan kompetensi.
2) Memperkuat Kapasitas Manajemen Sekolah
Telah banyak digunakan model-model dan prinsip-prinsip manajemen modern
terutama dalam dunia bisnis untuk kemudian diadopsi dalam dunia pendidikan.
Salah satu model yang diadopsi dalam dunia pendidikan. Salah satu model yang
diadopsi adalah, School Based Management. Dalam rangka desentralisasi di
bidang pendidikan, model ini mulai dikembangkan untuk diterapkan.
Diproposisikan bahwa manajemen berbasis sekolah (MBS) : (1) akan
memperkuat rujukan referensi nilai yang dianggap strategis dalam arti
memperkuat relevansi, (2) memperkuat partisipasi masyarakat dalam keseluruhan
Kegiatan pendidikan, (3) memperkuat preferensi nilai pada kemandirian dan
kreativitas baik individu maupun kelembagaan, dan (4) memperkuat dan
mempertinggi kebermaknaan fungsi kelembagaan sekolah.
3) Memperkuat Sumber Daya Tenaga Kependidikan
a. Memperkuat Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan
Dalam jangka panjang, agenda utama upaya memperkuat sumber daya tenaga
kependidikan ialah dengan memperkuat sistem pendidikan dan tenaga
kependidikan yang memiliki keahlian. Keahlian baru itu adalah modal
manusia (human investmen), dan memerlukan perubahan dalam sistem
pembelajarannya. Menurut Thurow (sularso,2002), di abad ke-21 perolehan
keahlian itu memerlukan perubahan dalam sistem pembelajaran karena
alasan:

1) Keahlian yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan akan semakin


tinggi dan berubah sangat cepat
2) Keahlian yang diperlukan sangat tergantung pada teknlogi dan
inovasi baru, maka banyak dari keahlian itu harus dikembangkan dan
dilatih melalui pelatihan dalam pekerjaan, dan,
3) Kebutuhan akan keahlian itu didasarkan pada keahlian individu.
b. Memperkuat Kepemimpinan
Dalam fondasi berbagai karakteristik pribadi, pimpinan lembaga
pendidikan perlu menciptakan visi untuk mengarahkan lembaga pendidikan
dan karyawannya. Dalam konteks ini, penciptaan visi yang jelas akan
menumbuhkan komitmen karyawan terhadap kwalitas, memfokuskan semua
upaya lembaga pendidikan pada rumusan kebutuhan pengguna jasa
pendidikan, menumbuhkan sense of team work dalam pekerjaan,
menumbuhkan standard of excellence, dan menjebatani keadaan lembaga
pendidikan sekarang dan masa yang akan datang.
c. Meningkatkan Mutu Mengajar Melalui Program Inovatif Berbasis
Kompetensi
Selama ini sekolah terutama guru masih sangat terbatas dalam melakukan
inovasi-inovasi pembelajaran. Disisi lain, upaya untuk memperkuat
kemampuan mengajar telah diupayakan melalui berbagai jenis penataran,
pendidikan, ataupun pelatihan-pelatihan. Melalui berbagai kegiatan tersebut
dikenalkan pada inovasi-inovasi pembelajaran. Tetapi dari pengalaman
empirik tampaknya upaya-upaya itu belum secara.
d. Mengoptimalkan Fungsi-Fungsi Tenaga Kependidikan
Di sekolah-sekolah selama ini yang berperan utama adalah guru. Seorang
guru melaksanakan berbagai fungsi baik fungsi mengajar, konselor, teknisi,
maupun pustakawan. Bahkan, dalam kasus-kasus tertentu terdapat guru
mengajar bukan berdasarkan keahliannya.
Kondisi ini jelas kurang menguntungkan bagi terselenggaranya proses
pendidikan yang baik diperlukan fungsi-fungsi kependidikan yang saling
mendukung, sehingga dapat dicapai suatu hasil yang maksimal.
B. Manajemen Mutu Non Akademik berupa Sarana dan Prasarana
a. Pengertian dan Ruang Lingkup Manajemen Sarana Pendidikan
Manajemen Sarana adalah segenap proses penataan yang bersangkutan dengan
pengadaan, pendayagunaan dan pengelolaan sarana pendidikan agar tercapai tujuan yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Menurut Tim Penyusun Pedoman Media Pendidikan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar
mengajar, baik yang bergerak, maupun tidak bergerak, agar pencapaian tujuan pendidikan
dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen sarana pendidikan adalah suatu proses
penataan yang bersangkutan dengan pengadaan, pendayagunaan, an pengelolaan semua
fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun tidak
bergerak agar tercapai tujuan pendidikansecara efektif dan efisien.
Sarana/ fasilitas dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
1. Fasilitas Fisik
Segala sesuatu yang berupa benda atau fisik yang dapat dibendakan, yang
mempunyai peranan untuk memudahkan dan melancarkan suatu usaha. Fasilitas fisik
juga disebut fasilitas materiil. Contoh: perabot ruang kelas, perabot kantor TU, perabot
laboratarium, perpustakaan dan ruang praktik.
2. Fasilitas Uang
Segala sesuatu yang bersifat mempermudah suatu kegiatan sebagai akibat
bekerjanya nilai uang.
Menurut keputusan menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.079/1975, sarana
pendidikan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:
1. Bangunan dan perabot sekolah,
2. Alat pelajaran yang terdiri dari pembukuan dan alat-alat peraga,
3. Media pendidikan yang dapat dikelompokan menjadi; media audio (media untuk
pendengaran berupa suara), media visual (media untuk penglihatan berupa gambar),
dan media audiovisual (media untuk pendengaran dan penglihatan berupa)
b. Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan
Administrasi sarana dan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang sacara
langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai
tujuan dalam pendidikan itu sendiri.
Administrasi sarana dan prasarana berfungsi, sebagai berikut.
1. Memberi dan melengkapi fasilitas untuk segala kebutuhan yang di perlukan dalam
proses belajar mengajar.
2. Memelihara agar tugas-tugas murid yang di berikan oleh guru dapat terlaksana
dengan lancar dan optimal.
Adapun komponen sarana dan prasarana yang di perlukan di sekolah demi kelancaran
dan keberhasilan kegiatan proses pendidikan, antara lain:
1. Lahan
Lahan yang di perlukan untuk mendirikan sekolah harus disertai dengan tanda bukti
kepemilikan yang sah dan lengkap (sertifikat), adapun jenis lahan tersebut harus
memenuhi beberapa kriteria.
a) Lahan terbangun adalah lahan yang diatasnya berisi bangunan.
b) Lahan terbuka adalah lahan yang belum ada bangunan diatasnya.
c) Lahan kegiatan praktek adalah lahan yang di gunakan untuk pelaksanaan
kegiatan praktek.
d) Lahan pengembangan adalah lahan yang di butuhkan untuk pengembangan
bangunan dan kegiatan praktek.
Lokasi sekolah harus berada di wilayah pemukiman yang sesuai dengan cakupan
wilayah sehingga mudah di jangkau dan aman dari gangguan bencana alam dan
lingkungan yang kurang baik.

2. Ruang
Secara umum jenis ruang di tinjau dari fungsinya dapat di kelompokkan dalam :
a) Ruang pendidikan
Ruang pendidikan berfungsi untuk menampung proses kegiatan belajar
mengajar teori dan praktek diantaranya ruang perpustakaaan, ruang
laboratorium, ruang kesenian, ruang olah raga, dan ruang keterampilan.
b) Ruang administrasi
Ruang administrasi berfungsi untuk melaksanakan berbagai kegiatan
kantor. Ruang administrasi terdiri dari : ruang kepala sekolah, ruang tata usaha,
ruang guru, dan gudang.
c) Ruang penunjang
Ruang penunjang berfungsi untuk menunjang kegiatan yang mendukung
proses kegiatan belajar mengajar antara lain : ruang ibadah, ruang serbaguna,
ruang koperasi sekolah, ruang UKS, ruang OSIS, ruang WC / kamar mandi, dan
ruang BP.
3. Perabot
Jenis perabot sekolah di kelompokkan menjadi 3 macam.
a) Perabot pendidikan adalah semua jenis mebel yang di gunakan untuk proses
kegiatan belajar mengajar.
b) Perabot administrasi adalah perabot yang di gunakan untuk mendukung
kegiatan kantor.
c) Penunjang perabot yang di gunakan atau di butuhkan dalam ruang
penunjang. Seperti perabot perpustakaan, perabot UKS, perabot OSIS.
4. Alat dan Media Pendidikan
Setiap mata pelajaran sekurang-kurangnya memiliki satu jenis alat peraga
praktek yang sesuai dengan keperluan pendidikan dan pembelajaran, sehingga
dengan demikian proses pembelajaran tersebut akan berjalan dengan optimal.
5. Buku dan Alat Ajar
Bahan ajar ini terdiri dari;
a) Buku pegangan
Buku pegangan di gunakan oleh guru dan peserta didik sebagai
acuan dalam pembelajaran yang bersifat Normatif, adaptif dan produktif.
b) Buku pelengkap
Buku ini di gunakan oleh guru untuk memperluas dan memperdalam
penguasaan materi.
c) Buku sumber
Buku ini dapat di gunakan oleh guru dan peserta didik untuk
memperoleh kejelasan informasi mengenai suatu bidang ilmu /
keterampilan.
d) Buku bacaan
Buku ini dapat di gunakan oleh guru dan peserta didik sebagai
bahan bacaan tambahan (nonfiksi) untuk memperluas pengetahuan dan
wawasan serta sebagai bahan bacaan (fiksi ) yang bersifat relatif.

Adapun tujuan dari administrasi sarana dan prasarana itu adalah:


1. mewujudkan situasi dan kondisi sekolah yang baik sebagai lingkungan belajar
maupun sebagai kelompok belajar ,yang memungkinkan peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2. menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi
dalam pembelajaran.
3. menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan
memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan
intelektual siswa dalam proses pembelajaran
4. membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya serta sifat- sifat individunya.

c. Prinsip Dasar Pengelolaan Sarana Prasarana Pendidikan


Dalam mengelola sarana dan prasarana sekolah, terdapat sejumlah prinsip yang perlu
diperhatikan agar tujuan bisa tercapai dengan maksimal. Prinsip-prinsip tersebut menurut
Bafadal adalah:
1. Prinsip Pencapaian Tujuan
Pada dasarnya manajemen perlengkapan sekolah dilakukan dengan maksud agar
semua fasilitas sekolah dalam keadaan kondisi siap pakai. Oleh sebab itu, manajemen
perlengkapan sekolah dapat dikatakan berhasil bilamana fasilitas sekolah itu selalu
siap pakai setiap saat, pada setiap ada seorang personel sekolah akan
menggunakannya.
2. Prinsip Efisiensi
Dengan prinsip efisiensi berarti semua kegiatan pengadaan sarana dan prasarana
sekolah dilakukan dengan perencanaan yang hati-hati, sehingga bisa memperoleh
fasilitas yang berkualitas baik dengan harga yang relatif murah. Selain itu juga berarti
bahwa pemakaian semua fasilitas sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik-
baiknya, sehingga dapat mengurangi pemborosan. Dalam rangka itu maka
perlengkapan sekolah hendaknya dilengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan
pemeliharaannya. Petunjuk teknis tersebut dikomunikasikan kepada semua personel
sekolah yang diperkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya, bilamana dipandang
perlu, dilakukan pembinaan terhadap semua personel.
3. Prinsip Administratif
Di Indonesia terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang berkenaan
dengan sarana dan prasarana pendidikan. Sebagai contohnya adalah peraturan tentang
inventarisasi dan penghapusan perlengkapan milik negara. Dengan prinsip
administratif berarti semua perilaku pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah
itu hendaknya selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi dan
pedoman yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai upaya penerapannya,
setiap penanggung jawab pengelolaan perlengkapan pendidikan hendaknya
memahami semua peraturan perundang-undangan tersebut dan menginformasikan
kepada semua personel sekolah yang diperkirakan akan berpartisipasi dalam
pengelolaan perlengkapan pendidikan.
4. Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab
Di Indonesia tidak sedikit adanya lembaga pendidikan yang sangat besar dan maju.
Oleh karena besar, sarana dan prasarananya sangat banyak sehingga manajemennya
melibatkan banyak orang. Bilamana hal itu terjadi maka perlu adanya
pengorganisasian kerja pengelolaan perlengkapan pendidikan. Dalam
pengorganisasiannya, semua tugas dan tanggung jawab semua orang yang terlibat itu
perlu dideskripsikan dengan jelas.
5. Prinsip Kekohesifan
Dengan prinsip kekohesifan berarti manajemen perlengkapan pendidikan di
sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat
kompak. Oleh karena itu, walaupun semua orang yang terlibat dalam pengelolaan
perlengkapan itu telah memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, namun
antara yang satu dengan yang lainnya harus selalu bekerja sama dengan baik.

d. Pengelolaan Sarana Prasarana


Menurut Megasari (2014: 639), pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan
merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal
bagi terjadinya proses pembelajaran. Jadi, pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan
dapat dikatakan sebagai suatu usaha dari sekolah untuk menjaga sarana dan prasarana
pendidikan agar dapat digunakan dalam proses pembelajaran secara efektif dan efisien.
Proses pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan di lembaga pendidikan dimulai dari
proses perencanaan sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan sarana dan prasarana
pendidikan, penyimpanan, penyaluran ,pemeliharaan, dan rehabilitas (Megasari, 2014:
639).

1. Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan


Perencanaan adalah adalah suatu proses menetapkan dan memikirkan program
pengadaan fasilitas baik yang berbentuk sarana maupun prasarana dimasa yang akan
datang untuk mencapai tujuan yaitu memenuhi kebutuhan dan ketersediaan
perlengkapan pendidikan. Menurut Fardiyono (2015), perencanaan sarana dan
prasarana pendidikan terbagi menjadi perencanaan sarana dan prasarana program dan
perencanaan sarana dan prasarana rumah tangga. Perencanaan sarana dan prasarana
program dilakukan untuk menentukan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan yang
mendukung berjalannya program sekolah.
Perencanaan sarana dan prasarana program di lembaga pendidikan merupakan
langkah menetapkan kebutuhan sarana dan prasarana program yang akan dilaksanakan
berdasarkan kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki. Perencanaan sarana dan
prasarana program melalui serangkaian tahapan yaitu rapat koordinasi sekolah,
penetapan program sekolah, serta penetapan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan
untuk pelaksanaan program.
Dalam melakukan perencanaan sarana dan prasaranan program tahapan tahapan
diatas harus dilakukan agar terciptanya pelaksanaan yang baik untuk kedepanya.
Apabila salah satu dari tahapan tersebut tidak dilakukan bisa menimbulkan masalah
dalam pelaksanaanya dalam kedepanya.

1) Rapat Koordinasi Sekolah


Rapat koordinasi sekolah merupakan rapat yang dilakukan pada awal semester
untuk membahas program sekolah serta kebutuhan sarana dan prasarana yang
mendukung program sekolah. Rapat koordinasi sekolah dihadiri oleh direksi sekolah,
guru, dan staf tata usaha. Proses rapat koordinasi sekolah dipimpin oleh direksi
sekolah, kemudian guru dan staf tata usaha saling memberi masukan untuk mencapai
kesepakatan program serta kebutuhan sarana dan prasarana pendukung program.
Rapat koordinasi sekolah bertujuan untuk membahas program sekolah, kebutuhan
sarana dan prasarana terkait program sekolah. Rapat koordinasi sekolah akan
memberikan gambaran jelas apakah program yang akan dilaksanakan untuk
kedepannya, berdasarkan kesepakatan bersama dari semua pihak yang ada dalam
sekolah.
2) Penetapan Program Sekolah
Penetapan program sekolah dilakukan pada saat rapat koordinasi sekolah diawal
semester. Penetapan program sekolah merupakan kesepakatan seluruh peserta rapat
untuk program yang akan dilaksanakan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Proses penetapan program sekolah yaitu program sekolah disampaikan oleh direksi
sekolah agar diberi masukan oleh guru, staf tata usaha sehingga diperoleh
kesepakatan. Dalam penetapan program sekolah akan terdapat program-program
baru maupun program-program lama yang akan dilaksanakan untuk kedepanya.
3) Penetapan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Program
Penetapan kebutuhan sarana dan prasarana program merupakan langkah menentukan
kebutuhan sarana dan prasarana yang mendukung berjalannya program sekolah yang
telah disepakati sebelumya. Penetapan kebutuhan sarana dan prasarana program
dilakukan pada saat rapat koordinasi sekolah diawal semester. Proses penetapan
kebutuhan sarana dan prasarana program berdasarkan masukan dari guru, staf tata
usaha, dan kesepakatan bersama pada rapat awal semester. Dalam penetapan
kebutuhan sarana dan prasarana program harus jelas agar tidak terjadinya pertanyaan
untuk kedepanya dan akan lebih baik jika penetapan kebutuhan sarana dan prasarana
disesuaikan dengan proporsi program yang telah disepakati bersama.
4) Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengadaan merupakan segala kegiatan untuk menyediakan semua keperluan
sarana dan prasarana pendidikan. Setelah merencanakan sesuatu, maka diperlukan
adanya pengadaan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Pengadaan sarana
dan prasarana pendidikan dapat diwujudkan dengan membeli, membuat, atau
menyewa alat dan bahan yang diperlukan demi meningkatkan kualitas pendidikan
yang ada disekolah tersebut. Dalam konteks persekolahan, pengadaan merupakan
segala kegiatan yang dilakukan dengan cara menyediakan semua keperluan barang
atau jasa berdasarkan hasil perencanaan dengan tujuan untuk membantu kegiatan
pembelajaran agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan meliputi hal-hal yang berkaitan
dengan proses pembelajaran, seperti pengadaan alat-alat praktek, ruang
laboratorium, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. Sehingga apabila aspek-aspek
tersebut telah dipenuhi dengan baik maka akan menunjang keberhasilan siswa-siswa
selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Fardiyono (2015: 79), pengadaan
sarana dan prasarana program dilakukan berdasarkan keputusan rapat koordinasi
diawal semester dengan menyesuaikan kebutuhan program sekolah.
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, baik yang berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu, maupun
tempat dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu,
perlu adanya catatan yang jelas mengenai alat-alat yang perlu diadakan didalam
sebuah sekolah. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak yang baik terhadap
proses pembelajaran. Sehingga secara tidak langsung hal ini dapat mendukung proses
pembelajaran lembaga pendidikan tersebut.
Didalam melakukan pengadaan, sebuah sekolah tentu saja didukung penuh oleh
lembaga pendidikan yang berwenang diatasnya. Hal ini dimaksudkan agar sekolah
tersebut dapat melakukan upaya-upaya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran,
sehingga sebuah sekolah dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang berkompeten dan
berkualitas di masa yang akan datang.
5) Penyimpanan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Setelah pengadaan sarana prasarana pendidikan, selanjutkan dilakukan
penyimpanan sarana prasarana untuk menjaga keamanan sarana prasarana yang telah
dibeli. Oleh karena itu, perlu adanya penyimpanan barang dengan baik. Menurut
Syahril (dikutip dari Rosivia, 2014: 664), penyimpanan adalah menampung atau
mewadahi hasil pengadaan barang-barang tersebut demi keamanannya, baik yang
belum maupun yang sudah didistribusikan, disebut penyimpanan.
Kegiatan penyimpanan meliputi; kegiatan menerima barang, menyimpan barang
dan mengeluarkan atau mendistribusikan barang-barang tersebut. Tempat
penyimpanan yang biasa digunakan untuk keperluan penyimpanan biasanya
menggunakan gudang. Untuk itu setiap petugas yang mengelola sarana dan prasarana
harus memperhatikan bagaimana lokasi, ketentuan tata letak barang dan kontruksi
bangunan gudang agar barang yang disimpan dapat tersusun dengan rapi, teratur, dan
aman.
Disebuah sekolah atau tempat lainya, biasanya terdapat satu buah gudang
penyimpanan barang. Di dalam sebuah gudang biasanya disimpan barang-barang
yang sudah tidak layak pakai dan barang-barang yang berlebih, contohnya alat – alat
inventaris seperti meja, kursi, papan tulis, komputer, CPU, dan juga alat bangunan
seperti semen, seng, kayu/balok, kaca, dan lain-lain. Perlu kita cermati bahwa gudang
penyimpanan harus selalu dijaga dan dibersihkan agar barang-barang yang disimpan
dapat terjaga dengan baik. Biasanya tempat penyimpanan yang kurang memadai
karena barang-barang yang ada di dalam terlalu penuh dan ada barang-barang lainnya
yang menumpuk di depan gudang dapat menyebabkan barang yang disimpan akan
ikut rusak dan tidak terjaga dengan baik. Maka dari itu disarankan agar setiap petugas
yang menjaga tempat penyimpanan diharapkan agar dapat selalu membersihkan dan
merapikan gudang penyimpanan agar tidak terjadinya hal – hal yang tidak
diinginkan.
6) Penyaluran Sarana dan Prasarana Pendidikan
Penyaluran atau pendistribusian merupakan kegiatan yang menyangkut
pemindahan barang dan tanggung jawab dari instansi atau pemegang yang satu
kepada instasi atau pemegang yang lain. Dalam lingkungan yang sempit seperti di
lingkungan sekolah, maka kegiatan penyaluran dapat berupa pendistribusian atau
kegiatan membagi atau mengeluarkan barang sesuai kebutuhan guru, dosen dan seksi
bagian dalam instasi.
Menurut Bafadal (dikutip dari Wulandari, 2014: 4), pendistribusian sarana dan
prasarana pendidikan merupakan kegiatan pemindahan barang dan tanggung jawab
dari seorang penanggung jawab penyimpanan kepada unit-unit atau orang-orang
yang membutuhkan barang tersebut. Adapun kegiatan penyaluran barang meliputi
tiga bagian:
a. Penyusunan Alokasi
Untuk menghindari pemborosan dalam pembagian atau pendistribusian barang
sehingga merata dan seimbang dengan kebutuhan pemakainya masing-masing,
maka perlu disusun alokasi kuantitas dan frekuensi pendistribusiannya
sehingga sungguh-sungguh dapat menunjang kegiatan instruksional. Dalam
penyusunan alokasi barang tersebut perlu memperhatikan beberapa hal, antara
lain penerimaan barang, waktu penyerahan barang, jenis barang, jumlah
barang, kegunaan serta keperluan barang.
b. Pengiriman Barang
Pengiriman barang dari pusat-pusat penyalur barang perlu memperhatikan
beberapa hal yaitu cara pengiriman, pengemasan, pemuatan, pengangkutan dan
pembongkaran.
c. Penyerahan Barang
Dalam penyerahan barang diharuskan untuk mengisi daftar penyerahan
barang, surat pengantar, faktur, tanda terima peyerahan barang, biaya
pengiriman dan sebagainya. Apabila pendistribusiannya tidak diatur dengan
sebaik-baiknya, pengelolaan perlengkapan sekolah akan mengalami kesulitan
dalam membuat laporan pertanggung jawabannya.
Menurut Sukirman (dikutip dari Rahayu, 2013: 22), penyaluran sarana
dan prasarana dibedakan atas dua kategori yaitu alat yang langsung dan yang
tidak langsung terlibat dalam proses belajar mengajar, dalam proses ini
termasuk didalamnya adalah kegiatan inventarisasi barang, pengelompokan
penyimpanan barang serta pendistribusiannya dan barang-barang yang sudah
diterima dan di inventarisasikan langsung di salurkan pada bagian-bagian
yang membutuhkan tanpa melalui proses penyimpanan. Sedangkan sistem
secara tidak langsung yaitu barang-barang yang sudah diterima dan di
inventarisasikan tidak secara langsung di salurkan melainkan harus disimpan
terlebih dahulu di gudang penyimpanan dengan teratur.
7) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Menurut Megasari (2014: 6), pemeliharaan merupakan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus untuk menjaga agar barang milik sekolah selalu dalam keadaan
baik dan siap untuk digunakan Menurut Dawous, Suharto dan Rosalin (2013: 7),
pemeliharaan sarana prasarana pendidikan merupakan suatu bentuk kegiatan dalam
rangka mengusahakan agar barang yang tersedia tetap dalam keadaan baik dan
berfungsi sebagai mestinya. Jadi, dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pemeliharaan atau perawatan adalah usaha yang dilakukan oleh lembaga pendidikan
untuk mempertahankan dan merawat sarana dan prasarana agar dapat digunakan
dengan baik dan bertahan lama sehingga dapat menunjang kualitas pembelajaran dari
lembaga pendidikan tersebut.
Menurut Darma (2007: 31), ada empat tujuan pemeliharaan sarana dan prasarana.
Tujuan pemeliharaannya yaitu:

a. Untuk mengoptimalkan usia pakai perlatan. Hal ini sangat penting terutama jika dilihat
dari aspek biaya, karena untuk membeli suatu peralatan akan jauh lebih mahal jika
dibandingkan dengan merawat bagian dari peralatan tersebut.
b. Untuk menjamin kesiapan operasional peralatan untuk mendukung kelancaran
pekerjaan sehingga diperoleh hasil yang optimal.
c. Untuk menjamin ketersediaan peralatan yang diperlukan melalui pencekkan secara
rutin dan teratur.
d. Untuk menjamin keselamatan orang atau siswa yang menggunakan alat tersebut.
Menurut Darma (2007: 32), ada lima manfaat dari pemeliharaan sarana dan
prasarana. Manfaat pemeliharaannya yaitu:
a. Jika peralatan terpelihara baik, umurnya akan awet yang berarti tidak perlu
mengadakan penggantian dalam waktu yang singkat.
b. Pemeliharaan yang baik mengakibatkan jarang terjadi kerusakan yang berarti biaya
perbaikan dapat ditekan seminim mungkin.
c. Dengan adanya pemeliharaan yang baik, maka akan lebih terkontrol sehingga
menghindar kehilangan.
d. Dengan adanya pemeliharaan yang baik, maka enak dilihat dan dipandang.
e. Pemeliharaan yang baik memberikan hasil pekerjaan yang baik.
Didalam pemeliharaan sarana dan prasarana terdapat beberapa tahapan. Menururt
Barnawi dan Arifin (dikutip dari Fardiyono, 2015: 43), ada lima tahapan pemeliharaan
sarana dan prasarana disekolah.
1) Penyadaran, kepala sekolah perlu mengundang Kelompok Kerja Rencana Kerja
Sekolah (KK-RKS) dan memebentuk tim kecil untuk menginisiasi pengantar
pemahaman pentingnya pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah.
2) Pemahaman, diberikan kepada stakeholders dengan cara menjelaskan program
pemeliharaan yang dibuat oleh sekolah. Program pemeliharaan mencakup manfaat
pemeliharaan, tujuan dan sasaran, hubungan pemeliharaan dengan manajemen aset
sekolah, jenis pemeliharaan dan lingkup masing-masing serta peran serta seluruh
stakeholders.
3) Pengorganisasian, pada tahap ini diatur dengan jelas siapa yang bertanggung jawab,
siapa yang melaksanakan, dan siapa yang mengendalikannya. Pengorganisasian
pengelola pemelihara melibatkan semua warga sekolah, yaitu kepala sekolah, guru,
peserta didik, komite sekolah, dan tim teknis pemeliharaan.
4) Pelaksanaan, terbagi atas pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala.
5) Pendataan, dilakukan dengan menginventarisasi sarana dan prasarana sekolah sesuai
dengan ketersediaan dan kondisinya.

e. Rehabilitas Sarana dan Prasarana Pendidikan


Menurut Megasari (2014: 7), rehabilitasi merupakan kegiatan untuk memperbaiki barang
dari kerusakan dengan tambal sulam atau penggantian suku cadangnya agar barang tersebut
dapat dipergunakan lagi sehingga mempunyai daya pakai yang lebih lama dan adanya proses
rehabilitasi karena ada kerusakan ringan atau kerusakan yang berat. Rehabilitasi adalah barang
yang sudah rusak atau yang tidak layak dipakai, maka barang tersebut harus dilakukan
perbaikan agar sarana dan prasana pendidikan dapat di pergunakan kembali dengan baik.
Tujuan dari kegiatan rehabilitasi dalam bidang pendidikan adalah untuk membuka
kesempatan luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan belajar
sepanjang hayat. Kegiatan pada tahap rehabilitasi ditujukan untuk memastikan berfungsinya
kembali fasilitas pelayanan pendidikan untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar
melalui rehabilitasi fasilitas pendidikan dan penyediaan materi belajar mengajar termasuk
peralatan sekolah.
C. Manajemen Mutu Non Akademik berupa Pembiayaan
Manajemen keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara
langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Sekolah dituntut untuk
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan
dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah. Sekolah di beri kewenangan untuk
memanfaatkan sumber dana untuk menunjang mutu pendidikan di sekolah tersebut.
Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang menyerahkan masalah pendidikan ke daerah
dan sekolah masing- masing, maka masalah keuangan pun menjadi kewenangan yang diberikan
secara langsung dalam pengelolaannya kepada sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah memiliki
tanggung jawab dalam keuangan sekolah. Untuk itu kepala sekolah dituntut untuk dapat memiliki
kemampuan untuk mengelola keuangan sekolah.
Besar kecilnya biaya pendidikan terutama pada tingkat satuan pendidikan berhubungan
dengan berbagai indikator mutu seperti angka partisipasi, angka putus sekolah, tinggal kelas, dan
prestasi belajar siswa. Manajemen pembiayaan memegang peranan penting dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
1. Pelaksanaan sekolah dalam merencanakan anggaran pendapatan dan belanja sekolah
Secara umum proses manajemen pembiayaan sekolah meliputi: perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan pertanggung-jawaban. Perencanaan merupakan
langkah awal dalam proses manajemen pembiayaan. Perencanaan adalah suatu proses yang
rasional dan sistematis dalam menetapkan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian tersebut mengandung unsur-unsur
bahwa di dalam perencanaan ada proses, ada kegiatan yang rasional dan sistematis serta
adanya tujuan yang akan dicapai. Perencanaan sebagai proses, artinya suatu kejadian
membutuhkan waktu, tidak dapat terjadi secara mendadak. Perencanaan pembiayaan sekolah
disesuaikan dengan rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan, baik pengembangan
jangka pendek maupun jangka panjang. Pengembangan jangka pendek berupa pengembangan
satu tahunan. Pengembangan jangka panjang berupa pengembangan lima tahunan, sepuluh
tahunan, bahkan dua puluh lima tahunan. Berdasarkan rencana pengembangan sekolah, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, maka dibuatlah perencanaan pembiayaan sekolah baik
perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
Kalau dianalisis pembuatan perencanaan pembiayaan, Garner (2004) merumuskan
sikuensi perencanaan pembiayaan yang strategis sebagai berikut: 1) misi (mission), 2) tujuan
jangka panjang (goals), 3) tujuan jangka pendek (objectives), 4) program, layanan, aktivitas
(programs, services, activities), tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek berdasarkan
kondisi riil unit sekolah (site-based unit goals & objectives), 5) target: baik outcomes maupun
outputs, 6) anggaran (budget), dan 7) perencanaan pembiayaan yang strategis (strategic
financial plan).
Keberhasilan sekolah salah satunya ditentukan dari adanya pemahaman visi yang jelas
dan tujuan yang hendak dicapai oleh para anggota anggota organisasi. Dalam konteks ini visi
oleh Maxwell dikaitkan dengan kepemimpinan. Menurut Maxwell bahwa visi yang
memimpin para pemimpin, Visi melukiskan sasarannya, Visi memicu serta membakar
semangat, dan mendorongnya maju. Visi juga merupakan pemicu orang lain yang menjadi
pengikut sang pemimpin. Seorang pemimpin yang tidak memiliki visi takkan ke mana-mana.
Paling tidak, ia akan berlari di tempat.
Tujuan memiliki fungsi sebagai berikut: (1) sebagai acuan dalam membuat rencana,
sedang rencana adalah panduan dari tindakan. Tanpa adanya tujuan maka orang (organisasi)
tidak punya rencana, tanpa rencana tindakannya tidak akan terarah. Tujuan akan sangat
membantu dalam keefektifan organisasi dalam bertindak, bahkan tujuan bisa memberikan
gairah hidup yang lebih besar. (2) tujuan sangat vital bagi kesuksesan seseorang atau
organisasi, selain sebagai sumber motivasi, dengan tujuan bisa melihat telah sampai dimana
kemajuan organisasi. Tujuan dapat memfokuskan tindakan organisasi dengan kata lain dapat
meningkatkan konsentrasi. Tindakan yang terfokus atau konsentrasi akan menghasilkan hasil
yang lebih baik dan lebih cepat (Andriani, 2009). Lebih lanjut untuk itu kepala sekolah dalam
melaksanakan tugas terutama mempertanggung jawabkan pembiayaan pendidikan harus
terfokus dan mempunyai konsentrasi yang optimal sehingga tidak timbul permasalahan di
kemudian hari.
Lebih jauh dikatakan bahwa tujuan tidak selalu harus dinyatakan dalam bentuk
kuantitatif, tetapi harus menunjukkan suatu kondisi atau keadaan spesifik yang hendak
dicapai. Tujuan lebih bersifat operasional serta dapat ditentukan indikator dan alat ukurnya.
tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan dalam
mewujudkan misi. Tujuan harus dapat menyediakan dasar yang kuat untuk menetapkan
indikator kinerja. Sasaran (objectives) adalah penjabaran dari tujuan secara terukur, yaitu
sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan secara nyata oleh masyarakat dalam jangka waktu
tertentu (tahunan, semester, triwulan, bulanan). Sasaran harus menggambarkan hal yang ingin
dicapai melalui tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sasaran
memberikan fokus dalam penyusunan kegiatan secara spesifik, rinci, terukur dan realistis
untuk dicapai. (Conflict and Development, 2008). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam
merencanakan anggaran pembiayaan sebuah organisasi akan lebih efektif jika diarahkan pada
upaya-upaya pencapaian visi dan misi organisasi. Temuan penelitian ini juga senada dengan
interpretasi konsep di atas yang dirumuskan dalam proposisi sebagai berikut. Jika perencanaan
pembiayaan sekolah diilhami oleh visi dan misi maka akan mendukung efektivitas
pembiayaan sekolah yang baik.
Manajemen sekolah berusaha mengacu konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
dalam mengelola sekolah, menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pada bagian penjelasan pasal 51 ayat 1, MBS didefinisikan sebagai “bentuk otonomi
manajemen pendidikan pada satuan pendidikan dalam hal ini kepala sekolah atau madrasah
dan guru dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan”.
Tilaar berpendapat bahwa inti dari MBS adalah partisipasi masyarakat (Irawan, 2004). Dalam
peraturan pemerintah nomor 19 Tahun 2005 Pasal 49 tentang standar pengelolaan satuan
pendidikan disebutkan: (1) pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian,
kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Model perencanaan dengan melibatkan semua elemen dalam lembaga adalah ciri dari
budaya sekolah yang baik. Adapun keuntungan dari budaya organisasi yang baik adalah: (1)
menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan komunikasi dari
segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan
transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi; (4)
meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (5) jika menemukan kesalahan akan segera
dapat diperbaiki; dan (6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK.
Selain beberapa manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah:
(1) meningkatkan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4)
pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat
proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus menerus; dan (7) selalu ingin memberikan yang
terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri. (Sudrajat: 2010).

2. Pelaksana sekolah dalam mengupayakan pendapatan dan mengatur belanja sekolah


Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah menanggung
pembiayaan pendidikan, akan tetapi pembiayaan tersebut belum mencukupi untuk menjalankan
seluruh kegiatan yang ada di sekolah. Disisi lain, pemerintah sendiri masih belum mempunyai
aturan yang jelas tentang skema pembagian pembiayaan pendidikan antara pemerintah pusat,
propinsi dan daerah.
Kondisi tersebut cukup ironis, mengingat pemerintah dalam undang-undang nomor 48
tahun 2008 tentang pembiayaan pendidikan menjelaskan secara lebih rinci tentang peran
pemerintah dalam masalah pembiayaan pendidikan, salah satunya adalah pasal 59 ayat (1)
tentang standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah yang berbunyi.
Pada akhir pasal 59 ayat di atas menjelaskan standar pelayanan minimal, sedangkan sebuah
pelayanan membutuhkan biaya, karena dalam bidang pendidikan dikenal ada beberapa kategori
biaya, yaitu biaya langsung (direct cost) yang meliputi segala pengeluaran yang secara langsung
menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sementara biaya tidak langsung (indirect cost)
pengeluaran yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan tetapi memungkinkan
proses pendidikan tersebut terjadi di sekolah, seperti biaya transportasi siswa, biaya jajan, biaya
kesehatan dan biaya kesempatan (opportunity cost).
Jenis pembiayaan lain adalah biaya pribadi (private cost) yaitu pengeluaran keluarga untuk
pendidikan atau biaya untuk pengeluaran rumah tangga. Selain itu terdapat biaya sosial (social
cost) adalah biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk pendidikan baik melalui sekolah atau
dihimpun pemerintah melalui pajak untuk biaya pendidikan. Yang terakhir adalah biaya dalam
bentuk uang (monetary cost) maupun bukan uang (non monetary cost) (dalam Supriadi, 2003).
Untuk mengetahui seberapa besar peran pemerintah dalam pembiayaan pendidikan di
sekolah yang menjadi kasus penelitian adalah dengan cara membaca RAPBS yang disusun
masing-masing sekolah. Pembiayaan pendidikan yang tertuang dalam RAPBS tersebut yang
termuat hanyalah biaya-biaya yang berbentuk uang. Dari temuan itu nampak sekali bahwa biaya
yang diberikan kepada sekolah sebatas hanya biaya-biaya belanja gaji pegawai PNS, biaya
pengadaan sarana prasarana dan sebagian biaya rutin seperti langganan daya dan jasa.
Masalah pembiayaan pendidikan dalam konstitusi amandemen UUD l945 mengamanatkan
bahwa pemerintah mempunyai kewajiban mengalokasikan biaya pendidikan sebesar 20% dari
APBN dan 20% dari APBD selain gaji guru. Namun dalam kenyataannya sesuai dengan temuan
dalam penelitian ini ternyata anggaran dari pemerintah yang ada di sekolah hampir 90% lebih
habis untuk membayar biaya gaji guru dan karyawan yang PNS. Sedangkan dari Rancangan
Pendapatan dan Belanja Sekolah di masing-masing sekolah negeri ditemukan bahwa peran serta
masyarakat dalam pembiayaan dan menunjang kelangusan proses belajar mengajar sangat besar.
Oleh karenanya pemerintah sendiri telah menegaskan ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan ini sebagaimana yang tencantum dalam Undang-Undang Nomor 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan turunannya
pun menggariskan bahwa sumber pembiayaan pendidikan berasal dari pemerintah dan
masyarakat.

3. Pelaksana sekolah dalam melaksanakan pengawasan terhadap pendapatan dan belanja sekolah
Kegiatan pengawasan pelaksanaan anggaran dilakukan dengan maksud untuk mengetahui:
(a) kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan dengan
prosedur yang berlaku, (b) kesesuaian hasil yang dicapai baik di bidang teknis administratif
maupun teknis operasional dengan peraturan yang ditetapkan, (c) kemanfaatan sarana yang ada
(manusia, biaya, perlengkapan dan organisasi) secara efesien dan efektif, dan (d) sistem yang
lain atau perubahan sistem guna mencapai hasil yang lebih sempurna.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa pengawasan itu terdiri dari berbagai aktivitas yang
bertujuan agar pelaksanaan menjadi sesuai dengan rencana. Dengan demikian pengawasan itu
merupakan proses, yaitu kegiatan yang berlangsung secara berurutan. Menurut (Pigawahi dalam
Manullang, 1990), proses pengawasan mencakup kegiatan berikut: pemahaman tentang
ketentuan pelaksanaan dan masalah yang dihadapi, menentukan obyek pengawasan,
menentukan sistem, prosedur, metode dan teknik pengawasan, menentukan norma yang dapat
dipedomani, menilai penyelenggaraan, menganalisis dan menentukan sebab penyimpangan,
menentukan tindakan korektif dan menarik kesimpulan atau evaluasi.
Selanjutnya mengukur atau mengevaluasi prestasi kerja terhadap standar yang telah
ditentukan dan membetulkan penyimpangan yang terjadi. Jika ada penyimpangan dapat segera
dan cepat dilakukan pembetulan. Pengawasanpembiayaan memiliki fungsi mengawasi
perencanaan pembiayaan dan pelaksanaan penggunaan pembiayaan. Walaupun perencanaan
yang baik telah ada, yang telah diatur dan digerakkan, belum tentu tujuan dapat tercapai,
sehingga masih perlu ada pengawasan. Pada dasarnya pengawasan merupakan usaha sadar untuk
mencegah kemungkinan-kemungkinan penyimpangan pelaksanaan dari rencana yang telah
ditetapkan. Apakah pelaksananya telah tepat dan telah menduduki tempat yang tepat, apakah
cara bekerjanya telah betul dan aktivitasnya telah berjalan sesuai dengan pola organisasi. Kalau
terdapat kesalahan dan penyimpangan, maka segera diperbaiki.
Oleh sebab itu setiap manajer pada setiap tingkatan organisasi berkewajiban melakukan
pengawasan. Evaluasi yang dilakukan dalam setiap tahapan pelaksanaan program dilakukan
yang hasil evaluasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan penyempurnaan
kegiatan selanjutnya. Hal ini senada dengan temuan penelitian yang dirumuskan dalam proposisi
sebagai berikut. Jika dalam pelaksanaan evaluasi terhadap pembiayaan sekolah berupaya
menggali saran dan masukan dari komponen sekolah maka akan mendukung efektivitas
pembiayaan sekolah yang baik.

4. Pelaksana sekolah dalam melakukan pertanggungjawaban terhadap pendapatan dan belanja


sekolah
Akuntabilitas di dalam manajemen pembiayaan berarti penggunaan uang sekolah dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan
perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku maka pihak sekolah
membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada
orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat
terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan
menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah , (2)
adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi
dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam
menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan
pelayanan yang cepat. Uraian di atas sesuai dengan temuan penelitian yang dirumuskan dalam
proposisi sebagai berikut. Jika pertanggungjawaban terhadap pendapatan dan belanja sekolah
diberikan kepada seluruh warga sekolah dan stakeholdernya maka akan mendukung efektivitas
pembiayaan sekolah yang baik. Jika pertanggungjawaban terhadap pendapatan dan belanja
sekolah disusun yang berorientasi akuntabilitas, responsibilitas dan transparansi maka akan
mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik.
Penerimaan dan pengeluaran pembiayaan sekolah harus dilaporkan dan
dipertanggungjawabkan secara rutin sesuai peraturan yang berlaku. Pelaporan dan
pertanggungjawaban anggaran yang berasal dari orang tua siswa dan masyarakat dilakukan
secara rinci dan transparan sesuai dengan sumber dananya. Pelaporan dan pertanggungjawaban
anggaran yang berasal dari usaha mandiri sekolah dilakukan secara rinci dan transparan kepada
dewan guru dan staf sekolah. Sekolah sebagai penerima uang dari berbagai sumber juga harus
mengadakan pembukuan. Pembukuan yang lengkap mencatat berbagai sumber dana beserta
jumlahnya, dan distribusi penggunaannya secara rinci. Kalau ada beban pajak yang harus
dikeluarkan juga harus disetor sesuai aturan yang berlaku.
Pembukuan setiap transaksi yang berpengaruh terhadap penerimaan dan pengeluaran uang
wajib dicatat oleh bendaharawan dalam Buku Kas. Buku Kas bisa berupa Buku Kas Umum
(BKU) dan Buku Kas Pembantu (BKP). BKU merupakan buku harian yang digunakan untuk
mencatat semua penerimaan dan pengeluaran uang atau yang disamakan dengan uang. BKP
merupakan buku harian yang digunakan untuk membantu pencatatan semua penerimaan dan
pengeluaran uang menurut jenis sumber pembiayaan. Pencatatan di BKU dan BKP dilakukan
sepanjang waktu setiap ada transaksi penerimaan dan pengeluaran uang. Pembukuan dilakukan
di BKU, kemudian pada BKP. BKU dan BKP ditutup setiap akhir bulan atau sewaktu-waktu
jika dianggap perlu, misalnya setelah ada pemeriksaan oleh petugas yang berwenang, pada
waktu serah terima dari pejabat lama ke pejabat baru baik kepala sekolah maupun bendaharawan
pemegang Buku Kas Umum (BKU) dan Buku Kas Pembantu (BKP). Selain itu,
penanggungjawab kegiatan juga melaporkan kemajuan pelaksanaan program yang diselaraskan
dengan laporan penggunaan anggaran yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan temuan
penelitian yang dirumuskan dalam proposisi sebagai berikut. Jika pertanggungjawaban terhadap
pendapatan dan belanja sekolah dilakukan dengan membuat laporan kemajuan berkala atau
progress report oleh pihak sekolah maka akan mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang
baik.
Pembukuan anggaran baik penerimaan maupun pengeluaran harus dilakukan secara tertib,
teratur, dan benar. Pembukuan yang tertib, akan mudah diketahui perbandingan antara
keberadaan sumber daya fisik dan sumber daya manusia. Setiap saat pembukuan harus dapat
menggambarkan mutasi yang paling akhir. Dari pembukuan yang baik, tertib, teratur, lengkap,
dan “up to date” akan dapat disajikan pelaporan yang baik, lengkap, dan bermanfaat. Pembuatan
laporan dilakukan secara teratur dan periodik dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Masalah pendidikan yang ada di Indonesia semakin hari semakin rumit. Salah satu
permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang pendidikan.
2. Rendahnya mutu pendidikan di sekolah desebabkan oleh berbagai factor antara lain:
a. Rendahnya sarana fisik sekolah
b. Rendahnya kualitas guru
c. Rendahnya kesejahteraan guru
d. Redahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
e. Mahalnya biaya pendidikan.
3. Pembiayaan pendidikan diperoleh dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, kabupaten
dan kota serta provinsi maupun masyarakat dan dunia usaha. Pembiayaan pendidikan
sekolah direncanakan berdasarkan pada kebutuhan sekolah.
Perencanaan penyusunan pembiyaan sekolah RAPBS dilakukan melalui analisis
kebutuhan operasional sekolah, baik terkait penyelenggaraan proses belajar mengajar
maupun penunjang lainnya.
Pembiayaan yang ada disekolah diupayakan dengan memanfaatkan sumber dana dari
pemerintah daerah, yayasan, dan masyarakat.
Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh sekolah secara rutin baik tiap semester maupun
tahun pelajaran.
Bentuk pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang dilakukan pihak sekolah antara
lain menyusun laporan akhir program yang diberikan kepada seluruh warga sekolah.
Laporan pembiayaan yang berorientasi akuntabilitas dan transparansi.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini alangkah lebih baik diberi metode yang digunakan dan
bagi sekolah harus semakin ditingkatkan koordinasi antara wali murid, pemerintah,
siswa/siswi dan staff sekolah supaya terjadi kerja sama yang baik dalam mencapai
tujuan.
Daftar Pustaka

Arikunto, S., & Yuliana, L. 2008. Manajemen pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media .

Darma, S. 2007. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan persekolahan berbasis


sekolah. Jakarta: Direktorat Tenaga Pendidikan

Fadhilah, N. I. 2014. Peranan sarana dan prasarana pendidikan guna menunjang hasil belajar
siswa di SD Islam al syukro universal. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.

Fardiyono, A. 2015. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah dasar kanisius
eksperimental (SDKE) Mangunan. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Dawous, G.G., Suharto, N., & Rosalin, E. 2013. Pengaruh manajemen sarana dan prasarana
terhadap mutu layanan sarana dan prasaranadiklat di pusat pendidikan dan pelatihan
pusdiklat. Jurnal Administrasi dan Manajemen Pendidikan Vol 1.

Fattah, N. 2006. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Megasari, R. 2014. Peningkatan pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan untuk


meningkatan kualitas pembelajaran di SMPN 5 Bukittinggi Padang: Universitas Negeri
Padang.

Mulyasa. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah, Teknik Dasar dan Praktik. Cetakan Pertama, PT. Rafika
Aditama. Bandung

Rosivia. 2014. Peningkatan pengelolaan sarana prasarana pendidikan di SMP Negeri 10


Padang. Padang: Universitas Negeri Padang.

Sirodjuddin, Ardan. 2014. Mengapa Pendidikan Indonesia Saat ini Tidak Mampu Menciptakan
Generasi Hebat?. Penerbit :Guraru
Tamam, Rosid. 2014. Tunjangan Profesi Guru Meningkatkan Mutu Pendidikan ?
. Penerbit :Guraru

Vous aimerez peut-être aussi