Vous êtes sur la page 1sur 23

PENGKAJIAN

Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian


terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa
keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1).

Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu:
1) Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul,
1996. Hal 1).

2) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.

3) Riwayat penyakit sekarang


Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
4) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.

1
5) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.

6) Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan
Nodesul, 1996).

7) Pola fungsi kesehatan


a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi
faktor predisposisi timbulnya penyakit.
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah
yang sumpek. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
b) Pola nutrisi dan metabolik
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan
umumnya lemah.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun. (Marilyn. E. Doenges, 1999).

c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi,

2
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi.
d) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien
juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk
memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat
dan keluarganya.
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas. (Marilyn. E. Doegoes, 1999).

e) Pola tidur dan istirahat


Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan
rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya.
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. (Marilyn. E.
Doenges, 1999).
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus
suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular. (Marilyn. E. Doenges, 1999).
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan

3
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya. (Marilyn. E. Doenges, 1999).

i) Pola reproduksi dan seksual


Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.

j) Pola penanggulangan stress


Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
(dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 23).
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.

8) Pemeriksaan fisik
Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.

Berdasarkan sistem – sistem tubuh


a) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas

4
yang tertinggal, suara napas melemah. (Purnawan Junadi DKK, th
1982, hal 213)
Palpasi : Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal 80)
Perkusi : Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal 718)
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR. Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya
dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya
bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e
sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty
Abdol, 1994,79)

b) Sistem kordiovaskuler
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada
ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung
frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus
cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta

5
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras. (DR.Dr.
Soeparman, 1998. Hal 718).

c) Sistem neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 4 – 5 – 6.

d) Sistem gastrointestinal
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga
perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri
tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi
abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. (DR.Dr.
Soeparman, 1998. Hal 718).

e) Sistem muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada
kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan. (Hood Al Sagaff, 1995. Hal 87).

f) Sistem integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi
pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan

6
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.

g) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.

h) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.

9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini
berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya
terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru – paru atau pada segmen
superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719).
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc
tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300
cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit
(Hood Alsagaff, 1990, 786-787).

b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Darah
Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putih yang meningkatkan
serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al Sagaff.
1995. Hal 91).

(2) Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang
terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi
hari. (DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal
447, th 1996).

7
(3) Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah
mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang
diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative
(PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26,
dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai
kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi
dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm
dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48
– 72 jam tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman, 1998, hal 721,
Sylvia. A. price, 1995, hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal 446).

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :


a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿl360ÿÿlmulÿÿÿÿstÿÿghtKadar protein dalam effusi 9/dl < 3
>3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b. Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah

8
c. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil : Pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : Tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : Emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : Mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau
pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan
infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi
karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme
obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood,
1995 : 147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis,
E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20
% (Soeparman, 1998: 788).
ANALISA DATA
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah
klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan
menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa
sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada klien tuberkulosis paru
komplikasi effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa
keperawatan.

DIAGNOSA KEPERAWATN
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien
yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan (H. Lismidar, 1990, 12).
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian,
maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa
aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)

9
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan
pada klien dengan tuberkulosis paru komplikasi effusi pleura sebagai berikut :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999)
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan
keletihan, anorerksia atau dispnea. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
3) Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko potogen. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan
dirumah.
5) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental,
kelemahan dan upaya untuk batuk. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
6) Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan
permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar – kapiler. (Marilyn.
E. Doenges, 1999)
7) Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan
nyeri dada. (lynda, J. Carpenito, 1998).
8) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin
Tucleer, dkk, 1998).
9) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan
akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara
Engram, 1993).
10) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
11) Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
12) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah). (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
13) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi. (Barbara Engram, 1993).
PERENCAAN
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan merumuskan Diagnosa
keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun rencana tindakan untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994,

10
16). Dalam tahap perencanaan ini meliputi 3 tahap yaitu : menentukan prioritas
Diagnosa keperawatan, menentukan tujuan m+erencanakan tindakan keperawatan.
Dari Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai
berikut :
1. Diagnosa keperawatan pertama : Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan
dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
1. Tujuan : pola nafas efektif
2. Kriteria hasil :
- klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 – 20 kali/menit)
- dipsnea berkurang.
3. Rencana tindakan
a) Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori
pernapasan : catat setiap peruhan
b) Kaji kualitas sputum : warna, bau, konsistensi
c) Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
d) Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler
tinggi.
e) Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam
sampai 4 jam.
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat – obatan.
4. Rasional
a) Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret.
b) Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan perawatan dan
pengobatan selanjutnya.
c) Mengetahui sendini mungkin perubahan pada bunyi napas.
d) Membantu mengembangkan paru secara maksimal.
e) Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar.
f) Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan
memperbesar ukuran lumen trakeobroncial.
2. Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
1) Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas
tanda malnutrisi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal.

11
3) Rencana tindakan
a) Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa
oral, riwayat mual / muntah atau diare.
b) Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
c) Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
d) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
e) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet.
4) Rasional
a) Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan
indervensi yang tepat.
b) Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet.
c) Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d) Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan
respirasi yang merangsang pusat muntah.
e) Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu / legaster.
f) Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan diet.
3. Diagnosa keperawatan ketiga : Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan dengan
kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen.
1) Tujuan : klien mengalami penurunan resiko untuk menularkan penyakit seperti
yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
2) Kriteria hasil :
- klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan
oleh kegagalan kontak klien.
3) Rencana tindakan.
a) Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.
b) Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari
meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
c) Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi
pernafasan.
d) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
e) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
f) Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.

12
4) Rasional
a) Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah
penyebaran infeksi
b) Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c) Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma
sosial sehubungan dengan penyakit menular
d) Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup
dan menghindari insiden eksaserbasi
e) Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi
pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan
f) Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk
menurunkan penyebaran infeksi.

4. Diagnosa keperawatan keempat : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan


pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan dirumah.
1) Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya.
2) Kriteria hasil :
- Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai
perawatan diri.
3) Rencana tindakan
a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan,
lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis,
nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.
d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah,
jawab pertanyaan secara nyata.
f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan
contoh jadwal obat.
g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan pasir.
4) Rasional
a) Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
tahapan individu.

13
b) Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek
obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
c) Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.
d) Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan
meningkatkan kerjasama dalam program.
e) Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi /
peningkatan ansietas.
f) Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah
besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.
g) Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis,
yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.

5. Diagnosa keperawatan kelima : Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan


sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
1) Tujuan : jalan nafas efektif
2) Kriteria hasil :
- klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- klien dapat mempertahankan jalan nafas
- pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit).
3) Rencana tindakan :
a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kedalaman penggunaan otot aksesori.
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan
latihan untuk nafas dalam.
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada
kontraindikasi.
f) Lembabkan udara respirasi.
g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid.
4) Rasional.
a) Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi
menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan
jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan
dan peningkatan kerja penafasan.

14
b) Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan
oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi
lanjut.
c) Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan
napas bebas untuk dilakukan.
d) Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak
mampu mengeluaran sekret.
e) Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya
mudah dilakukan.
f) Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.
g) Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran
kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas
dengan hipoksemia.

6. Diagnosa keperawatan keenam : Resiko terjadinya kerusakan pertukaran gas


sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran
alveolar – kapiler.
1) Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
2) Kreteria hasil :
- Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.

3) Rencana tindakan
a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya
pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada
b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna
kulit, termasuk membran mukosa
c) Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi
d) Tingkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri
sesuai keperluan
e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri
f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.

15
4) Rasional
a) TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat
sampai distress pernapasan
b) Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ
vital dan jarigan
c) Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps
membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau
menurtunkan napas pendek
d) Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat
menurunkan beratnya gejala
e) Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan
PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f) Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru.

7. Diagnosa keperawatn ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan


dengan sesak napas dan nyeri dada.
1) Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi.

2) Kriteria hasil :
- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
- Tanda – tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada.

3) Rencana tindakan
a) kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
b) Observasi efek abot – obatan yang dapat di derita klien
c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.
e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman.

4) Rasional
a) Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b) Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid
temasuk perubahan mood dan uisomnia
c) Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita

16
d) Memudahkan klien untuk bisa tidur
e) Lingkungan dan suasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk
tidur.

8. Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan


menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil :
- Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis
effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-
paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto
thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat

17
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang
paru.

9. Diagnosa Keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan
nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :
- Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.

Rencana tindakan :
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam
amino esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya
(zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari
kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah
asam lemak dalam tubuh.

18
10. Diagnosa Keperawatan Cemas atau ketakutan berhubungan dengan adanya ancaman
kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga
tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :
- Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur
dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
b. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat
diajak kerjasama dalam perawatan.
c. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
e. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
f. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
g. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

11. Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk
yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami
gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan
pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.

19
Rencana tindakan :
a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan
memperlancar peredaran O2 dan CO2.
b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan
pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.

12. Diagnosa Keperawatan Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari


berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan :Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil :
- Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat,
personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital.
Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas.
b. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
c. Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan
selanjutnya.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
e. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
f. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan
pasien pada kondisi normal.

20
13. Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
- Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
- PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan
evaluasi medik.
- Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan
pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

Rencana tindakan :
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya
intervensi terapeutik.
b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi
dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh,
nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan
dapat mencegah kekambuhan.

PELAKSANAAN
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang
muncul pada pasien (Budianna Keliat,SKp. tahun 1994,4).

21
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien.
(Budi Anna Keliat, SKp, tahun 1994, hal 13).

EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan
aktivitas seperti biasanya.
e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak
nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang
merawatnya.
f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan
dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak
menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol
dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan
berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif
tersebut adalah :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 69.

22
23

Vous aimerez peut-être aussi