Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi
ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada
usia 40 – 60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia
sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar
20%. Infeksi saluran kemih dapat mengenal baik laki-laki maupun wanita
dari semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan
tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan
angka populasi umum kurang lebih 5-15%. Untuk menyatakan adanya ISK
harus ditemukan adanya bakteri dalam urin. Bakteriuria yang disertai dengan
gejala saluran kemih disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa
gejala disebut bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada
pasien asimptomatisbila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel
urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah
koloni lebih rendah.
Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena sisa
urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosonga kandung kemih
kurang efektif , mobilitis menurun, pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik,
sistem imunitas menurun.
Baik seluler maupu humoral, adanya hambatan pada aliran urin,hilangnya
efek bakterisid dari sekresi prostat. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan
penyakit yang perlu mendapat perhatian serius. Di Amerika dilaporkan bahwa
setidaknya 6 juta pasien datang kedokter setiap tahunnya dengan diagnosis
ISK. Disuatu rumah sakit di Yogyakarta ISK merupakan penyakit infeksi
yang menempati urutan ke-2 dan masuk dalam 10 besar penyakit (data bulan
Juli – Desember).
Infeksi saluran kemih terjadi adanya invasi mikroorganisme pada saluran
kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin
melalui biakan atau kultur (Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001) dengan jumlah
signifikan (Prodjosudjadi, 2003). Tingkat signifikansi jumlah bakteri dalam
urin lebih besar dari 100/ml urin. Agen penginfeksi yang paling sering adalah
Eschericia coli, Proteus sp., Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp.
Penyebab utama ISK (sekitar 85%) adalah Eschericia coli (Coyle & Prince,
2005). Penggunaan kateter terkait dengan kemungkinan lebih dari satu jenis
bakteri penginfeksi.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mampu mengetahui dan memahami pengertian Infeksi Saluran Kemih
b. Mampu mengetahui dan memahami pengkajian pada klien dengan
Infeksi Saluran Kemih
c. Mampu mengetahui dan memahami masalah keperawatan pada klien
dengan Infeksi Saluran Kemih
d. Mampu mengetahui dan memahami rencanakan tindakan keperawatan
pada klien denan Infeksi Saluran Kemih
e. Mampu mampu mengetahui dan memahami tindakan keperawatan
pada klien dengan Infeksi Saluran Kemih
f. Mampu mengetahui dan memahami evaluasi keperawatan pada klien
dengan Infeksi Saluran Kemih
g. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
kasus
BAB II
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah
suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih.
(Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada
saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)
B. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. uretra (uretritis)
3. prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak
baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut
terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa
superficial kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab
sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa
macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini
terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex
vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter
kandung kencing menetap dan prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti
prosteus spp yang memproduksi urease.
C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK,
antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated
(simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK
complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-
lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat
akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun
humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
D. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik
dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung
dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama
terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor
anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek
daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor
tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam
traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya
dekubitus yang terinfeksi.
Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya
rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada
beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga
mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine
yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat
jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
Mobilitas menurun
Nutrisi yang sering kurang baik
System imunnitas yng menurun
Adanya hambatan pada saluran urin
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan
distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini
mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih
menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan
gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen
menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi
predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang
menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter
yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah:
jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering
ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
Hematuria
Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
Demam
Menggigil
Nyeri panggul dan pinggang
Nyeri ketika berkemih
Malaise
Pusing
Mual dan muntah
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang
pandang besar (LPB) sediment air kemih
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment
air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik
berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
Mikroskopis
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap
sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka
psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika
terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal,
klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi
akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal
atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau
evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.
G. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius
dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan
atas:
Terapi antibiotika dosis tunggal
Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan
infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi,
factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera
ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis
rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang
ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap
bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk
mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
Interansi obat
Efek samping obat
Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui
ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1. Efek nefrotosik obat
2. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi
keefektifannya dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh
membahnayakan/
Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?
H. Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
Adakah obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi
nosokomial.
Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
Imobilisasi dalam waktu yang lama.
Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor
predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
Adakah disuria?
Adakah urgensi?
Adakah hesitancy?
Adakah bau urine yang menyengat?
Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan
konsentrasi urine?
Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian
bawah
Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran
kemih bagian atas
Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian
atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan
yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan
terhadap penyakitnya.
I. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul
1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
J. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi:
Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi:
a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola
berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil
urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab
nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan
istirahat;
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus
Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk
relaksasi otot.
e. Berikan perawatan perineal
Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per
hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung
kemih dan naik ke saluran perkemihan.
g. Kolaborasi:
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning,
jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring
berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes
setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit
Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan
jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas
Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi
nyeri
h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air
segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hari
Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan
membentu membilas saluran berkemih
2. Dx 2:
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Evaluasi:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih
(urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi:
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya
komplikasi
b. Tentukan pola berkemih pasien
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
d. Kaji keluhan kandung kemih penuh
Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi
jaringan(kandung kemih/ginjal)
e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit
dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam
Rasional: untuk mencegah statis urin
g. Kolaborasi:
Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN,
kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin:
tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk
meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan
masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi
saluran kemih.
3. Dx 3:
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan beradasarkan informasi.
b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah
penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic:
tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum
pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas
dan m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan
terapetik.
c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk
perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah
pemeriksaan
Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum
sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah
berri.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda
penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari
sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan
mencegah pertumbuhan bakteri
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan
dan masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan
ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana
terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 ILUSTRASI KASUS
Saya seorang pria berusia 32 tahun, saat ini belum menikah. Saya punya
keluhan, bila buang air kecil terasa nyeri dan seperti kemrenyes dan panas,
seperti terkena benda tajam pada lubang kencing, juga pada lubang kencing
kadang keluar cairan putih kental terutama pagi hari. Saya memang pernah
melakukan hubungan intim dengan teman wanita saya, saya sudah minum obat
antibiotic 3 hari, tapi belum ada perbaikan.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biologis, meliputi :
Insfeksi meatus
Pada lubang kencing kadang keluar cairan putih kental.
Urine berwarna kuning jernih
Tidak terdapat bau.
4. Riwayat psikososial
Usia klien 29 tahun, jenis kelamin laki-laki. Persepsi klien terhdap kondisi
penyakit, yaitu klien merasa cemas terhadap penyakit dan gejala yang di
derita.
5. Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga.
Klien tidak mengetahui penyebab dan berjalannya penyakit dan juga tidak
mengetahui cara pencegahan dan terapi medis.
6. Data Fokus
Data subyektif tanggal 3 Maret 2014, klien mengeluh ketika buang air
kecil terasa nyeri dan seperti kemrenyes dan panas, seperti terkena benda
tajam pada lubang kencing, juga pada lubang kencing kadang keluar
cairan putih kental terutama pagi hari. Klien juga mengatakan pernah
melakukan hubungan intim dengan teman wanitanya dan sudah minum
obat antibiotic 3 hari, tapi belum ada perbaikan, klien bertanya tentang
penyakitnya.
Data Obyektifnya, keadaan umum klien sakit sedang, kesadaran
composmentis, observasi tanda-tanda vital TD 120/90 mmHg, Sh : 36,5
0C, Nd : 80x/mnt, Rr : 18x/mnt. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik
tampak tampak adanya cairan putih kental tampak uretra kemerahan,
tampak adanya cairan putih kental.
7. Analisa Data
B. Diagnosa keperawatan
1. Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran
kemih
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi uretra
3. Kurang pengetahuan behubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit,metode pencegahan dan instruksi perawatan di rumah
C. Perencanaan Keperawatan
1. Dx.1 : Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada
saluran kemih ditandai dengan
DS :
Klien mengatakan pada lubang kencing keluar cairan putih
kental, terutama pagi hari.
Klien mengatakan pernah melakukan hubungan intim dengan
teman wanitanya
DO :
Tampak adanya cairan putih kental
Tampak uretra kemerahan
Dx2 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi uretra ditandai
dengan
DS : - Klien mengatakan bila buang air kecil terasa nyeri seperti kemranyes
- Klien mengatakan bila buang air kecil terasa panas seperti terbakar dan rasanya
seperti terkena benda tajam pada lubang kencing
DO : -
Intervensi:
1. Kaji intensitas,lokasi dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri
2. Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran
3. Sith bath dalam air hangat
4. Berikan obat analgetik sesuai dengan progam terapi
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Beri support pada klien
4. Beri dorongan spiritual
5. Berikan penkes
D. Pelaksanaan Keperawatan
Dx. 1 : 1. Mengkaji suhu tubuh pasien
Hasil : Suhu tubuh pasien 36,50C
2. Mencatat karakteristik urine
Hasil : Urine berwarna kuning jernih dan tidak terdapat bau
2. Memberikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat
ditoleran.
Hasil : Klien tampak segar dan dapat beraktivitas sesuai kemampuannya
E. Evaluasi Keperawatan
1. Pada pemeriksaan kultur urin sudah di dapat tidak adanya bakteri
2. Klien mengatakan sudah tidak ada bakteri.
3. Klien mengatakan mengerti tentang proses penyakitnya, metode pencegahan
dan instruksi perawatan di rumah
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang “ Asuhan Keperawatan Pada Tn. N
dengan Uretritis “. Pembahasan akan dimulai dari asuhan keperawatan yang
diberikan pada Tn. N dikaitkan dengan asuhan keperawatan secara teori. Adapun
lingkup pembahasan mencakup tahap – tahap dalam proses keperawatan antara
lain :
A. Pengkajian
Pada tahap pengkajian penulis mengumpulkan data dengan melihat dari ilustrasi
kasus, wawancara, pemeriksaan fisik, tidak di lakukan karena penulis tidak
mengkaji langsung pada klien, penulis hanya mendapatkan data - data yang
menggri ilustrasi kasus yang di dapat. Data yang di dapat yaitu kasus pada lubang
kencingkadang keluar cairan putih kental. Pada teori terdapat data adanya rasa
gatal dan menggelitik dan adanya nanah dari awal miksi. Sedangkan kasus tidak
di temukan karena klien hanya mengatakan bila buang air kecil terasa panas
seperti terkena benda tajam. Juga pada awal miksi tidak keluar nanah hanya
kadang keluar cairan putih kental. Dan setelah di lakukan pemeriksaan kultur
urine terdapat bakteri dalam urine tersebut Dan ketika di lakukan urinalisis di
dapatkan leukosuria atau piuria yang positif, klien sudah minum antibiotic selama
3 hari tetapi belum ada perubahan.
Hambatan yang penulis temukan dalam membuat pengkajian adalah data yang
penulis dapat tidak adanya riwayat kesehatan, dan penulispun tidak melakukan
pemeriksaan fisik, hal ini di karenakanketerbatasan hal yang di peroleh, karena
data yang di peroleh henya berdasarkan ilustrasi kasusdan tidak penulis peroleh
kasus langsung dari klien. Pemecahan masalahnya adalah penulis tetap
menggunakan data yang sudah di peroleh walaupun kurang lengkap.
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnose yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus adalah :
Perubahan pola eliminasi urine ( disuria, dorongan, frekuensi, dan atau hokturia )
berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur
urinarius lain.diagnosa ini tidak ada pada kasus karena penulis ini tidak
melakukan pengkajian secara langsung jaadi tidak mengetahui adanya perubahan
pola eliminasi urine atau tidak,juga karena penulis juga tjdak mengetahui
frekuensi BAK pada klien.
Adapun diagnose yang ada pada kasus dan yang ada pada teori adalah:
1. infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada uretra diagnose ini muncul
karena pada lubang kencing terjadi infeksi,hal ini terjadi karena saluran kemih
sudah terinfeksi yang dimana pada orang normal cairan putih kental tersebut tidak
akan keluar .dan cairan putih kental ini di dapat tidak lama setelah kliem
melakukan hubungan intim dengan teman wanitanya.
B. Perencanaan keperawatan
Adapun pembahasan dari rencana tindakan keperawatan pada klien dengan
uretritis adalah sebagai berikut :
2. Pada teori tindakan prioritaskan kedua karena menurut maslow rasa nyaman
merupakan kebutuhan dasar yang kedua, masalah ini harus di tangani dengan
harapan nyeri hilang dengan skala nyeri 0. Tindakan keperawatan yang di lakukan
adalah lakukan sith bath dalam air hangat dan pemberian obat analgetik.
C. Pelaksanaan Keperawatan
Dalam tahap ini penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan rencana
tindakan yang telah dibuat sesuai kondisi klien.
Diagnose pertama pada kasus yaitu infeksi, pelaksanaan yang dilakukan adalah
mengkaji suhu tubuh klien dan laporkan jika suhu diatas 38,50C, mencatat
karakteristik urine, menganjurkan klien untuk minum 2-3 liter, menganjurkan
pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih dan
memberikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering. Pada
teori tindakan keperawatan yang dilakukan sama dengan pada kasus.
Diagnose kedua pada kasus yaitu gangguan rasa nyaman nyeri. Pelaksanaan yang
dilakukan adalah mengkaji intensitas, lokasi dan factor yang memperberat atau
meringankan nyeri, memberikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas
yang dapat ditoleran, lakukan sith bath dalam air hangat, dan memberikan obat
analgetik sesuai dengan program terapi. Pada teori pelaksanaannya adalah sama
dengan pada kasus.
Diagnose ketiga pada kasus yaitu kurang pengetahuan. Pelaksanaan yang
dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang proses penyakit,
metode pencegahan dan instruksi perawatan dirumah.
Semua perencanaan pada kasus tidak semuanya penulis lakukan dikarenakan
keterbatasan waktu dan perencanaan pada teori tidak penulis laksanakan pada
kasus karena disesuaikan pada kondisi klien saat dilakukan asuhan keperawatan.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan, pada tahap ini
penulis menilai sejauh mana tujuan keperawatan dapat dicapai yaitu :
Pada diagnose pertama dikasus yaitu infeksi, data objektif yang dapat dievaluasi
adalah tanda – tanda vital dalam batas normal, nilai kultur urine negative, urine
berwarna bening dan tidak berbau, sehingga masalah keperawatan teratasi dan
cairan putih kental tidak keluar lagi pada lubang kencing.
Diagnose kedua yaitu gangguan rasa nyaman nyeri, data subjektif yang dapat
dievaluasi adalah klien menyatakan nyeri berkurang, data objektifnya tampak
klien tenang, skala nyeri 1, kandung kemih tidak tegang, tanda – tanda vital dalam
batas normal. Masalah keperawatan teratasi karena nyeri hilang.
Diagnose ketiga yaitu kurang pengetahuan tentang proses penyakit, metode
pencegahan, data subjektif yang dapat dievaluasi adalah klien mengatakan paham
tentang proses penyakit, metode pencegahan dan instruksi perawatan dirumah.
Data objektifnya adalah tamppak klien dapat menyebutkan kembali materi yang
diberikan. Masalah keperawatan teratasi, setelah dilakukan tindakan keperawatan
klien tahu tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan
dirumah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Untuk teman sejawat dan penulis agar dapat memprioritaskan masalah sesuai
kebutuhan dasar manusia dan masalah utama klien tersebut, walaupun
pendokumentasian data tidak dapat dilakukan karena data yang diperoleh hanya
berdasarkan ilustrasi kasus tetapi rencana tindakan dapat dilakukan dengan baik.
Untuk perawat diruangan agar dapat mendokumentasikan semua data pada klien
baik verbal maupun obyektif dengan benar sehingga dapat membuat evaluasi
dengan baik. Untuk menunjang pendokumentasian pihak rumah sakit harus
menyediakan lembaran renpra untuk perawat ruangan.