Di sudut persimpangan pagi duduklah seorang pemuda yang
bersandar di bawah pohon yang kering, dan rantingnya sudah mulai
rapuh di makan waktu. Pemuda itu bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, apakah yang terjadi dengan pohon tempat ia bersandar, di tengah pohon-pohon lainnya tumbuh dengan suburnya, tetapi mengapa pohon itu rapuh dan kering. Rasa penasarannya semakin menjadi-jadi, bukankah air terus mengairi dan matahari selalu menguatkannya. Dia mulai menguras isi pikirannya untuk menemukan sebuah jawaban dari pertanyaan yang selalu menyerang benaknya.
Dia mulai menganalisa lingkungan sekitarnya dan
memerhatikan setiap inci taman tempat ia duduk, namun belum ia menemukan penyebab pohon itu kering dan mati. Pergolakan logika dan kenyataan dalam benaknya semakin menghantarkan dia ke puncak keingintahuannya. Semburan angin pagi membuyarkan lamunannya dan dia bergegas untuk bangkit meninggalkan pohon itu, namun setiap langkah ia pergi benaknya masih menyimpan sejuta petanyaan tentang sebuah fenomena si pohon itu.
Sesampainya di rumah pemuda itu mulai membuka internet
untuk mencari penyebab sebuah pohon itu kering dan mati, setelah dicari-cari dia menemukan penyebab secara biologinya namun dia terhentak kaget dengan jawaban yang dia temukan lewat internet tersebut, karena penyebab itu tidak mampu dijadikan alasan untuk pohon yang ia disandarkan tadi mati, karena secara biologinya itu tidak bisa menjadi jawaban yang cukup karena secara biologinya seharusnya pohon itu tetap berdiri subur dan rindang.
Jiwanya serasa tak tenang sebelum dia menemukan jawaban
dari pertanyaan yang telah terkontaminasi dalam pikiran dan benaknya, saking asyiknya ia mencari jawabannya tak terasa matahari mulai meninggalkannya itu pertandanya malam pun menghampirinya. Kemudian dia kembali lagi ke pohon tersebut dan dia bersandar lagi sambal menatap bintang-bintang yang menghiasi malamnya. Sambil melamun mencari jawaban dari kegelisahanya sejak tadi ia rasakan. Setelah sekian lama ia melamun dalam kegelisahannya ia mulai menemukan sebuah titik terang akan sebuah jawaban yang lebih masuk akal, ia mencurigai kalau penyebab pohon itu mati bukanlah factor lingkungan atau alam yang mengkhianitinya namun dia mengasusmsikan kalau pohon itu mati karena jiwanya sendiri bukan karena alam yang mengkhianatinya.
Dan jawaban ituu mulai meluas dalam pikirannya jiwa pohon
ini merana ataukah terjangkit virus kesediahan yang mendalam sehingga ia merasakan kepediahan yang berkepanjangan yang selalu menyelemuti hari-harinya. Meskipun air tetap menyiraminya dan mentari setia menyinari namun karena jiwanya yang sepi dan gelisah membuat semua itu terasa sia-sia dan tak bermakna. Ini menjelaskan bahwa sebesar apapun kekuatan yang datang dari eksternal ketika kekuatan internal kita lemah maka semaunya akan sia-sia.