Vous êtes sur la page 1sur 67

ABSES FOLIKEL RAMBUT DAN KELENJAR SEBASEA

Anatomi Dan Fisiologi Folikel Rambut Dan Kelenjar Sebasea

ANATOMI

Kelenjer palit ( glandula sebasea) terletak dis eluruh permukaan kulit manusia kecuali di
telapak tangan dan kaki. Kelenjer palit disebut juga kelenjer holokrin karena tidak
berlumen dan sekret kelenjer ini berasal dari dekomposisi sel- sel kelenjer. Kelenjer palit
biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut
( folikel rambut ). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester,
dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada anak- anak jumlah
kelenjer palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi
secara aktif.

Gambar 1. Letak folikel rambut dan kelenjar sebasea


HISTOLOGI

Kelenjar sebasea merupakan struktur unilobular atau multi lobular yang biasanya
berhubungan dengan folikel rambut. Kelenjar sebasea ini mengandung kelenjar asini yang
berhubungan dengan duktus eksretori yang tersusun dari epitelium skuamosa yang
berlapis-lapis. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat.

Gambar 2. Histologi dari kelenjar sebasea


Lokasi
Kelenjar sebasea berhubungan dengan folikel yang berada di seluruh tubuh. Bisa juga
ditemukan ditempat yang tidak berambut, yaitu di kelopak mata ( kelenjar meibom),
puting payudara ( kelenjar montgomery ),dan di sekitar alat kelamin ( Kelenjar Tyson).
Hanya di telapak tangan dan kaki yang tidak ada folikel rambut dan kelenjar sebasea. Di
lapisan epitel mulut kadang teradapat kelenjar Fordyce’s yang dapat diihat dengan mata
telanjang karena ukurannya yang cukup besar (2-3 mm). Duktus dari kelenjar sebasea
terbuka secara langsung di permukaan epitel mulut.
FISIOLOGI

Sebum
Pada sebum manusia yang dihasilkan dari kelenjar sebasea, mengandung squalen,
kolesterol, ester kolesterol, wax ester, dan trigliserida. Enzim dari bakteri yang
menghidrolisis trigliserida menghasilkan asam lemak bebas, sehingga lemak yang keluar
dari saluran folikel rambut memiliki komposisi yang berbeda dengan kelenjar sebasea (
adanya tambahan monogliserida dan digliserida ). Berikut kompisisi dari sebum :

diambil dari : Akne and Its Teraphy by Guy F.Webster DAN Antony V.
Rawlings.

Fungsi Sebum
Fungsi sebum pada manusia sendiri belum diketahui. Tapi dapat dipasikan bahwa Sebum
merupakan faktor utama dari penyebab akne. Beberapa ahli berpendapat bahwa sebum
mengurangi terjadinya proses hilangnya cairan dari kulit dan menghaluskan dan
melembutkan kulit. Sebum telah terbukti dapat melindungi kulit dari infeksi seperti
bakteri, jamur, karena mengandung imunoglobulin A yang disekresi dari kebanyakan
kelenjar eksorkrin.
Sekresi sebum meningkat saat mencapai pubertas yan dipengaruhi oleh androgen dan
seiring dengan pembesaran kelenjar sebasea. Pada pria sekresi sebum dapat mencapai usia
80 tahun, pada wanita hanya sampai 60 tahun ( setelah menopause). Pada orang tua,
kelenjar sebasea mengalami hiperplasia tetapi sekresi sebum tidak meningkat.
a. Faktor perangsang produksi Sebum
 Androgen
Telah diketahui bahwa untuk produksi sebum, kelenjar sebasea
memerlukan hormon Androgen. Pasien yang memiliki keadaan genetik
pada androgen reseptor, tidak mempunyai sebum dan akne.
 Retinoid
Isotretinoin adalah zat kimia yang paling ampuh dalam menginhibisi
produksi dari sebum. Hal ini dapat terlihat hasilnya dalam 2 minggu setelah
pemakaian. Kelenjar sebasea menjadi kecil, dan lemak yang dihasilkan dari
kelenjar sebasea pun berkurang.
 Melanokortin
Pada binatang mencit melanokort meningkatkan produksi sebum. Rekayasa
genetik yang dilakukan pada tikus dengan kekurangan reseptor
melanokortin-5 mengalami hipoplasia dari kelenjar sebasea sehingga
produksi sebum berkurang. Reseptor melanokortin-5 pada manusia telah
teridentifikasi pada kelenjar sebasea, dimana produksi sebum dapat
dimodulasi.
 Peroxisom Proliferator-Activated Receptors (PPRAs)
PPRAs mirip dengan reseptor retinoid. Setiap resepetor membentuk
heterodimer dengan reseptor retinoid X untuk mentranskiripsikan gen-gen
yang bersangkutan metabolisme lemak dan proliferasi dan diferensiasi
seluler.
 Fibroblast Growth Factor Receptors
FGFR 1 dan FGFR 2 terdapat di epidermis kulit dan jaringan penyangga
kulit. FGFR 2 memiliki peran penting dalam embriogenesis pada formasi
kulit. Mutasi pada FGFR 2 menyebabkan Apert syndrom yang biasanya
disertai akne, tetapi prosesnya sendiri masih tidak diketahui.
 Estrogen
Estrogen dapat mengurangi proses lipogenesis. Estrogen sendiri bekerja
sebagai inhibitor Androgen dan gonad via hipofisis. Pada Terapi Pengganti
Hormon (TPH) dapat meningkatkan produksi lemak pada kulit, dimana
tergantung Hormon dominan mana yang diberikan.
TPH ini dapat merefleksikan efek dari Progesteron, dimana Esterogen itu
sendiri menekan produksi sebum.
 Progesteron
Efek progesteron terhadap produksi sebum masih kontradiksi. Pada wanita
menstruasi, peningkatan sekresi sebum dianggap sebagai efek dari
progesteron.

DEFINISI

Abses folikel rambut dan kelenjar sebasea yaitu suatu keadaan dimana terdapatnya pus
atau nanah pada folikel rambut dan kelenjar sebasea yang disebabkan oleh proses
perdangan atau inflamasi. Adanya beberapa penyakit yang dapat menimbulkan abses
pada foikel rambut dan kelenjar sebasea yaitu folikulitis, furnkel dan karbunkel.
Folikulitis

Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut atau folikel rambut, yang
umumnya di sebabkan oleh bakteri gram positif staphylococcus aureus. Berdasarkan
lokasinya dalam jaringan, kulit folikulitis folikulitis terbagi atas 2 jenis yaitu :

1. Folikulitis superfisialis
Folikulitis Superfisialis adalah radang folikel rambut dengan pustul berdinding
tipis pada orifisium folikel yang terbatas pada epidermis.

2. Folikulitis Profunda
Folikulitis Profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul perifolikular
kronik yang di tandai dengan adanya papul, pustul dan sering terjadi rekurensi,
merupakan folikulitis piogenik dengn infeksi yang meluas kedalam folikel
rambut sampai subkutan

Furunkel dan Karbunkel


Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan
sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari
satu tempat disebut furunkulosis. Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh
yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di
kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya.Karbunkel adalah
satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus
aureus, yang disertai oleh peradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan
dibawahnya termasuk lemak bawah kulit.Karbunkel merupakan gabungan
beberapa furunkel yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan
subkutan yang padat.

Akne Vulgaris (AV)


Akne Vulgaris (AV) adalah peradangan kronis dari pilosebasea. Pilosebasa sendiri
termasuk Folikel rambut, duktus sebasea, dan kelenjar sebasea. Akibat dari
peradangan pada hal ini, mengahasilkan komedo, papul, pustul, kista, bahkan
sampai “skar”. Lokalisasi dari AV sendiri bisa di wajah, punggung, dada, dan
daerah anogenital.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi. Folikulitis


dan furunkel dapat mengenai semua umur, tetapi lebih sering di jumpai pada anak – anak
dan juga tidak di pengaruhi oleh jenis kelamin. Jadi pria dan wanita memiliki angka
resiko yang sama untuk terkena folikulitis dan furunkel, dan folkulitis lebih sering timbul
pada daerah panas atau beriklim tropis.

Furunkel dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, insiden terbesar penyakit ini pada
wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Setiap orang memiliki potensi terkena penyakit ini,
namun beberapa orang dengan penyakit diabetes, sistem imun yang lemah, jerawat atau
problem kulit lainnya memiliki resiko lebih tinggi.

Akne vulgaris biasanya mengenai remaja. Pria dan wanita memiliki derajat yang
sama biasanya mengenai usia 12 dan 14 tahun, dimana wanita lebih pertama kali terkena
lebih dahulu. Usia puncak untuk derajat keparahan pada wanita adalah 16-17 tahun dan
laki-laki 17-19 tahun. Pada penelitian yang lebih lanjut, AV bukan hanya dapat
menyerang remaja tetapi dapat menyerang bayi dan orang tua (usia 40 tahun).

ETIOLOGI

Folikulitis
Abses sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Infeksi dimulai dengan
adanya peradangan pada folikel rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar
kejaringan sekitarnya. Setiap rambut tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung
kecil di bawah kulit. Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat pada
seluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane mukosa bibir.
Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas dan keringat berlebihan
yang menutupi dan menyumbat saluran folikel rambut. Bisa juga di sebabkan oleh
gesekan saat bercukur atau gesekan pakaian pada folikel rambut maupun trauma atau
luka pada kulit. Hal ini merupakan port de entry dari berbagai mikroorganisme terutama
staphylococcus aureus sebagai penyebab folikulitis. Folikulitis, dapat disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh
yang kurang.

Furunkel dan karbunkel


Furunkel maupun karbunkel disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini
merupakan flora normal pada kulit kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung.
Bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5 – 1,5 µm,
memiliki susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase
positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu.
S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan
dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup
pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. Habitat alami S. aureus pada manusia adalah di
daerah kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S.
aureus tidak bersifat patogen. Abses sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus
aureus . Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi,
kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan
adanya peradangan pada folikel rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar
kejaringan sekitarnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi
penderita. Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara
lain, alcohol, malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi termasuk
AIDS dan diabetes mellitus.

Akne vulgaris
1. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea yang
menyebabkan terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau terbuka (blackheads)
(berikut akan dijelaskan mengenai komedo).
2. Meningkatnya sekresi sebum.
3. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada saluran
sebasea.
4. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.

Faktor Pencetus
Banyak faktor pencetus yang menyebabkan akne yaitu :
 Hormon
Hormon Androgen merupakan pencetus utama meningkatnya sekresi
sebum pada laki dan perempuan.
 Diet
Faktor makanan terutama makanan yang manis seperti permen, coklat,
dianggap oleh beberapa dokter dan pasien sebgai pencetus terjadinya AV.
Tetapi berdasarkan penelitian tidak ada korelasi yang bermakna antara AV
dan diet. Menurut penelitian, coklat bukan sebagai faktor pencetus AV.
Studi lain mengatakan bahwa ada hubungan antara intak susu dan AV.
 Berkeringat
Sampai 15% pada pasien dengan AV memiliki riwayat bekeringat yang
banyak terutama di tempat panasdan pekerjaan; seperti koki.
 Faktor eksternal
Oil, seperti minyak sayur atau minyak oli yang dapat menyebabkan
terjadinya ‘folikulitis oil’. Menyebabkan terjadinya lesi seperti AV. Ter,
DDT, Kosmetik yang mengandung komedogenik oil.
 Iatrogenik
Kortikosteroid, baik topikal maupun sistemik, dapat menyebabkan
hiperkeratosis pada pilosebaseus yang akhirnya menyebabkan AV.
 Stress
Menurut hasil penelitian, sebanyak 55% dari pasien yang datang dengan
keadaan dermatologi, mengeluhkan adanya AV yang meluas di wajah
mereka yang berkaitan dengan stress. Tidak ditemukannya adanya korelasi
antara stress dengan AV. Hasil data terbaru mengatakan bahwa kelenjar
sebasea memiliki reseptor neuropeptida, dimana reseptor ini bertanggung
jawab atas terjadinya inflamasi, proliferasi, dan produksi dari sebum.
 Merokok
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok mengandung
asam arakidonat yang tinggi dan aromatik hidrokarbon polisiklik yang
menginduksi jalur inflamasi fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat
merangsang sintesis asam arakidonat.
 Radiasi UV
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok mengandung
asam arakidonat yang tinggi dan aromatik hidrokarbon polisiklik yang
menginduksi jalur inflamasi fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat
merangsang sintesis asam arakidonat.

PATOFISIOLOGI

Folikulitis
Secara umum, hampir 20% populasi manusia membawa bakteri Staphylococcus
aureus dalam tubuh mereka. Lokasi yang paling sering adalah hidung, aksila dan
perineum. Staphylococcus aureus memproduksi beberapa toksin yang dapat
meningkatkan kontribusi untuk invasi dan membantu mempertahankan kehidupan
stafilokokus dalam jaringan. Produk-produk yang dihasilkan di dinding sel bakteri ini
menimbulkan berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh penderita.
Produk-produk yang dihasilkan pada dinding sel ini adalah asam teichoic, peptidoglycan
dan protein A. Protein A ini membantu pelekatan bakteri pada sel host. Selanjutnya,
bakteri akan terikat pada porsi Fc dari IgG sebagai tambahan pada fragmen Fab pada IgE.
Pada follikulitis superfisial, populasi sel neutrofil dapat memfiltrasi pada bagian
infundibulum pada folikel rambut dan mencetuskan suatu infeksi. Ini merupakan satu
contoh yang disebut sebagai suatu invasi secara langsung.

Gambar 3. Folikulitis

Furunkel dan Karbunkel


Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus yang merupakan flora residen pada
permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Predileksi
terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Bakteri tersebut masuk
melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit. Selanjutnya, bakteri tersebut
berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host terhadap infeksi S.aureus adalah
pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman tersebut untuk melawan infeksi yang
terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated
peptides atau peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL)
1 dan 6 yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut
menimbulkan inflamasi dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah
putih, bakteri dan sel kulit yang mati.
Wabah furunkulosis terbaru disebabkan oleh strain tertentu oleh staphylococcus
telah ditemukan. Kebanyakan dari ini dikaitkan dengan infeksi staphylococcus pada
komunitas. Pada suatu studi di Prancis, pasien dengan furunkulosis menunjukkan adanya
staphylococcus pada kebanyakan pemeriksaan swab, dan 42% dari yang tersembunyi
memiliki gen Panton-Valentine-Leokucidin (PVL).Furunkel biasanya merupakan vellus
type. Mekanisme patologi pastinya bagaimana Staphylococcus Aureus membentuk abses
masih belum jelas, tapi injeksi PVL pada kulit kelinci menghasilkan lesi nekrotik. Ini
mengindikasikan bahwa produksi sitotoksin dapat mempengaruhi terjadinya folikulitis.
Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung
nanah. Lalu benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning
(membentuk pustula). Furunkel bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan
nanahnya, kadang mengandung sedikit darah.Pembentukan karbunkel terjadi lebih lambat
dibandingkan furunkel. Beberapa furunkel bersatu membentuk massa yang lebih besar,
yang memiliki beberapa titik pengaliran nanah. Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke
bagian tubuh lainnya dan bisa ditularkan ke orang lain.Karbunkel yang pecah akan
mengeluarkan nanah lalu mengering dan membentuk keropeng.1

Gambar 4. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut.

Akne Vulgaris
Kelenjar Sebasa mengandung sel holokrin yang menghasilkan sebum. Patogenis utama
terjadinya AV adalah :
a. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea yang menyebabkan
terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau terbuka (blackheads) (berikut akan
dijelaskan mengenai komedo).
b. Meningkatnya sekresi sebum.
c. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada saluran sebasea.
d. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.

Gmb 5 : Kelenjar Pilosebasea


PEMBENTUKAN KOMEDO
Peristiwa yang pertama kali muncul pada jerawat adalah pembentukan komedo,
teradapatnya sumbatan pada folikel, dimana disebut terbuka bila terlihat bintik putih di
folikuler orifisea dan tertutup bila tidak terlihat bintik hitam.

Gmb 6 : komedo hitam dan putih.

Komedo hitam sering disangka sebagai partikel debu oleh orang awam, melainkan
melanin yang teroksidasi. Pembentukan komedo dimulai dari deskuamasi yang abnormal
dari lapisan folikel. Epitel tidak rontok sebagai partikel halus, melainkan terlepas dalam
bentuk lembaran yang tidak bisa keluar melalui lubang pada folikel, maka itu terjadi
sumbatan. Penyebab terjadinya deskuamasi epitel yang abnormal masih belum diketahui.
Sekresi sebum bukan faktor dari pembentukan komedo. Terdapat beberapa faktor yang
diduga sebagai pencetus komedo, yaitu agen fisik contohnya sinar matahari yang pernah
di teliti pada kuping kelinci; sunblock; cocoa powder, infeksi dari bakteri yang
menyebabkan inflamasi.
Gmb 6 : Deskuamasi yang abnormal dari lapisan folikel
BAKTERI
Mikroflora tergantung dari masa pubertas. Sebelum meningkatnya produksi
hormon kelenjar sebasea belum aktif dan populasi bakteri di kulit masih rendah. Folikel
yang steril menjadi tempat perkembangan dari dari Propionibacterium acnes, anaerob,
dan memetabolisme trigliserida yang merupakan fraksi dari gliserol. Trigliserida
merupakan sumber makanan untuk populasi bakteri ini. P. Acnes ini tidak ditemukan
pada hewan, karena sebum pada hewan tidak mengandung Trigliserida.
P. acnes menimbulkan peradangan pada kulit yang merupakan faktor terjadinya
AV. Predileksi tempat dengan kelenjar sebasea yang terbanyak dan paling aktif terletak
di wajah, tubuh bagian atas, dan lengan. Aktifitas kelenjar sebasea di extermenitas bawah
sangat sedikit, sehingga sangat sedikit sekali populasi dari P.acnes dan terjadinya AV,
tidak ada.

PERADANGAN PADA KELENJAR SEBASEA


P. acnes merupakan aspek terpenting dalam menimbulkan reaksi peradangan pada
kelenjar sebasea. P.acnes membuat substansi kemotaktik yang menarik neutrofil dan
monosit, yang nantinya akan menghasilkan peptida-petida dengan berat molekul yang
kecil. Komponen ini menjadi salah satu faktor terjadinya inflamasi. Lipase yang
memecahkan trigliserida di sebum juga merangsang datangnya leukosit.
MENINGKATNYA PRODUKSI SEBUM
Fungsi dari sebum pada manusia sebenarnya belum diketahui. Beberapa peneliti
mengatakan bahwa sebum berfungsi untuk mengurangi terjadi hilangnya cairan dalam
kulit dan menjaga kulit tetap lembut, halus. Tetapi sebum ini merupakan faktor
predisposisi terjadinya AV.

MANIFESTASI KLINIS

Folikulitis
Secara umum folikulitis menimmbulkan rasa gatal seperti terbakar pada daerah rambut.
Gejala konstitusional yang sedang juga dapat muncul pada folikulitis seperti badan panas,
malaise dan mual. Pada folikulitis superfisialis gambaran klinisnya di tandai dengan
timbulnya rasa gatal dan agak nyeri, tetapi biasanya tidak terlalu menyakitkan hanya seperti
gigitan serangga, tergores atau akibat garukan dan trauma kulit lainnya. Kelainan di kulitnya
dapat berupa papul atau pustul yang erimatosa yang dan di tengahnya terdapat rambut dan
biasanya multiple serta adanya krusta di sekitar daerah inflamasi. Tempat predileksi biasanya
pada tungkai bawah. Folikulitis superfisialis ini dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari
tanpa meninggalkan jaringan parut. Pada folikulitis profunda gambaran klinisnya hampir
sama seperti folikulitis superfisialis. Folikulitis profunda ini terasa sangat gatal yang di sertai
rasa terbakar serta teraba infiltrat di subkutan yang akhirnya dapat meninggalkan jaringan
parut apabila taelah sembuh.
Gambar 7. Efloresensi folikulitis

Furunkel dan Karbunkel

Bakteri masuk ke dalam folikel rambut sehingga tampak sebagai nodus


kemerahan dan sangat nyeri. Pada bagian tengah lesi terdapat bintik kekuningan yang
merupakan jaringan nekrotik, dan disebut mata bisul (core). Apabila higinis penderita
jelek atau menderita diebetes militus, furunkel menjadi sering kambuh. Predileksi
penyakit ini biasanya pada daerah yang berambut misalnya pada wajah, punggung,
kepala, ketiak, bokong dan ekstrimitas, dan terutama pada daerah yang banyak
bergesekan. Mula-mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut,
kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar
dengan meninggalkan sikatriks. Awal juga dapat berupa macula eritematosa lentikular
setempat, kemudian menjadi nodula lentikular setempat, kemudian menjadi nodula
lentikuler-numular berbentuk kerucut . Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut,
besar, dan lokasinya di hidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala kostitusional
yang sedang, seperti panas badan, malaise, mual. Furunkel dapat timbul di banyak tempat
dan dapat sering kambuh. Predileksi dari furunkel yaitu pada muka, leher, lengan,
pergelangan tangan, jari-jari tangan, pantat, dan daerah anogenital.

Akne Vulgaris

Riwayat perjalanan penyakit

Kebanyakan pasien dengan AV datang dengan lesi onset yang bertahap saat memasuki
masa puber. Beberapa kasus dapat ditemukan pada neonatus atau bayi. Karena AV
lesinya yang bertahap, onset yang tiba-tiba, praktisi harus mencari dasar etiologi tersebut.

Lokasi

Tempat predileksi AV adalah di muka, bahu, dada bagian atas. Lokasi kulit lain,
misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang terkena. AV memiliki lesi polimorfik. Lesi
bisa inflamasi dan non inflamasi. Lesi Non-inflamasi adalah komedo, dimana bisa
terbuka (komedo hitam) atau yang tertutup (komedo putih). Lesi Inflamasi yaitu
papulopustular, papulonodular, nodulokistik, Akne Konglobata. Komedo hitam tampak
sebagai lesi yang datar atau sedikit menonjol dengan bagian tengahnya hitam. Komedo
putih mungkin tampak sukar untuk dapat dilihat karena letaknya lebih dalam dan tidak
mengandung unsur melanin. Gambarannya bisa pucat, sedikit menimbul, papul-papul
kecil. Peregangan kulit dapat membantu untuk mendeteksi lesi.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Pada folikulitis superfisial biasanya inflamasi terkena pada folikel rambut di daerah kulit
kepala, dagu, ketiak dan ektremitas. Kelainan kulit diawali dengan pustul pada folikel
rambut. Pustul pecah diikuti pembentukan krusta. Erupsi papulopustular umumnya
terlokalisir. Sering disertai dengan keluhan pruritus dan secara klinisnya penderita tidak
akan merasakan nyeri serta pustul yang tumbuh akan membaik sendiri.

Pemeriksaan lab
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pewarnaan Gram, preparat KOH, dan kultur. Pada
pewarnaan Gram didapatkan coccus gram positif. Preparat KOH digunakan untuk
mengidentifikasi spesies jamur. Golongan dermatofit dapat diidentifikasi dari gambaran hifa
dan spora, M. furfur diidentifikasi dengan adanya bentuk ragi multipel dan Candida dengan
bentuk miselial. Kultur digunakan untuk menentukan organisme penyakit, yaitu bakteri,
jamur atau pun virus. Untuk kasus folikulitis relaps yang kronis, perlu dilakukan kultur dari
swab hidung dan perianal untuk mengidentifikasi adanya S. aureus.
Pemeriksaan histopatologi
Secara histologis, pada kasus folikulitis superficial terdapat infiltrasi sel-sel inflamasi di
ostium folikuler dan di daerah folikel bagian atas. Dalam kebanyakan kasus, peradangan
awalnya terdiri dari neutrofil dan kemudian menjadi lebih beragam dengan penambahan
limfosit dan makrofag. Apabila infeksi adalah penyebab terjadinya folikulitis, maka berbagai
organisme dapat diidentifikasi dalam folikel.
Gambar 10. Folikulitis Superficial dengan neutrofil terkonsentrasi pada bagian atas folikel.
Furunkel dan Karbunkel
Diagnosis dapatditegakkan secara klinis, yaitu berdasarkan gambaran klinisnya yang khas.
Tetapi untuk lebih menegakkan diagnosis bias dari segi anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Furunkel dimulai dengan nodul folikulosentrik yang keras, lunak, merah (kelainan
berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, di tengahnya terdapat pustul) pada daerah
yang terdapat bulu (hair-bearing) dan biasanya menjadi besar serta dirasakan nyeri.
Biasanya akan menghilang sendiri dalam masa 7-10 hari tanpa meninggalkan bekas
(tidak menjadi merah dan tidak nyeri). Apabila terjadinya ruptur, pus dan sel-sel nekrotik
akan keluar. Furunkel pada daerah bokong biasa ditemukan dalam bentuk lesi yang
soliter atau lesi yang multipel. Karbunkel biasanya pertama muncul sebagai tonjolan yang
nyeri, permukaannya halus, berbentuk kubah dan berwarna merah. Tonjolan tersebut
biasanya juga indurasi. Ukuran tonjolan tersebut meningkat dalam beberapa hari dan
dapat mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih. Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7
hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel (multiple follicular
orifices). Demam dan malaise sering muncul dan pasien biasanya tampak sakit berat.
Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan
ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi.Walaupun beberapa
karbunkel menghilang setelah beberapa hari, kebanyakan memerlukan waktu dua minggu
untuk sembuh. Jaringan parut permanen yang terbentuk biasanya tebal dan jelas.
Gambar 8. Furunkel pada bibir atas. Lesinya nodular dan sumbatan nekrotik pusat ditutupi oleh
kerak purulen. Beberapa pustul kecil terlihat di lateral pusat lesi tersebut.

Gambar 9. Karbunkel. Lesi ini menampakkan multipel furunkel yang berkumpul dan
mengandung pus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis furunkel dan karbunkel ialah dermapatologi,
pewarnaan Gram, kultur bakteri, dan sensitivitas antibiotik.Furunkolosis dan karbunkel
yang tidakbisamembaik di hubungkan dengan penyakit leukositosis.
a) Furunkel
Terlihat abses perifolikuler setempat. Pembuluh darah setempat mengalami dilatasi dan
tempat terinfeksi diserang oleh leukosit polimorfonuklear. Terjadi nekrosis kelenjar dan
jaringan sekitar, membentuk inti yang di kelilingi oleh daerah dilatasi vaskuler, leukosit,
dan limfosit.
Gambar 11. Histopatologi furunkel

b) Karbunkel
Terdapat abses folikuler dan perifolikuler multipel yang kemudian membentuk massa
nekrotik yang luas, terjadi reaksi radang yang jelas di sekitar intinekrotik di dalam
jaringan ikat yang mendasarinya dan di dalam lemak subkutan.

Gambar 12. Histopatologi karbunkel

Pewarnaan gram akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif) dan
kultur bakteri pada medium agar darah domba memberikan gambaran koloni yang lebar
(6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji
sensitivitas antibiotik diperlukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.
.
Gambar 13. Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA.

Akne Vulgaris
Diagnosa akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskohlesasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan ekstraktor komedo
(sendok Unna). Sebum dapat tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa
lunak seperti nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam. Pemeriksaan histopatologis
tidak memperlihatkan gambaran yang spesifik berupa sebukan sel radang pada
pilosebasea. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap jasad renik yang memiliki peran
pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi.
Namun hasilnya sering tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat pula dilakukan
untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas meningkat dan oleh
karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.

PENATALAKSANAAN
Folikulitis
Folikulitis kadang dapat sembuh sendiri setelah dua atau tiga hari, tetapi pada beberapa
kasus yang persisten dan rekuren perlu penanganan.
1. Umum
Cukup dengan menjaga kebersihan diri terutama kulit, menghindari garukan dan
faktor pencetus seperti gesekan pakaian atau mencukur dan luka atau trauma.
2. Khusus, terbagi 2 yaitu secara tropikal dan secara sistemik :
 Topikal, dapat di berikan antibiotik misalnya (2) :
1. Kemicetin salap 2 %
2. Kompres PK 1/ 5000 solusio sodium chloride 0,9 %( jika ada
eksudasi)
3. Salep natrium fusidat.

 Sistemik, dapat diberikan : (1)


Antibiotik (umumnya di berikan 7 – 10 hari) misalnya :
1. Penisilin dan semisintetiknya.
a. Penisilin G prokain injeksi 0,6 – 1,2 juta IU, IM selama 7 – 14
hari, 1 – 2 kali/ hari.
b. Ampisilin 250 – 500 mg/ dosis, 4 kali/ hari
c. Amoksisilin, 250 – 500 mg/ dosis, 3 kali/ hari
d. Kloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal penisilin), dosis
250 – 500 mg, 4 kali / hari.
e. Dikloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal penisilin),
dosis 125 – 250 mg, 3 -4 kali/ hari.
2. Eritromisin 250 – 500 mg 3 – 4 kali/ hari(dewasa) dan 12, 5 – 25
mg/kbBB/ dosis 3 – 4 kali/ hari(anak).
3. Klindamisin 150 – 300 mg 3 – 4 kali/ hari (dewasa) dan 8 – 20 mg/
kgBB/ dosis 3- 4 ksli/ hsri(anak).
Penggunaan antiseptik dapat di berikan sebagai terapi tambahan ( misalnya :
Chlorhexidine) tetapi jangan di gunakan tanpa pemberian antibiotik sistemik. Dianjurkan
pemberian antibiotik sistemik dengan harapan dapat mencegah terjadinya infeksi kronik.
Furunkel dan Karbunkel
1. Non Farmakologis

Pengobatan furunkel tergantung kepada lokasi dan kematangan lesi. Lesi permulaan
yang belum berfluktuasi dan belum bermata dikompres panas dan diberi antibiotik
oral. Kompres panas akan memperkecil ukuran lesi dan mempercepat penyerapan.

Insisi terhadap lesi awal jangan dilakukan untuk mencegah inokulasi lebih dalam
infeksi tersebut. Jika lesi telah matang dan bermata dilakukan insisi dan drainase.
Insisi jangan dilakukan jika lesi terdapat di kanalis auditorius external, bibir atas,
hidung, dan pertengahan dahi karena infeksi yang tidak ditangani dapat
menyebabkan trombosis sinus kavernosus. Sewaktu penderita mendapat antibiotik,
semua pakaian, handuk, dan alas kasur yang telah mengenai daerah yang sakit harus
dicuci dengan air panas.

2. Farmakologis

Pada dasarnya pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan


furunkel.Karbunkel atau furunkel dengan selulitis di sekitarnya atau yang disertai
demam, harus diobati dengan antibiotik sistemik. Untuk infeksi berat atau infeksi
pada area yang berbahaya dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk
parenteral. Bila infeksi berasal dari methicillinresistant Staphylococcus aureus
(MRSA) atau dicurigai infeksi serius dapat diberikan vankomisin (1-2 gram IV
setiap hari dalam dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak
selama satu minggu.

Setiap episode bisa diobati sistemik dengan flucloxacillin atau antibiotik resisten
penisilin. Antibakteri biotik mengurangi kombinasi bakteri di kulit.

Pengobatan furunkel atau karbunkel:

a) Topikal:
 Mupirocin

Mupirocin dihasilkan oleh pseudomonas fluorescens. Berdaya khusus


terhadap kuman Gram-positif seperti Staphylococcus aureus. Khasiatnya
bersifat bakterisid (salep 2%) berdasarkan penghambatan RNA-sintetase yang
berakibat penghentian sintesa protein kuman.

 Asam Fusidat

Antibiotikum dengan rumus steroida yang mirip dengan struktur asam


empedu yang dihasilkan oleh jamur fusidium, spektrum kerjanya sempit dan
terbatas pada kuman Gram-positif, terutama stafilokok. Kuman Gram-negatif
resisten terkecuali Neisseria. Khasiatnya bersifat bakteriostatis berdasarkan
penghambatan sintesa protein kuman.

b) Sistemik:
 Ampisilin 4x500 mg/hari

 Amoksisilin 4x500 mg/hari

 Kloksasilin 3x250 mg/hari

 Linkomisin 3x500 mg/hari

 Klindamisin 4x150 mg/hari

 Eritromisin 4x500 mg/hari

 Sefadroksil 2x1000 mg/hari

Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi
terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan komordibitas, kultur dapat
dilakukan. Terapi anti mikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi
berkurang dan berubah apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase
harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering
dilakukan. Pasien dengan furunkolosis atau karbunkel berulang memberikan masalah
yang spesial dan sering menyulitkan.

Akne vulgaris

Pemahaman mengenai patofisiologis dari akne merupakan kunci dalam penatalaksanaan


terapi akne yaitu :

1. Perbaiki perubahan keratinisasi folikularis.


2. Mengurani produksi kelenjar sebasea.
2. Mengurangi populasi bakterialis folikularis, yaitu P. Acnes.
3. Menggunakan obat anti-inflamasi.
Terapi Lokal :
 Cleansing atau membersihkan wajah dengan sabun antibakterial yang tidak
menganggu pH kulit seperti bahan yang mengandung triclosan.
 Benzoil peroxida merupakan preparat yang sering digunakan dalam
pengobatan topikal AV. Benzosil merupakan antimikroba yang kuat dan
menganggu proses hidrolisis trigliserida.
 Topikal Antibiotik
Eritromisin dan Klindamisin merupakan antibiotik topikal yang sering
digunakan, dan biasanya merupakan kombinasi dengan Benzosil peroxida.
Tetapi akibat dari seringnya penggunaan regimen ini, P. acne mulai resisten.
 Retinoid
Retinoid merupakan pengobatan topikal terpenting untuk akne. Sekarang
banyak tersedia preparat topikal dengan efek iritasi yang rendah. Contohnya
adapalene (Differin), tazarotene, tretinoin (Retin-A, retin-A micro).
Penggunaan selama 12 minggu untuk hasil yang maksimal. Retinoid
merupakan obat topikal yang satu-satunya dapat menormalkan keratinisasi
dalam infundibulum folikel dan mencegah terjadinya pembentukan komedo.
P. akne menstimulasi reaksi peradangan pada kulit, tetapi dengan retinoid
reaksi peradangan tersebut dapat ditekan. Terapi akne akan lebih baik bila
dikombinasikan dengan obat lainnya, contohnya Benzosil peroxida, atau
topical antibiotik lainnya.

Terapi Sistemik :
 Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang sering digunakan
dalam pengobatan akne. Walaupun tidak mengurangi produksi sebum, tetapi
mengurangi proses terbentuknya asam lemak bebas yang merupakan
indikator aktifitas dari P. acne.
 Eritromisin, Clindamisin, dan Dapson.
Terapi Hormonal
Tujuan utama dari pengobatan ini adalah untuk meniadakan efek androgen
pada kelenjar sebasea. Hal ini dapat dicapai dengan anti-androgen, atau agen-agen
yang dapat mengruangi produksi dari hormon androgen melalui indung telur, atau
kelenjar adrenal.
 Agen yang memblok reseptor androgen
- Spironolakton.
- Ciproterone asetat.
- Flutamide.
 Inhibitor produksi androgen
- Glukokortikoid
 Inhibitor produksi androgen ovarium
Agonis Gonadotropin-releasing hormon. Seperti leuprolide yang bekerja pada
hipofise untuk mengganggu proses siklus gonadotropin. Obat ini efektif
untuk mengatasi akne dan hirsutisme. Tetapi akibatnya pembentukan
estrogen pun terganggu, sehingga dapat menyebabkan gejala menopause
lebih awal. Obat kontrasespsi. Mengandung estrogen yang dapat mensupresi
produksi sebum.
 Isotretinoin
Isotretinoin merupakan retinoid yang digunakan untuk pengobatan akne
yang parah. Isotretinoin merupakan indikasi untuk akne yang parah,
bernodul, skar, dan untuk pengobatan akne yang sebelumnya gagal.
Isotretinoin juga efektif untuk terapi pasien dengan hidradenitis supurativa,
rosasea, dan akne gram-negatif yang tidak respon terhadap terapi
sebelumnya.
Isotretinoin merupakan bahan teratogen. Pada kehamilan yang
menggunakan isotretinoin, dapat mengalami keguguran spontan, malformasi
pada fetus. Efek samping lainnya adalah keringnya pada kulit, bibir, dan
mata, mukosa, malaise, hipertrigliseridemia, dan depresi bahkan sampai
bunuh diri.
Fototerapi dan Laser
Dari berbagai macam fototerapi sedang dalam penilitan yang lebih lanjut.
Sampai 70% pasien dengan akne yang terekspos dengan sinar matahari mengalami
perbaikan.
Sasaran dari penggunaan fototerapi ini adalah :
 Propionibacterium acnes jelas merupakan target dari penggunaan fototerapi
karena merupakan sumber reaksi peradangan pada kelenjar sebasea.
Organisme ini membentuk porfirin, yang teradapat di folikel. Komponen
fotoaktif ini dapat diaktifkan dengan cahaya untuk mengaktifkan oksigen,
dimana sangat toxic untuk P. acne. Terapi harus dilakukan sesering mungkin.
Ada yang penelitian yang mengatakan bahwa diperlukan waktu 30 menit.
 Produksi sebum. Sebum, dalam arti, merupakan faktor utama dalam
menyebabkan akne. Tanpa sebum, P.acnes tidak dapat berploriferasi dan akne
tidak akan terjadi. Isotetrionin merupakan obat yang paling efektif dalam
menurunkan sekresi sebum. Terapi berbasis cahaya dengan sasaran produksi
kelenjar sebum memiliki potensi dalam menyembuhkan akne.
 Modulasi Keratinisasi. Sampai saat ini belum ada bukti fototerapi dapat
memodulasi keratin.
 Modulasi respon imun. TLRs telah terbukti ikut peran dalam terbentuknya
jerawat. Mungkinkah fototerapi ini dapat memodulasi imunitas kulit
Beberapa hasil penelitian bisa terjadi. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan
sinar matahari dan fototerapi yang mengurangi aktivasi dari sel Langerhans di
kulit.
Operasi pada akne

Operasi pada akne dilakukan untuk ekstraksi komedo, dan pustul superfisial.
Dahulu, tindakan ini sering dilakukan, tetapi dengan perkembangan dalam
pengobatan akne jarang dilakukan. Tindakan ini dilakukan apabila penghilangan
komedo tidak dapat dilakukan oleh pengobatan sebelumnya. Kepatuhan pasien
terhadap pengobatan akne merupakan salah satu faktor penting dalam
penyembuhan akne. Beberapa hasil studi mengemukakan bahwa pada pasien yang
tidak kontrol dalam pengobatan akne diakibatkan karena tidak mengertinya pasien
tentang akne, cara pengobatan, atau harapan pasien yang tidak realistis. Biasanya
pasien akan lepas kontrol setelah kunjungan 1 kali, dan juga setelah kunjungan
yang ke tiga kalinya. Kepatuhan pasien dengan tidak kontrol merupakan hal yang
berbeda. Banyak pasien yang tidak kontrol tetap menggunakan obat yang telah
diberikan, karena pengobatan yang didapat efektif dan kulit mereka menjadi lebih
bersih.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, adhi Prof.Dr.dr.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.Edisi Kelima.Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2013
2. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Sebaceous and sweat glands disorders. In :
Dermatology. Ed 4th. Oxford: Blackwell ; 2015.p.162-76
3. Suyoso, S. 2005. Furunkel. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi ke-3. Surabaya: Fakultas Kedokteran Unair. Hal 29-32.
4. Rook, A. 2016. Texbook of Dermatology 4th. Oxford : Blackwell Scientific
Publication,: 739–51.
5. Siregar RS. Saripati Penyakit Kulit. Ed 2. Jakarta: EGC ; 2012.
MASTITIS

1. Pengertian

Mastitis adalah inflamasi atau infeksi payudara. Mastitis adalah radang pada payudara yang

terjadi biasanya pada masa nifas atau sampai 3 minggu setelah persalinan dan penyebabnya

adalah sumbatan saluran susu serta pengeluaran ASI yang kurang sempurna.

2. Klasifikasi

Mastitis lazim dibagi dalam (1) mastitis gravidarum, dan (2) mastitis peurperalis, karena

memang penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu timbul pada waktu hamil dan laktasi.

Berdasarkan tempatnya dapat dibedakan:

a. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.

b. Mastitis di tengah – tengah mamma yang menyebabkan abses di tempat itu.

c. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar – kelenjar yang menyebabkan abses

antara mamma dan otot – otot di bawahnya.

Klasifikasi mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Mastitis periductal

Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita diusia menjelang menopause, penyebab

utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan mammary duct

ecstasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di

payudara

b. Mastitis puerperinalis/lactational

Mastitis puerperinalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab utama

Mastitis puerperinalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang ditransmisi ke

putting ibu melalui kontak langsung.


c. Matitis supurativa/abses

3. Patofisiologi

Pada umumnya yang dianggap porte d’entrée dari kuman penyebab ialah puting susu yang

luka atau lecet, dan kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus. Sebagian

besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah Staphylococcus aureus.9

Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan

penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Statis ASI terjadi jika ASI tidak

dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah

melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada

payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada

saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.

Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme

koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Escherichia coli dan

Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan.8,9

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)

akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang

berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan,

sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein

kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan

sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan

jaringan memudahkan terjadinya infeksi.5

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi,

melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran
hematogen pembuluh darah). Kadang-kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang

menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa

kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.3,4

4. Faktor resiko

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :8,9

a. Umur

Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah

usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.

b. Paritas

Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.

c. Serangan sebelumnya

Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik

menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.

d. Melahirkan

Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis.

e. Gizi

Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya

mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko

mastitis.

f. Faktor kekebalan dalam ASI

Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam payudara.
g. Stres dan kelelahan

Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi tidak

jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.

h. Pekerjaan di luar rumah

Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan

kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat

i. Trauma

Trauma pada payudara karena dapat merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan hal

ini dapat menyebabkan mastitis.

Faktor risiko lainnya untuk terjadinya mastitis antara lain:10

 Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.

 Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu

menghindari pengosongan payudara secara sempurna.

 Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.

Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum

sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.

 Pengosongan payudara yang tidak sempurna.

 Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik.

Bayi yang hanya menghisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting

terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.

 Ibu atau bayi sakit.

 Produksi ASI yang terlalu banyak.

 Berhenti menyusu secara cepat/mendadak, misalnya saat bepergian.


 Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada

mobil.

 Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan

lain-lain.

 Penggunaan krim pada puting.

 Ibu stres atau kelelahan.

5. Cara Diagnosis

a. Anamnesis

1. Mastitis akut. Pada peradangan dalam taraf permulaan penderita hanya merasa nyeri

setempat pada salah satu lobus payudara yang diperberat jika bayi menyusu.5

2. Mastitis lanjut. Hampir selalu orang datang sudah dalam tingkat abses. Dari tingkat radang

ke abses berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus menjadi

edematous,air susu terbendung, dan air susu yang terbendung itu segera bercampur dengan

nanah. Gejala nyeri dapat diikuti gejala lain seperti flu, demam, nyeri otot, sakit kepala,

keputihan.5

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan anda-tanda vital ibu dengan mastitis biasanya mengalami peningkatan

suhu badan hingga lebih dari 38oC. Keadaan payudara pada ibu dengan mastitis biasanya

berwarna kemerahan, bengkak, nyeri tekan, lecet pada putting susu, dan terdapat nanah jika

terjadi abses. Pada abses, nyeri bertambah hebat di payudara, kulit diatas abses mengkilat dan

bayi dengan sendirinya tidak mau minum pada payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa

susu disebelah itu bercampur dengan nanah. Tanda dan gejala lain mastitis meliputi:1,2

- Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5 - 40


- Peningkatan kecepatan nadi

- Menggigil

- Malaise umum, sakit kepala

- Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras

- Kemerahan dengan batas jelas

- Biasanya hanya satu payudara

- Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan

- Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI

terasa asin

- Timbul garis-garis merah ke arah ketiak

Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % resiko terbentuknya abses. Tanda

dan gejala abses meliputi :1,3

- Discharge puting susu purulenta

- Demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil.

- Pembengkakan payudara dan sangat nyeri; massa besar dan keras dengan area kulit berwarna

berfluktuasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan lokasi abses berisi pus.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu

diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji

sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:3,11

 pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari

 terjadi mastitis berulang

 mastitis terjadi di rumah sakit


 penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung

ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir

penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang

terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Pada ibu dengan abses

payudara dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya bakteri

Stapylococcus aureus pada pus.10

6. Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan mastitis adalah pencegahan terhadap infeksi dan komplikasi

lanjut. Penatalaksanaan berupa non medikamentosa berupa tindakan suportif dan medikamentosa

pemberian antibiotik dan pemberian analgesik.6,8

a. Non medikamentosa

Jika diduga mastitis, intervensi dini adalah berupa tindakan suportif yang dapat mencegah

perburukan. Intervensi meliputi beberapa tindakan hygienitas dan kenyamanan :8

1. Bra yang cukup menyangga tetapi tidak ketat

2. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara

3. Kompres hangat pada area yang terkena

4. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu, Jangan lakukan pemijatan

jika dikhawatirkan justru membuat kuman tersebar ke seluruh bagian payudara dan

menambah risiko infeksi

5. Peningkatan asupan gizi dan cairan

6. Edukasi ibu
7. Bayi sebaiknya terus menyusu, dan jika menyusui tidak memungkinkan karena nyeri

payudara atau penolakan bayi pada payudara yang terinfeksi, pemompaan teratur harus terus

dilakukan. Pengosongan payudara dengan sering akan mencegah statis air susu. Tetap

berikan ASI kepada bayi, terutama gunakan payudara yang sakit sesering mungkin dan

selama mungkin sehingga sumbatan tersebut lama-kelamaan akan menghilang. Bayi masih

boleh menyusu kecuali bila terjadi abses. Kalau demikian keadaannya, untuk mengurangi

bengkak, ASI harus tetap dipompa keluar. Bayi sebaiknya tetap menyusu pada payudara

yang tak terinfeksi.

b. Medikamentosa

1. Antibiotik

Terapi antibiotik diberikan jika antara 12-24 jam tidak terdapat perbaikan, terapi antibiotik

meliputi :1,5

 Penicillin resistan-penisilinase atau sefalosporin.

 Eritromisin mungkin digunakan jika wanita alergi terhadap penicillin.

 Terapi awal yang paling umum adalah dikloksasilin 500 mg peroral 4 kali sehari untuk

10-14 hari. Amoxicillin-clavulanate 500 mg atau 875 mg untuk 10-14 hari atau

Clindamycin 300 mg untuk 10-14 hari atau Trimethoprim-sulfamethoxazole dosis

tunggal untuk 10-14 hari. Pada setiap kasus, penting untuk dilakukan tindak lanjut dalam

72 jam untuk mengevaluasi kemajuan. Jika infeksi tidak hilang maka kultur air susu

harus dilakukan.

2. Analgesik

Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam

proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis.
Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih

efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan

parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi

pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.

 Penanganan abses

Dalam keadaan abses mamae perlu dilakukan insisi agar nanahnya dapat dikeluarkan

untuk mempercepat kesembuhan. Sesudah itu dipasang pipa ke tengah abses, agar nanah bisa

keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan

jalannya duktus-duktus itu. Pengalaman menunjukkan bahwa drainase ini sesudah 72 jam

bertukar sifat menjadi kebocoran air susu yang tidak sedikit melalui luka insisi. Dianjurkan

memakai perban elastic yang ketat pada payudara, untuk menghentikan laktasi.6

Pada persiapan insisi, kulit di atas abses akan dibersihkan oleh swabbing lembut dengan

larutan antiseptik. Pada tahap rehabilitasi, sebagian besar sakit di sekitar abses akan lenyap

sesudah pembedahan. Penyembuhan biasanya sangat cepat. Setelah tabung diambil keluar,

antibiotik dapat dilanjutkan untuk beberapa hari. Menerapkan panas dan menjaga wilayah yang

terkena dampak ditinggikan dapat membantu meringankan peradangan.9

 Pemantauan

Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon

klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat

termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut

mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau

massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non

Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga menjadi
alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya

massa tumor, kista atau galaktokel.10

7. Komplikasi

a. Abses

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat

atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun

ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3%

dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk

mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan

aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin

diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan

tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari

sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis

kumannya.7
Gambar 1.4 Abses Payudara

b. Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu

harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta

mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik

dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.3

c. Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida

albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur

biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang

saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin

tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah nistatin krim

yang juga mengandung kortison dan dioleskan ke puting dan areola setiap selesai bayi

menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.7

8. Pencegahan

Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Perawatan puting susu pada

waktu laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas

membersihkan putting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu

yang sudah mengering. Selain itu, yang memberi pertolongan kepada ibu yang menyusui bayinya

harus bebasa dari infeksi staphylococcus.11

Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor

risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit
melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk

mengeluarkan sebagian ASI setiap 3-4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa

ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat

merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri

berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada

ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan

menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk

mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.11

Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat

dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila

teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan

frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta melakukan pijatan dan

kompres hangat di daerah benjolan.8,10

Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa

ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat

diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke

jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan

mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan

mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya.5

Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus

selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga

lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan. Ibu harus senantiasa

memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus adalah kuman komensal


yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga

kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui

teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi

sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alasiry, E. (2012). Buku Indonesia Menyusui. Terdapat pada: www.idai.or.id. diakses tanggal

4 November 2013.

2. Cuningham, F.G. (2013). Obstetri William. Jakarta : EGC.

3. Depkes RI.. (2008). Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI.

4. Dixon M., dkk. 2005. Kelainan Payudara, Cetakan I. Dian Rakyat : Jakarta

http://www.fadlie.web.id/?p=2355.DiUnduh,25november2017–18:20PM.html

http://www.detikhealth.com

5. Inch & Xylander.(2012). Mastitis.Jakarta : Widya Medika.

6. Krisnadi R. Sosie. Obstetri Patologi. 2005. EGC. Jakarta

7. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Jilid I. 2001. Media Aesculapius. Pelayanan Antenatal.

Jakarta : Penyebab dan Penatalaksanaan.

8. Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

9. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Jilid I. 2006. EGC. Jakarta

10. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

11. WHO, 2003. Mastitis Penyebab dan Penatalaksanaannya. Jakarta: Perpustakaan Nasional
CRACKED NIPPLE

DEFINISI
Trauma kulit pada papilla mamae, nama lain fissura papilla mamae. Sebagian besar
karena breastfeeding atau menyusui, dan terasa nyeri saat menyusui. Fisura terjadi pada hari
pertama sampai beberapa pekan setelah melahirkan (postpartum). Fisura tersebut dapat menjadi
tempat masuknya bakteri piogenik patogen dan beberapa jenis jamur, fisura papilla mamae juga
berhubungan dengan keadian mastitis setelahnya.
Cracked nipple merupakan papilla mammae yang lecet terjadi pada masa menyusui yang
ditandai dengan lecetnya pada putting, berwarna kemerahan dan puting pecah serta terasa panas.
Lecetnya putting susu ( nipple) ibu yang sebelumnya memberikan atau sedang dalam masa
menyusui sehingga menyebabkan kesakitan saat menyusui. Hal ini berpengaruh terhadap
berkurangnya produksi ASI. Cracked nipple sering terjadi pada ibu muda yang baru pertama
kali menyusui. Hal ini disebabkan karena, posisi menyusui yang salah, tidak sempurnanya
perlekatan antara mulut bayi dengan puting ibu atau saat bayi mulai tumbuh gigi, bayi hanya
menghisap dibagian putting tidak mencapai areola. Cracked nipple dapat sembuh sendiri dalam
waktu 48 jam.

EPIDEMIOLOGI
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah
puting susu lecet atau nyeri. Sekitar 57% dari ibu-ibu menyusui
dilaporkan pernah menderita kelecetan pzada putingnya dan payudara bengkak.
Payudara bengkak sering terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu
melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus dan
mastitis serta abses payudara yang merupakan kelanjutan atau komplikasi dari
mastitis yang disebabkan karena meluasnya peradangan payudara. Sehingga
dapat menyebabkan tidak terlaksananya Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Cracked nipple dapat
meyebabkan bengkak pada payudara yang mengarah ke mastitis dan biasanya terjadi pada hari
ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan.
ETIOLOGI
 Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai areola tertutup oleh
mulutbayi.Bila bayi hanya menyusui pada putting susu, maka bayi akan mendapatkan ASI
sedikit

 Putting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat ibu membersihkan
putting susu

 Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada putting susu ibu

 Bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue)

 Cara menghentikan menyusui yang kurang tepat.

 Hisapan bayi yang terlalu kencang, gigitan bayi, goresan benda tajam, kuku bayi atau ibu.

 Infeksi jamur yang terjadi di puting (disebabkan oleh Candida Albicans) dapat pula
menyebabkan puting lecet

 Vasospasme yang disebabkan oleh iritasi pada saluran darah di puting akibat pelekatan

yang kurang baik dan/atau infeksi jamur.

PATOGENESIS
Terjadinya papilla mammae lecet di awal menyusui pada umumnya disebabkan oleh
salah satu atau kedua hal berikut: posisi dan pelekatan bayi yang tidak tepat saat
menyusu, atau bayi tidak mengisap dengan baik. Meskipun
demikian, bayi dapat belajar untuk mengisap payudara dengan baik ketika ia
melekat dengan tepat saat menyusu (mereka akan belajar dengan sendirinya).
Jadi, proses mengisap yang bermasalah seringkali disebabkan oleh pelekatan yang
kurang baik. Infeksi jamur yang terjadi di papilla mammae (disebabkan oleh Candida Albicans)
dapat pula menyebabkan puting lecet. Vasospasme yang disebabkan oleh iritasi pada saluran
darah di puting akibat pelekatan yang kurang baik dan/atau infeksi jamur, juga dapat
menyebabkan puting lecet. Rasa sakit yang disebakan oleh pelekatan yang kurang baik dan
proses mengisap yang tidak efektif akan terasa paling sakit saat bayi melekat ke payudara
danbiasanya akan berkurang seiring bayi menyusu. Namun jika lecetnya cukup parah, rasa
sakit dapat berlangsung terus selama proses menyusu akibat pelekatan kurang
baik/mengisap tidak efektif. Rasa sakit akibat infeksi jamur biasanya
akan berlangsung terus selama proses menyusui dan bahkan setelahnya.
Banyak ibu mendeskripsikan rasa sakit seperti teriris sebagai akibat pelekatan
yang kurang baik atau proses mengisap yang kurang efektif. Rasa sakit akibat
infeksi jamur seringkali digambarkan seperti rasa terbakar. Jika rasa sakit
pada puting terjadi padahal sebelumnya tidak pernah merasakannya, maka rasa
sakit tersebut mungkin disebabkan oleh infeksi Candida, meskipun
infeksi tersebut dapat pula merupakan lanjutan dari penyebab lain sakit pada
puting, sehingga periode tanpa sakit hampir tidak pernah terjadi. Lecet /fisura pada papilla
mammae dapat terjadi karena infeksi jamur. Kondisi dermatologis dapat pula menyebabkan sakit
pada papilla mammae.

MENIFESTASI KLINIS
• Luka lecet kekuningan

• Kulit terkelupas/luka berdarah

• Sakit saat menyusui

• Merah pada nipple

• Terlihat retak (terbentuk celah/ fisura)

• Sakit seperti terbakar(infeksi jamur)

• Infeksi jamur  rasa sakit terbakar


• Perlekatan yg kurang baik  paling sakit saat bayi melekat dan berkurang seiring bayi
menyusu  rasa sakit teriris

DIAGNOSIS:
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik  sesuai dengan temuan gejala klinis, Pemeriksaan
payudara bisa dilakukan dengan teknik SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri). SADARI
sebaiknya dilakukan sebulan sekali, kira-kira satu minggu setelah masa menstruasi karena
disaat inilah payudara lebih lunak karena pengaruh hormon. Wanita usia 20-an awal bisa
memulai memeriksa payudara sendiri
 Pemeriksaan penunjang  mammografi dan USG payudara

DIAGNOSIS BANDING
 Mastitis
 Abses payudara
 Ca mammae

PENATALAKSANAAN
1. Bayi harus disusuikan terlebih dahulu pada puting yang normal yang lecetnya lebih sedikit.
Untuk menmghindari tekanan local pad puting maka posisi menyusu harus sering diubah,
untuk puting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya menyusui. Di
samping itu, kita harus yakin bahwa teknik menyusui yang diguanakan bayi benar, yaitu
harus menyusu sampai ke kalang payudara. Untuk menghindari payudara yang bengkak, ASI
dikeluarkan dengan tangan pompa, kemudian diberikan dengan sendok, gelas, dan pipet.
2. Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-anginkan
sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai anti-infeksi.
3. Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk membersihkan payudara.
4. Pada papilla mammae dapat dioleskan minyak lanolin atau minyak kelapa yang telah
dimasak terlebih dahulu.
5. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak sampai terlalu
penuh dan bayi tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu rakus.
6. Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat menyebabkan lecet pada
puting susu ibu. Jika ditemukan gejala moniliasis dapat diberikan nistatin.

Prinsipnya adalah memroteksi luka dengan memberi pengobatan antibiotic topical yaitu
asam fusidat cream, menyusui lebih diutamakan kepada papilla yang sehat (papila yang lain),
sedangkan papila yang trauma air susunya harus tetap dikeluarkan secara berkala dengan
menggunakan pompa atau pijatan sampai luka benar-benar sembuh untuk mencegah statis air
susu. Tatalaksana dibagi menjadi 3, yaitu saat menyusui, setelah menyusui, dan diantara
menyusui (apabila tidak menyusui).
a. Saat menyusui
 Pakai papilla yang sehat dahulu, lalu pakai papilla yang sakit. Karena isapan bayi
pada papilla yang sakit tidak sekuat pada isapan yang pertama
 Mencoba berbagai posisi menyusui yang paling nyaman, namun tetap benar
 Apabila menyusui sakit, pakai breastpump, apabila tetap sakit, stimulasi dengan
pijatan pada papilla mamae. Hal ini dilakukan untuk mencegah statis asi, mencegah
mastitis, dan mempertahankan supply dari asi sendiri.
b. Setelah menyusui
 Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tapi diangin-anginkan
sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai anti infeksi
 Jangan pernah mencuci daerah areola dan puting dengan sabun
 Observasi keadaan umum dan vital sign

 Cari penyebab putting lecet

 Bayi tetap disusui pada putting yang tidak lecet dgn teknik yang benar
 Setelah menyusui tidak perlu dibersihkan dan cukup dianginkan karna sisa ASI
sudah merupakan anti infeksi dan pelembut putting susu

 Sebaiknya untuk melepaskan putting dari hisapan bayi pada saat bayi selesai
menyusu, tidak dengan memaksa menarik putting, tetapi dengan menekan dagu
bayi atau dengan memasukan jari kelingking yang bersih ke mulut bayi

 Putting susu yang sakit dapat diistirahatkan utk sementara waktu kurang lebih
1x24 jam dan sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan

 Beri edukasi untuk menyusui yang benar

 Beri obat penghilang sakit/nyeri paracetamol 500 mg 3x1/hr atau amoxicillin


3x1/hr

 Bila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu rujuk ke puskesmas

 Memposisikan Bayi  Posisi & Perlekatan Menyusui

c. Diantara menyusui
 Menjaga personal hygene dari payudara.
 Menggunakan sabun non-antibakterial dan non-perfume apabila ingin membersihkan
payudara, menggunakan sabun pada daerah papila mamae yang luka tidak dianjurkan.

Edukasi
Edukasi mengenai prinsip dasar menyusui yaitu teknik benar, susui sesuai permintaan
bayi, ibu rileks dan percaya diri saat menyusui.
Penilaian proses menyusui.
 B= Body Position : Rileks, nyaman, ibu memegang seluruh tubuh bayi, kepala tegak lurus,
dagu bayi menyentuh payudara, seluruh tubuh bayi menghadap ibu, payudara ibu mendekati
bayi, bukan bayi mendekati payudara ibu.
 R= Response : Bayi mencari puting, menghisap tenang, dan asi keluar. Isapan bayi lambat
dan tenang, ada jeda diantra isapan, ada gerakan menelan dari bayi.
 E= Emotion : Ibu merangkul dengan yakin, atensi ibu baik (menatap bayi).
 A= Anatomy : Payudara lunak setelah menyusui dan terasa lebih ringan
 S= Suckling: Isapan bayi, kekuatan normal. Kelekatan mulut bayi yang baik:
- Dagu menyentuh payudara
- Mulut bayi terbuka lebar
- Bibir Bawah keluar
- Areola mama sedikit terlihat, biasanya bagian bawah tidak terlihat, bagian atas sedikit
terlihat.

Kelekatan yang benar.

Kelekatan yang salah.

 T= Time : 15-20 menit bayi akan melepas sendiri apabila teknik dan posisi menyusui benar.
Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang tergolong biasa

dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring.


Posisi khusus berkaitan dengan situasi tertentu seperti ibu pasca operasi sesar.
Bayi diletakan disamping kepala ibu dengan posisi kaki diatas. Menyusui bayi kembar
seperti memegang bola bila disusui bersamaan di payudara ki-ka. Pada ASI yang
memancar penuh, bayi di tengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan
kepala bayi, dengan posisi ini bayi tidak tersedak.

Langkah Menyusui yang Benar


1. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan disekitar
putting, duduk dan berbaring dengan santai
2. Bayi diletakan menghadap ke ibu dgn posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan
hanya leher dan bahu saja tapi kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi kedada ibu
sehingga hidung bayi berhadapan dgn putting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu
menyentuh bibir bayi ke putting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka
lebar

3. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi
terletak dibawah putting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu
menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar dan bibir bawah bayi
membuka lebar

 Cara pengamatan teknik menyusui yang benar


Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan putting susu
menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga, mempengaruhi produksi ASI
selanjutnya atau bayi enggan menyusu
 Tanda menyusui yang benar
- Bayi tampak tenang
- Badan bayi menempel pada perut ibu
- Mulut bayi terbuka lebar
- Dagu bayi menempel pada payudara ibu
- Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang
masuk
- Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan
- Putting susu tidak terasa nyeri
- Telinga dan lengan bayi terletak pada 1 garis lurus
- Kepala bayi agak menengadah
PENCEGAHAN
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
Wanita dan siapa saja yang merawat mereka perlu mengetahui tentang penatalaksanaan
menyusui yang efektif, pemberian makan bayi dengan adekuat dan tentang pemeliharaan
kesehatan payudara. Butir-butir penting adalah :
 mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan
 memastikan bahwa bayi mengisap payudara dengan baik;
 menyusui tanpa batas, dalam hal frekuensi atau durasi, dan membiarkan bayi selesai
menyusui satu payudara dulu, sebelum memberikan yang lain;
 menyusui secara eksklusif selama minimal 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan.

Wanita dan orang yang merawatnya juga perlu memahami bahwa hal – hal berikut ini
dapat mengganggu, membatasi, atau mengurangi jumlah isapan dalam proses menyusui, dan
meningkatkan risiko stasis ASI, yaitu :
 Penggunaan dot
 Pemberian makanan dan minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama, terutama dari
botol susu.
 Tindakan melepaskan bayi dari payudara pertama sebelum ia siap untuk mengisap payudara
yang lain.
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan.
 Tidak menyusui, termasuk bila bayi mulai tidur sepanjang malam.
 Trauma pada payudara, karena kekerasan atau penyebab lain,
Hal-hal tersebut harus dihindari atau sedapat mungkin ibu dilindungi dari hal-hal
tersebut, tetapi bila tak terhindarkan, ibu dapat mencegah mastitis bila ia melakukan perawatan
ekstra pada payudaranya.
b. Tindakan rutin sebagai bagian perawatan kehamilan
Praktik berikut ini penting untuk mencegah stasis ASI dan mastitis. Mereka harus
dilakukan secara rutin pada semua tempat di mana ibu melahirkan atau dirawat sebelum dan
setelah persalinan, yaitu rumah sakit bersalin, fasilitas kesehatan yang lebih kecil seperti pusat
kesehatan, atau di rumah bila ibu melahirkan di sana, atau bila ibu kembali setelah melahirkan.
Praktik tersebut adalah sebagai berikut :
 Bayi harus mendapat kontak dini dengan ibunya, dan mulai menyusui segera setelah tampak
tanda-tanda kesiapan, biasanya dalam jam pertama atau lebih.
 Bayi harus tidur di tempat tidur yang sama dengan ibunya, atau di dekatnya pada kamar yang
sama.
 Semua ibu harus mendapat bantuan dan dukungan yang terlatih dalam teknik menyusui, baik
sudah maupun belum pernah menyusui sebelumnya, untuk menjamin pengisapan yang baik
pada payudara, pengisapan yang efektif, dan pengeluaran ASI yang efisien.
 Setiap ibu harus didorong untuk menyusui on demand, kapan saja bayi menunjukkan tanda-
tanda siap menyusui, seperti membuka mulut dan mencari payudara.
 Setiap ibu harus memahami pentingnya menyusui tanpa batas dan eksklusif, dan menghindari
penggunaan makanan tambahan, botol, dan dot.
 Ibu harus menerima bantuan yang terlatih untuk mempertahankan laktasi bila bayinya terlalu
kecil atau lemah untuk mengisap dengan efektif.
 Bila ibu dirawat di rumah sakit, ia memerlukan bantuan yang terlatih saat menyusui pertama
kali dan sebanyak yang diperlukan pada saat mcnyusui berikutnya.
c. Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang
Bila payudara ibu menjadi sangat penuh atau terbendung selama minggu pertama, bila
ASI ada, penting untuk memastikan bahwa ASI dikeluarkan dan kondisi tersebut diatasi.
 Ibu harus dibantu untuk memperbaiki isapan pada payudara oleh bayinya, untuk
memperbaiki pengeluaran ASI, dan untuk mencegah luka pada puting susu.
 Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki, tanpa
batas.
 Bila isapan bayi tidak cukup mengurangi rasa penuh dan kencang pada payudara, atau bila
puting susunya tertarik sampai rata sehingga bayi sulit mengisap, ibu harus memeras ASI-
nya.
 Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan pompa. Bila payudara sangat nyeri,
jalan lain untuk memeras ASI adalah dengan menggunakan metode botol
d. Perhatian dini terhadap semua tanda stasis ASI
Seorang ibu perlu mengetahui bagaimana merawat payudaranya, dan tentang tanda dini
stasis ASI atau mastitis sehingga ia dapat mengobati dirinya sendiri di rumah dan mencari
pertolongan secepatnya bila keadaan tersebut tidak menghilang. Ia harus memeriksa
payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri, atau panas, atau kemerahan:
 Bila ibu mempunyai salah satu faktor risiko, seperti kealpaan menyusui;
 Bila ibu mengalami demam atau merasa sakit, contohnya sakit kepala. Bila ibu mempunyai
satu dan tanda-tanda tersebut, ibu perlu untuk:
1. beristirahat, di tempat tidur bila mungkin
2. sering menyusui pada payudara yang terkena
3. mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air hangat, atau
pancuran hangat;
4. memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusu untuk membantu ASI
mengalir dari daerah tersebut;
5. mencari pertolongan dan petugas kesehatan bila ibu tidak merasa lebih baik pada
keesokan harinya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat ibu menemui kesulitan
yang dapat menyebabkan stasis ASI, seperti:
 nyeri atau puting pecah-pecah;
 ketidaknyamanan payudara setelah menyusui;
 kompresi nipple
 bayi yang tidak puas seperti menyusu sangat sering, jarang, atau lama
 kehilangan percaya diri pada suplai ASI sendiri, menganggap ASI yang dihasilkan tidak
cukup
 pengenalan makanan lain secara dini
 menggunakan dot

KOMPLIKASI
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi yang biasanya terjadi karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah dan tegang
walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses.
Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG
payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini
dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus
terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang
sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu
harus mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

b. Mastitis

Mastitis biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus
benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang,
serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya
diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa
menyusui.

PROGNOSIS
Papila mammae lecet/luka harus segera ditangani dengan baik, karena jika dibiarkan saja
akan memudahkan terjadinya infeksi pada payudara (mastitis).
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, Kusuma. 2012. Pengantar Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Malang:
UMM Press.
Ken, Jacquelline et al. 2015. Nipple Pain in Breasrfeeding Mothers. Stirling Highway: University
of Western Australia.
Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Santos, Silvia et al. 2016. Prevalance and Factors associated with cracked nipples in fisrt month
postpartum. Bahia: State University of Feira de Santana Bahia, Brazil.

INVERTED NIPPLE

1. Pengertian

Suatu kondisi dimana putting tertarik ke dalam payudara. Pada beberapa kasus, puting

dapat muncul keluar bila di stimulasi, namun pada kasus-kasus lain, retraksi ini menetap.
2. Etiologi

a. Penyebab yang sering terjadi- Faktor menyusui:

 Penyusuan yang tertunda.

 Perlekatan yang tidak baik.

 Penyusuan yang jarang atau dilakukan dalam waktu singkat.

 Tidak menyusui pada malam hari.

 Pemberian botol atau empeng.

 Pemberian minuman lain selain ASI.

b. Faktor psikologis ibu:

 Kurang percaya diri

 Ibu khawatir / terlalu stress

 Ibu terlalu lelah

 Ibu tidak suka menyusui

 Ibu mengalami baby blues

3. Diagnosis

Grade 1

 Puting tampak datar atau masuk ke dalam

 Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau sekitar areola.

 Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi

 Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.

Grade 2
 Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk saat tekanan dilepas

 Terdapat kesulitan menyusui.

 Terdapat fibrosis derajat sedang.

 Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak diperlukan.

 Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot polos.

Grade 3

 Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan membutuhkan pembedahan

untuk dikeluarkan.

 Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui

 Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan

 Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis yang parah

4. Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

 Jka retraksi tidak dalam, susu dapat diperoleh dengan menggunakan pompa payudara.

 Jika puting masuk sangat dalam, suatu usaha harus dilakukan untuk mengeluarkan puting

dengan jari pada beberapa bulan sebelum melahirkan.


DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2013.Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas

kesehatan dasar dan rujukan (edisi pertama).Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi