Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh kelompok 3:
Assalamualikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini
mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wa’alaikumsalam Wr.Wb
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia dan dapat muncul sepanjang
tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim. Tidak ada perbedaan dalam morbiditas antara
pria dan wanita. Berdasarkan studi di Eropa dan Amerika Utara, diperkirakan ada sekitar
1,5-3 per 1000 orang per tahun pada segala usia dan kejadian meningkat tajam pada usia
lebih dari 60 tahun yaitu sekitar 7-11 per 1000 orang per tahun (Gnann dan Whitley, 2002
dalam Finn, Adam 2005.). Insiden herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di
mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di
bawah 20 tahun (Schmader & Oxman, 2012 dalam Katsambas, Andreas. 2015).
Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan virus varicella zoster akan terjadi
varisela; kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada
dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian virusvaricella zoster
diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes zoster (Richar E, 2012).
Pada pasien dengan herpes zoster, tujuan utama terapinya adalah untuk membatasi
berkembangnya penyakit, durasi dan peningkatan rasa sakit dan lesi di dermatom primer,
mencegah penyakit di tempat lain, dan mencegah NPH (Prabhu, 2009).
Imunisasi yang ada saat ini adalah imunisasi untuk virus Varicella-Zoster atau cacar
air yang nantinya dapat mencegah herpes zoster. Tindakan prevensi tertular penyakit herpes
dengan menghindari kontak kulit ke kulit dengan orang yang sedang mengalami infeksi
primer herpes, dan tetap menjaga imunitas tubuh. Pengobatan dengan Acyclovir pada
dasarnya bertujuan untuk memperpendek masa serangan terjadi dan mencegah
kekambuhan. Pengobatan yang tepat dan sedini mungkin dipercaya akan menyebabkan
penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang (Arnold et al., 1990).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster ini
perlu dipelajari khususnya dalam praktek asuhan keperawatan sistem integumen secara
komprehensif.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah proses makalah ini di buat diharapkan mahasiswa mampu melakukan
asuhan keperawatan sistem integumen pada klien dengan Herpes Zoster.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami :
a. Definisi Herpes Zoster
b. Epidemiologi Herpes Zoster
c. Faktor Resiko Herpes Zoster
d. Etiologi Herpes Zoster
e. Fatofisiologi Herpes Zoster
f. Manifestasi klinis dan pemerisksaan Herpes Zoster
g. Komplikasi Herpes Zoster
h. Tatalaksana Medis Herpes Zoster
i. Komplikasi Herpes Zoster
j. Asuhan Keperawatan pada pasien Herpes Zoster
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Herpes zoster (Shingles atau sinanaga) adalah suatu infeksi yang menyebabkan
erupsi kulit yang terasa sangat nyeri berupa lepuhan yang berisi cairan. Penyakit ini juga
disebabkan virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Seperti
virus herpes yang lain, virus varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal (cacar air)
yang diikuti oleh suatu tahapan tidak aktif. Kemudian tanpa alasan virus ini jadi aktif
kembali menjadi penyakit yang disebut sebagai herpes zoster.
Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi
virus variselo-zaster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah
infeksi primer oleh virus ( Marwali, 2000).
Sedangkan menurut Sjaiful (2002), merupakan penyakit neurodermal ditandai
dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar
eritematoso pada daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis.
Menurut Mansjoer A (2007) Herpes zoster (dampa,cacar ular) adalah penyakit yang
disebabkan infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan, herpes zooster adalah
radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus variselo-zaster yang
menyerang kulit dan mukosa ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi
vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso.
Bila kekebalan tubuh menurun maka virus akan aktif kembali. Virus varisela
zoster berkembang biak, merusak, menyebabkan peradangan dan kemudian menyebar
menuju kulit serta menimbulkan gangguan kulit yang lebih parah. Sekalipun belum pernah
mengalami cacar air dapat saja terkena Herpes zoster. Hal ini disebabkan karena virus
varisela zoster dapat langsung menular. Caranya :
- Kontak langsung dengan kulit penderita Herpes zoster
- Melalui udara masuk mukosa saluran pernapasan bagian atas.
B. EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim
dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka penderita antara laki-laki
dan perempuan, angka penderita meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju
seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun
sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes zoster terjadi pada orang yang
pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh
virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di
ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan
tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20
tahun. Pada awal terinfeksi virus tersebut, pasien akan menderita rasa sakit seperti terbakar
dan kulit menjadi sensitif selama beberapa hari hingga satu minggu.
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus
saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali
dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,
demam ringan.
2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.
3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Penyebab terjadinya rasa sakit yang akut tersebut sulit dideteksi apabila ruam (bintil
merah pada kulit) belum muncul. Ruam shingles mulai muncul dari lepuhan (blister) kecil
di atas dasar kulit merah dengan lepuhan lainnya terus muncul dalam 3-5 hari. Lepuhan
atau bintil merah akan timbul mengikuti saraf dari sumsum tulang belakang dan
membentuk pola seperti pita pada area kulit. Penyebaran bintil-bintil tersebut menyerupai
sinar (ray-like) yang disebut pola dermatomal. Bintil akan muncul di seluruh atau hanya
sebagian jalur saraf yang terkait. Biasanya, hanya satu saraf yang terlibat, namun di
beberapa kasus bisa jadi lebih dari satu saraf ikut terlibat. Bintil atau lepuh akan pecah dan
berair, kemudian daerah sekitarnya akan mengeras dan mulai sembuh. Gejala tersebut akan
terjadi dalam selama 3-4 minggu. Pada sebagian kecil kasus, ruam tidak muncul tetapi
hanya ada rasa sakit.
Tersebar di seluruh dunia. Hamapir 50%-90% orang dewasa memiliki antibodi
terhadap HSV 1. Infeksi awal HSV 1 biasanya terjadi sebelum usia 5 tahun, namun saat ini
banyak infeksi primer ditemukan terjadi pada orang dewasa. Infeksi HSV 2 biasanya
dimulai karena aktivitas seksual dan jarang terjadi sebelum menginjak dewasa, kecuali
kalau terjadi sexual abused pada anak-anak. Antibodi HSV 2 ditemukan sekitar 20%-30%
pada orang Amerika dewasa. Prevalensi antibodi HSV 2 meningkat (lebih dari 60%) pada
kelompok sosial ekonomi rendah dan pada orang-orang yang berganti-ganti pasangan.
C. FAKTOR RESIKO
Munculnya herpes zoster tidak berkaitan dengan musim dan tidak berlangsung secara
epidemi. Tapi, ada keterkaitan erat dengan peningkatan usia. Angka kejadian herpes zoster
berkisar antara 1,2 - 3,4 per 1000 orang sehat/tahun, meningkat menjadi 3,9 - 11,8 per 1000
orang berusia di atas 65 tahun per tahun. Hubungan dengan usia ini terjadi di berbagai
negara di dunia, diduga karena penurunan kekebalan seluler.
Orang dewasa dengan virus varicella zoster laten, yang terpapar dengan cacar air,
akan mendapatkan kekebalan yang lebih kuat. Ini akan mencegah munculnya herpes zoster
pada orang tersebut di kemudian hari. Oleh karena itu, ada kekuatiran jika dilakukan
vaksinasi varicella pada anak-anak, maka insidens herpes zoster pada dewasa akan
meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa penelitian, yang dilakukan setelah pemerintah
Amerika Serikat mewajibkan vaksinasi varicella pada tahun 1995.
D. ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster. Infeksiositas
virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic, deterjen, enzim proteolitik, panas
dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21 hari.
1. Faktor Resiko Herpes zoster.
a. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan
tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko
terserang nyeri.
b. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV
dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari
immunocompromised.
c. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
d. Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
E. PATOFISIOLOGI
Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells zoster) ini
pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke
darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik.
Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan simptomatik
dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-
serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam
neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus
yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun
dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala prodomal
a. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama 1 – 4
hari.
b. Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea,
rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau
tertusuk), gatal dan kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung
terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
c. Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya,
pembengkakan kelopak mata. Kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan
sensasi penglihatan dan lain – lain.
2. Timbul erupsi kulit
a. Kadang terjadi limfadenopati regional
b. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh,
yang tersering di daerah ganglion torakalis.
c. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul–papul dan
dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari. Krusta dapat
bertahan sampai 2–3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental
juga menghilang
d. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang–kadang sampai hari ke7
e. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan
parut (pitted scar)
f. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive
terhadap nyeri yang dialami.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini untuk membedakan
dari impetigo, kontak dermatitis dan herps Zooster :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes
zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis
herpes virus
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4. Pemeriksaan histopatologik
5. Pemerikasaan mikroskop electron
6. Kultur virus
7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus:
a. Virologi:
1) Mikroskop cahaya.
2) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi).
3) PCR,
4) Kultur Virus,
b. Serologi:
1) ELISA,
2) Western Blot Test,
3) Biokit HSV-II.
H. KOMPLIKASI
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan orang. Bila timbul
komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi:
a. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum. Nyeri saraf
(neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah lepuhan kulit menghilang.
b. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri sehingga kulit sekitarnya
menjadi merah meradang. Jika hal ini terjadi maka Anda mungkin perlu antibiotik.
c. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan peradangan sebagian atau
seluruh bagian mata yang mengancam penglihatan.
d. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak adalah saraf
motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan (palsy)
pada otot-otot yang dikontrol oleh saraf.
e. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster, atau penyebaran
virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu. Biasanya
pengobatan hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan mengeringkan inflamasi.
1. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah.
2. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau
kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.
3. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa nyeri. Nyeri ini
kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat digunakan untuk meredakan sakit. Jika
tidak cukup membantu, silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk meresepkan
analgesik yang lebih kuat.
4. Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah terbentuk ruam akan
mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit. Apabila
gelembung telah pecah, maka penggunaan antivirus tidak efektif lagi.
5. Steroid. Steroid membantu mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan
lepuhan. Namun, penggunaan steroid untuk herpes zoster masih kontroversial. Steroid
juga tidak mencegah neuralgia pasca herpes.
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita.
2) Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang
terkena pada fase-fase awal.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel
perkelompok dan penderita juga mengalami demam.
4) Riwayat Kesehatan Lalu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat
yang terinfeksi virus ini.
6) Riwayat Psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka
atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep
diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri,
penampilan peran, atau identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah:
a) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
b) Menarik diri dari kontak social.
c) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
b. Pemeriksaan Fisik Pada Klien dengan Varicella, herpes simplek, herpes zoster
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan
tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan , dapat terjadi peningkatan
suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian
kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar
lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia
pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra,
dan daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah
labia mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat
jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional,
periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
limfe regional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri
akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis,terjadi
diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan
tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah.
Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang
dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia perkembangannya
kita bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak
dalam pemilihan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubugan dengan penyakit
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi kulit (timbul
bula, kemerahan)
d. Gangguan citra diri berhubungan dengan penyakit
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
f. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
g. Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan takut infeksi menular seksual
3. Intervensi
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas :
1) Nama : Bpk. S
2) Umur : 62 tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Alamat : Mulyosari
5) Pekerjaan : Pensiunan Guru
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Plenting – plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 hari yang lalu, muncul plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri.
Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah banyak
sampai ke kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika
digerakkan. Penderita juga merasakankan nyeri dikulit daerah muncul plenting.
Sehari sebelumnya penderita mengeluh tidak enak badan dan demam ringan.
Belum pernah berobat untuk keluhan ini. Pasien minum paracetamol untuk
menurunkan demamnya.
3) Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat cacar air waktu kecil tidak diketahui. Tidak pernah menderita penyakit
ini sebelumnya dan tidak pernah di rawat di RS.
4) Riwayat Penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
5) Kebiasaan/ Lingkungan
Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai 1 jam setiap hari. Penderita tidak
merokok dan minum alkohol
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath)
Tidak ada keluhan batuk, pilek, sesak napas.
b. B2 (Blood)
Leukositosis
c. B3 (Brain)
Demam ringan, suhu : 37°C,
d. B4 (Bladder)
Tidak ada keluhan
e. B5 (Bowel)
Tidak ada keluhan
f. B6 (Bone)
Nyeri di daerah munculnya plenting.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tzanck Smear : Mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan
herpes zoster dan herpes simplex.
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan
untuk membedakan diagnostic herpes virus.
c. Immunoflourorescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit.
d. Pemeriksaan histopatologik
e. Kultur virus
f. Identifikasi Antigen / asam nukleat VVZ
B. Analisa Data
DO : Neuritis
ada Vesikel bergerombol
di sekitar kelopak mata Pelepasan mediator nyeri
kiri, berwarna merah,
suhu : 37° C
Nyeri
Pasien tampak meringis
DS :
pasien mengatakan Sejak Varicela Zoster Virus
3 hari yang lalu, muncul
plenting plenting di dahi
dan kelopak mata kiri. Meninggalkan lesi di kulit
Pasien mengatakan malu dan permukaan mukosa Gangguan citra tubuh
bertemu dengan ke ujung serabut saraf
tetangganya.
D. Intervensi Keperawatan
Djuanda, Adhi (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas
Indonesia, Jakarta, 1993.
Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan
Kelamin. Universitas Sumatra Utara.
Hadinegoro , dkk. 2010. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa Penyulit .
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010
Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1 Februari 2009 –
Mei 2009
Mansjoer Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aescula plus. Jakarta.
Prabhu, Smitha. 2009. Chilhood Herpes Zoster : A Clustering Of Ten Cases. Indian Journal
Of Dermatology.Vol : 54 Page 62-64
Wasitaatmadja,S,M. 2010 Anatomi Kulit dan Faal Kulit. ed. 6 Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.