Vous êtes sur la page 1sur 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau
cedera pada kepala di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai
istilah cedera kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk
suatu trauma pada kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut
sama karena memakai gradasi responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai
tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cedera di kepala. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat
trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuruanatomi,
neurofisiologi, neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah
yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang didapat bias
sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan pada
klien dengan cedera kepala. Cedera kepala meliputi trauma kepala,tengkorak,
dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit
kepala, serta tulang dan tentorium atau helem yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami
kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera
kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.
Efek-efek ini harus dihindaridan ditemukan secepatnya oleh perawat
untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental
dan fisik, bahkan kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit
neurologis yang paling serius diantara penyakit neurologis, dan merupakan
proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 2/3
korban dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih
banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua klien cedera kepala berat
mempunyai signifikan cedera terhadap bagian tubuh lainnya. Adanya syok
hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada bagian
tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah

1
kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds
terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum :
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien
Cedera Kepala sedang” mahasiswa mampu memahami “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala Sedang”.
2. Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala sedang”
mahasiswa mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala
Sedang.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
Sedang.
c. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatikdari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai pendarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
disertai terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama
pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan TIK.
B. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari cedera kepala adalah
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Terjatuh
3. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala
4. Olahraga
5. Benturan langsung pada kepala
6. Kecelakaan industry.
C. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
1. Berdasarkan kerusakan jaringan otak
a. Komosio serebri (gegar otak)
Gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur
otak, terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa
disertai amnesia retrogard, mual, muntah, nyeri kepala.
b. Kuntosio serebri (memar)
Gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan jaringan otak tetap
kontinuitas otak masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit.
c. Laserasio serebri

3
Ganguan fungsi neurologic disertai kerusakan otak yang berat dengan
fraktur tengkorak terbuka. Masa otak terkelupas ke luar dari rongga
intrakarnial.
2. Berdasarkan berat ringannya cedera kepala
a. Cedera kepala ringan
Jika nilai GCS antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang
dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.
b. Cedera kepala sedang
Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24
jam, dapat disertai fraktur tengkorak dan diorientasi ringan.
c. Cedera kepala berat
Jika nilai GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya
disertai kontusio, laserasi atau adanya hematom dan edema serebral.
Skala koma Glasgow (Glasgow Coma Skala. GCS)
a. Membuka Mata (E)
4. Spontan
3. Terhadap bicara
2. Dengan rangsangan nyeri
1. Tidak ada reaksi
b. Respon Verbal (V)
5. baik dan tidak ada disorientasi
4. Kacau
3. Tidak tepat
2. Menyerang
1. Tidak ada jawaban
c. Respon Motorik (M)
6. Menurut perintah
5. Mengetahui lokasi nyeri
4. Reaksi menghindar
3. Reaksi Fleksi
2. Reaksi Ekstensi
1. Tidak ada reaksi
D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum tanda dan gejala pada cedera kepala meliputi ada atau
tidaknya fraktur tengkorak, tingkat kesadaran dan kerusakan jaringan otak.
1. Fraktur tengkorak

4
Fraktur tengkorak dapat melalui pembuluh darah dan saraf-saraf
otak, merobek duramater yang mengakibatkan perebesan cairan
serebrospinalis. Jika terjadi fraktur tengkorak kemungkinan yang terjadi
adalah :
a. Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung
(rinorrhoe) dan telinga (otorohe),
b. Kerusakan saraf kranial,
c. Perdarahan di belakang membrane timpani,
d. Ekimosis pada periorbital.
Jika terjadi fraktur basilier, kemungkinan adanya gangguan pada
saraf kranial dan kerusakan bagian dalam telinga. Sehingga kemungkinan
tanda dan gejalanya :
a. Perubahan tajam pengelihatan karena kerusakan nervus optikus,
b. Kehilangan pendengaran karena kerusakan pada nervus auditorius,
c. Dilatasi pupil dan hilangnya kemampuan pergerakan beberapa otot
mata karena kerusakan nervus okulomotorius,
d. Paresis wajah karena kerusakan nervus fasialis,
e. Vertigo karena kerusakan otolith dalam telinga bagian dalam,
f. Nistagmus karena kerusakan pada system vestibular,
g. Warna kebiruan di belakang telinga di atas mastoid (battle sign).
2. Kesadaran
Tingkat kesadaranpasien tergantung dari berat ringannya cedera
kepala, ada atau tidaknya amnesiaretrograt, mual dan muntah.
3. Kerusakan jaringan otak
Manifestasi klinik kerusakan jaringan otak bervariasi tergantung dari
cedera kepala. Untuk melihat adanya kerusakan cedera kepala perlu
dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.

E. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan
struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,

5
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosin
tripospat dalam mitokondria, perubahan premebilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu
cedera kepala otak primer dan cedera kepala otak sekunder. Cedera kepala
otak primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara
langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak.
Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera primer misalnya adanya
hipoksia, iskemia, perdarahan.
Perdarahan serebral menimbulkan hematom, misalnya pada epidural
hematom yaitu berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak
dengan duramater, subdural hematom diakibatkan berkumpulnya darah pada
ruang antara duramater dengan subarahnoid dan intracerebral hematom
adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral.
Kematian pada cedera kepala banyak disebabkan karena hipotensi
karena gangguan pada outoregulasi. Ketika terjadi gangguan outoregulasi
akan menimbulkan hipoperfusi jaringan serebral dan berakhir pada iskemia
jaringan otak, karena otak sangat sensitive terhadap oksigen dan glukosa
(Price, 2005)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto Tengkorak
Mengetahui adanya fraktur tengkorak (simple, depresi, kommunit),
fragmen tulang.
2. Foto Servikal
Mengetahui adanya fraktur servikal.
3. CT Scan
Kemungkinan adanya subdural hematom, intraserebral hematom, keadaan
ventrikel.
4. MRI
Sama dengan CT Scan.
5. Serum Alkohol
Menditeksi penggunaan alcohol sebelum cedera kepala, dilakukan
terutama pada cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas.

6
6. Serum Obat
Mengtahui penyalahgunaan obat sebelum cedera kepala
7. Pemerikasaan obat dalam urine
Mengetahui pemakaian obat sebelum kejadian
8. Cerebral angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
skundre menjadi edema, perdarahan, trauma
9. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
10. BAER
Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil
11. PET
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
12. CSS
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Penatalaksanaan umum :
a. Monitor respirasi : bebaskan jalan napas, monitor keadaan
ventilasi, pemeriksaan AGD, berikan oksigen jika perlu.
b. Monitor tekanan intrakarnial (TIK).
c. Atasi syok bila ada.
d. Kontrol tanda vital.
e. Keseimbangan carian dan elektrolit.
2. Operasi
Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridement
luka, kranioplasti, prosedur shunting pada hidrosepalus, kraniotomi.

3. Pengobatan
a. Diuretik

7
Untuk mengurangi edema serebral misalnya manitol 20%, furosemid
(lasik)
b. Antikonvulsan
Untuk menghentikan kejang misalnya dengan dilantin, tegretol, valium.
c. Kortikosteroid
Untuk menhambat pembentukan edema misalnya dengan deksametason
Trauma kepala
d. Antagonis histamine
Mencegah terjadinya iritasi lambung karena hipersekresi akibat efek
trauma kepala misalnya dengan cemetidin, ranitidine
Ekstra kranial Tulang
e. Antibiotik jika kranial
terjadi luka yang besar Intra kranial

H. KOMPLIKASI
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang
Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)
Komplikasi yang mungkin terjadi pada cedera kepala diantaranya :
Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler
1. Defisit neurologi fokal
2. Kejang
Gangguan suplai
3. darah
Pneumonia
Perubahan autoregulasi
4. Resiko gastrointestinal
Perdarahan infeksi Nyeri Oedema serebral
5. Disritma jantung
PerdarahanIskemia
hematoma6. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone
(SIADH) Hipoksia Gg perfus jaringan serebral kejang
7. Hidrosepalus
8. Kerusakan control respirasi
Gangg. Fungsi otak Gangg. Neurologis fokal
Bersihan jln nafas
9. Inkonteinensia bladder dan bowel Obstruksi jln. Nafas
Perubahan sirkulasi CSS Dispnea
Henti nafas
Mual-muntah Perubahan. Pola nafas
Peningkatan TIK Papilodema
Pandangan kabur
Penurunan fungsi pendengaran
Nyeri kepala
Defisit neurologis

Girus medialis lobus temporalis tergeser


Resiko kurangnya volume cairan Gangg. Persepsi sensori Ketidak efektif jln. nafas

Tonsil cerebrum tergeser


I. PATHWAY
Herniasi unkus Kompresi medula oblongata

Resiko injuri
Resiko gangg. Integritas kulilt
Messenfalon tertekan 8
immobilitasi

Gangg. kesadaran Ansietas Kurangnya perawatan diri


Gg mobilitas
fisik

BAB III

9
KONESP DASAR ASUHAN KEPERAWATRAN

A. PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
penanggungjawab, status perkawinan.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat medis dam kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera kepala
c. Penggunaan alcohol dan obat-obatan terlarang
3. Pengkajian
Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus
dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara
nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.
c. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan
produksi urin.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e. Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
Pengkajian Skunder
a. Fraktur tengkorak : jenis fraktur, luka terbuka, perdarahan
konjungtiva, rihinorrea, otorhea, ekhimosisis periorbital, gangguan
pendengaran
b. Tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih
sensitive, gelisah, stupor, koma

10
c. Saraf cranial : adanya anosima, agnosia, kelemahan gerakan otot
mata, vertigo
d. Kognitif : amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrograt,
gangguan bahasa dan kemampuan matematika
e. Rangsangan meningeal : kaku kuduk, kering, brudzinskhi
f. Jantung : disritma jantung
g. Respirasi : roles, rhonki, napas cepat dan pendek, takhipnea,
gangguan pola napas
h. Fungsi sensori : lapang pandang, diplopia, gangguan persepsi,
gangguan pendengaran, gangguan sensasi raba
4. Test Diagnostik
a. Radiologi : CT Scan, MRI ditemukan adanya edema serebri,
hematoma serebral, herniasi otak
b. Pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit dan elektrolit
c. Pemeriksaan urine : penggunaan obat-obat
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan
aliran darah otak sekunder edema serebri, hematom.
2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan kerusakan
neuromuskular, kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-
paru.
3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretik,
pembatasan cairan.
4. Resiko Injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori,
gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
neuromuskuler, terapi bedrest, immobilisasi.
6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan
kognitif, sensori.

11
12
C. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
1 Gangguan perfusi Setelah diberikan tindakan 1. Kaji tingkat  Tingkat
jaringan serebral keperawatan selama 3 x 24 jam kesadaran dengan GCS. kesadaran
berhubungan dengan perfusi jaringan serebral membaik merupakan
kerusakan aliran darah dengan criteria hasil : 2. Kaji pupil, ukuran, indikator terbaik
otak sekunder edema
 Memori baik, dapat
raspon terhadap cahaya, adanya perubahan
mengenal lingkungan, waktu,
serebri, hematom. gerakan mata. neurologi.
orang. 3. Kaji refleks kornea
 Kemampuan kognitif dan reflek gag.  Mengetah
meningkat seperti mampu ui fungsi N.II dan
menghitung kembali dengan III.
tepat, kemampuan berpikir
logis, mampu memecahkan 4. Evaluasi keadaan  Menurun
masalah dan pengambila motorik dan sensori pasien. nya refleks
keputusan dengan benar. kornea dan
refleks gag
indikasi

5. Monitor tanda vital kerusakan pada

setiap 1 jam. batang otak.

 Ganggua

13
n motorik dan
sensori dapat
6. Observasi adanya terjadi akibat
edema periorbita, ekomosis edema otak.
diatas osmatoid rhinorrhea,
 Adanya
perubahan tanda
otorrhea.
vital seperti
respirasi
7. Pertahanan kepala menunjukkan
tempat tidur 30-40 derajat kerusakan pada
dengan posisi leher tidak batang otak.
menekuk.  Indikasi
adanya fraktur
8. Anjurkan pasien
basilar.
untuk tidak menekuk
lututnya / fleksi, batuk,
bersin, feses yang keras.
9. Pertahankan susu  Memfasil

normal. itasi drainasi vena


dari otak.

 Dapat

14
10. Monitor kejang dan meningkatkan
berikan obat anti kejang. tekanan
intrakranial.

 Suhu
tubuh yang
11. Lakukan aktivitas
meningkat akan
keperawatan dan aktifitas
meningkatkan
pasien seminimal mungkin.
aliran darah ke
otak sehingga
meningkatkan
12. Pertahankan TIK.
kepatenan jalan napas,  Kejang

suction jika perlu, berikan dapat terjadi

oksigen 100 % sebelum akibat iritasi

suction dan sesudah suction serebral dan

tidak lebih dari 15 detik. keadaan kejang


13. Monitor AGD, memerlukan
PaCO2 antara 35 – 45 banyak oksigen.
mmHg dan PaO2 > 80  Meminim
alkan stimulus

15
mmHg. sehingga
menurunkan TIK.

 Mempert
ahankan
adekuatnya
oksigen, suction
dapat
14. Berikan obat sesuai
meningkatkan
program dan monitor efek
TIK.Karbondioks
samping.
ida menimbulkan
vasodilitasi,
adekuatnya
oksigen sangan
penting dalam
mempertahankan
metabolisme otak.

 Mencega
h komplikasi

16
lebih dini.

2. Tidak efektifnya pola Setelah diberikan asuhan 1. Kaji frekwensi  Pernapasa


napas berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam pola napas, kedalaman, irama n yang tidak
kerusakan napas efektif dengan Kriteria hasil setiap 1-2 jam. teratur, seperti
neuromuskular, kontrol  Pasien dapat menunjukkan apnea, pernapasan
mekanisme ventilasi, pola napas yang efektif : cepat atau lambat
komplikasi pada paru- frekwensi < 20/menit , irama dan kemungkinan
paru ditandai dengan: kedalaman normal. 2. Auskultasi bunyi adanya
 Pasien  Fungsi paru-paru normal : napas setiap 1 – 2 jam. gangguann pada
mengeluh sesak tidak volume > 7 – 10ml/kg,
pusat pernapasan
napas atau kesulitan vital apactity > 12 – 15 ml/kg.
pada otak.
bernapas. 3. Pertahankan  Salah
 Frekwensi kebersihan jalan napas, satu komplikasi
pernapasan lebih suction jika perlu, berikan cedera kepala
dari 20 x /mt oksigen sebelum suction. adalah adanya
 Pola napas
4. Berikan posisi gangguan pada
tidak teratur.
 Adanya cuping semifowler. paru-paru
 Mempert
hidung.
 Kelemahan ahankan

17
otot-otot pernapasan. adekuatnya
 Perubahan 5. Mnitor AGD.
suplay oksigen ke
nilai AGD.
6. Berikan oksigen otak.
sesuai program
 Memaksi
malkan ekspansi
paru.
 Mempert
ahankan kadar
PaO2 dan PaO2
dalam batas
normal.Meningka
tkan suplay
oksigen ke otak.
3. Resiko defisit volume Setelah diberikan tidakan 1. Monitor intake dan  Mengetah
cairan berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam output cairan. ui keseimbangan
dengan terapi diuretik, deficit cairan tidak terjadi dengan cairan,
pembatasan cairan kriteria hasil penanganan lebih
ditandai dengan:  Pasien dapat dini. Jika output
 Adanya
mempertahankan fungsii urine < 30
pembatasan cairan.
hemodinamik : tekanan darah ml/jam, BJ urine
 Penggunaan
sistole dalam batas normal, > 1.025 indikasi
obat-obat diuretik.

18
 Terdapat denyut jantung teratur. kekurangan
 Terjadi keseimbangan cairan cairan.
tanda-tanda kurang
dan elektrolit : berat badan
2. Monitor hasil
 Hemotokr
cairan : haus,
stabil, intake dan output cairan it yang meningkat
turgor kulit kurang, laboratorium, elektrolit,
seimbang, tidak terdapat berarti cairan
mata cekung, kulit hemotokrit.
tanda-tanda dehidrasi. lebih pekat.
kering, mukosa
mulut kering.
 Ht meningkat. 3. Monitor tanda-tanda  Indikator
 Urine lebih dehidrasi : banyak minum, kekurangan
pekat, BJ Urine kulit kering, turgor kulit cairan.
menigkat dan kurang, kelemahan, berat
produksi berkurang. badan yang menurun.  Menggant
 Tekanan darah
4. Berikan caian i cairan yang
dibawah batas
pengganti melalui oral atau hilang.
normal, nadi
meningkat. parenteral.
 Intake dan
output cairan tidak
seimbang.
 Penurunan BB.

4. Resiko Injuri Setelah diberikan tindakan 1. Sediakan alat-alat  Aktivitas

19
sehubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam injuri yang untuk penangan kejang, kejang dapat
kerusakan persepsi tidak terjadi dengan kriteria hasil : misalnya obat-obatan, menimbulkan
sensori, gelisah,  Injuri tidak terjadi. suction. injuri / cedera.
gangguan fungsi  Kejang dapat dikontrol
 Orientasi dan persepsi pasien 2. Jaga kenyaman
motorik,
lingkungan, tidak berisik.
 Banyakny
baik.
kejang.Ditandai a stimulus
dengan meningkatkan
 Kerusakan
rasa frustasi
persepsi, orientasi 3. Tempatkan barang-
pasien.
pasien kurang. barang berbahaya tidak dekat
 Kesadaran dengan pasien seperti kaca,  Menghin
menurun. gelas, larutan antiseptik. dari trauma akibat
 Gangguang 4. Gunakan tempat benda-benda
fungsi motorik. tidur dengan penghalang dan disekelilingnya.
 Kejang.
 Mencega
roda tempat tidur dalam
keadaan terkunci. h terjadinya
5. Jangan tinggalkan trauma.
pasien sendirian dalam
keadaan kejang.
 Penangan
an lebih cepat dan

20
mencegah
terjadinya trauma.
5. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kembali  Mengiden
fisik berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam kemampuan dan keadaan tifikasi masalah
dengan penurunan tidak terjadi mobilitas fisik secara fungsional pada utama terjadinya
neuromuskuler, terapi dengan kriteria hasil kerusakan yang terjadi. gangguan
bedrest, immobilisasi,  Mempertahankan pergerakan 2. Monitor fungsi
mobilitas fisik.
ditandai dengan: sendi secara maksimal.
 Menentuk
motorik dan sensori setiap
 Paresis /  Terbebas dari kontraktur, an kemampuan
hari.
plegia. atropi. mobilisasi.
 Pasien bedrest.  Integritas kulit utuh. 3. Lakukan latihan  Mencega
 Kontraktur.  Kekuatan otot maksimal.
ROM secara pasif setiap 4 h terjadinya
 Atropi.
 Kekuatan otot jam. kontraktur.
kurang normal.
 Ketidak  Penekana
4. Ganti posisi setiap 2
mampuan n yang terus
jam sekali.
melakukan ADL. menerus
menimbulkan
iritasi dan

5. Gunakan bed board, dekubitus.


 Mencega
food board.

21
6. Koordinasikan h kontraktur.
aktifitas dengan ahli
 Kolabora
si penangan
fisioterapi.
fisioterapi.

7. Observasi keadaan
kulit seperti adanya  Mencega

kemerahan, lecet pada saat h secara dini

merubah posisi atau terjadinya

memandikan. dekubitus.
8. Lakukan pemijatan /
masage pada bagian tulang  Mencega
yang menonjol seperti pada h terjadinya
koksigis, skapula, tumit, dekubitus.
siku.
Gangguan persepsi Setelah diberikan tindakan
sensori berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam
1. Gunakan alat untuk  Alat memori
membantu meningkatkan membantu pasien
dengan kerusakan tidak terjadi gangguan sendori
memori pasien. mengingat.
kognitif, sensori dengan kriteria hasil
2. Buatkan jadwal
ditandai dengan:  Memori baik, dapat
kegiatan sehari-hari.  Membantu pasien
 Disorientasi.
mengenal lingkungan, mengingat waktu sesuai
 Ketidak
waktu, orang. aktivitas.

22
mampuan  Kemampuan kognitif
menilai. meningkat seperti mampu
3. Perkenalkan foto
menghitung kembali dengan
keluarga, teman, rumah pada
 Membantu
tepat, kemampuan berpikir mengingat kembali hal-
pasien.
logis, mampu memecahkan hal yang umum
masalah dan pengambila diketahui pasien.
keputusan dengan benar.

4. Berikan tanda  Pasien

pengenalan pada pengunjung dapat

pasien. mengidentifikasi
pengunjung yang
datang
5. Lakukan latihan kepadanya.
memori yang sederhana.  Latihan
memori dapat
membantu
mempercepat
pasien mengenal
6. Dokumentasikan informasi yang
kemampuan memori pasien. dibutuhkan.

23
 Menentuk
an perkembangan
memori pasien.
Orientasi
1. Kaji orientasi pasien.

 Salah
satu memori
adalah orientasi,
untuk intervensi
2. Panggil pasien lebih lanjut.
dengan nama kesukaannya.

 Alat
3. Perkenalkan diri untuk mengenal
sebelum berinteraksi dengan kembali ingatan
pasien secara berulang. pasien.

 Memberi

24
kan stimulus yang
sama dan terus
menerus akan
memudah
mengingat
kembali pasien.

25
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dalam tahap implementasi ini, perawat berperan sebagai pelaksana
keperawatan, memberikan support, advokasi, konselor dan penghimpunan
data (Capernito, 2006).
E. EVALUASI
Tindakan inteliktual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana keperawatan
dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri dari dua yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
a. Evaluasi formatif disebut juga proses evaluasi jangka pendek
atau evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan secepat nya setelah
tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
b. Evaluasi sumatif biasa disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir dan
evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan diakhir tindakan
keperawatan dilaksanakan. Dan menjadi suatu metode dalam
memonitor kualitas dan efisien, tindakan yang diberikan. Bentuk
evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP” (Setiadi.2008).

26
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, dkk. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doenges M.E. (2004), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Selemba Medika

Price. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume 1 dan 2. Jakarta :


EGC.
Setiadi. (2008).Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha
Ilmu

27

Vous aimerez peut-être aussi