Vous êtes sur la page 1sur 18

LAPORAN KASUS

SIKATRIK KORNEA

Oleh:

Inggit Luthfia Zahra

201810401011050

I-30

PEMBIMBING :

dr. Minggaringrum, Sp.M

SMF ILMU KESEHATAN MATA

RS BHAYANGKARA KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus stase mata dengan topik “Sikatrik Kornea”.
Laporan ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian Ilmu
Kesehatan Mata di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini,
terutama kepada dr. Minggaringrum, Sp.M selaku dokter pembimbing yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan dan penyempurnaan laporan
kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran khususnya mata.

Kediri, 5 Oktober 2018

Penyusun
BAB I
RESPONSI KASUS
Identitas :
- Nama : Nn. P
- Usia : 20 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Suku : Jawa
- Agama : Islam
- Alamat : Dusun Ngreco, Desa Rembang, RT 005/RW 002
- Pekerjaan : Karyawan Swasta
- Datang ke Poli Mata tanggal 2 Oktober 2018
Keluhan Utama:
Bercak putih pada kedua mata, pandangan kabur dan perih, terutama mata kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Bercak putih pada kedua mata, pandangan kabur dan perih, terutama mata kiri., tidak ada
secret, tidak gatal, tidak nrocoh, tidak ada sensasi kemasukan benda asing, silau saat
melihat cahaya
Riwayat Penyakit Dahulu:
Keluhan pertama dirasakan sekitar tahun 2010, mata sering merah namun dianggap
sepele oleh penderita. Penderita dengan hobi berenang sering mengalami mata merah lalu
diberi obat tetes seperti Rohto, Insto. Setelah diperiksakan ke dokter didiagnosis keratitis
(tahun 2011) pada mata kanan dan mata kiri, dengan mata kiri yang lebih berat. Setelah
diterapi tetap terjadi kekambuhan jika terpapar sinar matahari dan angin. Selalu silau jika
terpapar sinar matahari, bahkan jika mata sudah merah tidak bisa menahan silau dari sinar
hp.
- Riwayat memakai kacamata : (-)
- Riwayat trauma : (-)
- Riwayat alergi: debu, dingin
- Riwayat alergi obat: (-)
- Riwayat diabetes melitus : (-)
- Riwayat hipertensi : (-)
- Riwayat operasi : (-)
- pasien mengalami keluhan seperti ini selama 8 tahun
Riwayat Penyakit Keluarga : (-)
Riwayat Sosial : (-)
Riwayat Pengobatan : Cendo Lyteers (sodium chloride dan kalium chloride), Cendo
Xitrol (Dexamethasone, Neomycin Sulphate, Polymixin B Sulphate), Eyefresh
(hidroksimetil selulosa), Gentamicin, Polidemisin (Dexamethasone, Neomycin Sulphate,
Polymixin B Sulphate), Dibekacin (Dibekacin sulfate 0.3%), Cravit (Levofloksasin)
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
- Keadaan Umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
- Status gizi : baik
- Vital Sign
o TD : 120/80 mmHg
o T: 37OC
o Nadi : 88x/menit
o RR : 22x/menit
STATUS OFTALMOLOGIS

No. Pemeriksaan Mata kanan Mata kiri


Visus

 Visus 0,5 (6/12) 0,2 (6/30)


1.
 Koreksi - -

 Distansia pupil -

 Eksoftalmus (-)  Eksoftalmus (-)


 Endoftalmus (-)  Endoftalmus (-)
2. Kedudukan bola mata  Deviasi (- )  Deviasi (- )
 Gerakan bola mata  Gerakan bola mata
(bebas ke segala arah ) (bebas ke segala arah)
 Warna hitam  Warna hitam
3. Suprasilia
 Letak simetris  Letak simetris
Palpebra Superior

 Edema - -
4.
 Hiperemi - -

 Enteropion - -
 Ektropion - -

 Pseudoptosis/ptosis - -

 Benjolan - -

 Trikiasis - -
Palpebra Inferior

 Edema - -

 Hiperemi - -

 Enteropion - -

5.  Ektropion - -

 Pseudoptosis - -

 Benjolan - -

 Trikiasis - -

Konjungtiva Palpebra

 Secret (-)  Secret (-)

 Hiperemi (-)  Hiperemi (-)

 Folikel (-)  Folikel (-)


 Superior
 Papil (-)  Papil (-)

 Sikatriks (-)  Sikatriks (-)

6.  Benjolan (-) Benjolan (-)

 Secret (-)  Secret (-)

 Hiperemi (-)  Hiperemi (-)

 Folikel (-)  Folikel (-)


 Inferior
 Papil (-)  Papil (-)

 Sikatriks (-)  Sikatriks (-)

 Benjolan (-) Benjolan (-)

Konjungtiva Bulbi

7.  CVI - -

 PCVI - -
 Subconjunctival
- -
bleeding

 Pterigium - -

 Pingueculae - -

Sistem Lakrimalis

8.  Punctum lakrimalis  Terbuka  Terbuka


 Tes anel  Tidak dilakukan  Tidak dilakukan
Sklera
9.
Warna putih/Keruh Keruh Keruh
Kornea
 Kejernihan  Keruh  Keruh
 Permukaan  Cembung  Cembung
 Infiltrate  (-)  (-)
 Ulkus  (-)  (-)
10.
 Sikatrik  (+)  (+) lebih prominen
 Arkus senilis  (-)  (-)
 Edema  (-)  (-)
 Tes  Tidak dilakukan  Tidak dilakukan
placido
Bilik Mata Depan

 Jernih  (+)  (+)


11.
 Kedalaman normal  Normal  Normal
 Hifema/hipopion (-)  (-)  (-)

Iris
12.  Warna  Coklat  Coklat
 Regular  (+)  (+)
Pupil
 (+)  (+)
 Bulat
 3 mm  3 mm
13.  Diameter
 (+)  (+)
 Reflek cahaya
langsung dan tidak
langsung (+)
Lensa

14.  Keruh  (-)  (-)


 Shadow test  Tidak dilakukan  Tidak dilakukan

Tonometri
15.
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Segmen Posterior

 Fundus reflek Tidak dilakukan Tidak dilakukan


 Papil N. II Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16.
 Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Rasio arteri vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Reflek makula Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Okuli Dextra

Okuli Sinistra
Diagnosis dan differential diagnosis

Diagnosis: ODS sikatrik kornea tipe macula et causa keratitis kronis

TERAPI

Non medikamentosa: Menggunakan topi dan kacamata normal untuk melindungi mata dari
sinar matahari dan udara

Medikamentosa: Air mata buatan dan dekongestan

 Cendo Lyteers 4x sehari, 2 tetes pada mata kanan dan kiri


Cendo Lyteers mengandung sodium chloride dan kalium chloride untuk membantu
melumasi dan menyejukan mata kering akibat kekurangan cairan mata, iritasi,
penggunaan lensa kontak, gangguan penglihatan serta membantu melindungi mata
terhadap iritasi lebih lanjut.
 Cendo Vasacon 4x sehari, 2 tetes pada mata kiri
Cendo Vasacon mengandung Nafazolin HCl 0,05 %, Antazolin Fosfat 0,5 % sebagai
dekongestan untuk mengurangi kepekaan terhadap cahaya, mata merah, mata terasa
gatal dan pedih karena alergi, konjungtivitis karena alergi.

Pembedahan: Keratoplasty (Deep Anterior Lamellar Keratoplasty)

Diskusi

• Pasien ini didiagnosis dengan ODS sikatrik kornea tipe macula et causa keratitis kronis
berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

• Pada anamnesis dikatakan bahwa terdapat riwayat menderita keratitis selama ± 8 tahun,
pandangan buram dan terjadi penurunan visus.

• Pada pemeriksaan didapatkan penurunan visus (VOD = 6/12, VOS = 6/30), sklera dan
kornea tampak keruh, pada pemeriksaan visus ditemukan sikatrik pada kornea OS>OD.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Histologi Kornea

Kornea (Latin, cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan transparan dan avaskular yang
menutup bola mata bagian anterior7. Kornea mempunyai peranan dalam refraksi cahaya.
Indeks refraksi korna adalah 1,377 dan kekuatan refraksi sebesar +43.00 Dioptri,
merupakan 70% dari kekuatan refraksi mata.3
Permukaan anterior kornea berbentuk agak elips dengan diameter horizontal rata-
rata 11,5 - 11,7 mm dan 10,5 - 10,6 mm pada diameter vertikal sedangkan permukaan
posterior berbentuk sirkuler dengan diameter 11,7 mm. Pada orang dewasa ketebalan
kornea bervariasi dengan rata-rata 0,65 – 1 mm di bagian perifer dan 0,55 mm di bagian
tengah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kurvatur antara permukaan anterior dan
posterior kornea. Radius kurvatur anterior kornea kira-kira 7,8 mm sedangkan radius
kurvatur permukaan posterior rata-rata 6,5 – 6,8 mm. Kornea menjadi lebih datar pada
bagian perifer, namun pendataran tersebut tidak simetris. Bagian nasal dan superior lebih
datar dibanding bagian temporal dan inferior. Luas permukaan luar kornea kira-kira 1,3
cm2 atau 1/14 dari total area bola mata.3

Gambar 1. Anatomi Bola Mata3


Secara histologis kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu:
1. Epitel
2. Membran Bowman
3. Stroma
4. Membran Descemet
5. Endotelium3

Gambar 2. Lapisan – Lapisan Kornea Mata


1. Epitel
Tebalnya 50 μm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat
mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan
sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan
membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan
erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.7
Terdapat dua fungsi utama epitel: (1) membentuk barier antara dunia luar dengan
stroma kornea dan (2) membentuk permukaan refraksi yang mulus pada kornea dalam
interaksinya dengan tear film. Barier dibentuk ketika sel-sel epitel bergerak dari lapisan
basal ke permukaan kornea, secara progresif berdiferensiasi hingga sel-sel superfisial
membentuk dua lapisan sel tipis yang melingkar yang dihubungkan oleh tight junction
(zonula okluden), merupakan membran yang bersifat semipermiabel dan resistensi tinggi.
Barier ini mencegah masuknya cairan dari tear film ke stroma dan juga melindungi struktur
kornea dan intraokuler dari infeksi oleh patogen. Mikrovili pada hampir seluruh permukaan
superfisial sel-sel epitel dilindungi oleh glikokaliks sehingga dapat berinteraksi dengan
lapisan musin tear film agar permukaan kornea tetap licin. Berbagai proses metabolik,
biokemikal dan fisikal tampaknya mempunyai tujuan primer mempertahankan keadaan
lapisan sel epitel yang berfungsi sebagai barier dan agar permukaan kornea tetap licin.
Permukaan kornea yang licin berperan penting dalam terbentuknya penglihatan yang jelas.3
2. Membrana Bowman
Membrana Bowman merupakan lapisan superfisial pada stroma, di bawah
membrane basal epitel kornea, yang berfungsi sebagai barier terhadap stroma. Membrana
bowman merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Kepadatan lapisan Bowman menghalangi penyebaran infeksi ke
dalam stroma yang lebih dalam. Lapisan ini tidak dapat beregenerasi sehingga bila terjadi
trauma akan diganti dengan jaringan parut.3,7
3. Stroma
Stroma menyusun 90% ketebalan kornea. Stroma tersusun atas matriks ekstraselular
seperti kolagen dan proteoglikan. Matriks ekstraselular ini memegang peranan penting
dalam struktur dan fungsi kornea. Stroma terdiri atas kolagen yang diproduksi oleh
keratosit dan lamel kolagen.
Lamel merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya., pada
permukaan anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang,
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang lama, kadang hingga 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
Karena ukuran dan bentuknya seragam menghasilkan keteraturan yang membuat
kornea menjadi transparan. Serat-serat kolagen tersusun seperti lattice (kisi-kisi), pola ini
berfungsi untuk mengurangi hamburan cahaya. Transparansi juga tergantung kandungan
air pada stroma yaitu 70%. Proteoglikan yang merupakan substansi dasar stroma,
memberi sifat hidrofilik pada stroma. Hidrasi sangat dikontrol oleh barier epitel dan endotel
serta pompa endotel.3,7
4. Membrana Descemet
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya. Membrana Descemet
bersifat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm. Membran ini
lebih resisten terhadap trauma dan penyakit, dari pada bagian lain dari kornea.3,7
5. Endotel
Lapisan ini merupakan lapisan kornea yang paling dalam, tersusun dari epitel selapis
gepeng atau kuboid rendah. Berasal dari mesotelium berlapis satu, bentuk heksagonal,
besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden. Sel-sel ini mensintesa protein yang mungkin diperlukan untuk memelihara
membran Descement. Sel-sel ini mempunyai banyak vesikel dan dinding selnya
mempunyai pompa Natrium yang akan mengeluarkan kelebihan ion-ion natrium ke dalam
kamera okuli anterior. Ion-ion klorida dan air akan mengikuti secara pasif. Kelebihan cairan
di stroma akan diserap oleh endotel sehingga stroma dipertahankan dalam keadaan sedikit
dehidrasi, suatu faktor yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas refraksi kornea.
Dua faktor yang berkontribusi dalam mencegah edema stroma dan mempertahankan
kandungan air tetap pada 70% adalah fungsi barier dan pompa endotel. Fungsi barier
endotel diperankan oleh adanya tight junction diantara sel-sel endotel.3
Endotel memiliki mekanisme pompa endotel. Stroma kornea memiliki konsentrasi
Na+ 134 mEq/L sedangkan humor aquous 143 mEq/L. Perbedaan osmolaritas tersebut
menyebabkan air berpindah dari stroma ke humor aquous melalui osmosis. Mekanisme ini
diatur oleh pompa metabolik aktif sel-sel endotel. Pompa metabolik ini dikontrol oleh Na+
/ K+ ATPase yang terletak di lateral membrane. Dalam menjalankan fungsinya pompa
endotel tergantung pada oksigen, glukosa, metabolisme karbohidrat dan adenosine
triphosphatase. Keseimbangan antara fungsi barier dan pompa endotel akan
mempertahankan keadaan deturgesensi kornea.3

Gambar 3. Mekanisme Pompa Endotel3


Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis tanpa ada akhir saraf. Bulbus
Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4,7
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous,
dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.4
1.2 Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera
kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-
sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera
pada epitel hanya menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang
bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan
mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung
adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.4
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea.7
1.3 Sikatrik Kornea
2.3.1 Definisi
Sikatriks kornea adalah terbentuknya jaringan parut pada kornea oleh berbagai
sebab. Dapat disebabkan oleh trauma, bekas luka, maupun sebab-sebab lainnya.1
2.3.2 Etiologi
Kondisi medis berikut adalah beberapa kemungkinan penyebab luka kornea:
abrasi kornea, laserasi kornea, burns herpes simpleks, neurotrophic keratitis, syphilis
kornea, cedera. Cedera mata Bisa disebabkan oleh luka pada kornea (abrasi, laserasi, luka
bakar, atau penyakit), tergantung pada tingkat jaringan parut, visus dapat berkisar dari blur
ke kebutaan total walaupun sangat menyakitkan atau penyembuhan transparan (tidak
meninggalkan bekas luka). Lecet yang lebih dalam dan ulserasi/luka mengakibatkan
hilangnya jaringan kornea, yang diganti oleh jaringan parut. Sikatrik dari penyakit
(biasanya peradangan) biasanya merupakan hasil dari proliferasi pembuluh darah baru ke
dalam kornea yang mempercepat penyembuhan. Penyakit yang menyebabkan vaskularisasi
baru ke dalam kornea termasuk herpes simpleks, sifilis, dan keratitis. 1
2.3.3 Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi sikatrik kornea pada kedua mata ditemui 1,0% sedangkan
pada salah satu mata 0,5%. Prevalensi sikatrik kornea pada kedua mata tertinggi di Provinsi
Sumatera Barat (2,5%), terendah di Sumut, Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta, Papua
Barat dan Papua (0,3%).2,6
2.3.4 Klasifikasi
a. Nebula
• Penyembuhan akibat keratitis superfisialis.
• Kerusakan kornea pada Membrana Bowman sampai 1/3 stroma.
• Pada pemeriksaan, terlihat kabut di kornea, hanya dapat dilihat di kamar
gelap dengan Slit-lamp dan bantuan kaca pembesar.

Gambar 1. Nebula

b. Makula
• Penyembuhan akibat ulkus kornea.
• Kerusakan kornea pada 1/3 stroma sampai 2/3 ketebalan stroma.
• Pada pemeriksaan, putih di kornea, dapat dilihat di kamar gelap dengan
slit- lamp tanpa bantuan kaca pembesar.

Gambar 2. Makula
c. Leukoma
• Penyembuhan akibat ulkus kornea.
• Kerusakan kornea lebih dari 2/3 ketebalan stroma.
• Kornea tampak putih, dari jauh sudah kelihatan

Gambar 3. Leukoma.

Apabila ulkus kornea sampai ke endotel akan mengakibatkan perforasi, dengan tanda:
• Iris prolaps
• COA dangkal
• TIO menurun
Kemudian sembuh menjadi leukoma adheren (leukoma disertai sinekia anterior).4
2.3.5 Patofisiologi
Selama stadium awal, epitel dan stroma di area yang terinfeksi atau terkena trauma akan
membengkak dan nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) akan mengelilingi ulkus
awal ini dan menyebabkan nekrosis lamella stroma. Pada beberapa inflamasi yang lebih berat,
ulkus yang dalam dan abses stroma yang lebih dalam dapat bergabung sehingga menyebabkan
kornea menipis dan mengelupaskan stroma yang terinfeksi.3

Sejalan dengan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi, respon imun seluler dan
humoral digabung dengan terapi antibacterial maka akan terjadi hambatan replikasi bakteri.
Mengikuti proses ini akan terjadi fagositosis organism dan penyerapan debris tanpa destruksi
selanjutnya dari kolagen stroma. Selama stase ini, garis batas terlihat pada epitel ulkus dan
infiltrate stroma berkonsolidasi dan tepinya tumpul. Vaskularisasi kornea bisa terjadi jika
keratitis menjadi kronis. Pada stase penyembuhan, epithelium berganti mulai dari area tengah
ulserasi dan stroma yang nekrosis diganti dengan jaringan parut yang diproduksi fibroblast.
Fibroblast adalah bentuk lain dari histiosit dan keratosit. Daerah kornea yang menipis diganti
dengan jaringan fibrous. Pertumbuhan pembuluh darah baru langsung di area ulserasi
akan mendistribusikan komponen imun seluler dan humoral untuk penyembuhan lebih lanjut.
Lapisan Bowman tidak beregenerasi tetapi diganti dengan jaringan fibrous. Epitel baru akan
mengganti dasar yang ireguler dan vaskularisasi sedikit demi sedikit menghilang.3

Pada beberapa ulkus yang berat, keratolisis stroma dapat berkembang menjadi perforasi
kornea. Pembuluh darah uvea dapat berperan pada perforasi yang nantinya akan menyebabkan
sikatrik kornea. Sikatrik yang terjadi setelah keratitis sembuh dapat tipis atau tebal. Sikatrik
yang tipis sekali yang hanya dapat dilihat dengan slit lamp disebut nebula. Sedangkan sikatrik
yang agak tebal dan dapat kita lihat menggunakan senterdisebut makula. Sikatrik yang tebal
sekali disebut leukoma. Nebula difuse,yang terdapat pada daerah pupil lebih mengganggu
daripada leukoma yang kecil yang tidak menutupi daerah pupil. Hal ini disebabkan karena
leukoma menghambat semua cahaya yang masuk,sedangkan nebula membias secara ireguler,
sehingga cahaya yang jatuh di retinajuga terpencar dan gambaran akan menjadi kabur sekali.3
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien
penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing,
abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus
herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat
topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,
fungi, virus terutama keratitis herpes simplek.4
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya nebula, makula,
leukoma.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti:
• Ketajaman penglihatan
• Tes refraksi
• Tes air mata
• Pemeriksaan slit-lamp
• Fotokeratoskop
• Respon reflek pupil
2.3.7 Penatalaksanaan
Ketika jaringan parut kornea cukup padat untuk mempengaruhi penglihatan, sebuah
transplantasi kornea ditunjukkan. Prosedur ini 90% berhasil karena laju penolakan minimal
(karena kurangnya pasokan darah pada kornea). Implikasi: Pengobatan terbaik adalah
pencegahan (penyakit dan cedera).
Pencegahan bisa berupa:
• Pencegahan terhadap ulkus tetap dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap kali ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea
dapat mengawali timbulnya ulkus kembali dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi
mata.
• Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
• Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna,
gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
• Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat lensa
tersebut.5
Edukasi kebutuhan akan bervariasi, tergantung kondisi individu (luas dan Iokasi
jaringan parut kornea). Indikasi keratoplasti adalah jika terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
• Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
• Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
• Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.1,3,5
2.3.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa kebutaan parsial atau komplit.

2.3.9 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
DAFTAR PUSTAKA

1. Edelhauser HF. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers Physiology of
The Eye Clinical Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri, Mosby, 2005 : 47-
103
2. Erry. Distribusi dan Karakteristik Sikatrik Kornea di Indonesia, Riskesdas
2007. Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 1, Maret Tahun 2012.
P30-7.
3. American Academy of Ophthalmology. External Disease and Cornea Section
8. San Francisco; 2008-2009: 179-84.
4. Eva PR, Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, eds. General
Ophtalmology 17th ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49
5. Watsky MA, Olsen TW., Cornea and Sclera, In: Duane’s Clinical
Ophthalmology, (two volume, chapter four), Lippincott Williams & Wilkins.
USA : 2003
6. World Health Organization, Blindness: Vision 2020- Control of Major
Blinding Disease and Disorders, The Global Initiative for the Elimination of
Avoidable Blinness, feb 2000, in:
http://www.whoint/mediacentre/factsheets/ts214/en/print.ht ml.
7. Sidarta I, SR Yulianti. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.

Vous aimerez peut-être aussi