Vous êtes sur la page 1sur 44

ANALISIS SAMPEL BATUBARA DARI SUMATERA

SELATAN

ANDREAN

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
i

ABSTRACT
ANDREAN.Analysis of Coal Samples from South Sumatra. Supervised by DUDI
TOHIR and ASTUTI RAHAYU

A determination or an analysis of the characteristics on an analysis of coal


is conducted in balai research in a quantitative manner to characteristic of coal
consisting of some parameters, among them are the water level of moist, levels of
ashes, proportion of a substance fly, of carbon, hydrogen, nitrogen, oxygen,
sulphur content total and heat value. The characteristics on coal analyzed the
proximate test to determine the proportion of water, ash- levels and a fly , while
test ultimat for the determination of carbon, hydrogen, nitrogen, oksigen and
sulphur. The determination of the heat engine is also important in characteristics
of coal, the test was done with the methods ASTM. Based on proksimat analysis
of experiments on the sixth sample value fuel ratio obtained ranges at 0.81-0.97, it
showed that samples of coal from South Sumatra in the bituminous coal. The
value of heat engine on close analysis of a sample of coal obtained the result that
derived from South Sumatra including classification of sub bituminous coal b and
sub bituminous coal c based on classifications ASTM 1982 because it had the
value of heat engine be on a level of classification 9.500 < NK > 10.500 and 8.300
< NK > 9.500 BTU.

Keywords: analysis, coal, fuel ratio, heat value.


ii

RINGKASAN

ANDREAN. Analisis Sampel Batubara Dari Sumatera Selatan. Dibimbing oleh


DUDI TOHIR and ASTUTI RAHAYU

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan


organik. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul
dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Batubara
memiliki sifat masing-masing yang berbeda satu sama lainnya tergantung dari
tingkatan batubara itu sendiri. Tingkatan batubara terbagi menjadi beberapa
tingkatan atau golongan, yaitu antrasit, bituminous, sub bituminous, lignit, dan
gambut.
Penentuan karakteristik pada batubara merupakan suatu analisis yang
dilakukan untuk menentukkan tingkatan dari suatu batubara. Analisis-analisis
yang dilakukan yaitu uji proksimat, uji ultimat, dan nilai kalor. Uji proksimat
untuk penentuan kadar air, kadar abu dan zat terbang, uji ultimat untuk penentuan
kadar karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen dan sulfur, dan penentuan nilai kalor
untuk mengetahui kadar kalor yang terkandung dalam batubara. Seluruh uji
tersebut dilakukan dengan metode ASTM.
Berdasarkan percobaan pada analisis proksimat dari keenam sampel, nilai
fuel ratio yang diperoleh berkisar pada 0,77-0,97, hal ini menunjukkan bahwa
sampel batubara dari Sumatera Selatan termasuk ke dalam golongan batubara
bituminous. Pada analisis nilai kalor hasilnya menunjukkan bahwa sampel
batubara yang berasal dari Sumatera Selatan termasuk golongan batubara sub
bituminous B dan sub bituminous C klasifikasi ini berdasarkan ASTM 1982
karena memiliki nilai kalor berada pada tingkat klasifikasi 9.500 < NK > 10.500
dan 8.300 < NK > 9.500 BTU.

Kata kunci: analisis batubara, fuel ratio, nilai kalor.


iii

ANALISIS SAMPEL BATUBARA DARI SUMATERA


SELATAN

ANDREAN

Laporan Tugas Akhir


sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya pada
Program Diploma Keahlian Analisis Kimia

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
iv

Judul Tugas Akhir : Analisis Sampel Batubara dari Sumatera Selatan


Nama : Andrean
NIM : J3L109137

Disetujui

Drs.Dudi Tohir, M.S Astuti Rahayu, S.Si


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc Armi Wulanawati, S.Si, M.Si
Direktur Koordinator Program Keahlian

Tanggal Lulus :
v

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik
Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral dan Batubara. Penulis bersyukur dapat menyelesaikan laporan
PKL yang berjudul “Analisis Sampel Batubara dari Sumatera Selatan”. Laporan
tugas akhir ini disusun untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Ahli Madya
pada program studi Analisis Kimia Institut Pertanian Bogor.
Penulis banyak mendapatkan dukungan baik moril maupun teknis pada
saat penyusunan laporan tugas akhir, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Dudi Tohir, M.S selaku dosen
pembimbing PKL yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
dalam penyusunan laporan tugas akhir, serta Ibu Astuti Rahayu selaku
pembimbing lapangan yang telah memberikan arahan, saran, dan motivasinya.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga
yang telah memberikan dukungan doa, moril, dan materil. Serta ucapan terima
kasih kepada analis di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batu Bara dan semua teman-teman Analisis Kimia 46 yang telah memberikan
solusi, bantuan dan semangat. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Bogor, mei 2012

Penulis
vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 30 Juni 1991, lahir dari
pasangan suami istri Bapak Syafrul Halim Rozie dan Ibu Wijaya Ningsih. Penulis
merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 2003 penulis menyelesaikan
sekolah dasar di SDN 2 Pelita dan melanjutkan Sekolah di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Al-Kautsar Rajabasa. Sekolah Menengah Atas (SMA)
diselesaikan penulis pada tahun 2009 di SMA Al-Kautsar Rajabasa. Setelah
menyelesaikan SMA penulis melanjutkan kuliah di Direktorat Program Diploma
Insitut Pertanian Bogor Program Keahlian Analisis Kimia melalui jalur Ujian
Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjalani pendidikan, penulis aktif
mengikuti kegiatan di Program Analisis Kimia Diploma IPB, seperti makrab dan
fieldtrip. Penulis berkesempatan melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara Bandung.
vii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ viii
1 PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Tujuan ...................................................................................................2
1.3 Waktu dan Tempat ................................................................................2
2 KEADAAN UMUM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA .............................................3
2.1 Sejarah dan Perkembangan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara 3
2.2 Visi dan Misi..........................................................................................4
2.3 Tugas dan Fungsi ...................................................................................4
2.4 Kegiatan Laboratorium...........................................................................5
2.5 Struktur Organisasi.................................................................................6
3 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................8
3.1 Batubara.................................................................................................8
3.2 Jenis Batubara .......................................................................................9
3.3 Analisis Batubara .................................................................................10
3.4 Nilai Kalor...........................................................................................12
3.5 Standar Batubara ..................................................................................12
4.1 Alat dan Bahan.....................................................................................14
4.2 Prosedur...............................................................................................14
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................19
5.1 Analisis Proksimat ...............................................................................19
5.2 Analisis Ultimat ...................................................................................22
6 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................25
6.1 Simpulan..............................................................................................25
6.2 Saran....................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................26
LAMPIRAN ..................................................................................................27
viii

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil analisis uji proksimat dan fuel ratio .............................................. 20
2 Hasil analisis kadar C,H,N,O dan Sulfur................................................ 22
3 Nilai kalor berdasarkan dmmf ................................................................ 24

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Struktur Organisasi Puslitbang tekMIRA.............................................. 28
2 Hasil dan perhitungan penentuan kadar air lembab ............................... 29
3 Hasil dan perhitungan penentuan kadar abu.......................................... 29
4 Hasil dan perhitungan penentuan kadar zat terbang .............................. 30
5 Penentuan karbon padat dan fuel ratio .................................................. 31
6 Hasil dan perhitungan penentuan kadar sulfur total............................... 31
7 Hasil dan perhitungan penentuan nilai kalor ......................................... 32
8 Nilai kalor berdasarkan dmmf ............................................................... 32
9 Hasil dan perhitungan penentuan kadar C,H,N,O.................................. 33
10 Klasifikasi batubara.............................................................................. 34
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Energi yang digunakan rakyat Indonesia saat ini sebagian besar berasal
dari bahan bakar fosil, yaitu bahan bakar minyak, batubara, dan gas. Kerugian
penggunaan bahan bakar fosil selain merusak lingkungan, juga tidak terbarukan
(nonrenewable) dan tidak berkelanjutan (unsustainable). Batubara merupakan
sumber energi alternatif selain minyak bumi, konsumsi batubara di dalam negeri
yang terbesar adalah untuk kebutuhan pembangkit tenaga listrik, sedangkan untuk
industri lain seperti semen, besi baja, dan industri kecil masih relatif kecil.
Produksi dan konsumsi batubara Indonesia akan terus ditingkatkan sejalan dengan
laju pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan energi.
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan
organik. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul
dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi
tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang
kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara. Secara garis besar
batubara terdiri dari zat organik, air, dan bahan mineral. Batubara dapat
diklasifikasikan menurut tingkatan yaitu lignit, sub-bituminous, bituminous, dan
antrasit. Dimana tingkatan batubara yang paling tinggi adalah antrasit, sedang
tingkatan yang lebih rendah dari antrasit akan lebih banyak mengandung hidrogen
dan oksigen (Yunita 2000).
Usaha-usaha untuk memanfaatkan batubara secara maksimal perlu
ditunjang oleh teknologi yang tinggi dan data yang memadai tentang karakteristik
batubara yang terbesar di seluruh Indonesia, karena endapan batubara yang
tersebar di seluruh kepulauan Indonesia mempunyai karakteristik dan sifat-sifat
yang berbeda. Data karakteristik batubara Indonesia selain diperlukan untuk
menentukan jenis pemanfaatan yang tepat, juga diperlukan untuk memilih sistem
(teknologi) yang tepat sehingga dapat menunjang usaha peningkatan pemanfaatan
batubara yang berwawasan lingkungan.
2

1.2 Tujuan

Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL) secara umum menerapkan ilmu yang
telah diperoleh selama perkuliahan dalam dunia kerja. Tujuan (PKL) secara
khusus melakukan analisis sampel batubara dari sumatera selatan.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan tanggal 6 Februari - 6 April 2012 di


Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batubara Bandung.
3

2 KEADAAN UMUM PUSAT PENELITIAN DAN


PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN
BATUBARA

2.1 Sejarah dan Perkembangan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara


Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
(Puslitbang tekMIRA) merupakan balai penelitian yang berdiri pada tahun 1976.
Lembaga penelitian ini merupakan gabungan antara Balai Penelitian Tambang
dan Pengolahan Bahan Galian dengan Akademi Geologi dan Pertambangan. Pada
awal berdirinya, lembaga ini bernama Pusat Pengembangan Teknologi Mineral
(PPTM) dan berubah nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral (P3TM). Setelah melalui perkembangan lembaga ini kemudian
berganti nama kembali menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Mineral dan Batubara, seperti yang dikenal saat ini. Puslitbang tekMIRA berada
di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral
(Balitbang ESDM), Kementerian ESDM. Nama tekMIRA diharapkan dapat
menjadi lembaga yang profesional dalam melakukan kegiatan litbang dan
pelayanan jasa teknologi mineral dan batubara.
Guna mendukung manajemen dalam aspek kelitbangan dan administratif.
Puslitbang tekMIRA memiliki empat kelompok fungsional kelitbangan. Empat
kelompok fungsional tersebut yaitu, kelompok litbang pengolahan dan
pemanfaatan mineral, kelompok litbang pengolahan dan pemanfaatan batubara,
kelompok penerapan teknologi penambangan mineral dan batubara, dan
kelompok kajian kebijakan pertambangan mineral dan batubara. Selain itu,
Puslitbang tekMIRA didukung oleh tenaga profesional yang memiliki banyak
pengalaman dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi mineral
dan batubara serta didukung juga oleh laboratorium pengujian yang terakreditasi
oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), (ISO/IEC 17025:2005) serta sistem
pengelolaan manajemen yang telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000.
4

2.2 Visi dan Misi


Puslitbang tekMIRA memiliki visi yaitu menjadi puslitbang yang terdepan,
unggul, dan terpercaya dalam pemanfaatan mineral dan batubara. Untuk
merealisasikan hal tersebut, Puslitbang tekMIRA memiliki empat misi utama,
yaitu melakukan penelitian dan pengembangan, perekayasaan dan rancang bangun
di bidang teknologi pengolahan dan pemanfaatan mineral dan batubara yang up to
date, efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan; melakukan penelitian dan
pengembangan, perekayasaan dan rancang bangun di bidang teknologi
pengolahan dan pemanfaatan mineral dan batubara yang sesuai dengan kaidah
good mining practices; melaksanakan pengkajian tekno ekonomi dan kebijakan
mineral dan batubara terkini; serta melaksanakan pengelolaan keuangan, sumber
daya manusia, sarana prasarana, program, kerjasama dan sistem informasi yang
sesuai dengan kaidah kepemerintahan/kelembagaan yang baik (good governance).

2.3 Tugas dan Fungsi


Tugas Puslitbang tekMIRA antara lain melaksanakan penelitian dan
pengembangan teknologi pertambangan, teknologi pengolahan mineral, teknologi
pemanfaatan batubara, rancang bangun dan rekayasa pertambangan, tekno-
ekonomi dan informasi serta pelayanan jasa teknologi pertambangan dan
pemanfaatan batubara. Fungsi Puslitbang tekMIRA antara lain melakukan
penelitian dan pengembangan teknologi tambang terbuka, tambang dalam,
geomekanika tambang, keselamatan kerja dan reklamasi tambang, serta
melakukan pelayanan jasa teknologi penambangan; pengujian kimia dan fisika
mineral, penelitian dan pengembangan pengolahan mineral industri, mineral
logam, teknologi pengolahan atau ekstraksi mineral; dan pengujian kimia dan
fisika gambut, penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan konservasi
terhadap batubara dan gambut.
5

2.4 Kegiatan Laboratorium


Laboratorium Pengujian Kimia Mineral
Laboratorium Pengujian Kimia Mineral melakukan analisis komposisi kimia
bahan baku maupun hasil pengolahan atau produk berbagai mineral dan bahan
galian. Hasil analisis tersebut berguna untuk menunjang kegiatan penelitian,
kegiatan eksplorasi, dan kegiatan eksploitasi bahan tambang, bahkan sampai
kegiatan pemasaran.
Analisis yang dilakukan meliputi pengujian mineral lempung (kaolin, zeolit,
bentonit, bola lempung, felspar, tufa, tras, perlit, mika, diatome, obsidian, toseki,
dan batu apung); batuan/bijih sulfida (emas, perak, galena, pirit, kalkopirit,
spalerit, dan antimon); kapur (batu gamping, kalsit, dolomit, kapur tohor, dan
marmer); batuan fosfat, pasir kuarsa, pasir zirkon, bijih bauksit; bijih besi (pasir
besi, laterit, dan pelet besi); bijih mangan, barit, barium karbonat, batuan/bijih
timah, antimon, dan bismuth. Peralatan pendukung yang tersedia di laboratorium
ini diantaranya Spektrofotometer UV-Vis, AAS SpectrAA 220FS lengkap dengan
VGA dan GTA, Auto Titrator, Peralatan Fire Assay, Microwave Digester, Muffle
Furnace, Drying Oven dan sebagainya.

Laboratorium Pengujian Kimia Lingkungan


Laboratorium Kimia Lingkungan digunakan untuk melakukan analisis
dampak lingkungan (AMDAL). Analisis yang dilakukan meliputi pengujian air,
tanah, udara, debu dan suara. Khusus analisis limbah dan air permukaan yang
telah terakreditasi adalah parameter : Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, Cr, COD, pH, DHL,
dan TSS serta pengujian kesuburan tanah dengan parameter : pH (H2O dan KCl),
C organik, P dan O (HCl 25% dan asam sitrat 2%), kation yang dipertukarkan
(Na, K, Ca, Mg) dan Kapasitas Tukar Kation (KTK).
Laboratorium Kimia Lingkungan meliputi kemampuan untuk pengujian
kualitas air/air limbah, kesuburan tanah, dan udara. Selain itu laboratorium ini
juga melakukan uji toksisitas limbah pertambangan seperti TCLP (toxicity
characteristic leaching procedure)dengan metode EPA, dan prediksi
pembentukan air asam lambung baik dengan metode statistik(perhitungan asam
basa) maupun metode kinetik.
6

Laboratorium Pengujian Fisika Mineral


Laboratorium Pengujian Fisika Mineral menyiapkan layanan teknologi
analisis komposisi mineral yang meliputi uji mikroskopi, difraksi sinar-X (XRD),
serta melakukan pengujian sifat-sifat fisika mineral lainnya seperti distribusi
ukuran butir, daya serap air/minyak, dan kapasitas tukar kation. Pengujian yang
dilakukan yaitu identifikasi mineral dengan XRD untuk mengetahui jenis-jenis
mineral yang terkandung dalam contoh batuan. Fasilitas peralatan yang digunakan
ialah X-Ray Difraction.

Laboratorium Batubara
Laboratorium Batubara melakukan pengujian untuk mengetahui kualitas
batubara yang meliputi analisis proksimat (air lembab, zat terbang, kadar abu dan
karbon padat), analisis ultimat meliputi (C, H, S, N, Cl dan O), pengujian nilai
kalor, titik leleh abu, analisis komposisi abu batubara (SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO,
MgO, K2O, Na2O, TiO2, MnO2, dan LOI) dan analisa fisik lainnya yang meliputi
nilai muai bebas, berat jenis, true specific gravity, dan hard grove indeks. Adapun
peralatan pendukung yang digunakan meliputi furnace, oven, FSI oven, AFT
oven, dan alat instrument lain seperti sulphur, CHN, dan nilai kalor.

Laboratorium Mekanika Tanah dan Mekanika Batuan


Laboratorium Pengujian Mekanika Tanah melayani pengujian tanah,
diantaranya pengujian sifat-sifat fisik (kadar air, berat isi, berat jenis, analisis
ayak, hidrometer), sifat-sifat mekanik tanah (kuat tekan, kuat geser, konsolidasi,
permeabilitas, dan bahan jalan). Laboratorium Pengujian Mekanika Batuan
melayani pengujian batuan berdasarkan sifat-sifat fisik (kadar air, berat isi, berat
jenis, daya serap air, kekerasan), sifat-sifat mekanik (kuat tekan, kuat tarik,
triaxial, kuat geser residu, point load, ultrasionic/dynamic poisson's ratio), dan
agregat (daya aus gesek dengan bejana Los Angeles, daya aus tekan dengan bejana
Rudeloff, soundness dengan larutan natrium sulfat).

2.5 Struktur Organisasi


Secara struktural, Puslitbang tekMIRA berada dibawah Badan Penelitian
dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM.
Struktur organisasi puslitbang tekMIRA secara umum disajikan pada Lampiran 1.
7

Puslitbang tekMIRA diketuai oleh kepala pusat yang membawahi jabatan


fungsional dan 4 bidang yaitu bidang tata usaha, bidang sarana penelitian dan
pengembangan, bidang program dan bidang afiliasi.

\
8

3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Batubara
Batubara maerupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam
dengan komposisi yang cukup kompleks. Batubara adalah substansi heterogen
yang dapat terbakar dan terbentuk dari banyak komponen yang mempunyai sifat
saling berbeda. Proses perubahan tumbuhan menjadi batubara dikenal dengan
coalifikasi dengan urutan zat yang dihasilkan yaitu gambut, lignit, sub bituminous
dan antrasit.
Proses Pembentukan Batubara, yaitu:
Batubara merupakan sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang mengalami
perubahan bentuk awal hingga menjadi batubara. Penimbunan lanau dan sedimen
lainnya bersama dengan pergeseran kerak bumi (pergeseran tektonik) sehingga
mengubur rawa dan gambut, dengan penimbunan tersebut material tumbuhan
terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut
menyebabkan tumbuhan mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan
mengubah tumbuhan menjadi gambut dan kemudian batubara. Perubahan kimia
yang dimaksud adalah terjadinya perubahan yang kompleks dari senyawa
batubara yang berasal dari tumbuhan sebagai akibat dari proses pembusukkan,
pemupukkan, dan pemadatan. Pada proses tersebut terjadi pelepasan air, CO 2, dan
gas metana. Reaksi yang terjadi, yaitu:

5C6H10O5 C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO

Selulosa lignit gas metan

6C6H10O5 C20H2204 + 5CH4 + 9H2O + 7CO2 + 4C0

Selulosa bituminus gas metan (Sukandarrimidi 2006).

Perubahan fisika yang dimaksud adalah bertambah gelapnya warna dari massa
pembentukan batubara, naiknya kekerasan dan perubahan tekstur batubara.
Dengan semakin dalamnya timbunan sisa tanaman maka akan terjadi proses
selanjutnya yaitu proses geokimia, pada tahap ini terjadi proses selanjutnya, yaitu
9

dari gambut yang menjadi batubara lignit, subbituminous, bituminous, dan


antrasit, tahap ini disebut pembatubaraan (Daulay 2000).
Batubara yang terbentuk dari tanaman yang mengalami degradasi sedang
disebut batubara humat. Batubara humat memiliki ciri berlapis, mudah hancur
untuk batubara muda, sedangkan untuk batubara tua kuat. Warnanya bervariasi
mulai dari warna cokelat (batubara muda), hitam kusam (subbituminous), hitam
mengkilap (bituminous), dan hitam keperakan (antrasit) (Tsai 1982).

3.2 Jenis Batubara


Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan
waktu yang lama ( puluhan sampai jutaan tahun ) dibawah pengaruh fisika, kimia,
ataupun keadaan geologi. Batubara memiliki sifat masing-masing yang berbeda
satu sama lainnya tergantung dari tingkatan batubara itu sendiri. Tingkatan
batubara terbagi menjadi beberapa tingkatan atau golongan, yaitu :
1. Gambut (peat)
Golongan ini sebenarnya belum termasuk jenis batubara, tapi merupakan
bahan bakar, hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses
pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat asal dari bahan
dasarnya yaitu tumbuhan. Batubara jenis ini memiliki kadar air di atas 75% serta
nilai kalor yang paling rendah.

2. Lignit (Batubara coklat,”Brown coal”)


Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur
kekar dan gejala pelapisan. Lignit merupakan tingkat terendah dari batubara,
apabila dikeringkan maka gas dan airnya akan keluar. Batubara jenis ini
mengandung 35-75% air, kandungan karbon yang sedikit dan nilai kalor yang
rendah yaitu sebesar 4000 kal/g.

3. Sub-Bituminus (Bitumen Menengah)


Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-
hitaman. Batubara jenis ini terletak di antara batubara lignit dan sub-bituminus.
Batubara ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan
temperatur rendah.
10

4. Bituminus
Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh dengan
membentuk bongkah-bongkah prismatik. Batubara bituminus nengandung 68-
86% karbon, berkadar air 8-10%, nilai kalor sebesar 6000 kal/g dengan
kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Batubara ini dapat digunakan untuk
kepentingan transportasi dan jenis industri kecil.

5. Antrasit
Merupakan kelas batubara tertinggi, berbentuk padat, batu-keras dengan
warna jet-black berkilauan metalik, mengandung antara 86-98% unsur karbon
dengan kadar air kurang dari 8%, nilai kalor lebih dari 7300 kal/g, terbakar
lambat, dengan batasan nyala api biru dengan sedikit sekali asap.

3.3 Analisis Batubara


Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia
pada batubara diantaranya analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis
proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang
(volatile matter), dan kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen,
nitrogen, oksigen, dan sulfur (Munir 2009). Kualitas batiubara ini diperlukan
untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan untuk ditambang
selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.

Berdasarkan American Society for Testing and Materials (ASTM) parameter


analisis proksimat yang dilakukan meliputi:

a) Analisis Kadar Air Lembab (Moisture), penetuan kadar ini bertujuan untuk
mengetahui kadar air yang terdapat dalam batubara yang berukuran 60 mesh dan
nantinya dapat di hitung dengan kadar air bebas pada batubara bongkah dan pada
batubara ukuran 3 mm sebagai kadar air total.

b) Analisis Kadar Abu (Ash), abu merupakan kandungan residu non-


combustible yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO2),
kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainnya. Abu batubara yang
dicirikan oleh nisbah kadar oksida besi (Fe 2O3) dengan jumlah kadar CaO dan
11

MgO lebih besar dari satu, kebanyakan berasal dari tipe batubara bituminus
sampai antrasit (Rance 1975).

c) Analisis Kadar Zat Terbang (Volatile Matter), merupakan kandungan


batubara yang terbebaskan pada temparatur tinggi tanpa keberadaan oksigen
(misalnya CxHy, H2, dan SOx). Kandungan zat terbang mempengaruhi
kesempurnaan pembakaran dan intensitas nyala api. Nilai Karbon padat diperoleh
dari sisa hasil analisis kadar air, kadar abu, dan dari kandungan zat terbangnya.
Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh nilai karbon padat, karena semakin
tinggi nilai fuel ratio maka karbon yang tidak terbakar semakin banyak. Berikut
adalah hubungan nilai fuel ratio, karbon padat, dan kadar zat terbang :

Analisis proksimat lain seperti analisis karbon padat dan kadar air total tidak
dilakukan dalam pengujian.
Parameter analisis ultimat berdasarkan ASTM meliputi :

a) Nilai karbon, karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan
peningkatan derajat batubaranya. Karbon bertambah sesuai dengan naiknya
derajat batubara kira-kira 60-100%. Presentasenya akan lebih kecil pada lignit dan
menjadi besar pada antrasit dan hampir seratus persen dalam grafit. Unsur karbon
yang ada sangat penting peranannya sebagai penyebab panas.

b) Nilai hidrogen, hidrogen yang terdapat dalam batubara berupa kombinasi


alifatik dan aromatik dan berangsur habis akibat evolusi metana. Kandungan
hydrogen dalam lignit berkisar antara 5-6% dan sekitar 4,5-5,5% dalam batubara
berbitumin dan sekitar 3-3,5% dalam antrasit.

c) Nilai oksigen, oksigen yang terdapat dalam batubara berupa ikatan atau
kelompok hidroksil, metoksil dan karbonit, merupakan oksigen yang tidak reaktif.
Sebagaimana dengan hidrogen, kandungan unsur oksigen ini akan berkurang
selama evolusi atau pembentukan air dan karbondioksida. Nilai oksigen didapat
dari pengurangan angka 100% dengan jumlah kandungan (persentase) unsur-
unsur kimia lain (Sudarsono 2008). Kandungan oksigen dalam lignit sekitar 20%
atau lebih, berbitumin sekitar 4- 10% dan 1,5- 2% dalam antrasit.
12

d) Nilai nitrogen, nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa


organik. Nitrogen terbentuk hampir seluruhnya dari protein bahan tanaman
asalnya. Jumlahnya sekitar 0,5% sampai 3,0%. Batubara berbitumin biasanya
mengandung lebih banyak nitrogen daripada lignit dan antrasit.

e) Nilai sulfur, sulfur dalam batubara umumnya terdapat hanya dalam jumlah
kecil dan kemungkinan berasal dari protein tanaman pembentuk dan diperkaya
oleh bakteri sulfur. Kehadiran sulfur dalam batubara biasanya lebih kecil 4%
tetapi dalam beberapa hal mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Sulfur terdapat
dalam tiga bentuk yaitu sulfur pirit (pyritic sulphur), anorganik sulfur, sulfur
organik dan sulfat. Sulfur pirit biasanya berjumlah berkisar 20-80% dari total
sulfur dan terdapat dalam makrodeposit (lensa urat, kekar bola dan lain-lainnya)
dan mikrodeposit (partikel halus yang menyebabkan sulfur organik berjumlah
sekitar 20% sampai 80% dari jumlah sulfur seluruhnya. Sulfur dalam batubara
biasanya berasosiasi dengan konsentrtasi sulfat selama pembentukan endapan.

3.4 Nilai Kalor


Nilai kalor sangat menentukan tingkatan atau golongan suatu batubara, nilai
kalor dapat diukur menggunakan alat bom kalorimeter. Bom kalorimeter adalah
suatu alat yang digunakan untuk menentukan panas yang disebabkan oleh suatu
bahan bakar dan oksigen pada volume tetap. Bom kalorimeter ditemukan oleh
Prof. S.W. Parr pada tahun 1912, oleh sebab itu alat tersebut sering disebut ”Parr
Oxygen Bomb Calorimeter”.

3.5 Standar Batubara


Bertujuan untuk mengelompokkan batubara menurut jenis dan kualitasnya.
Standar batubara yang digunakan adalah :
1. ASTM (American Society fo Testing and Materials) Classification merupakan
standar bagi amerika serikat, mulai berlaku sejak tahun 1938. Untuk menentukan
jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society fo Testing and Materials
(ASTM, 1981, op cit Wood et al 1983). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah
karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry mineral matter free (dmmf). Untuk
mengubah basis air dried (adb) menjadi dry mineral matter free (dmmf) maka
digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al 1983).
13

2. International classification dalam klasifikasi ini diperlukan data sebagai


berikut:
a. Persen zat terbang “daf” (dry air free)
b. Nilai kalor “maf” (moist ash free)
3. National Coal Board Classification berdasarkan metode Coal Rank Code
(CRC) yang membutuhkan data zat terbang dan gray king assay, yaitu:
a. VM (dmmf) = 100 – FC (dmmf)
b. Tipe kokas dari gray king assay dapat dinyatakan dalam Coal Rank Code.
14

4 BAHAN DAN METODE

4.1 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penentuan karakteristik batubara ini
diantaranya neraca analitik, sudip, kuas, botol timbang , oven, cawan porselein,
tanur, gegep besi, pan, eksikator, densitometer, bom kalorimeter merek LECO-
500, FSI meter, CHN meter merek LECO, dan sulfur meter merek LECO, dan
alumunium foil.
Bahan-bahan yang digunakan diantaranya batubara, tisu, gas oksigen, gas
helium, gas nitrogen, gas hidrogen, dan akuades.

4.2 Prosedur
Penatapan Kadar Air Lembab
Prinsip penentuan yaitu dengan cara menghitung kehilangan berat dari
contoh batubara/kokas yang dipanaskan pada suhu dan kondisi standar dalam
oven pengering (ASTM D 3173 2009).
Kadar air lembab batubara, ditimbang 1 g sampel berukuran 60 mesh ke
dalam botol timbang yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dipanaskan
dalam oven pada suhu 1050C selama 60 menit, kemudian didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang bobot akhir sampel. Dihitung kadar air lembab pada
batubara. Kadar air lembab dapat dihitung menggunakan perhitungan sebagai
berikut :

=

Keterangan: a = bobot botol + sampel sebelum pemanasan


b = bobot botol kosong
c = bobot botol + sampel setelah pemanasan

Penetapan Kadar Abu


Prinsip penentuan kadar abu yaitu dengan cara menimbang sisa hasil
pembakaran sempurna contoh batubara/kokas pada kondisi standar sampai
pengabuan sempurna (ASTM D 3174 2009).
15

Kadar abu batubara, ditimbang 1 g sampel ukuran 60 mesh ke dalam


cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dipanaskan pada suhu
rendah (4000C), kemudian perlahan – lahan suhu dinaikkan sampai 800oC.
Pemanasan dilakukan sampai sempurna (3 jam), setelah itu didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang bobot akhir sampel. Dihitung kadar abu pada batubara.
Kadar abu dapat dihitung menggunakan perhitungan sebagai berikut :

=

Keterangan : a = bobot botol + sampel sebelum pemanasan


b = bobot botol kosong
c = bobot botol + sampel setelah pemanasan

Penetapan Kadar Zat Terbang


Prinsip penentuan kadar zat terbang yaitu dengan cara menghitung
kehilangan berat dari contoh yang dipanaskan tanpa oksidasi pada kondisi standar,
kemudian dikoreksi terhadap air lembab (ASTM D 3172 2009).
Kadar zat terbang batubara, sebanyak 1 g sampel berukuran 60 mesh
ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam cawan silika yang telah diketahui bobot
kosongnya, kemudian dipanaskan dalam carbolite furnace pada suhu 900ºC
selama ± 7 menit, setelah itu didinginkan dan ditimbang bobot akhir sampel.
dihitung kadar zat terbang pada batubara. Kadar zat terbang dapat dihitung
menggunakan perhitungan sebagai berikut :


= 100 −

Keterangan : a = bobot botol + sampel sebelum pemanasan


b = bobot botol kosong
c = bobot botol + sampel setelah pemanasan

Penetapan Kadar Karbon, Hidrogen dan Nitrogen dengan Teknik Infra Red
(IR) dan Thermal Conductivity (TC)
Prinsip penentuan kadar C,H,N yaitu contoh batubara dibakar pada
temperatur tinggi dalam aliran oksigen sehingga seluruh hidrogen diubah menjadi
uap air, karbon menjadi karbondioksida dan nitrogen menjadi nitrogen oksida.
Uap air dan karbondioksida ditangkap oleh detektor infra red sedangkan nitrogen
16

ditentukan dengan thermal conductivity detector (TCD). Oksigen ditentukan


dengan cara perhitungan yaitu 100% dikurangi jumlah persen kadar hidrogen,
nitrogen, belerang, dan abu (ASTM D 5373 2009).
Penentuan kadar CHN ada beberapa tahap sebelum memulai analisis yaitu,
pertama dicek sistem parameter alat dengan cara gas oksigen dan helium dibuka
lalu diatur tekanannya ± 40 psi kemudian alat CHN dinyalakan.Sistem parameter
pada menu ambient monitor dicek dengan cara menekan tombol maintance,
kemudian tombol ambient monitor dibiarkan sampai nilai minimum dan
maksimum terpenuhi. Setelah itu dicek kestabilan nilai-nilai yang ditampilkan
didalam monitor dengan cara tanda panah keatas atau kebawah disentuh.
Tahap kedua yaitu membuat metode, tombol method dari front panel
disentuh, setelah itu tombol add method disentuh, lalu dimasukkan nama method,
kemudian tombol OK disentuh sehingga method tersimpan, tombol cancel
disentuh untuk membatalkan. Tahap ketiga yaitu mendefinisikan standar (define
standar), tombol calibrate pada front panel disentuh lalu menu define standar
dipilih, setelah itu tombol add disentuh sehingga jendela pop-up terbuka,
kemudian dimasukkan ID code, lot #, standar, kontrol batas terendah, batas
tertinggi dan sigma, lalu tombol OK ditekan atau tombol cancel untuk
membatalkan.
Selanjutnya yang keempat analisis sampel, tombol method pada front
panel disentuh kemudian dipilih method yang akan digunakan, menu analyze
dipilih dengan menyentuh tombol analyze, lalu tombol log-in disentuh,
dimasukkan tanda contoh. sebanyak 0.1000 g sampel ditimbang menggunakan
pembungkus khusus, kemudian tombol enter weight ditekan, lalu dibuat seperti
bola setelah itu tombol analyze di tekan sehingga analisis dapat berjalan. Tahap
kelima yaitu analisis standar, agar didapat kalibrasi yang akurat, dilakukan
analisis contoh standar dengan ditimbang bobot yang berbeda dari masing-masing
contoh standar dalam 5 kali penimbangan. Pengkalibrasian dilakukan dengan
cara, tombol calibrate pada front panel disentuh, dipilih calibration, lalu dipilih
karbon, hidrogen, atau nitrogen pada jendela, kemudian menu Pg UP dan Pg Dn
disentuh sehingga layar berikutnya dapat ditampilkan.Tombol Include Result pada
hasil analisis yang akan digunakan untuk koreksi disentuh dan sebaliknya tombol
17

Exclude Results disentuh bila hasil tak digunakan., setelah itu tombol Process
Results disentuh, sehingga nilai kalibrasi baru secara otomatis akan dihitung
berdasarkan data hasil include result, lalu tombol OK disentuh untuk menyimpan
nilai kalibrasi baru. Tombol ESC disentuh untuk keluar dari menu ini.
Tahap terakhir yaitu drift corection, dilakukan analisis contoh sebanyak 3-
5 kali penimbangan sehingga didapat hasil yang akurat. Drift corection dilakukan
dengan cara tombol calibrate pada front panel disentuh, dipilih drift corection ,
lalu dipilih karbon, hidrogen, atau nitrogen dari jendela. Langkah selanjutnya
sama seperti langkah pengkalibrasian standar diatas.

Penetapan Kadar Belerang Total menggunakan Metode (IR)


Prinsip penentuan kadar belerang total yaitu dengan cara batubara dibakar
dalam combustion tube furnace pada suhu 13500C dalam aliran oksigen. Gas
belerang oksida yang terbentuk diserap oleh infra red dan kadar belerang yang
diperoleh ditmpilkan dalam layar (ASTM D 4239 2010).
Penentuan kadar belerang total ada beberapa tahap sebelum memulai
analisis yaitu, pertama sistem diagnostic pada alat dicek dengan cara, pada menu
tools di klik diagnostic, box dialog akan muncul lalu diklik alarm relay, alarm
relay telah aktif ditunjukkan dengan adanya tanda (v). Tahap kedua membuat
metode dengan cara, suhu tungku dinaikkan pada 1350ºC, ditekan method pada
menu tools, lalu tombol new ditekan untuk membuat metode, kemudian nama
method ditekan dua kali sehingga method set up ditampilkan.
Tahap ketiga yaitu membuat standar dengan cara, pada menu tools ditekan
standard, tekan tombol new lalu masukkan nama standar dan dimasukkan kadar
belarang total yang telah diketahui nama serta nilai kadarnya. Tahap keempat
yaitu analisis sampel dengan cara, method yang digunakan dipilih lalu ditimbang
sampel sebanyak 0.2000 g menggunakan cawan khusus, kemudian menu analyze
ditekan sampai sistem prompt memberi perintah masukkan sampel pada layar
secepatnya sampel dimasukkan pada combustion boat sampai ujung tungku
(furnace) dan secara otomatis analisis dimulai. Waktu analisis, peak yang terbaca,
dan konsentrasi dalam persen ditampilkan pada layar monitor.
18

Penetapan Nilai Kalor


Prinsip penentuan nilai kalor yaitu dengan cara batubara dibakar dalam
bom kalorimeter pada kondisi standar. Panas yang dihasilkan dihitung dengan
kenaikan suhu setelah pembakaran, dikurangi beberapa nilai koreksi (ASTM D
5865 2010).
Penetapan nilai kalor dilakukan dengan cara, dihidupkan Isoperibol Bomb
Calorimeter, Water Handling System, dan Cooler, lalu dibiarkan beberapa saat
sampai suhu jacket mencapai 30-35ºC. Bucket diisi dengan aquadest sebanyak 2
L, kemudian sebanyak ± 1 g sampel berukuran 60 mesh ditimbang menggunakan
cawan khusus, lalu ditempatkan di dalam gantungan yang sudah dipasang kawat
(fuse wire), setelah itu dimasukkan ke dalam Bomb Calorimeter, dan diisi dengan
gas oksigen. Bomb Calorimeter dimasukkan ke dalam bucket kemudian
disambungkan dengan terminal bomb fuse dan tombol start ditekan, dibiarkan
sampai proses analisis selesai dan data keluar. Setelah proses selesai, air dalam
bucket dimasukkan ke dalam Water Handling System dan Bomb Calorimeter di
bersihkan.
19

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Proksimat


Analisis proksimat adalah analisis yang paling mendasar dalam penentuan
kualitas batubara yang meliputi penentuan kadar air lembab, kadar abu, kadar zat
terbang dan karbon tertambat (fixed carbon).
Penentuan kadar air lembab bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kadar air yang terkandung di dalam sampel batubara yang di uji, sehingga dapat
menentukan kualitas batubara tersebut cocok digunakan dalam proses industri,
karena semakin besar kandungan air dalam sampel maka diperlukan energi yang
cukup banyak dalam proses pembakaran batubara dalam suatu industri. Air yang
terkandung dalam batubara ada dua yaitu air bebas dan air lembab, air bebas yaitu
air yang terikat secara mekanik pada permukaan dan mempunyai tekanan uap
normal (kadarnya dipengaruhi oleh cuaca) sedangkan air lembab yaitu air yang
terikat secara fisik pada bagian dalam batubara dan mempunyai tekanan uap di
bawah normal.
Analisis abu sangat penting pada penggunaan energi batubara dalam
industri, diantaranya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya pengerakan
dalam dinding alat (Furnace), selain itu kadar abu juga biasanya dipakai sebagai
indikasi kualitas atau grade batubara karena kadar abu merupakan ukuran bagi
material yang tidak terbakar. Batubara yang dibakar mampu merubah senyawa
anorganik menjadi senyawa oksida yang berukuran halus dalam bentuk abu. Abu
hasil pembakaran ini dikenal sebagai ash content atau kandungan abu batubara
(Sukandarrumidi 2006).
Kadar zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil
dekomposisi senyawa-senyawa yang terdapat di dalam batubara selain air.Dalam
pembakaran batubara, zat terbang merupakan parameter penting karena
memberikan indikasi kasar tentang karakteristik pembakaran yang meliputi
penyalaan, stabilitas nyala, dan reaktifitas. Kandungan zat terbang berkaitan
dengan proses pembatubaraan yang mengakibatkan kandungan air dalam batubara
akan berkurang, sebaliknya semakin kecilnya kandungan air maka nilai kalor
20

akan meningkat (Sukandarrumidi 2006). Berikut ini adalah hasil analisis


proksimat dari 6 sampel yang dianalisis dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil analisis uji proksimat dan fuel ratio


Penentuan Kode Sampel
(%) 7363 7364 7365 7366 7367 7368
Kadar Air 10.42 9.44 11.78 10.36 11.08 11.58
Kadar Abu 6.46 18.42 3.42 8.93 2.61 18.33
Kadar Zat Terbang 43.55 37.03 42.58 45.63 43.76 35.49
Karbon Padat 39.57 35.11 42.22 35.08 42.55 34.60
Fuel Ratio 0.91 0.95 0.99 0.77 0.97 0.97

Air yang terkandung dalam batubara dapat mempengaruhi sifat batubara


ketika digunakan dalam pembakaran, karena kadar air batubara akan mengurangi
kalori akibat adanya panas yang terbuang dalam penguapan air, mempengaruhi
efisiensi pembakaran, menghambat penyalaan. Kadar air pada sampel berkisar
antara 9.44-11,78%, hal ini menunjukkan bahwa sampel termasuk dalam
golongan batubara bituminous, karena memiliki kadar air lembab yang di bawah
20% (Tsai 1982).Selain berpengaruh pada pembakaran, kadar air juga
berpengaruh pada segi biaya sebab kadar air akan menambah berat batubara pada
saat sampling dilakukan sehingga menambah biaya transportasi. Kapasitas
penggerusan juga akan berkurang dengan jika semakin tingginya kadar air dalam
batubara.
Abu batubara merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran,
unsur penyusun abu batubara berasal mineral yang terikat kuat pada batubara
seperti silika, alumunium oksida, ferri oksida, dan oksida alkali. Kadar abu pada
sampel berkisar antara 2,61-18,42%, kadar abu pada batubara dapat
mempengaruhi jumlah bahan bakar yang dibutuhkan. Pengaruh abu juga kurang
baik terhadap nilai kalor, jika semakin tinggi nilai kadar abunya maka akan
semakin rendah nilai kalor dari suatu batubara, karena jumlah material anorganik
(mineral) yang terkandung tinggi sehingga pada saat proses pembakaran semua
zat organik akan teroksidasi menjadi zat-zat seperti CO2 dan H2O yang akan
menghasilkan kalor, sedangkan mineral-mineral tidak akan teroksidasi menjadi
21

uap, mineral-mineral tersebut akan mengendap sehingga tidak akan menghasilkan


kalor.
Zat terbang sangat erat kaitannya dengan kelas batubara tersebut, semakin
tinggi kadar zat terbang maka semakin rendah pula kelasnya, karena semakin
tinggi kandungan zat terbang dalam batubara akan mempercepat terjadinya
pembakaran, semakin banyak kehilangan berat, dan kemungkinan terjadinya
kebakaran (spontaneous combustion) akan meningkat. Kadar zat terbang
diperoleh pada sampel berkisar antara 35,49-45,63%, hal ini menunjukkan bahwa
sampel termasuk dalam golongan batubara bituminous, karena memiliki kadar zat
terbang lebih dari 31%, namun masih dibawah 40% (Tsai 1982). Dalam
pembakaran batubara zat terbang yang tinggi dapat mempercepat pembakaran
karbon padatnya dan sebaliknya zat tebang yang rendah akan memperlambat
proses pembakaran karbon padatnya. Zat terbang terdiri dari gas SO2, CO2, CO,
NOX, CH4, dan uap tar yang berfungsi sebagai pemantik dalam pembakaran
batubara sebelum karbonnya terbakar. Kadar zat terbang yang tinggi di dalam
batubara juga akan menyebabkan asap yang lebih banyak sehingga menyulitkan
proses pembakaran.
Fixed carbon merupakan material yang tersisa, setelah berkurangnya
moisture, volatile matter, dan ash. Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh
nilai karbon padat, karena semakin tinggi nilai fuel ratio maka karbon yang tidak
terbakar semakin banyak. Nilai fuel ratio dapat menunjukkan golongan pada suatu
batubara yang ditentukan berdasarkan perbandingan nilai fuel ratio pada sampel
dan range nilai pada standar dmmf. Kisaran nilai dari fuel ratio berdasarkan
standar dmmf untuk antrasit yaitu berkisar 10-60 ; semi antrasit berkisar 6-10 ;
semi bituminous berkisar 3-7 ; bituminous berkisar 0,5-3. Semakin tinggi nilai
fuel ratio, karbon yang tidak terbakar semakin banyak (Sukandarrumidi 2006).
Berdasakan hasil analisis yang disajikan pada tabel 1 diperoleh nilai fuel ratio
dibawah 1, nilai tersebut bila dibandingkan dengan standard berdasakan dmmf
maka menunjukkan bahwa sampel batubara yang berasal dari Sumatra selatan
termasuk kedalam golongan batubara bituminous.
22

5.2 Analisis Ultimat


Analisis ultimat merupakan analisis kimia untuk mengetahui unsur-unsur
yang terdapat dalam batubara yang meliputi penentuan kadar karbon, hidrogen,
nitrogen, kadar belerang, dan nilai kalor.
Pengujian kadar karbon, hidrogen, dan nitrogen dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang bermerek LECO CHN. Instrumen ini menggunakan
suhu 900oC yang bekerja sacara auto analyzer. Gas helium yang digunakan
berfungsi sebagai gas tekan yang menyebabkan uap air dan karbondioksida yang
dihasilkan dari pembakaran menuju ke detector infra red (IR), sedangkan nitrogen
oksida menuju detectorthermal conductivity( TC ). Kadar belerang memiliki
pengaruh terhadap pembakaran batubara, yaitu apabila batubara dibakar.
Penentuan nilai belerang total metode infra red dilakukan menggunakan
alat LECO S-144 DR. Gas oksigen yang digunakan berfungsi untuk membantu
pembakaran. Hasil yang diperoleh dalam penentuan nilai kadar karbon, hidrogen,
nitrogen dengan Teknik Infra Red (IR) dan Thermal Conductivity (TC). Kadar
C,H,N dan sulfur total dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil analisis kadar C,H,N,O dan S

Kode Karbon Hidrogen Nitrogen Oksigen Sulfur


Sampel (%) (%) (%) (%) Total (%)
7363 57,77 5,36 0,76 29,65 2.24
7364 46,75 4,43 0,55 29,85 5.96
7365 58,18 5,33 0,91 32,16 0.44
7366 54,16 5,04 0,67 31,20 0.72
7367 58,86 5,12 0,70 32,71 1.88
7368 47,94 4,75 0,68 28,30 0.66

Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada tabel 2, kadar karbon pada
sampel berkisar antara 46,75–58,86%, berdasarkan kadar karbon kita dapat
memprediksi nilai kalor dalam sampel karena kadar karbon bertoleransi dengan
nilai kalor, jika kadar karbon tinggi maka umumnya nilai kalor akan tinggi juga.
Kadar hidrogen yang diperoleh pada percobaan berkisar antara 4,43-5,36 %, kadar
hidrogen berpengaruh terhadap jumlah kandungan air yang terdapat dalam
sampel. Kadar nitrogen dalam sampel berkisar antara 0,56-0,91 %, nitrogen yang
terkandung dalam batubara dapat menyebabkan terjadinya reaksi perubahan gas
23

nitrogen menjadi NOx pada waktu pembakaran yang merupakan polutan yang
berbahaya, maka kadar nitrogen pada setiap batubara diharapkan sangat kecil
sekali. Berbeda dengan kadar nitrogen, kandungan oksigen dari suatu batubara
diharapkan sangat besar karena diperlukan dalam proses pembakaran dalam
batubara, semakin tinggi kadar oksigen maka semakin cepat pula proses
pembakaran. Kadar oksigen pada sampel berkisar antara 28,30-32,72%.
Keberadaan belerang (sulfur) dalam batubara akan berpengaruh terhadap
tingkat korosi sisi dingin (sisi luar) yang terjadi yang terjadi pada elemen pemanas
udara (terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari letak embun sulfur), juga
berpengaruh terhadap efektivitas peralatan penangkapan abu (electrostatic
precipitator). Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 2 di atas kadar belerang
sampel berkisar antara 0,44-5,96 %, kandungan belerang pada setiap batubara
diharapkan kecil sekali karena pada proses pembakaran SO x yang dihasilkan bila
bereaksi dengan uap air akan menyebabkan terbentuknya hujan asam
(Sukandarrumidi 1995), dan bila terjadi pengikatan oksida belerang oleh lapisan
yang kaya akan alkali dari abu batubara akan menyebabkan korosi lokal dari pipa
boiler.
Nilai kalor membantu jumlah batubara yang diperlukan untuk
mendapatkan panas pada boiler yang diinginkan, dan memberikan nilai
keekonomian batubara (Suprapto 2006). Pengukuran nilai kalor pada batubara
dilakukan dengan menggunakan bom kalorimeter Leco AC-350. Gas oksigen
yang digunakan pada pengujian berfungsi untuk membantu pembakaran,
sedangkan motor penggerak pengaduk berfungsi untuk menjamin keseragaman
temperatur air disekitar bomb, sedangkan untuk pemenasan luar digunakan mantel
agar suhu tetap seragam. Proses dimulai dengan arus listrik yang membakar
sumbu sampai habis, panas yang berkembang secara eksotermik akan mengalir
dari bom ke air, sehingga suhu dalam seluruh sistem akan naik. Kuantitas panas
yang dilepas sebagai hasil dapat dihitung dari kenaikkan suhu dan banyaknya
panas yang diserap oleh kalorimeter dan air yang terkandung (Eubanks et al
2006). Hasil yang diperoleh dalam penentuan nilai kalor dapat dilihat pada tabel
3.
24

Tabel 3 Nilai kalor berdasarkan dmmf

Rerata Koreksi
Sampel Kalor dmmf
Nilai Kalor (kal/g)

7363 5287 9978


7364 4299 8923
7365 5288 9835
7366 4816 9513
7367 5261 9463
7368 4269 9583

Nilai kalor dipengaruhi oleh kandungan air dan abu yang terdapat dalam
batubara. Tinggi rendahnya kandungan air dan abu akan berpengaruh pada karbon
padat sebagai penghasil panas, jika kadar air dan abu tinggi maka kadar karbon
padatnya rendah, sehingga nilai kalor yang dihasilkan juga akan rendah dan
sebaliknya. Nilai kalor yang diperoleh dalam sampel batubara yang berasal dari
sumatera selatan berkisar 8923-9978 berdasarkan nilai kalordmmf. Menurut tabel
klasifikasi ASTM (lampiran 10) sampel tersebut terpisah menjadi beberapa kelas
berdasarkan tingkatannya. Sampel 7364, 7367 dan 7368 berada pada tingkatan
batubara sub bituminous C, sedangkan pada sampel 7363, 7365, dan 7366 berada
pada tingkatan batubara sub bituminous B, hasil tersebut menunjukkan bahwa
sampel batubara masih berumur muda karena umur batubara dapat menentukkan
kualitas dari batubara tersebut. Perbedaan hasil ini juga dapat disebabkan oleh
karena proses sampling diambil dari berbagai titik di daerah sumatera selatan,
karena perbedaan tempat sampling salah satu faktor yang menyebabkan hasil
berbeda, faktor lainnya yang membedakan perbedaan hasil tersebut yaitu cara
sampling yang kurang teliti dalam pengambilan sampel.
25

6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
Analisis sampel batubara dari sumatera selatan ditentukan dengan tiga
metode analisis, diantaranya analisis proksimat, analisis ultimat, dan analisis nilai
kalor dengan menggunakan bom kalorimeter. Pada analisis proksimat nilai fuel
ratio yang diperoleh dari keenam sampel berkisar pada 0,77-0,97, hal ini
menunjukkan bahwa sampel batubara dari Sumatera Selatan termasuk ke dalam
golongan batubara bituminous. Pada analisiss nilai kalor diperoleh hasil bahwa
sampel batubara yang berasal dari Sumatera Selatan termasuk golongan batubara
Sub Bituminous B dan Sub Bituminous C berdasarkan klasifikasi ASTM 1982
karena memiliki nilai kalor berada pada tingkat klasifikasi 9.500 < NK > 10.500
dan 8.300 < NK > 9.500 BTU.

6.2 Saran
Karakterisasi batubara sangat penting untuk mengetahui kandungan yang
dimiliki pada suatu sampel, namun jika untuk pengklasifikasian batubara lebih
baik cukup dengan menentukan nilai kalornya saja.
.
26

DAFTAR PUSTAKA

Annual Book of ASTM Standar D 3172-07a. 2009. Standard Practice for


Proximate Analysis of Coal and Coke. Volume 05,06. Gaseous Fuels, Coal
and Coke.

Annual Book of ASTM Standar D 3176-89 (Reapproved 2002). 2009. Standard


Practice for Ultimate Analysis Sample of Coal and Coke. Volume 05,06.
Gaseous Fuels, Coal and Coke.

Annual Book of ASTM Standar D 5865-10. 2010. Standard Test Method for
Gross Calorific Value Of Coal and Coke. Volume 05,06. Gaseous Fuels,
Coal and Coke.

Cheng TS. 1982. Fundamentals of Coal Benefication and Utilization. Elsevier


Scientific Publishing Company. Amsterdam-Oxford-New York.

Daulay B. 2000.Genesa, Karakterisasi dan Pemanfaatan.Bandung: Pusat


Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara.

Munir S & Sadikin I. 2009. Hubungan Antara Parameter Karakteristik Limbah


Batubara Kalimantan Timur dan Karakteristik Pembakarannya. Jurnal
Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, nomor 13, Januari 2009: 40-
46.

Rance HC. 1975. Coal Quality Parameters and Their Inluence in Coal
Utilization. Shell International Co.Ltd

Sudarsono A, at all. 2008. Ensiklopedia Batubara. Bandung: Pusat Penelitian dan


Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara.

Sukandarrumidi. 1995. Batubara dan Gambut, Gadjah Mada University Press.


Bulaksumur: Yogyakarta

Suprapto S. 2006. Manajemen Kualitas Batubara. Pusdiklat Teknologi Mineral


dan Batubara: Bandung.

Yunita P. 2000. Pembuatan Briket Dari Batubara Kualitas Rendah Dengan


Proses Non Karbonisasi Dengan Menambahkan MgO dan MgCl. UPN
Veteran: Jawa Timur.
27

LAMPIRAN
28

Lampiran 1 Struktur Organisasi Puslitbang tekMIRA


29

Lampiran 2 Hasil dan perhitungan penentuan kadar air lembab

Kode Kadar air


ulangan a (g) b (g) c (g) Rerata
sampel %(b/b)
7363 1 31,8179 30,8174 31,7140 10,38
10,42
2 31,2099 30,2093 31,1053 10,45
7364 1 31,5530 30,5524 31,4590 9,39
9,44
2 35,3126 34,3123 35,2178 9,48
7365 1 35,7586 34,7584 35,6412 11,74
11,78
2 37,0082 36,0076 36,8901 11,81
7366 1 31,7951 30,7948 31,6917 10,34
10,36
2 38,7703 37,7700 38,6663 10,37
7367 1 32,9506 31,9504 32,8396 11,01
11,08
2 31,1018 30,1016 30,9904 11,14
7368 1 30,4172 31,4171 30,3012 11,60
11,58
2 30,5516 29,4171 30,4360 11,55


= × 100%

Keterangan : a = bobot botol + sampel sebelum pemanasan
b = bobot botol kosong
c = bobot botol + sampel setelah pemanasan
Contoh Perhitungan kadar air lembab
31,8179 − 31,7140 (g)
%(b/b) = x 100% = 10,38%
31,8179 − 30,8174 (g)

10,38 + 10,45(%)
% Rerata kadar air lembab = = 10,42%
2

Lampiran 3 Hasil dan perhitungan penentuan kadar abu

Kadar
Kode
ulangan a (g) b (g) c (g) abu Rerata
sampel
%(b/b)
7363 1 12,8190 11,8190 11,8835 6,45
6,46
2 17,9807 16,9807 17,0453 6,46
7364 1 17,6127 16,6126 16,7972 18,46
18,42
2 16,6034 15,6032 15,7870 18,38
7365 1 16,7087 15,7084 15,7420 3,36
3,42
2 16,2620 15,2619 15,2967 3,48
7366 1 12,3093 11,3092 11,3984 8,92
8,93
2 13,2207 12,2207 12,3100 8,93
7367 1 11,9803 10,9802 11,0067 2,65
2,61
2 12,9543 11,9543 11,9800 2,57
7368 1 12,3724 11,3722 11,5549 18,27
18,33
2 14,0053 13,0052 13,1890 18,38
30

Lanjutan lampiran 3

= × 100%

Keterangan : a = bobot cawan + sampel sebelum pemanasan
b = bobot cawan kosong
c = bobot cawan + sampel setelah pemanasan
Contoh Perhitungan kadar abu
11,8835 − 11,8190 (g)
%(b/b) = x 100% = 6,45%
12,8190 − 11,8190 (g)

6,45 + 6,46(%)
% Rerata kadar air lembab = = 6,46 %
2

Lampiran 4 Hasil dan perhitungan penentuan kadar zat terbang

Kode M Kadar Zat


ulangan a (g) b (g) c (g) Rerata
sampel (%) Terbang(%)
7363 1 12,8536 11,8530 12,3136 43,55
10,42 43,55
2 12,7548 11,7548 12,2152 43,54
7364 1 12,6123 11,6123 12,1475 9,44 37,04
37,03
2 12,7454 11,7450 12,2806 37,02
7365 1 12,0825 11,0821 11,5389 42,56
11,78 42,58
2 12,7433 11,7430 12,1995 42,60
7366 1 22,4307 21,4301 21,8707 45,61
10,36 45,63
2 11,4898 10,4896 10,9296 45,65
7367 1 13,4303 12,4303 12,8818 43,77
11,08 43,76
2 10,3893 9,3893 9,8411 43,74
7368 1 12,6215 11,6209 12,1504 35,50
11,58 35,49
2 11,9128 10,9126 11,4422 35,47


= × 100% −

Keterangan : a = bobot cawan + sampel sebelum pemanasan
b = bobot cawan kosong
c = bobot cawan + sampel setelah pemanasan
M = Kadar air rerata (%)
Contoh perhitungan kadar zat terbang kode 7363 ulangan 1
12,8536 − 12,3136
%(b/b) = × 100% − 10,42 = 43,55%
12,8536 − 11,8530
31

Lampiran5 Penentuan karbon padat dan fuel ratio

Kode Sampel
Penentuan
7363 7364 7365 7366 7367 7368
Kadar Air 10.42 9.44 11.78 10.36 11.08 11.58
Kadar Abu 6.46 18.42 3.42 8.93 2.61 18.33
Kadar Zat Terbang 43.55 37.03 42.58 45.63 43.76 35.49
Karbon Padat 39.57 35.11 42.22 35.08 42.55 34.60
Fuel Ratio 0.91 0.95 0.99 0.77 0.97 0.97

= 100 − ( + + )

Lampiran 6 Hasil dan perhitungan penentuan kadar sulfur total

Kode Kadar Sulfur


ulangan a (g) Rerata
sampel Total (%)
7363 1 0,2002 2,22
2,24
2 0,2000 2,25
7364 1 0,2001 5,95
5,96
2 0,2004 5,98
7365 1 0,2003 0,45
0,44
2 0,2001 0,42
7366 1 0,2000 0,72
0,72
2 0,2002 0,72
7367 1 0,2003 1,88
1,88
2 0,2004 1,87
7368 1 0,2001 0,66
0,66
2 0,2003 0,65
32

Lampiran 7 Hasil dan perhitungan penentuan nilai kalor

Rerata
Koreksi
Koreksi
Kode Sulfur Nilai
ulangan a (g) Nilai
sampel Total (%) Kalor
Kalor
(kal/g)
(kal/g)
7363 1 1,0001 2,24 5284
5287
2 1,0003 5290
7364 1 1,0002 5,96 4296
4299
2 1,0005 4302
7365 1 1,0002 0,44 5272
5288
2 1,0004 5303
7366 1 1,0003 0,72 4816
4816
2 1,0001 4816
7367 1 1,0005 1,88 5260
5261
2 1,0006 5262
7368 1 1,0003 0,66 4275
4269
2 1,0005 4262

Lampiran 8 Nilai kalor berdasarkan dmmf

sampel Kalor awal Sulfur Abu Kalor dmmf


7363 5287 2.24 6.46 9978
7364 4299 5.96 18.42 8923
7365 5288 0.44 3.42 9835
7366 4816 0.72 8.93 9513
7367 5216 1.88 2.61 9463
7368 4269 0.66 18.33 9583

( 1,8) − (50 )
= 100
(
100 − 1.08 ) + ( 0.55 )

Contoh Perhitungan pada sampel 7363 :

(5287 1,8) − (50 2.24 )


= 100
100 − (1.08 6.46 ) + ( 0.55 2.24 )

= 9978
33

Lampiran 9 Hasil dan perhitungan penentuan kadar C,H,N,O

Kode Bobot
Karbon Hidrogen Nitrogen Oksigen
Sampel Sampel
7363 0,1003 57,77 5,357 0,7605 29,6525
7364 0,1001 46,75 4,432 0,5451 29,8529
7365 0,1002 58,18 5,333 0,9083 32,1587
7366 0,1005 54,16 5,042 0,6730 31,1950
7367 0,1002 58,86 5,117 0,7011 32,7119
7368 0,1001 47,94 4,746 0,6797 28,3043

Kadar Oksigen = 100% - (Kadar Abu+Kadar Sulfur total+kadar Carbon+Kadar


Hydrogen+Kadar Nitrogen)
34

Lampiran 10 Klasifikasi batubara

Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood et al.,


1983)

Fixed Carbon Volatile Matter Calorific Value Limits BTU per pound
,% , dmmf Limits, % , dmmf (dmmf)
Class Group
Agglomerating
≥ < > ≤ ≥ <
Character
1.Meta-anthracite 98 2 nonagglomerating
2.Anthracite
I Anthracite* 92 98 2 8
3.SemianthraciteC
86 92 8 14
1.Low volatile
78 86 14 22
bituminous coal
2.Medium
69 78 22 31
volatilebituminous coal
3.High volatile A
69 31 14000D commonly
II Bituminous bituminous coal
4.High volatile B
13000D 14000 agglomerating**E
bituminous coal
5.High volatile C
11500 13000
bituminous coal
10500 11500 agglomerating
1.Subbituminous A coal 10500 11500
III
Subbituminous 2.Subbituminous B coal 9500 10500
3.Subbituminous C coal 8300 9500 nonagglomerating
1.Lignite A 6300 8300
IV. Lignite
1.Lignite B 6300

Vous aimerez peut-être aussi