Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
NIM. 1710053168
TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA
KONSEP MEDIS
A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisys jangka pendek (beberapa hari hingga
beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage
renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Menurut Nursalam (2006) hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir
gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.
B. Tujuan
Tujuan dari hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah
yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan kedalam mesin
dialisis.
Secara rinci, tujuan hemodialisa adalah :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat
b. Membuang kelebihan air
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
C. Indikasi
1. Gagal ginjal akut
2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
4. Ureum lebih dari 200 mg/dl
5. pH darah kurang dari 7,1
6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7. Intoksifikasi obat dan zat kimia
8. Sindrom Hepatorenal
D. Kontra Indikasi
a) Gangguan pembekuan darah
b) Anemia berat
c) Trombosis/emboli pembuluh darah yang berat
E. Komponen Hemodialisa
Ada 3 unsur pokok yang saling terkait dalam proses hemodialisa yaitu
darah, ginjal buatan (dialiser) dan dialisat. Pada prinsipnya dengan memakai
selang darah akan dipompakan ke ginjal buatan sementara, dari arah yang
berlawanan dialisat dialirkan juga menuju ginjal buatan. Di dalam ginjal
buatan terjadi proses dialysis yang meliputi difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Setelah melaui proses dialysis darah akan dipompakan kembali ke dalam tubuh
pasien. Demikian siklus proses dialisia terjadi berulang-ulang sesuai waktu
yang dibutuhkan.
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Terdiri dari membran semi permeabel yang memisahkan kompartemen
darah dan dialisat.
2. Dialisat atau Cairan Dialisis
Yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari serum normal.
Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia
saring. Bukan merupakan sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar
untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien
minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi
pirogenik, khususnya pada membran permeabel yang besar, maka air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya
disediakan oleh pabrik komersil dan umumnya digunakan oleh unit kronis.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis dan alat mengukur
serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
Aksesori Peralatan :
a. Perangkat Keras, terdiri dari :
1) Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin
2) Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan konsentrasi
dialisat, perubahan tekanan udara dan kebocoran darah.
b. Perangkat Disposibel yang digunakan selain ginjal buatan :
1) Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara dialiser dan
pasien.
2) Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan terhadap
darah.
3) Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum digunakan.
F. Prinsip-prinsip Hemodialisa
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan
melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki
konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah
(Smeltzer & Bare).
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan,
dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang l ebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat
ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air,
kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia
(keseimbangan cairan) (Smeltzer & Bare).
Prosedur
1. Matikan pompa darah, klem kanule inlet sebelum mencabutnya.
Selanjutnya lepas kanule dari selang inlet dengan menggunakan konektor,
sambungkan selang inlet dengan infus set
2. jalankan pompa darah (100 cc/menit) sehingga darah dari sirkuit
ekstrakorporeal mengalir masuk ke dalm tubuh pasien
3. bila darah sudah masuk semua, klem ujung kanule outlet dan pada waktu
bersaman mesin pompa darah dimatikan
4. mencabut kanule outlet, lalu bekas tusukan (inlet dan outlet) ditekan
dengan menggunakan kasa steril dengan tekanan sedang selama 20 menit
5. bila perdarahan berhentim, luka ditutup dengan band aid
6. lepaskan semua alat HD dari mesin HD, masukkan ke dalam ember atau
tempat sampah kemudian mesin di desinfeksi
Post dialysis
Tujuan :
1. Mengetahui keadaan pasien
2. Dapat mengetahui secara dini apabila timbul penyulit sehingga dapat
segera ditanggulangi secara dini dan cepat
Prosedur
1. Menekan lubang bekas tusukan
2. Mengukur vital sign
3. Pasien diistirahatkan < 30 menit dan bila tidak ada keluhan, pasien boleh
pulang
4. Menimbang BB bila keadaan memungkinkan
Prosesnya :
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa
berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan
aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau
fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin
melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang
berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan
larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat
dialisa, serta kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan
larutan (Tisher & Wilcox, 1997). Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu
mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut
dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari
ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh
tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai
tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF,
2006). Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari
membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan
bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan
arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer
merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan
serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian
tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya.
Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas
akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 1995).
Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar
tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter
masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran
semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan
darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi
difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dialyzer dan darah
dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).
Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem
dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan
dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood
line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur
vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan
dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan
konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat
atau bak cairan dialisa.
Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan
akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase.
Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran
semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat
perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan
tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di
dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan
resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam
ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan
tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan
difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam
atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan
darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah
untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400
ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-
menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah
pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam
jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran
darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern
dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai
parameter (Price & Wilson, 1995).
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan
dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan
frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15
jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin
(2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali
seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan
garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan
menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses
hemodialisa.
Lama HD: 10-15 jam/minggu
Creatinin kliren 3-5 ml/m: 10 jam
Creatinin < 3 ml/m: 15 jam.
Tanda-tanda dialysis adekuat:
Pasien tampak baik
Bebas simtom uremia
Nafsu makan baik
Aktif
TD terkendali
Hb > 10 gr/dl
Keunggulan HD
Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
Waktu dialisis cepat
Resiko kesalahan tekhnis kecil
Adequasy dialisis dapat ditetapkan segera, underdialisis segera dapat
dibenarkan.
Kelemahan HD
Tergantung mesin
Sering terjadi: hipotensi, kram otot,disequilibrium sindrom
Terjadi aktivasi: complement, sitokines mungkin timbul amyloidosis
Vaskuler access: infeksi – thrombosis
Sisa fungsi ginjal cepat menurun disbanding peritoneal dialysis
H. Komplikasi
1. Hipotensi
Dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan dikeluarkan.
2. Nyeri dada
Dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkuasi
darah di luar tubuh.
3. Pruritus
Dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk akhir metabolism
meninggalkan kulit.
4. gangguan keseimbangan dialysis
Terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan
kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat
gejala uremia yang berat.
5. Kram otot yang nyeri
Terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel.
6. Mual dan muntah
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
a) Riwayat penyakit, tahap penyakit
b) Usia
c) Keseimbangan cairan, elektrolit
d) Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
e) Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
f) Respon terhadap dialysis sebelumnya.
g) Status emosional
h) Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
i) Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD
a) Tekanan darah: hipotensi
b) Keluhan: pusing, palpitasi
c) Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb.
2. Rencana keperawatan:
Diagnosa Rencana Keperawatan
No. Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1. Pola nafas tidakPola nafas efektif1. Kaji penyebab nafas tidak1. Untuk menentukan
efektif b/d : setelah dilakukan efektif tindakan yang harus
2. Kaji respirasi & nadi
Edema paru tindakan HD 4-5 jam, segera dilakukan
3. Berikan posisi semi fowler
Asidosis metabolic dengan kriteria: 2. Menentukan tindakan
4. Ajarkan cara nafas yang
Hb ≤ 7 gr/dl 3. Melapangkan dada klien
Pneumonitis nafas 16-28 x/m efektif
sehingga nafas lebih
Perikarditis edema paru hilang 5. Berikan O2
tidak sianosis 6. Lakukan SU pada saat HD longgar
7. Kolaborasi pemberian4. Hemat energi sehingga
tranfusi darah nafas tidak semakin
8. Kolaborasi pemberian
berat
antibiotic 5. Hb rendah, edema, paru
9. Kolaborasi foto torak
pneumonitis, asidosis
10. Evaluasi kondisi klien pada
perikarditis
HD berikutnya
11. Evaluasi kondisi klien pada menyebabkan suplai O2
HD berikutnya ke jaringan <
6. SU adalah penarikan
secara cepat pada HD
mempercepat
pengurangan edema paru
7. zUntuk ↑Hb, sehingga
suplai O2 ke jaringan
cukup
8. Untuk mengatasi infeks
paru & perikard
9. Follou up penyebab
nafas tidak efektif
10. Mengukur keberhasilan
tindakan
11. Untuk follou up kondis
klien
2. Resiko cedera b/dPasien tidak1.Kaji kepatenan AV shunt1. AV yg sudah tidak baik
akses vaskuler danmengalami cedera sebelum HD bila dipaksakan bisa
2.Monitor kepatenan kateter
komplikasi sekunderdengan kriteria: terjadi rupture vaskuler
sedikitnya setiap 2 jam 2. Posisi kateter yg berubah
terhadap penusukan kulit pada sekitar AV
3.Kaji warna kulit, keutuhan
dapat terjadi rupture
dan pemeliharaan shunt utuh/tidak kulit, sensasi sekitar shunt
vaskuler/emboli
akses vaskuler rusak 4.Monitor TD setelah HD
3. Kerusakan jaringan
Pasien tidak5.Lakukan heparinisasi pada
dapat didahului tanda
mengalami shunt/kateter pasca HD
6.Cegah terjadinya infeksi pd kelemahan pada kulit
komplikasi HD
area shunt/penusukan kateter lecet bengkak, ↓sensasi
4. Posisi baring lama stlh
HD dpt menyebabkan
orthostatik hipotensi
5. Shunt dapat mengalam
sumbatan & dapa
dihilangkan dengan
heparin
6. Infeksi dapa
mempermudah
kerusakan jaringan
3 Kelebihan volumeKeseimbangan volume1.Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan
2.Timbang BB pre dan post
cairan b/d: cairan tercapai setelah dasar untuk memperoleh
HD
penurunan dilakukan HD 4-5 jam data, pemantauan 7
3.Keseimbangan masukan dan
haluaran urine dengan kriteria: evaluasi dari intervensi
haluaran
diet cairan BB post HD sesuai4.Turgor kulit dan edema 2. Pembatasan cairan akan
berlebih 5.Distensi vena leher menetukan dry weight
dry weight
retensi cairan & 6.Monitor vital sign
Udema hilang haluaran urine & respon
7.Batasi masukan cairan
natrium Retensi 16-28 x/m 8.Pada saat priming & wash terhadap terapi.
kadar natrium darah 3. UF & TMP yang sesua
out HD
132-145 mEq/l 9.Lakukan HD dengan uf & akan ↓ kelebihan volume
tmp sesuai dengan kenaikan cairan sesuai dg targe
BB interdialisis BB edeal/dry weight
10. Identifikasi sumber4. Sumber kelebihan cairan
masukan cairan masa dapat diketahui
5. Pemahaman ↑kerjasama
interdialisis
11. Jelaskan pada keluarga & klien & keluarga dalam
klien rasional pembatasan pembatasan cairan
6. Kebersihan mulu
cairan
12. Motivasi klien untuk ↑ mengurangi kekeringan
kebersihan mulut mulut, sehingga ↓
keinginan klien untuk
minum