Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Usus menerima makanan dari lambung dalam bentuk kimus (setengah padat) yang
kemudian dengan bantuan peristaltik akan didorong menuju ke usus besar
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
a. Usus besar (kolon)
Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia
memiliki panjang 1,5 meter dan berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar
dibagi menjadi 3 daerah, yaitu : kolon asenden, kolon transversum, dan kolon
desenden (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Fungsi kolon adalah (Tarwoto & Wartonah, 2010) :
Menyerap air selama proses pencernaan.
Tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil
simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli.
Membentuk massa faeses.
Mendorong sisa makanan hasil pencernaan ( feses) keluar dari tubuh.
a. Rektum
Rektum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang
lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada begian rektum. Apabila
feses sudah siap dibuang, maka otot sfingter rektum mengatur pembukaan dan
penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rektum ada 2 yaitu otot polos dan
otot lurik (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Fisiologi defekasi menurut Mubarak, W dan Chayatin (2007), yaitu sewaktu
makanan masuk ke lambung terjadi gerakan massa di kolon yang disebabkan oleh
refleks gastrokolon. Ketika gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam
rektum, terjadi peregangan rektum yang memicu refleks defekasi.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003), dalam proses defekasi terjadi dua macam
refleks, yaitu :
Reflek defekasi instrinsik
Refleks ini berasal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi
rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan
terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus secara sistematis
spinkter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.
Reflek defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rectum yang kemudian
diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon
desenden, sigmoid, dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik dan
relaksasi spinkter interna, maka terjadilah defekasi.
Selain itu dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan
diafragma dan kontraksi otot elevator ani. Defekasi juga dipermudah oleh fleksi
otot femur dan posisi jongkok.
I.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses defekasi
Menurut Kozier, et al. (2011), pola defekasi beragam pada tahap kehidupan yang
berbeda. Keadaan diet, asupan cairan, aktivitas, faktor psikologis, gaya hidup,
pengobatan, serta penyakit juga mempengaruhi defekasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi antara lain :
a. Usia
Pada bayi, kontrol defekasi belum berkembang dengan baik. Sedangkan pada
lansia, kontrol defekasi menurun seiring dengan berkurangnya kemampuan
fisiologis sejumlah organ. (Mubarak, W dan Chayatin, 2007)
b. Asupan cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. Hal ini
dikarenakan jumlah absorpsi cairan di kolon meningkat. (Mubarak, W dan
Chayatin, 2007)
c. Tonus otot
Tonus otot terutama otot abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang cukup
akan membantu defekasi. (Mubarak, W dan Chayatin, 2007)
d. Faktor psikologis
Perasaan takut atau cemas akan mempengaruhi peristaltik atau mortilitas usus
sehingga dapat menyebabkan diare. (Mubarak, W dan Chayatin, 2007)
e. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan katartik
dapat melunakkan feses. Obat-obat lain yang dapat menggangu pola defekasi
antara lain analgesik narkotik, opiat, dan antikolinergik. (Mubarak, W dan
Chayatin, 2007)
f. Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan pada medula spinalis dan cidera di kepala akan mengakibatkan
penurunan stimulus sensorik untuk defekasi. (Mubarak, W dan Chayatin, 2007)
g. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare dan konstipasi. (Mubarak,
W dan Chayatin, 2007)
h. Nyeri
Pada kondisi tertentu (hemoroid, bedah rektum, melahirkan), defekasi akan
menyebabkan nyeri. Akibatnya pasien seringkali menekan keinginan untuk
defekasi. Lama kelamaan kondisi ini dapat menyebabkan konstipasi. (Mubarak,W
dan Chayatin, 2007)
i. Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang
masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi. (Tarwoto dan
Wartonah, 2003)
j. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas
buang air besar dan kebiasaan menahan buang air besar. (Tarwoto dan Wartonah,
2003)
1.4 Masalah-masalah eliminasi fekal
Menurut Kozier, et al. (2011), empat masalah umum yang terkait dengan eliminasi
fekal, yaitu :
a. Konstipasi
Konstipasi dapat didefinisikan sebagai defekasi kurang dari tiga kali per
minggu. Ini menunjukkan pengeluaran feses yang kering , keras atau tanpa
pengeluaran feses. Konstipasi terjadi jika pergerakan feses di usus besar
berjalan lambat, sehingga memungkinkan bertambahnya waktu reabsorpsi
cairan di usus besar.
b. Impaksi fekal
Impaksi fekal adalah suatu massa atau pengumpulan feses yang keras didalam
lipatan rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan akumulasi materi fekal yang
berkepanjangan. Impaksi fekal dapat dikenali dengan keluarnya rembesan
cairan fekal (diare) dan tidak ada feses normal. Penyebab impaksi fekal
biasanya adalah kebiasaan defekasi yang buruk dan konstipasi.
c. Diare
Diare merujuk pada pengeluaran feses encer dan peningkatan frekuensi
defekasi. Diare merupakan kondisi yang berlawanan dengan konstipasi dan
terjadi akibat cepatnya pergerakan isi fekal di usus besar.cepatnya pergerakan
kime mengurangi waktu usus besar untuk menyerap kembali air dan elektrolit.#
d. Inkontinensia alvi
Inkontinensia alvi adalah hilangnya kemampuan volunter untuk mengontrol
pengeluaran fekal dan gas dari spingter anal. Dua tipe inkontinensia alvi
digambarkan menjadi parsial dan mayor. Inkontinensia alvi parsial adalah
ketidakmampuan untuk mengontrol flatus atau untuk mencegah pengotoran
minor. Inkontinensia mayor adalah ketidakmampuan untuk mengontrol feses
pada konsistensi normal.
e. Flatulens
Flatulens adalah keberadaan flatus yang berlebihan di usus dan menyebabkan
peregangan dan inflasi usus (distensi usus). Flatulens dapat terjadi di kolon
akibat beragam penyebab, seperti makanan, bedah abdomen, atau narkotik.
I. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi Fekal
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Hidayat, A. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses
keperawatan. Jakarta: Salemba medika.
Kozier, et al. (2011). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses & praktik, edisi 7,
volume 1. Jakarta: ECG
Mubarak, W. & Chayatin. (2007). Buku ajar kebutuhan manusia. Jakarta: ECG
Tarwoto dan Wartonah. (2003). Kebutuhan dasar manusia. Jakarta : Salemba Medika
Pembimbing