Vous êtes sur la page 1sur 5

 Aspek Hukum Keperawatan Kritis

Pemahaman terhadap aspek hukum dalam Keperawatan Gawat Darurat


bertujuan meningkatkan kualitas penanganan pasien dan menjamin keamanan
serta keselamatan pasien. Aspek hukum menjadi penting karena konsensus
universal menyatakan bahwa pertimbangan aspek legal dan etika tidak dapat
dipisahkan dari pelayanan medik yang baik.

Walaupun ada undang-undang yang mengatur tentang keperawatan gawat


darurat yaitu Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Informed Consent
menyatakan, dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh
keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat dan atau
darurat yang memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak
diperlukan persetujuan dari siapapun. (Per. Menkes, 1989).

 Beberapa Aspek Legal Praktik Keperawatan kritis (UU Kesehatan


No.36 tahun 2009)

1. Perlindungan Hukum bagi tenaga kesehatan : (Pasal 27).

2. Menyelamatkan Nyawa Pasien : darurat (Pasal 32).

3. Tidak boleh menolak Pasien Darurat & meminta uang muka (Pasal 32).

4. Tenaga Kesehatan : kualifikasi dan izin profesi (pasal 34).

5. Menerima/menolak pertolongan kecuali : tidak sadarkan diri. (Pasal 56).

6. Tuntutan ganti rugi oleh pasien kecuali untuk tindakan penyelamatan nyawa
dan pencegahan kecacatan. (Pasal 58).

7. Ketentuan Pidana terkait Kedaruratan Pasien. ( Pasal 190).

 Isu legal pada keperawatan kritis

Perawat ruang intensif/kritis harus memberikan pelayanan keperawatan


yang mencerminkan pemahaman akan aspek legal keperawatan. Perawat ruang
kritis harus bekerja sesuai dengan aturan yang ada (standar rumah sakit/standar
pelayanan maupun asuhan keperawatan).

 Aspek Legal Kegawatdaruratan

Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun diluar rumah


sakit tidak tertutup kemungkinan timbul konflik Konflik tersebut dapat terjadi
antara tenaga kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik
satu profesi maupun antar profesi). Hal yang lebih khusus adalah dalam
penanganan gawat darurat fase pra-rumah sakit terlibat pula unsur-unsur
masyarakat non-tenaga kesehatan. Untuk mencegah dan mengatasi konflik
biasanya digunakan etika dan norma hukum yang mempunyai tolok ukur masing-
masing. Oleh karena itu dalam praktik harus diterapkan dalam dimensi yang
berbeda. Artinya pada saat kita berbicara masalah hukum, tolok ukur norma
hukumlah yang diberlakukan.

 Landasan Hukum Perawat Dalam Pelayanan Emergency

 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


 Pasal 1

i. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.

ii. Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga,
perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan
kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.

 Pasal 2

i. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh.

ii. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.

iii. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

 Pasal 3

i. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang


dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan
oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

ii. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian


kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan.

 Pasal 4

i. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu

masalah kesehatan/penyakit.

ii. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian


kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan
agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

iii. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian


kegiatan

untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat


berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

 KETENTUAN PIDANA
 Pasal 190

i. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang


melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan
sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam
keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

ii. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terjadinya kecacatan dan/atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

 Isu legal dalam kegawatdaruratan keperawatan adalah sebagai


berikut :

• Negligence

• Malpractice

• Good Samaritan Laws ( status ini melindungi privasi pasien tetapi biasanya tidak
berlaku pada situasi gawat darurat biasa)
• Informed consent

• Implied consent

• Kewajiban melaporkan tersangka kejahatan kepada polisi

• Kewajiban mengumpulkan bukti pada investigasi kejahatan, mengerti tentang


kebijakan RS dan hukum yang berlaku untuk pengumpulan bukti

 DAPUS

American Nurses Association. 2011. 2001 Approved Provisions: Code of Ethics.

Herkutanto. 2007. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat vol. 57. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Veronica, Komalawati. 2002. Peranan Informed Consent Dalam Transaksi


Terepeutik. Bandung : PT Citra Aditya bakti.

Vous aimerez peut-être aussi