Vous êtes sur la page 1sur 16

DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 2
1.1. LATAR BELAKANG................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................... 4
TINJAUAN TEORI ................................................................................................................. 4
2.1. DEFENISI .......................................................................................................... 4
2.2. ETIOLOGI ......................................................................................................... 5
2.3. TANDA DAN GEJALA ........................................................................................ 6
2.4. PATOFISIOLOGI ............................................................................................... 7
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................................ 7
2.6. PENATALAKSANAAN ....................................................................................... 8
BAB III .................................................................................................................................. 9
PENGKAJIAN KEPERAWATAN .............................................................................................. 9
Daftar Pustaka................................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Autisme pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, dimana jumlah penderita laki
laki 4 kali lebih besar di bandingkan dengan penderita wanita. (Maulana, Mirza.
2008. Anak Autis). Dengan kata lain anak laki-laki lebih rentan menyandang
sindrom autism di bandingkan anak perempuan.Bahkan di prediksikan oleh parah
ahli bahwa kuantitas anak autisme di tahun 2011 meningkat mencapai 60% dari
keseluruhan populasi anak di seluruh dunia.Survei menunjukan bahwa anak-anak
autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi keatas. Ketika di kandung dengan
asupan gizi ibunya tidak seimbang.
Gejala-gejala autis mulai tampak sejak masa yang paling awal dalam
kehidupan mereka. Hal ini tampak ketika menolak sentuhan orang tuanya, tidak
merespon kehadiran orang tuanya, dan melakukan kebiasan-kebiasan yang lain
yang tidak di lakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya. (Maulan, Mirza.
2008. Anak Autis.). Sebagian besar penderita autism mengalami gejala-gejala
negative skizoprenia, seperti menarik diri dari lingkungan, serta lemah dala
berpikir ketika menginjak dewasa. Sebagian besar penderita autis yakni, sekitar
75% termasuk dalam kategori keterlambatan mental, tapi sejumlah 10% malah di
dapat di golongkan sebagai orang jenius, salah contohnya seperti yang di
tayangakan pada acara KICK ANDY di Metro tv beberapa bulan lalu. Sejak autis
mulai di jabarkan dan di kenal mendunia, berbagai jenis penyembuhan telah di
lakukan. Beberapa implementasi penyembuhan tersebut hanya bersifat psikis, tapi
juga beruaa fisik,mental, emosional, hingga fisiologis. Tetapi penyembuhan di
lakukan atau di terapkan dengan berbagai varian teknik belajar dan bermain yang
dapat dilakukan secara verbal dan non verbal.
Dari beberapa jenis terapi yang di implementasikan secara meluas ada yang
melibatkan peran serta orang tua dan juga yang tidak. Adapula yang bias dilakukan
sendiri oleh orang tua dirumah tapi ada juga terapi yang memerlukan bantuan
sejumlah para ahli atau terapis. Inti dari sejumlah terapi tersebut dimaksudkan
untuk meminimalisir berbagai symptom yang diperlihatkan oleh seorang anak
autism yang tentunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkatan sindrom
yang di sandang anak. Yang terpenting dari terapi yang diberikan kepada anak
autisme hendaknya tetap melibatkan peran serta orang tua secara aktif. Tujuannya
agar orang tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang telah dicapai anak
autisme mereka dalam setiap fase terapi. (Purwati,H,Nyimas. (2009).
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Anak Dengan Autisme”. Merupakan tugas kelompok dari mata
kuliah “keperawatan anak 2” yang di berikan oleh dosen pembimbing Ibu
Almumtahanah, M.Kep.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. DEFENISI

Autisme berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri. Penyandang autism
seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autism baru diperkenalkan sejak
tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad
lampau (Handojo, 2003). Kartono (2000) berpendapat bahwa autism adalah gejala
menutup diri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan Dunia luar
keasyikan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri. Supratiknya (1995)
menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki cirri-ciri penderita senang
menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya dengan tidak
merespon diri (tersenyum dan sebagainya) bila di beri makan dan sebagainya serta
sperti tidak menaruh perhatian terhadap lingungan sekitarnya, tidak mau atau
sangat sedikit brbicara hanya mau mengatakan ya atau tidak atupun ucapan-ucapan
yang tidak jelas. Tidak suka dengan stimuli pendengaran (mendengar suara orang
tua pun menangis), tetapi senang melakukan stimuli diri, memukul-memukuli
kepala atau gerakan-gerakan aneh lain, kadang gampang memanipulasi kan obyek,
namun sulit menangkap.
Kartono (1989) berpendapat bahwa autism adalah cara berpikir yang
dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia
berdasarka penglihatandan harapan sendiri serta menolak realitas, oleh karena itu
menurut Faisal Yatim (2003) penyandang autism akan berbuat semuanya sendiri
baik cara berpikir maupun berpeilaku.
Autisme adalah gangguan yang parah pada komunikasi yang berkepanjangan
dan tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunkasi ini
diduga mengakibatkan anak penyandang autisme menyendiri dan tidak respon
dengan orang lain (Sarwindah,2002). menurut Rutter (1970) adalah gangguan yang
melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30
bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik
dan konvulsiv. Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan
kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain (Sacharin, R, M. 1996:305).
Autisme infantile adalah gangguan kulitatif pada komunikasi verbal dan non
verbal,aktivitas imajinatif dan interaksi social timbale balik yang terjadi sebelum
usia 30 bulan (Behrman.1999:120).
Kesimpulannya bahwa Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang
(anak) sejak lahir atau balita,yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang tidak normal.

2.2. ETIOLOGI

Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan
hanya terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai
autisme semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab
neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist ini dapat
disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif
selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh
negatif selama masa perkembangan otak, antara lain; penyakit infeksi yang
mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat kimia lain
baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan
imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana,
2005).

Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive autisme dapat


disebabkan karena beberapa hal antara lain:

1. Genetis ,abnormalitas genetic dapat menyebabkan abnormalitas


pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak
2. Keracunan logam seperti mercury yang banyak terdapat dalam vaksin
imunisasi atau pada makanan yang dikomsumsi yang sedang ibu hamil
,misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi.sehingga para
peneliti membuktikan bahwa didalam tubuh anak atisme terkandung timah
hitam dan mercury dalam kadar yang relative tinggi.
3. Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam
pertumbuhan otak tidak diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur
dalam lambung dan juga nutrisi tidak terpenuhi karena factor ekonomi.
4. Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan
tubuhnya sendiri.imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri
penyakit,sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh
tubuh penderita itu sendiri yang justru kebal terhadap zat-zat penting dalam
tubuh dan menghancurkannya.

2.3. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama
mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi,bertingkalaku dan tingkat
perkembanganya yakni yang terdapat pada penderita autism dengan membedakan
usia anak.Tanda dan gejala dapat dilihat sejak bayi dan harus diwaspadai:
1. Usia o-6 bulan:
a. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
b. Terlalu sensitive,cepat terganggu/terusik
c. Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu
d. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
e. Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak normal
2. Usia 6-12 bulan:
a. Bayi tampak terlalu tenang
b. Terlalu sensitive
c. Sulit di gendong
d. Tidak ditemukan senyum sosial
e. Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
3. Usia 1-2 tahun:
a. Kaku bila di gendong
b. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,da...da)
c. Tidak mengeluarkan kata
d. Tidak tertarik pada boneka
e. Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar dan halus
4. Usia 2-3 tahun:
a. Tidak bias bicara
b. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman sebaya)
c. Hiperaktif
d. Kontak mata kurang
5. Usia 3-5 tahun:
a. Sering didapatkan ekolalia (membeo)
b. Mengeluarkan suara yang aneh(nada tinggi ataupun datar)
c. Marah bila rutinitasyang seharus berubah
d. Menyakiti diri sendiri (membentur kepala)

2.4. PATOFISIOLOGI

Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan
implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik (dendrite).Sel
saraf terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson di
bungkus selaput bernama myelin terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.pada
trimester ketiga,pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai pembentukan
akson,dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir,terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson,dendrite dan sinaps. Proses ini di pengaruhi secara
genetic melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth factor dan
proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk,anak makin cerdas,pembentukan
akson,dendrite dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.Bagian
otak yang digunakan dalam belajar menunjukan pertamabhan akson,dendrite dan
sinaps,sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian
sel,berkurangnya akson,dendrite dan sinaps. Kelainan genetis,keracuna logam
berat,dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan proses-proses
tersebut.Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Neutrologis
2. Test neupsikologis
3. Test pendengaran
4. MRI(Magnetic resonance imaging)
5. EEG(elektro encepalogram)
6. Pemeriksaan darah
7. Pemeriksaan urine.
2.6. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin
5-Hydroxytryptamine(5HT) yaitu neurotransmitter atau penghantar singnal
ke sel-sel saraf.Sekitar 30-50% penyandang autis mempunyai kadar
serotonin dalam darah. Kadar norepinefrin,dopamin,dan serotonin 5-HT
pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan.Akan
tetapi,tidak demikian pada penyandang autis.Terapi psikofarmakologi tidak
mengubah riwayat keadaan atau perjalanan autis tetapi efektif mengurangi
perilaku autistic seperti hiperaktivitas,penarikan diri,stereotipik,menyakiti
diri sendiri,agresifsifitas dan gangguan tidur. Risperidone bias digunakan
sebagai antagonis reseptor dopamine D2 dan seroton 5-HT untuk
mengurangi agresifitas,hiperaktivitas,dan tingkalaku yang menyakiti diri
sendiri.
2. PENATALKSANAAN KEPERAWATAN:
a. Terapi wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi: untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku:anak autis sringkali merasa frustasi.teman-temannya
sringkali tidak memahami mereka.mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya,mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara,cahaya dan sentuhan.Maka tak heran mereka sering
mengamuk.Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari
latarbelakang dari perilaku negative tersebut dan mencari solusinya
dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak
tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
BAB III
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN
Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive
menurut Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
1. Tidak suka dipegang
2. Rutinitas yang berulang
3. Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
4. Terpaku pada benda mati
5. Sulit berbahasa dan berbicara
6. 50% diantaranya mengalami retardasi mental
7. Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri
sendiri dengan orang lain
8. Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang
lain. Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri
dengan orang lain. Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang
diucapkan orang lain atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain
9. Penolakan atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan
ketidakmatangan stuktur gramatis, ekolali, pembalikan pengucapan,
ketidakmampun untuk menamai benda-benda, ketidakmampuan untuk
menggunakan batasan-batasan abstrak, tidak adanya ekspresi nonverbal
seperti kontak mata, sifat responsif pada wajah, gerak isyarat.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Menurut Townsend, M.C (1998) diagnosa keperawatan yang dapat
dirumuskan pada pasien/anak dengan gangguan perkembangan pervasive autisme
antara lain:
1. Risiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan:
a. Tugas-tugas perkembangan yang tidak terselesaikan dari rasa percaya
terhadap rasa tidak percaya
b. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan
c. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons
terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu,
fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberkulosa sclerosis, anoksia
selama kelahiran dan sindroma fragilis
d. Deprivasi ibu
e. Stimulasi sensosrik yang tidak sesuai
f. ejarah perilaku-perilaku mutilatif/melukai diri sebagai respons terhadap
ansietas yang meningkat.
g. Ketidakacuhan yang nyata terhadap lingkungan atau reaksi-reaksi yang
histeris terhadap perubahan-perubahan pada lingkungan

2. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan:


a. Gangguan konsep diri
b. Tidak adanya orang terdekat
c. Tugas perkembangan tidak terselsaikan dari percaya versus tidak
percaya
d. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons
terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu
fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous sclerosis, anoksia
selama kelahiran sindrom fragilis
e. Deprivasi ibu
f. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:


a. Ketidakmampuan untuk mempercayai
b. Penarikan diri dari diri
c. Perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-
kondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu fenilketonuria tidak
teratasi, ensefalitis, tuberous sclerosis, anoksia selama kelahiran
sindrom fragilis X)
d. Deprivasi ibu
e. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai

4. Gangguan identitas diri/pribadi berhubungan dengan:


a. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan
b. Tugas-tugas tidak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak
percaya
c. Deprivasi ihu
d. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai

3.3. PERENCANAAN DAN RASIONALISASI


Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk
mengatasi masalah keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan
pervasife autisme antara lain:
1. Resiko terhadap mutilasi diri
Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative
(misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons
terhadap kecemasan dengan criteria hasil:
a. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan
perilaku-perilaku mutilatif diri
b. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi:
1) Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang
kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri
Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan
anak)
2) Kaji dan tentukan penyebab perilaku - perilaku mutilatif sebagai respon
terhadap kecemasan
Rasional: pengkajian kemungkinan penyebab dapat memilih cara
/alternative pemecahan yang tepat
3) Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak
memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik –
narik rambut, pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka pada
ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris.
Rasional: Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera
4) Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat
Rasional: Untuk dapat bisa lebih menjalin hubungan saling percaya
dengan pasien
5) Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu - waktu
meningkatnya kecemasan agar tidak terjadi mutilasi
Rasional: Dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada perilaku-
perilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman

2. Kerusakan interaksi sosial


Tujuan: Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak
mata dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil:
a. Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain, pasien
menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-
perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain, pasien
tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain.
Intervensi:
1) Jalin hubungan satu - satu dengan anak untuk meningkatkan
kepercayaan.
Rasional: Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan
pembentukan kepercayaan.
2) Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan,
selimut) untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar
anak tidak mengalami distress.
Rasional: Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu
aman bila anak merasa distres
3) Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak
berusaha untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya untuk
meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling
percaya
Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan
dan mempertahankan hubungan saling percaya
4) Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-
interaksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata,
perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman , dan
pelukan
Rasional: Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu rangsangan
yang gencar pada pasien yang tidak terbiasa
5) Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras
untuk membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya
Rasional: Kehadiran seorang yang telah terbentuk hubungan saling
percaya dapat memberikan rasa aman

3. Kerusakan komunikasi verbal


Tujuan: Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu
yang telah ditentukan dengan kriteria hasil:
a. Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang
lain
b. Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
c. Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain
Intervensi:
1) Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan
dan komunikasi anak
Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk
memahami tindakan-tindakan dan komunikasi pasien
2) Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola
komunikasi terbentuk
Rasional: Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi
kecemasan anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi
dengan orang lain dengan asertif
3) Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan
kode pola komunikasi ( misalnya :" Apakah anda bermaksud untuk
mengatakan bahwa…..?" )
Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari
pesan yang diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang
tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati untuk tidak "berbicara atas nama
pasien tanpa seinzinnya"
4) Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan
ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh
Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap
dan hormat kepada seseorang

4. Gangguan Indentitas Pribadi


Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan
bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan
untuk mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang
dengan kriteria hasil:
a. Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan
bagian-bagian dari tubuh orang lain
b. Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari
lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata
yang di dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang
dilihatnya)
Intervensi:
1) Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak
Rasional: Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data
kepercayaan
2) Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama
kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
Rasional: Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan
anda terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
3) Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya
Rasional: Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan
anak terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
4) Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan
sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan
perawat. Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan anak telah
terbentuk
Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan sebagai suatu
ancaman oleh pasien
5) Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari batas-
batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-
gambar dari anak.
Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan
gambaran diri pada anak secara tepat .
Daftar Pustaka
Maulana, Mirza. 2008. Anak Autis. Jakarta: EGC

Purwati,H,Nyimas. 2009. Keperawatan anak autis. Jakarta: EGC

www.scribd.com diunduh tanggal 21 november 2017, pukul 12.30 wib.

Vous aimerez peut-être aussi