Vous êtes sur la page 1sur 61

LAPORAN PBL

MODUL GANGGUAN TIDUR


BLOK NEUROPSIKIATRI

KELOMPOK 1

Dosen Pembimbing : dr. Innah Mutmainnah Musa

110 2014 0137 Icha Wulandari Lapata


110 2016 0004 Andi M. Shofwatul Islam Hafid
110 2016 0029 Indra Aprianto
110 2016 0041 Roza Linda Duarsa
110 2016 0056 Anastasia Nugraha Pratiwi
110 2016 0064 Aulia Wahyu Ramdani
110 2016 0081 Hasmaul Husna Amin
110 2016 0109 Aqilla Nadya Zalzabila
110 2016 0118 Ninadiyah Nurul Azizah
110 2016 0121 Ayu Azizah Syen

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018

1
MODUL 3

GANGGUAN TIDUR

SKENARIO 1

Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang ke dokter dengan keluhan sulit memulai
tidur, sering terbangun dini hari sejak 2 bulan yang lalu. Ia mengeluh sakit kepala
dan mudah lelah, terus-menerus merasa sedih, energi juga berkurang, kurang
minat terhadap hobi yang biasanya, kemampuan berkonsentrasi berkurang,
kadang-kadang muncul ide-ide bunuh diri. Dia mengatakan bahwa dia mendengar
suara-suara gurunya yang mengatakan “dia tidak akan berhasil” dan kadang-
kadang mengomentari tentang tingkah lakunya yang selalu negatif. Dia
mengatakan bahwa dia telah mendengar suara ini selama beberapa tahun. Dia
menyangkal menggunakan obat-obatan atau alcohol dan dia tidak mempunyai
masalah medis.

KATA SULIT :

Tidak ada

KATA KUNCI :

1. Laki-laki berusia 28 tahun


2. Keluhan sulit memulai tidur dan sering terbangun dini hari sejak 2 bulan
yang lalu
3. Sakit kepala dan mudah lelah, terus-menerus merasa sedih, energi juga
berkurang, kurang minat terhadap hobi yang biasanya, kemampuan
berkonsentrasi berkurang, kadang-kadang muncul ide-ide bunuh diri

2
4. Pasien mendengar suara-suara gurunya yang mengatakan “dia tidak akan
berhasil” dan kadang-kadang mengomentari tentang tingkah lakunya yang
selalu negatif
5. Pasien telah mendengar suara ini selama beberapa tahun
6. Pasien menyangkal menggunakan obat-obatan atau alcohol dan dia tidak
mempunyai masalah medis

PERTANYAAN :

1. Apa yang dimaksud tidur?


2. Bagaimana klasifikasi gangguan tidur?
3. Bagaimana patofisiologi gangguan tidur?
4. Apa yang menyebabkan terjadinya gangguan tidur?
5. Bagaimana hubungan gangguan tidur dan perubahan perilaku sesuai
dengan skenario?
6. Bagaimana langkah-langkah diagnosis gangguan tidur?
7. Apa diagnosis banding dari gangguan tidur?
8. Bagaimana penatalaksanaan awal gangguan tidur?
9. Apa perspektif islam yang sesuai dengan skenario?

JAWABAN :

1. Apa yang dimaksud tidur?


Jawab :

Suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat


dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang
lainnya. Setidak-tidaknya kita membutuhkan 7 s/d 9 jam setiap malamnya
agar tubuh kita dapat berfungsi dengan baik.

3
Fisiologi tidur :

Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan


masa rotasi bola dunia yang dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama
sirkadian bersiklus 24 jam. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada
bagian ventral anterior hypothalamus. Sistem yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah Reticular Activating System (RAS) dan
Bulbar Synchronizing Regional (BSR) yang terletak pada batang otak.

Menggunakan elektroensefalogram (EEG), elektro-okulogram


(EOG), dan elektromiogram (EMG), didapatkan perbedaan gelombang
pada saat terjaga dan pada saat tidur, yaitu terbagi menjadi dua fase yaitu
pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement (REM) dan
pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement (NREM).
Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat stadium lalu
diikuti oleh fase REM.

Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:

1. Tidur stadium satu


Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur.
Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang
dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya
berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran
EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan
kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak
didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K.
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus
otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama.
Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat
adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek
K.

4
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran
EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-
50% serta tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan.
Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50%
tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini biasanya
berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan
masuk ke fase REM.

Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat


dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot
yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat
menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi
eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam.

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS


(Ascending Reticulary Activity System). Aktifitas ARAS ini sangat
dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik, kholonergik, histaminergik.

a. Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil
metabolisma asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya
jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga
meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila
serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka
terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti
lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus

5
raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
b. Sistem Adrenergik

Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin


terletak di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel
neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau
hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi
peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan
jaga.

c. Sistem Kholinergik
membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur
kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti
dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang
berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang
depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat
antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran
kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase
awal dan penurunan REM.
d. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
e. Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh
beberapa hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon
hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar
pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara
teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin,
dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan
bangun.

6
2. Bagaimana klasifikasi gangguan tidur?
Jawab :

Klasifikasi gangguan tidur :


1. Gangguan tidur primer
Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan
disebabkan oleh gangguan mental lain, kondisi medik umum, atau zat.
Gangguan tidur ini dibagi dua yaitu disomnia dan parasomnia.
Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas, dan waktu
tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa
fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau
perpindahan tidur-bangun. Disomnia terdiri dari insomnia primer,
hipersomnia primer, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan
dengan pernafasan, gangguan ritmik sirkadian tidur, dan disomnia
yang tidak dapat diklasifikasikan. Parasomnia terdiri dari gangguan
mimpi buruk, gangguan teror tidur, berjalan saat tidur, dan parasomnia
yang tidak dapat diklasifikasikan.
2. Gangguan tidur terkait gangguan mental lain
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya
keluhan gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh
gangguan mental lain (sering karena gangguan mood) tetapi tidak
memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan tidur tersendiri.
Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari
gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-
bangun. Gangguan tidur ini terdiri dari: Insomnia terkait aksis I atau II
dan Hipersomnia terkait aksis I atau II.
3. Gangguan tidur akibat kondisi medik umum
Gangguan akibat kondisi medik umum yaitu adanya keluhan
gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh
fisiologik langsung kondisi medik umum terhadap siklus tidur-bangun.

7
4. Gangguan tidur akibat zat
Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang
menggunakan atau menghentikan penggunaan zat (termasuk
medikasi). Penilaian sistematik terhadap seseorang yang mengalami
keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur yang spesifik,
gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan zat atau medikasi
yang digunakan, perlu dilakukan.

3. Bagaimana patofisiologi gangguan tidur?


Jawab :

Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau
Rapid Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau
Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM
yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium
dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat, lalu diikuti oleh fase
REM. Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus
dalam semalam.
Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka esok harinya
ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang
dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan
jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit.
Siklus tidur normal merupakan salah satu dari irama sirkadian yang
merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama
sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu,
maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu.
Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh
sistem yang disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular
Activity System ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar
jika aktivitas Reticular Activity System menurun, orang tersebut akan
dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini sangat

8
dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik, kolinergik, histaminergik.
a. Sistem Serotoninergik
Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil
metabolisme asam amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah
triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan
menyebabkan keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam
triptofan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa
tidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem
serotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang otak,
yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe
dorsalis dengan tidur REM.
b. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin
terletak di badan sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel
neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau
hilangnya REM Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon
(LH). Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur
oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini
secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter
norepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur
mekanisme tidur dan bangun tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi
peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
c. Sistem Kolinergik
Pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode
tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas
gambaran EEG seperti dalam kedaan jaga. Gangguan aktivitas
kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini
terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur
REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat

9
pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan
pada fase awal dan penurunan REM.
d. Sistem Histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
e. Sistem Hormon
Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti
Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH),
Tyroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon (LH).
Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh
kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara
teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefirn,
dopamine, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan
bangun.

4. Apa yang menyebabkan terjadinya gangguan tidur?


Jawab :

a. Stres
Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit
untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian
atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan
pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
b. Kecemasan dan depresi
Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak
atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
c. Obat-obatan
Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,
stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

10
d. Kafein, nikotin dan alkohol
Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah
stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat
membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam
tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.
e. Kondisi Medis
Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan
sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami
insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut.
Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal
jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD),
stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
f. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja.
Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat
menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit
untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur
siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
g. 'Belajar' insomnia.
Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak
bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur.
Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka
berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak
mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau
membaca.

11
5. Bagaimana hubungan gangguan tidur dan perubahan perilaku sesuai
dengan skenario?
Jawab :

Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya


keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang
selama tidur. Selama tahap-tahap tertentu tidur, penyerapan oksigen oleh
otak bahkan meningkat melebihi tingkta normal sewaktu terjaga.

Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan


mengakibatkan perubahan-perunahan pada siklus tidur biologisnya,
menurunnya daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah
tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya
akan mempengaruhi keselamatan pada diri sendiri maupun orang lain.
Gangguan tidur yang paling sering dialami masyarakat, seperti insomnia,
narkolepsi, hipersomnia, dan obstruksi henti napas saat tidur.

1. Sakit kepala
Gangguan tidur dengan nyeri kepala (khususnya nyeri kepala
primer) merupakan dua keluhan yang sering dijumpai pada praktik klinik.
Pola kronobiologi dan neurokimia seperti melatonin yang meregulasi
proses tidur juga memegang peranan penting dalam timbulnya nyeri
kepala. Penelitian yang dilakukan oleh Paiva dkk, mengidentifikasi adanya
gangguan tidur yang spesifik pada 55 % populasi penderita nyeri kepala
dengan awitan tidur pada malam hari. Kadar melatonin menurun pada
nyeri kepala. Melatonin dihasilkan di badan pineal yang berbentuk cemara
pada pusat otak dibelakang ventrikel tiga. Melatonin memiliki efek
terapeutik terhadap nyeri kepala melalui efek anti-oksidan, anti inflamasi,
dan anti nosiseptiknya. Melatonin juga merupakan faktor yang berperan
dalam ritme atau irama tidur sirkadian. Nukleus noradrenergik lokus
ceruleus dan nukleus serotonergik rafe dorsalis mengontrol siklus bangun
tidur dan modulasi nyeri.

12
2. Mudah lelah & Energi berkurang
Kelelahan yang dirasakan seseorang dapat pula mempengaruhi
kualitas tidur seseorang. Kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan
periode tidur REM (Rapid Eye Movement) lebih pendek sehingga sulit
memulai tidur. Kelelahan karena faktor psikologis seperti cemas, stres, dan
depresi juga akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini
disebabkan karena kondisi cemas akan meningkatkan hormon norepinefrin
darah melalui sistem saraf simpatis dimana zat ini yang akan mengurangi
atau mengganggu tahap 4 REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non-
Rapid Eye Movement), yaitu dimana seseorang tidur dalam keadaan rileks
dan sulit dibangunkan tetapi karena terganggu maka seseorang akan sukar
memulai tidur dan merasa tidak rileks (cemas, gelisah, stress, depresi).

3. Sulit konsentrasi & Kurang minat pada aktivitas


Dampak fisiologis dan psikologis yang muncul akibat buruknya
kualitas tidur meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, kelelahan respon
motorik yang terganggu, penurunan daya tahan tubuh, stres, depresi, dan
kecemasan, sehingga hal pertama yang terkena adalah masalah ingatan dan
konsentrasi. Tidur merupakan hal yang penting untuk fungsi kognitif
terutama konsolidasi memori. Kekurangan tidur mempengaruhi dua fungsi
kognitif, yaitu ingatan jangka pendek dan atensi (konsentrasi) yang
keduanya saling berkaitan. Ingatan jangka pendek dibagi menjadi empat
bagian, yaitu phonological loop yang mengatur penyimpanan sementara
informasi verbal dan akustik, visuopatial sketchpad sebagai kemampuan
untuk meletakkan suatu benda di sebuah ruangan, episodic buffer untuk
mengintegrasi informasi dari berbagai sumber, dan executive processes
untuk mengatur tiga bagian dari ingatan jangka pendek serta berperan
dalam mempertahankan perhatian. Mekanisme hubungan antara tidur dan
fungsi kognitif masih sedikit dipahami, namun bagian otak spesifik yang
terlibat dalam area neurokognitif tertentu termasuk perhatian eksekutif dan

13
memori aktif lebih rentan terhadap kurangnya tidur. Waktu tidur yang
terbagi-bagi memiliki hubungan dengan pengurangan besar aktivitas
kortikotalamik yang menghubungkan proses kesiagaan, atensi, dan fungsi
kognitif di area prefrontal otak. Lobus frontal serebri juga berkaitan
dengan gangguan tidur, yang mengalami kesulitan dalam memikirkan
kata-kata imajinatif dan tidak mampu memfokuskan perhatian sehinga
mengurangi kecepatan dan efisiensi kerja.

6. Bagaimana langkah-langkah diagnosis gangguan tidur?


Jawab :

Untuk mendiagnosis pasien psikiatri dilakukan dengan 2 jenis


anamnesi yaitu alloanamnesis dan autoanamnesis. Alloanamnesis
merupakan anamnesis yang di dapat dari keluarga pasien tentang keluhan
yang dirasakan pasien tersebut. Sedangkan autoanamnesis ialah anamnesis
yang didapat dari pasien itu sendiri.

A. Anamnesis

Garis besar riwayat psikiatri, sebagai berikut:

1. Data identitas
2. Keluhan utama dan masalah
3. Riwayat penyakit sekarang onset dan faktor presipitasi
4. Riwayat penyakit dahulu psikiatri, medis, riwayat penggunaan zat dan
atau alkohol
5. Riwayat pribadi (prenatal, masa kanak dini, pengahan dan akhir atau
remaja, masa dewasa, riwayat pekerjaan, perkawinan, pendidikan,
agama, aktivitas sosial, lingkungan tempat tinggal sekarang)
6. Riwayat seksual: pernah mengalami traumadimasa muda/tidak (seperti
diperkosa), pernah melihat kekerasan seksual yang dilakukan ayahnya
pada ibunya/tidak.

14
Teknik umum pemeriksaan psikiatri, yaitu:

1. Bina rapport sejak awal


2. Tentukan keluhan utama
3. Gunakan keluhan utama untuk DD (Differential Diagnosa)
4. Singkirkan DD dengan pertanyaan fokus dan lebih rinci
5. Lanjutkan jawaban pasien bila ada jawaban yang kurang jelas (samar-
samar)
6. Biarkan pasien bicara bebas untuk mengetahui proses pikir
7. Gunakan campuran pertanyaan terbuka dan tertutup
8. Jangan takut bertanya hal yang sulit atau mungkin membuat pasien
malu
9. Tanya tentang ide suicide
10. Berikan kesempatan pasien bertanya pada akhir wawancara

Setelah melakukan anamnesis, diagnosis ditegakkan berdasarkan


pengelompokan gejala klinik yang teramati. Diagnosis deskriptif (dengan
mengabaikan berbagai latar belakang teori yang menjelaskan mengapa
gejala tersebut muncul).

Diagnosis multiaksial mempunyai 5 aksis:


1. Aksis I: Diagnosis Klink
Merupakan gejala-gejala klinik yang terbukti dalam
pemeriksaan ke dalam kriteria diagnosis.
Contohnya: gangguan depresi (gejala utama adalah rasa sedih),
gangguan psikotik (gejala utamanya kehilangan kemampuan
menilai realitas), gangguan cemas (gejala utamanya adalah cemas).
2. Aksis II: Ciri/gangguan Kepribadian dan Retradasi Mental
Merupakan ciri atau gangguan kepribadian yaitu pola
perilaku yang menetap (kebiasaan,sifat) yang tampak dalam

15
presepsitentang diri dan lingkungan (yang akan ditampilkan dalam
pola interaksi dengan orang lain)
Contoh : gangguan kepribadian anankastik segala sesuatu yang
dilihat harus sempurna, orang lain harus mengikuti perkataanya
sehingga seringkali menimbulkan kekecewaan pada dirinya, sering
terdapat suatu yang mengakibatkan obsesif kompulsif.
3. Aksis III: Penyakit Fisik
Penyakit atau kondisi fisik, khususnya yang perlu
diperhatikan pada tatalaksanaan atau menjadi penyebab munculnya
gangguan yang dituliskan di aksis I.
4. Aksis IV: Stresor Psikososial
Merukapan stressor psikososial yaitu semua peristiwa yang
mencetuskan gangguan yang dituliskan di aksis I.
Contoh : Hubungan antara individu (bercerai, ditinggal
meninggal).
5. Aksis V: Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian yang dinilai dari:
a. Fungsi sosial (hubungan sosial dengan keluarga dan
masyarakat)
b. Fungsi peran (yang dinilai mutu dan produktivitas peran yang
disandang subjek)
c. Pemanfaatan waktu luang
d. Fungsi perawatan diri

B. Pemeriksaan Psikiatri
1. Bicara:
Kualitas dan kuantitas pembicaraan pasien dapat
menginformasikan proses pikirnya. Kualitasnya berupa relevansi,
kepatuhan,koherensi, kejelasan, dan volume suara. Kuantitas yaitu
banyak dan cepatnya pembicaraan serta suasana.

16
2. Persepsi :
a. Halusinasi
Dapat berupa halusinasi auditorik, visual, gustatorik, taktil,
olfaktorik, kinestetik, viseral, hipnagonik, histerik dan
formicatioon. Tanyakan apakah pasien mendengar suara orang
saat tidak ada orang disekitar, apakah suara tersebut datang dari
luar atau didalam kepala, apakah ada halusinasi perintah dan
apa reaksi pasien atas halusinasi tersebut.
b. Ilusi
Merupakan penilaian yang salah tentang pencerapan yang
sungguh terjadi.
c. Depersonalisasi
Adalah perasaan aneh tentang dirinya bahwa dirinya telah
berubah dan tidak seperti biasa lagi. Contohnya pengalaman
diluar tubuh (out of body experience) dan sesuatu dari bagian
tubuhnya bukan lagi kepunyaannya.
d. Derealisasi
Adalah perasaan aneh tentang lingkungannya berubah dan
tidak sesuai kenyataan.

3. Proses Pikir:

a. Bentuk Pikiran
Cara bagaimana buah pikir terhubungkan. Pikiran normal
adalah bertujuan dan terangkai berurutan dengan hubungan
yang logis.
b. Isi Pikiran
Dapat terjadi gangguan isi pikiran seperti waham, fobia,
fantasi, obsesi, suicidal thoughts, dan lain-lain.
c. Mimpi atau Fantasi
d. Gangguan proses pikir

17
C. Pemeriksaan Status Mental

Pemeriksaan status mental merupakan bagian dari pengkajian


klinis yang medeskripsikan keseluruhan observasi yang dilakukan oleh
pemeriksaan dan kesan didapatkan dari pasien psikiatri saat dilakukan
wawancara. Walaupun riwayat pasien tetap stabil, status mental pasien
dapat berubah setiap hari atau setiap jam. Pemeriksaan status mental
adalah gambaran penampilan pasien, cara bicara, tindakan, pikiran selama
wawancara. Bahkan bila pasien membisu, inkoheren, atau menolak
jawaban pertanyaan, dokter dapat memperoleh segudang informasi
berdasarkan pengamataan yang cermat.

1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
b. Perilaku dan psikomotor
c. Sikap terhadap pemeriksa
2. Mood dan Afek
a. Mood
b. Afek
c. Keserasian
3. Pembicaraan
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi Auditorik
b. Halusinasi Visual
c. Halusinasi Taktil
5. Pikiran
a. Proses dan bentuk Pikiran
b. Isi pikiran
6. Kesadaran dan Kognisi
a. Taraf kesadaran
b. Orientasi (waktu, tempat, orang)

18
c. Daya Ingat (segera, janga pendek, jangka menengah, jangka
panjang)
d. Konsentrasi dan perhatian
e. Kemampuan membaca dan menulis
f. Kemampuan Visuospasial
7. Pengendalian Impuls
8. Daya Nilai dan Tilikan
a. Daya nilai sosial
b. Uji daya nilai
c. Penilaian Realita
d. Tilikan
9. Taraf Dapat Dipercaya

D. Pemeriksaan Penunjang

Uji laboratorium dalam psikiatri

1. Uji Neuroendokrin Uji Fungsi Tiroid

Uji ini digunakan untuk menyingkirkan hipotiroidisme yang dapat


muncul dengan gejala depresi. Pada sejumlah studi, hingga 10 persen
pasien yang mengeluh depresi serta kelelahan terkait ternyata
mengalami penyakit hipotiroidisme insipien. Tanda dan gejala terkait
lain yang umum terdapat pada baik depresi maupun hipotiroidisme
meliputi kelemahan, kekakuan, tidak nafsu makan, konstipasi,
menstruasi tidak teratur, bicara melambat. apati, memori terganggu, dan
bahkan halusinasi serta waham.

Litium dapat menyebabkan hipotiroidisme dan yang lebih jarang,


hipertiroidismemenguraikan pemantauan fungsi tiroid yang disarankan
untuk pasien yang mengonsumsi litium. Hipotiroidisme neonatorum
mengakibatkan retardasi mental dan dapat dicegah bila diagnosis
ditegakkan saat lahir.

19
2. Uji perangsangan hormon pelepas tiroid (TRH)

Indikasikan untuk pasien dengan hasil uji tiroid yang berada di


perbatasan abnormal yang mengisyaratkan adanya hipotiroidisme
subklinis, yang mungkin menyebabkan depresi klinis. Uji ini juga
dilakukan pada pasien dengan kemungkinan hipotiroidisme
yang terinduksi litium. Prosedur ini membutuhkan injeksi TRH
500 mg intravena (IV), yang menghasilkan peningkatan tajam TSH
serum bila diukur dalam 15, 30, 60, dan 90 menit. Peningkatan
TSH serum dari 5 sampai 25 nIU/ml di atas nilai dasar dianggap
normal. Peningkatan kurang dari 7 pilU/ml dianggap respons
menumpul, yang mungkin berkorelasi dengan diagnosis gangguan
depresif Delapan persen dari semua pasien dengan gangguan
depresif mengalami kelainan tiroid tertentu.

3. Uji Supresi Deksametason

Deksametason adalah glukokortikoid sintetik kerja lama


dengan waktu paruh yang panjang. Deksametason 1 mg kurang
lebih setara dengan kortisol 25 mg. Uji supresi deksametason
(DST) digunakan untuk membantu memastikan kesan diagnostik
gang-guan depresif mayor.

Prosedur :

Pasien diberikan deksametason 1 mg per oral pada pukul 11 malam


dan kadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi, 4 sore, dan 11
malam. Kadar kortisol plasma di atas 5 ug/dl (disebut nomupresi)
dianggap abnormal (yaitu positif). Supresi kortisol mengindikasikan
bahwa sumbu hipotalamus-adrenal-hipofisis bekerja dengan baik. Sejak
tahun 1930an, disfungsi pada sumbu ini diketahui berkaitan dengan
stres. DST dapat digunakan untuk menindaklanjuti respons pasien
depresif terhadap pengobatan. Meski demikian, normalisasi DST bukan

20
merupakan indikasi untuk menghentikan pengobatan antidepresan
karena DST dapat menjadi normal sebelum depresi sembuh.

Reliabilitasi :

Masalah yang terkait dengan DST mencakup berbagai laporan


mengenai sensitivitas dan spesifisitasnya.Hasil positif palsu dan
negatifpalsu sering dijumpai. Sensitivitas DST dianggap sebesar 45
persen pada gangguan depresif mayor dan 70 persen pada episode
depresi mayor dengan ciri psikotik. Spesifisitasnya 90 persen dibanding
kontrol dan 77 persen bila dibandingkan dengan diagnosis psikiatri lain.
Sejumlah bukti mengisyaratkan bahwa pasien dengan hasil DST positif
(terutama 10 ug/dL) akan menunjukkan respons yang baik terhadap
pengobatan somatik. seperti terapi elektrokonvulsi atau terapi
antidepresan siklik.

4. Uji Endokrin Lain

Banyak hormon lain yang memengaruhi perilaku. Pemberian


hormon secara eksogen telah terbukti memengaruhi perilaku dan
penyakit endokrin yang telah dikenal menyebabkan gangguan
mental. Selain hormon tiroid, hormon tersebut meliputi hormon
prolaktin hipofisis anterior, hormon pertumbuhan, somatostatin,
hormon pelepas gonadotropin, serta steroid seks—luteinizing
hormone, follicle-stimulating hormone, testosteron, dan estrogen.
Melatonin dari kelenjar pineal dianggap terlibat dalam gangguan
afektif musiman (yang disebut gangguan mood dengan pola
musiman pada edisi revisi keempat DSM IV). Gejala ansietas atau
depresi dapat dijelaskan pada sejumlah pasien berdasarkan
perubahan nonspesifik pada fungsi atau homeostasis endokrin.

21
Katekolamin

Kadar metabolit serotonin asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA)


meningkat pada urine pasien dengan tumor karsinoid. Peningkatan
kadar kadang-kadang terlihat pada pasien yang menjalani peng-obatan
dengan fenotiazin dan pada mereka yang mengonsumsi makanan tinggi
serotonin (contohnya walnut, pisang. dan alpukat). Jumlah 5-HIAA
dalam cairan serebrospinal (LCS) rendah pada beberapa orang dengan
depresi yang mengarah ke bunuh diri serta studi posmortem pada
mereka yang melakukan bunuh diri, terutama dengan cara yang sangat
kasar. Rendahnya kadar 5-HIAA LCS secara umum dikaitkan dengan
kekerasan. Norepi-nefrin dan produk metaboliknya—metanefrin,
normetanefrin, serta asam vanililmandelat—dapat terlacak dalam urine,
darah, dan plasma. Kadar katekolamin plasma sangat meningkat pada
feokromositoma, yang dikaitkan dengan ansietas, agitasi, dan
hipertensi. Beberapa kasus ansietas kronik menunjukkan pening- katan
kadar norepinefrin dan epinefrin darah. Sejumlah pasien depresi
memiliki rasio norepinefrin terhadap epinefrin urine yang rendah.
Kadar norepinefrin dan epinefrin urin yang tinggi ditemukan pada
beberapa pasien dengan gangguan stress pascatrauma. Kadar metabolik
norepinefrin 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol menurun pada pasien
dengan gangguan depresif berat, terutama pada pasien yang mencoba
bunuh diri.

5. Uji Fungsi Ginjal

Bersihan kreatinin mendeteksi kerusakan ginjal secara dini


dan dapat dipantau secara serial untuk mengikuti perjalanan
penyakit ginjal. Nitrogen urea darah (BUN) juga meningkat pada
penyakit ginjal dan diekskresi melalui ginjal; BUN dan kreatinin
serum dipantau pada pasien yang mengonsumsi litium (Eskalith).
Bila BUN atau kreatinin serum abnormal, dilakukan uji bersihan

22
kreatinin 2-jam dan, pada akhirnya, bersihan kreatinin 24-jam.
Tabel 4-2 merangkum pemeriksaan laboratorium lain untuk pasien
yang mengonsumsi litium.

6. Uji Fungsi Hati

Kadar bilirubin direk dan bilirubin total meningkat pada


cedera hepatoselular dan stasis empedu intrahepatik, yang dapat
terjadi pada pengobatan dengan fenotiazin atau trisiklik serta pada
penyaiahgunaan alkohol dan zat lain. Obat tertentu—contohnya
fenobarbital (Luminal)—dapat menurunkan konsentrasi bilirubin
serum. Penyakit atau kerusakan hati, yang tercermin dari temuan
abnormal pada uji fungsi hati (LFT) dapat bermanifestasi dengan
tanda dan gejala gangguan kognitif, termasuk disorientasi dan
delirium. Gangguan fungsi hati dapat meningkatkan waktu paruh
eliminasi obat tertentu, termasuk beberapa jenis benzodiazepin,
sehingga obat tersebut dapat tinggal lebih lama dalam sistem tubuh
dibanding pada keadaan normal. LFT harus dipantau secara rutin
bila menggunakan obat tertentu, seperti karbamazepin (Tegretol)
dan valproat (Depakene). Pemeriksaan Penunjang yang lainnya
ialah MRI, CT-Scan dan tes MMPI merupakan pemeriksaan
penunjang tambahan.

7. Apa diagnosis banding dari gangguan tidur?


Jawab :

1. SKIZOAFEKTIF
a. Definisi
Skizoafektif adalah gangguan mental yang rancu pada
keadaan yang terdapat gejala skizofrenia persisten (delusi dan
halusinasi) dan gejala afektif berat (mood depresif, maniak,

23
campuran) yang terjadi secara bersamaan, akan tetapi gejala
skizofrenia lebih dominan.
b. Etiologi
Sampai sekarang etiologinya belum jelas, tetapi beberapa
pakar mengatakan bahwa ada kaitannya dengan faktor
psikologis, faktor lingkungan, faktor keluarga (genetik), dan
obat-obatan psikoaktif atau psikotropika
c. Epidemiologi
Gangguan skizoafektid terjadi pada 0,2 % dari populasi
umum di Amerika. Sekitar 9 % penderita skizoafektif dirawat
di rumah sakit. Gangguan skizoafektif lebih sering angka
kejadiannya dibanding gangguan bipolar. Gangguan ini disertai
dengan adanya riwayat keluarga. Prevalensi perempuan lebih
tinggi, terutama wanita yang telah menikah
d. Klasifikasi
1. Gangguan Skizoafektif Tipe Maniak
Suasana perasaan harus meningkat secara menonjol/
ada peningkatan suasana perasaan yang tidak begitu
menonjol yang dikombinasi dengan iritabilitas/ kegelisahan
yang meningkat. Dalam episode yang sama, harus jelas ada
sedikitnya 1 atau 2 gejala skizofrenia yang khas. Maniak:
hiperaktif, lebih cerewet dan bicara lebih cepat dari
biasanya, konsentrasi pecah, tidak merasa perlu tidur,
berbangga diri
2. Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
Ada depresi yang menonjol desertai sedikitnya 2
gejala depresif yang khas/ kelainan perilaku seperti yang
terdapat dalam kriteria episode depresif. Dalam episode
yang sama, harus ada 1 atau 2 gejala skizofrenia yang khas.
Depresi: hilang nafsu makan, berat badan naik/ turun,
perubahan kebiasaan tidur, hilang energi, hilang minat pada

24
hal-hal yang biasanya dilakukan, merasa tidak berharga/
tidak punya harapan/ merasa bersalah. sulit konsentrasi &
berpikir, dan memikirkan kematian/ bunuh diri
3. Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia ada
secara bersama-sama dengan gejala-gejala gangguan afektif
bipolar tipe campuran
e. Faktor Resiko
1. Skizoafektif tipe depresif lebih sering pada orang tua
2. Skizoafektif tipe bipolar (campuran) lebih sering pada
dewasa muda
3. Prevalensi perempuan lebih tinggi, terutama wanita yang
telah menikah
4. Bila terjadi pada laki-laki, maka akan bersamaan dengan
perilaku antisosial dan afek yang tumpul
f. Gejala Klinis
1. Gejala psikotik: Waham (bizarre, pikiran yang disiarkan,
pikiran yang dikendalikan dari luar, ada kekuatan dari luar
yang mengendalikan perilaku), halusinasi (mendengar
suara-suara yang tidak ada objeknya/ tidak jelas)
2. Gejala afek: Afek depresif, afek maniak (energi yang
berlebihan, waham kebesaran, waham kejar, agresif,
iritabilitas/gelisah), afek campuran
g. Diagnosis
1. Anamnesis: autoanamnesis/ alloanamnesis/ keduanya
2. Pemeriksaan status mental (penampilan, perilaku, bicara,
afek, pikiran, persepsi)
3. Pemeriksaan tambahan:
a. Pemeriksaan antropometri (IMT), lingkar pinggang,
tekanan darah

25
b. Laboratorium: kadar lithium plasma, GDS, fungsi hati
& ginjal
c. Radiologi: CT-Scan kepala untuk menyingkirkan
kelainan vaskuler
d. Pemeriksaan EEG (Electro Encephalography) untuk
melihat ada tidaknya fokus epileptik (kejang)
h. Diagnosis Banding
1. Gangguan psikotik akibat kondisi medik umum
2. Gangguan psikotik akibat zat (amfetamin, kafein,
fensiklidin, steroid)
3. Delirium, demensia, skizofrenia
4. Gangguan mood dengan gambaran psikotik
5. Gangguan waham
i. Terapi
1. Fase Akut
a. Skizoafektif Tipe Maniak/ Tipe Campuran
1. Injeksi: Olanzapin dosis 10 mg/mL intramuskular,
Haloperidol dosis 5 mg/mL intramuskular,
Diazepam 10 mg/2 mL intramuskular/ intravena.
Efek samping: sedasi & inhibisi psikomotor,
gangguan otonom (hipotensi, mulut kering,
kesulitan defekasi, hidung tersumbat, aritmia),
gangguan ekstrapiramidal (sindrom parkinson:
tremor halus, distonia akut).
2. Oral: Olanzapin 1 x 10-30 mg/hari, Risperidon 2 x
1-3 mg/hari, Lithium karbonat 2 x 400 mg/hari
dinaikkan mencapai terapeutik 0,8-1,2 mEq/L,
Lorazepam 3 x 1-2 mg/hari (efektif untuk gaduh,
gelisah, insomnia), Haloperidol 5-20 mg/hari. Efek
samping: sedasi & inhibisi psikomotor, relaksasi

26
otot (rasa lemas, cepat lelah), fungsi kognitif &
kewaspadaan lemah.
3. Psikoedukasi: Terapi suportif antara dokter, pasien,
dan keluarga pasien, latihan keterampilan, dan
rehabilitasi kognitif. Pasien dan keluarga harus
menerima penjelasan bahwa spektrum gangguan
sangat luas sehingga sulit menentukan prognosis.
Keluarga disiapkan menghadapi perubahan sifat dan
kebutuhan pasien .
4. Terapi ECT (Electro Convulsive Therapy) untuk
pasien yang refrakter terhadap obat
b. Skizoafektif Tipe Depresi
1. Injeksi: Olanzapin dosis 10 mg/mL intramuskular,
Aripriprazol dosis 9,75 mg/mL intramuskular,
Diazepam 10 mg/2 mL intramuskular/ intravena.
Efek samping: sedasi & inhibisi psikomotor,
gangguan otonom (hipotensi, mulut kering,
kesulitan defekasi, hidung tersumbat, aritmia),
kelemahan otot, konsentrasi menurun.
2. Oral: Lithium karbonat 2 x 400 mg/hari dinaikkan
mencapai terapeutik 0,8-1,2 mEq/L, SSRI (Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor): fluoksetin 1 x 10-20
mg/hari, anti-psikotik generasi kedua (Olanzapin
dosis 1 x 10-30 mg/hari), Haloperidol 5-20 mg/hari.
Efek samping: mulut kering, sedasi, kelemahan otot,
tremor halus, kesulitan defekasi, fungsi kognitif &
konsentrasi menurun.
3. Psikoedukasi: Terapi suportif antara dokter, pasien,
dan keluarga pasien, latihan keterampilan, dan
rehabilitasi kognitif. Pasien dan keluarga harus
menerima penjelasan bahwa spektrum gangguan

27
sangat luas sehingga sulit menentukan prognosis.
Keluarga disiapkan menghadapi perubahan sifat dan
kebutuhan pasien
4. Terapi ECT (Electro Convulsive Therapy) untuk
pasien yang refrakter terhadap obat atau katatonik
2. Fase Lanjutan
a. Psikofarmakologi
1. Terapi Monoterapi
a. Lithium karbonat 0,6-1 mEq/L, biasanya
dicapai dengan dosis 900-1200 mg/hari sekali
b. Olanzapin 1 x 10 mg/hari
c. Quetiapin dosis 300-600 mg/hari
d. Risperidon dosis 1-4 mg/hari
e. Aripirazol dosis 10-20 mg/hari
f. Efek samping: sedasi & inhibisi psikomotorik,
mulut kering & haus, sulit defekasi, tremor
halus/kasar, relaksasi otot, fungsi kognitif &
konsentrasi menurun, hipotensi, aritmia.
2. Terapi Kombinasi
a. Kombinasi obat-obatan terapi monoterapi.
Penggunaan obat anti-depresan jangka
panjang untuk skizoafektif tipe episode
depresi mayor tidak dianjurkan karena dapat
menginduksi terjadinya episodik maniak
b. Klozapin dosis 300-700 mg/hari (untuk pasien
yang refrakter) selama 2-6 bulan sampai
tercapai recovery dengan bebas gejala selama
2 tahun
j. Prognosis
Prognosis skizoafektif lebih baik daripada skizofrenia,
tetapi lebih buruk bila dibandingkan dengan gangguan

28
mood. Perjalanan penyakitnya cenderung tidak mengalami
deteriorasi (kemunduran) dan respon terhadap obat lithium
lebih baik disbanding skizofrenia. Bila semakin lama
gangguan, maka akan lebih mengarah ke prognosis yang
buruk.

2. SKIZOFRENIA
a. Definisi

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai
dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku
seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang.

Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua


kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa
delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh
atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul
atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’
kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh
tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau
inisiatif.

b. Epidemiologi

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat


dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup
secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai
hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja
akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini
mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada
perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun.

29
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko
penyalahgunaan zat terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90%
pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga
berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri
merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak,
hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.

c. Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam


menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain :

1. Faktor Genetik
Factor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal
ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka
kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7
– 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita
skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40
– 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar
satu telur (monozigot) 61 – 86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena
yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering
kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di
tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga
mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada
orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai
berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin
tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang
memiliki penyakit ini.

30
2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan
kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak
yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain.
Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas
neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagianbagian
tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap
dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas
dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia.
Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan
norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan.
3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter
yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat
kejiwaan, adanya hubungan orang tua anak yang patogenik, serta
interaksi yang patogenik dalam keluarga.
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi
dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai
contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan
untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin,
dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab
skizofrenia pada anak – anaknya.
d. Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap


individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-
lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid,
prodromal, fase aktif dan keadaan residual.

Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit


skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara
retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa

31
remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan
perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat
berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian
retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa
sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala,
nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan.

Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata


secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan
perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan
pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai
dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal
hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis,
yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh.

e. Tipe-Tipe Skizofrenia

Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical


Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American
Psychiatric Assosiation,1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American
Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric
Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR
2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu
(Davison, 2006) :

1. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang
mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya
fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham
biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau
keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham
kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul.

32
Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan
suka berargumentasi, dan agresif.
2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah
pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau
inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan
dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan.
Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang
serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
3. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada
psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy
flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang
ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi
(mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang
ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang
lain (echopraxia).
4. Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang
menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat
menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang
sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat
dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang
berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar,
autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase
yang menunjukkan ketakutan.
5. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas
dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual
atau sisa, seperti keyakinan - keyakinan negatif, atau mungkin
masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya

33
delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri
secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.
g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi


biologis, dan terapi psikososial :

1. Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian
yaitu terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi
elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak. Terapi dengan
penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala
skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine
(thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat
tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine
(serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang
utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan,
tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis
yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun).
Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya
tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan.
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi
electroshock pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir
1930-an, electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai
penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok
perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.
ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai
gangguan jiwa, termasuk skizofrenia.
2. Terapi Psikososial
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik
mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara

34
historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada
pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa
gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia
karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi
psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga.
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi
humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling
berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai
pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan
feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk
berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta
dalam kemampuan berkomunikasi.
Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari
terapi kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah
keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya.
Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi
yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali.
Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara
untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif
maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk
memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga
diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk
menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan
oleh Fallon, ternyata campur tangan keluarga sangat membantu
dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah
kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi
secara individual.

35
h. Obat Antipsikotik

Kepustakaan sekarang membagi obat antipsikotik menjadi


antipskotik tipikal (antispikotik konvensional/antispikotik klasik) dan
antipsikotik atipikal (novel antipsychotic). Dimana terdapat perbedaan
mekanisme kerja dan profil efek samping di antara kedua golongan
tersebut.

Tabel di bawah ini memperlihatkan beberapa obat antipsikotik dengan


efek sekundernya/efek sampingnya:

antispikotik Gg-Eq Dosis(mg/h) Sedasi otonomik Eks.


piramidal
Cholorpromazine 100 150-1600 +++ +++ ++
Thioridazine 100 100-900 +++ +++ +
Perphenazine 8 8-48 + + +++
Trifluoperazine 5 5-60 + + +++
Fluphenazine 5 5-60 ++ + +++
Haloperidol 2 2-100 + + ++++
Pimozide 2 2-6 + + ++

i. Prognosis

Sekitar 22% pasien yang mendapatkan terapi farmakologi


maupun psikoterapi yang adekuat mengalami episode tunggal dan
tanpa gejala sisa. Sekitar 35% mengalami episode rekuren tanpa
gejala sisa, 8% mengalami episode rekuren dengan kerusakan non
pprogresif yang signifikan, serta sekitar 35% mengalami episode
rekuren dengan kerusakan signifikan yang progresif.

36
3. GANGGUAN DEPRESI
a. Definisi
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai
dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan
bersalah (menarik diri, tidak dapat tidur, kehilangan selera, minat
dalam aktivitas sehari-hari), dalam Gerald C. Davison 2004.
Menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi
emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental
(berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya
mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya
dan kehilangan harapan.
Menurut Iyus Yosep (2007), depresi adalah salah satu bentuk
gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai
kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada
semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa,
tidak berguna dan putus asa. Chaplin (2002) mendefinisikan depresi
pada dua keadaan, yaitu pada orang normal dan pada kasus
patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan
kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai
dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme
menghadapi masa yang akan datang. Sedangkan pada kasus
patologis, depresi merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi
terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan,
tidak mampu danputus asa.
Sedangkan menurut Kartono (2002), depresi adalah kemuraman
hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang
patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh; rasa inferior, sakit hati
yang dalam, penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Jika depresi
itu psikotis sifatnya, maka disebut melankholi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
depresi merupakan gangguan emosional atau suasana hati yang buruk

37
yang ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan,
perasaan bersalah dan tidak berarti. Sehingga seluruh proses
mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) tersebut dapat
mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam kehidupan
sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal.

b. Epidemiologi
Depresi bukan saja dialami oleh orang dewasa tetapi anak-anak
juga bisa mengalami depresi yang tidak mengenal kelas sosial. Banyak
faktor yang menyebabkan seseorang menjadi depresi dan terpuruk.
Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri
(suicide). Sebanyak 40% penderita depresi mempunyai ide untuk bunuh
diri, dan hanya lebih kurang 15% saja yang sukses melakukannya.
Jumlah penderita depresi wanita dua kali lebih banyak dari pria, tetapi
pria lebih berkecenderungan bunuh diri. Di Amerika Serikat, 17% orang
pernah mengalami depresi pada suatu saat dalam hidup mereka, dengan
jumlah penderita saat ini lebih dari 19 juta orang. Depresi merupakan
salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang mendapat
perhatian serius. Dinegara-negara berkembang, WHO memprediksikan
bahwa pada tahun 2020, depresi akan menjadi salah satu gangguan
mental yang banyak dialami dan depresi berat akan menjadi penyebab
kedua terbesar kematian setelah serangan jantung. Berdasarkan data
WHO tahun 1980, hamper 20% - 30% dari pasien rumah sakit di Negara
berkembang mengalami gangguan mental emosional seperti depresi.

c. Penyebab Depresi
Depresi disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor. Jika
seseorang di dalam riwayat kesehatannya memiliki keluarga yang
mengalami depresi, maka terdapat kecenderungan untuk mengalami
depresi juga. Menurut Kaplan (2002) dan Nolen – Hoeksema & Girgus
(dalam Krenke & Stremmler, 2002), faktor–faktor yang dihubungkan

38
dengan penyebab dapat dibagi atas : faktor biologi, faktor
psikologis/kepribadiandan faktor sosial. Dimana ketiga faktor tersebut
dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Faktor Biologi
Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan mood melibatkan
patologik dan system limbiks serta ganglia basalis dan hypothalamus.
Dalam penelitian biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan
dua neurotrasmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan
mood. Pada wanita, perubahan hormone dihubungkan dengan kelahiran
anak dan menoupose juga dapat meningkatkan risiko terjadinya
depresi. Penyakit fisik yang berkepanjangan sehingga menyebabkan
stress dan juga dapat menyebabkan depresi.
Faktor Psikologis/Kepribadian
Individu yang dependent, memiliki harga diri yang rendah, tidak
asertif, dan menggunakan ruminative coping. Nolen – Hoeksema &
Girgus juga mengatakan bahwa ketika seseorang merasa tertekan akan
cenderung fokuspada tekanan yang mereka rasa dan secara pasif
merenung daripada mengalihkannya atau melakukan aktivitas untuk
merubah situasi.
Pemikiran irasional yaitu pemikiran yang salah dalam berpikir
seperti menyalahkan diri sendiri atas ketidakberuntungan. Sehingga
individu yang mengalami depresi cenderung menganggap bahwa dirinya
tidak dapat mengendalikan lingkungan dan kondisi dirinya. Hal ini dapat
menyebabkan pesimisme dan apatis.
Faktor Sosial
1. Kejadian tragis seperti kehilangan seseorang atau kehilangan dan
kegagalan pekerjaan
2. Paska bencana
3. Melahirkan
4. Masalah keuangan
5. Ketergantungan terhadap narkoba atau alkhohol

39
6. Trauma masa kecil
7. Terisolasi secara sosial
8. Faktor usia dan gender
9. Tuntutan dan peran sosial misalnya untuk tampil baik, menjadi
juara di sekolah ataupun tempat kerja
10. Maupun dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya.
Risiko yang ditimbulkan akibat depresi
1. Bunuh Diri
Orang yang menderita depresi memiliki perasaan kesepian,
ketidakberdayaan dan putus asa. Sehingga mereka
mempertimbangkan membunuh dirinya sendiri.
2. Gangguan Tidur
Insomnia ataupun hypersomnia, Gangguan tidur dan depresi
biasanya cenderung muncul bersamaan. Setidaknya 80% dari orang
yang menderita depresi mengalami insomnia atau kesulitan untuk
tidur. 15% mengalami depresi dengan tidur yang berlebihan. Kesulitan
tidur dianggap sebagai gejala gangguan mood.
3. Gangguan Interpersonal
Individu yang mengalami depresi cenderung mudah
tersinggung, sedih yang berkepanjangan sehingga cenderung
menarik diri dan menjauhkan diri dari orang lain. Terkadang
menyalahkan orang lain. Hal ini menyebabkan hubungan dengan orang
lain maupun lingkungan sekitar menjadi tidak baik.
4. Gangguan dalam pekerjaan
Depresi meningkatkankemu ngkinan dipecat atau penderita
sendiri yang mengundurkan diri dari pekerjaan ataupun sekolah.
Orang yang menderita depresi cenderung memiliki motivasi yang
menurun untuk melakukan aktivitas ataupun minat pekerjaan dalam
kehidupan sehari-hari.

40
5. Gangguan pola makan
Depresi dapat menyebabkan gangguan pola makan atau
sebaliknya gangguan pola makan juga dapat menyebabkan depresi.
Pada penderita depresi terdapat dua kecenderungan umum menegenai
pola makan yang secara nyata mempengaruhi berat tubuh yaitu :
a. Tidak selera makan
b. Keinginan makan-makanan yang manis bertambah

6. Perilaku-perilaku merusak
Beberapa orang yang menderita depresi memiliki perilaku
yang merusakmseperti, agresivitas dan kekerasan, menggunakan
obat-obatan terlarang dan alkhohol, serta perilaku merokok yang
berlebihan.

d. Ciri – ciri dan gejala depresi


Pada umumnya, individu yang mengalami depresi
menunjukkan gejala psikis, fisik dan sosial yang khas.
Beberapa orang memperlihatkan gejala yang minim, beberapa orang
lainnya lebih banyak. Kriteria depresi dapat ditegakkan apabila
sedikitnya 5 dari gejala dibawah ini telah ditemukan dalam jangka
waktu 2 minggu yang sama dan merupakan satu perubahan pola
fungsi dari sebelumnya. Gejala dan tanda umum depresi adalah
sebagai berikut :

Gejala Fisik
1. Gangguan pola tidur; Sulit tidur (insomnia) atau tidur berlebihan
(hipersomnia)
2. Menurunnya tingkat aktivitas, misalnya kehilangan minat,
kesenangan atas hobi atau aktivitas yang sebelumnya disukai.
3. Sulit makan atau makan berlebihan (bisa menjadi kurus atau
kegemukan)

41
4. Gejala penyakit fisik yang tidak hilang seperti sakit kepala, masalah
pencernaan (diare, sulit BAB dll), sakit lambung dan nyeri kronis
5. Terkadang merasa berat di tangan dan kaki
6. Energi lemah, kelelahan, menjadi lamban
7. Sulit berkonsentrasi, mengingat, memutuskan

Gejala Psikis
1. Rasa sedih, cemas, atau hampa yang terus – menerus.
2. Rasa putus asa dan pesimis
3. Rasa bersalah, tidak berharga, rasa terbebani dan tidak
berdaya/tidak berguna
4. Tidak tenang dan gampang tersinggung
5. Berpikir ingin mati atau bunuh diri
6. Sensitive
7. Kehilangan rasa percaya diri

Gejala Sosial
1. Menurunnya aktivitas dan minat sehari-hari (menarik diri,
menyendiri, malas)
2. Tidak ada motivasi untuk melakukan apapun
3. Hilangnya hasrat untuk hidup dan keinginan untuk bunuh diri

e. Klasifikasi
1. Episode Depresi Ringan
Pedoman diagnostic (menurut PPDGJ-III):
Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama depresi ditambah
minimal 2 gejala lainnya. Di antara gejala tersebut tidak boleh ada
gejala yang berat.
a. Gejala timbul minimal selama 2 minggu
b. Timbul sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan aktivitas social
(penderita masih dapat berfungsi secara social)

42
2. Episode Depresi Sedang
Pedoman diagnostic (menurut PPDGJ-III):
Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama depresi ditambah
minimal 3 gejala lainnya.
a. Lama timbul gejala minimal 2 minggu
b. Terdapat kesulitan melakukan pekerjaan, aktivitas social, maupun
urusan rumah tangga

3. Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik


Ditemukan kegelisahan dan ketegangan yang amat nyata, hilangnya
harga diri, dan timbul ide bunuh diri.
Pedoman diagnostic (menurut PPDGJ-III):
a. Harus ditemukan semua manifestasi klinik utama depresi, ditambah
dengan minimal 4 gejala lainnya yang dengan intensitas berat
(kecuali timbul agitasi atau retardasi psikomotor).
b. Gejaa depresif berlangsung minimal 2 minggu, tetapi diagnosis
dibenarkan dalam jangka waktu kurang dari 2 minggu jika gejala
amat berat dana witan sangat cepat.
c. Pasien tidak dapat menjalankan pekerjaan maupun aktivitas social,
kecuali pada taraf tertentu yang sangat terbatas.
4. Epidose Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostic (menurut PPDGJ-III):
a. Gejala pada episode ini sama dengan gejala episode depresi berat
tanpa gejala psikotik
b. Gejala dapat disertai waham (dengan ide tentang dosa, kemiskinan,
atau malapetaka) denga pihak yang bertanggung jawab adalah
penderita, halusinasi auditorik atau olfactorius, dan stupor depresif.
5. Episode Depresi Lainnya
6. Episode Depresi yang Tak Tergolongkan

43
Macam Gangguan Depresi
Gangguan depresi terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Major Depressive Disorder (MDD)
MDD ditandai dengan kondisi emosi sedih dan kehilangan
kemampuan untuk menikmati aktivitas yang biasa dilakukan,
bersama dengan minimal 4 (empat) dari gejala di bawah ini :
a. Tidur terlalu banyak (10 jam atau lebih) atau terlalu sedikit (sulit
untuk tertidur, sering terbangun)
b. Kekakuan motorik
c. Kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun drastis atau
sebaliknya makan berlebihan sehingga berat badan meningkat
drastis.
d. Kehilangan energy, lemas, tidak bersemangat, tidak tertarik
melakukan apapun
e. Merasa tidak berharga
f. Kesulitan untuk berkonsentrasi, berpikir, dan membuat keputusan
g. Muncul pikiran tentang kematian berulang kali atau bunuh diri.
Gejala-gejala ini muncul hamper sepanjang hari, setiap
hari, selama minimal 2 (dua) minggu dan bukan dikarenakan
kehilangan yang wajar, misalnya karena suami/istri meninggal.
MDD sering disebut masyarakat umum dengan istilah depresi.
2. Dysthymic Disorder(Gangguan Distimik/Distimia)
Merupakan gangguan depresi yang kronis. Individu yang
didiagnosis mengalami distimik mengalami kondisi depresif lebih dari
separuh waktu dari minimal 2 (dua) tahun. Jadi, dalam jangka waktu
2 (dua) tahun, separuh dari waktu tersebut individu ini mengalami
kondisi depresif, minimal mengalami 2 (dua) gejala di bawah ini :
a. Kehilangan nafsu makan atau sebaliknya
b. Tidur terlalu banyak/terlalu sedikit
c. Merasa diri tidak berharga
d. Kesulitan berkonsentrasi dan mengambil keputusan

44
e. Merasa kehilangan harapan
Gejala tidak tampak jelas lebih dari 2 (dua) bulan. Tidak
ada episode MDD selama 2 tahun pertama gejala muncul. Gejala yang
dialami lebih ringan daripada MDD namun dengan waktu yang
lebih lama.

f. Diagnosis
Kriteria diagnostic memerlukan adanya mood yang terdepresi pada
sebagian besar waktu untuk sekurangnya dua tahun ( atau satu tahun untuk
anak-anak dan remaja). Untuk memenuhi kriteria diagnostic, pasien tidak
boleh memiliki gejala yang lebih baik dilaporkan sebagai gangguan
depresi berat. Pasien tidak boleh memiliki episode manik atau hipomanik.

g. Diagnosis banding
1. Gangguan Mood Disebabkan oleh Kondisi Medis Umum (Tumor
otak, gangguan metabolik, HIV AIDS, Penyakit Parkinson dan
Penyakit Cushing)
2. Gangguan Mood diinduksi Zat
3. Skizofrenia
4. Berduka
5. Gangguan Kepribadian
6. Gangguan Skizoafektif
7. Gangguan Penyesuaia dengan Mood Depresi
8. Gangguan Tidur Primer

h. Penanganan Depresi
Depresi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup, terapi
psikologi, dan dengan pengobatan (obat antiretroviral/ARV). Dilarang
keras mengomati diri sendiri dengan alkhohol, merokok yang berlebihan
dan narkoba, karena zat yang terkandung di dalamnya dapat

45
meningkatkan gejala depresi dan menimbulkan masalah lain. Berikut
beberapa cara penanganan depresi :
1. Perubahan pola hidup
a. Berolahraga
Orang yang menderita depresi mengalami stress,
kecemasan, galau, kebingungan dan kegelisahan yang berlarut –
larut. Hal ini disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang
negatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan
pikiran dan perasaan positif yang dapat menghalangi munculnya
mood negatif adalah dengan berolahraga.
b. Mengatur pola makan
Simptom depresi dapat diperparah oleh ketidakseimbangan
nutrisi di dalam tubuh, yaitu:
1. Konsumsi kafein secara berkala
2. Konsumsi sukrosa (gula)
3. Kekurangan biotin, asam folat, vitamin B, C, kalsium,
magnesium atau kelebihan magnesium dan tembaga
4. Ketidakseimbangan asam amino
5. Alergi makanan
c. Berdoa
Beberapa orang mempunyai kecenderungaan untuk
berpaling dari agama dalam memperoleh kekuatan dan hiburan.
Dengan berdoa seseorang melakukan dan mengucap rasa syukur
kepada Tuhan YME.
d. Memiliki keberanian untuk berubah
Penderita depresi harus memiliki keberanian untuk
melewati kegelapan menuju terang, keberanian untuk berubah.
e. Rekreasi
Berjalan-jalan di tempat yang asri, menyejukkan agar
tubuh dan pikiran menjadi lebih rileks dan nyaman. Selain itu,
melakukan aktivitas yang menjadi minat sebelumnya seperti,

46
membaca buku, memasak, memancing dll, yang bisa membuat
penderita menjadi rileks dan nyaman.
2. Terapi psikologi
a. Terapi Interpersonal
Bantuan psikoterapi bisa dilakukan oleh psikolog dalam
jangka pendek yang berfokus kepada hubungan antara orang-orang
dengan perkembangan symptom gangguan kejiwaan.
b. Konseling kelompok dan dukungan sosial
Mengunjungi tempat layanan bimbingan konseling.
Pelaksaan wawancara konseling yang dilakukan antara seorang
konselor professional dengan beberapa pasien sekaligus dalam
kelompok kecil.
c. Terapi humor
Profesional medis yang membantu pasien untuk
mempertahankan sikap mental yang positif dan berbagai tawa
merespons psikologis dari tertawa termasuk meningkatkan
pernafasan, sirkulasi, sekresi hormone, enzim pencernaan, dan
peningkatan tekanan darah.
d. Terapi Kognitif (CBT)
Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses
berpikir klien yang berhubungan dengan kesulitan emosional dan
psikologi klien. Pendekatan ini akan berupaya membantu klien
mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan diri negatifdan
keyakinan-keyakinan pasien yang tidak rasional. Fokus dalam teori
ini adalah mengganti cara-cara berfikir yang tidak logis
menjadi logis.
e. Terapi farmakologi
Tujuan utama terapi yaitu mengakhiri episode depresi saat
ini dan mencegah timbulnya episode penyakit di masa yang akan
datang. Untuk itu dibagi menjadi 3 fase :

47
1. Terapi fase akut
Akut dimulai dari keputusan untuk terapi dan berakhir
dengan remisi. Skala penentuan beratnya depresi (HAM-D dan
MADRS) dapat membantu menentukan beratnya penyakit dan
perbaikan gejala. Target pengobatan pada fase akut tercapainya
respon atau remisi (lebih baik). Lama terapi pada fase akut 2-6
minggu. Indikasi yang pasti untuk perawatan di rumah sakit
adalah:
a. Prosedur diagnostik
b. Risiko bunuh diri atau pembunuhan
c. Kemunduran yang parah dalam kemampuan memenuhi
kebutuhan makan dan perlindungan
d. Cepatnya perburukan gejala
e. Hilangnya sistem dukungan yang biasa didapatnya
Kombinasi terapi psikososial dan farmakoterapi
memberikan hasil yang baik. Untuk kasus ringan terapi
psikososial saja juga memberikan hasil yang baik. Panduan
memilih medikasi :
a. Riwayat respons pengobatan
b. Prediksi respons gejala terapi
c. Adanya gangguan psikiatri/medik lain
d. Keamanan
e. Potensi Efek Samping

48
2. Terapi fase lanjutan

Tujuan pengobatan pada fase ini adalah tercapainya


remisi dan mencegah relaps. Remisi yaitu bila HAM-D ≤ 7 atau
MADRS ≤ 8, bertahan paling sedikit 3 minggu. Dosis obat
sama dengan fase akut.

3. Terapi fase rumatan


Tujuan untuk mencegah rekurensi.Hal yang perlu
dipertimbangkan adalah risiko rekuren, biaya dan keuntungan
perpanjangan terapi. Pasien yang telah tiga kali atau lebih
mengalami episode depresi atau dua episode berat
dipertimbangkan terapi pemeliharaan jangka panjang.
Antidepresan yang telah berhasil mencapai remisi dilanjutkan
dengan dosis yang sama selama masa pemeliharaan.

Indikasi Rawat Inap


a. Adanya risiko percobaan bunuh diri atau pembunuhan
b. Pasien kurang/tidak mampu menjalani aktivitas sehari-hari
c. Tidak adanya dukungan social maupun tempat perlindungan
bagi pasien
d. Riwayat gejala depresi maupun episode manik yang berulang

49
3. Pengobatan
Berkonsultasi kepada dokter kejiwaan/psikiater. Beberapa
obat antidepresan yaitu: lithium, MAOIs, Tricyclics. Beberapap
sikiater meresepkan perangsang jiwa (psychostimulant), obat yangdi
pakai untuk mengobati gangguan deficit perhatian (attention deficit
disorder).

i. Prognosis
Terdapat indicator prognosis yang dapat digunakan untuk menilai
prognosis pada pasien
1. Prognosis baik: episode depresi ringan serta tidak ditemukan gejaa
psikotik, durasi rawat inap yang singkat, adanya dukungan psikososial
dari ingkungan pasien, tidak ada komorbid dengan gangguan psikiatri
lainnya.
2. Prognosis buruk: depresi berat, adanya komorbiditas dengan gangguan
psikiatri lain, episode depresi lebih dari 1 kali.
Gangguan depresi berat seringkali menjadi kronik maupun kambuh pada
periode waktu tertentu.

j. Pencegahan Depresi
Beberapa cara mencegah depresi agar tidak terjadi atau tidak
datangkembali adalah sebagai berikut:
1. Bersikap realistis terhadap apa yang kita harapkan dan apa yang bisa
kita lakukan.
2. Tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain saat kita melakukan
suatu kesalahan atau mengalami kegagalan.
3. Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain ataupun
kehidupan orang lain.
4. Pikirkan untuk menyimpan keputusan besarsampai sembuh dari depresi,
seperti menikah, bercerai, tentang pekerjaan atau sekolah. Bicarakanlah
dengan teman, professional (psikolog, konselor atau psikiater)atau

50
orang yang kita sayangi atau kita anggap mampu membantu untuk
melihat gambaran besarnya.
5. Dukungan keluarga, social dengan mengatakan jika kita mengalami
masalah atau sedang mengalami depresi.
6. Rutin lakukan olahraga dan kegiatan outdoor
7. Tidak terlalu menyesali suatu kejadian, bersikap tenang dan tidak
mudah marah.
8. Bangunlah harga diri dan mencoba bersikap dan berpikir positif.
9. Tidak menyendiri, menjauhi diri dari pergaulan, lebih bersosialisasi,
melakukan aktivitas dengan lingkungan sekitar.
10. Lebih religious, mendekatkan diri kepada Tuhan YME

DIAGNOSIS BANDING SESUAI GEJALA

GEJALA & PENYAKIT SKIZOAFEKTIF SKIZOFRENIA DEPRESI

Laki-laki 28 tahun - √ √

Sulit tidur √ - √

Sakit kepala - - √

Mudah lelah √ - √

Terus merasa sedih √ √ √

Kurang minat pada hobi √ √ √

Konsentrasi kurang √ √ √

Ingin bunuh diri √ √ √

Mendengar suara-suara √ - √

51
8. Bagaimana penatalaksanaan awal gangguan tidur?
Jawab :

Langkah pertama untuk mengatasi insomnia sekunder


terhadap gangguan medik atau psikiatrik adalah mengoptimalkan
terapi terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara farmakologik dan
nonfarmakologik diperlukan untuk terapi gangguan tidur baik
primer maupun sekunder.

A. Farmakologi
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap
merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik
primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat
dan cenderung disalahgunakan. Antihistamin, precursor protein
seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga
dapat digunakan. Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak
dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas
atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus kecil dan
durasi pemberian harus singkat. Benzodiazepine dapat
direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan dapat diulang tidak
lebih dari tiga kali. Penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi penyakit
yang mendasari. Penggunaan benzodiazepine harus hati-hati pada
pasien penyakit paru obstruktif kronik, obesitas, gangguan jantung
dengan hipoventilasi.
Benzodiazepine dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur.
Efek samping berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan
koordinasi motoric sering ditemukan. Oleh karena itu, penggunaan
benzodiazepine pada lansia harus hati-hati. Benzodiazepine dengan
waktu paruh pendek (triazolam dan zolpidem) merupakan obat pilihan
untuk membantu orang-orang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat

52
yang waktu paruhnya panjang (e s t a z o l a m , temazepam, dan
lorazepam) berguna untuk penderita yang mengalami interupsi tidur.
Benzodiazepin yang kerjanya lebih panjang dapat
memperbaiki anxietas disiang hari dan insomnia dimalam
hari. Sebagian obat golongan benzodiazepine dimetabolisme
di hepar. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang
menghambat oksidasi sitokrom (seperti simetidin, estrogen,
INH eritomisin, dan fluoxetine) dapat menyebabkan sedasi
berlebihan disiang hari. Triazolam tidak menyebabkan
gangguan respirasi pada pasien COPD ringan sedang yang
mengalami insomnia. Neuroleptic dapat digunakan untuk
insomnia sekunder terhadap delirium pada lansia. Dosis
rendah-sedang benzodiazepin seperti lorazepam digunakan untuk
memperkuat efek neuroleptik terhadap tidur. Antidepresan
yang bersifat sedative seperti trazodone dapat diberikan
bersamaan dengan benzodiazepine pada awal malam.
Antidepresan kadang-kadang dapat memperburuk gangguan
gerakan terkait tidur (RLS).
Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan
noradrenergic and specific serotonin antidepressant
(NaSSA). Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1
berkurang dan meningkat dalamnya tidur. Latensi REM, total
waktu tidur, kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat
pada pemberian mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita
depresi dengan insomnia tidur.
Tidak dianjurkan menggunakan imimpramin,
desipramin dan monoaminoksidase inhibitor pada lansia
karena dapat menstimulasi insomnia. Lithium dapat
mengganggu kontinuitas tidur akibat efek samping poliuria.
Khloralhidrat dan barbiturate jarang digunakan karena
cenderung menekan pernafasan. Antihistamin

53
dandifenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien tapi
penggunaannya harus hati-hati karena dapat menginduksi
delirium.
Benzodiazepine paling sering digunakan dan tetap
merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia, baik
primer maupun sekunder. Melatonin merupakan hormone
yang disekresikan oleh glandula pineal. Ia berperan mengatur
siklus tidur. Efek hipnotiknya terlihat pada pasien gangguan
tidur primer. Ia juga memperbaiki tidur pada penderita
depresi mayor. Melatonin juga dapat memperbaiki tidur tanpa
efek samping pada lansia dengan insomnia. Melatonin dapat
ditambahkan ke dalam makanan.

B. Non farmakologi
1. Higene tidur
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif
untuk tidur merupakansyarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadual
tidur-bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu
dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana
tidak nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat
sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk
menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan sikap dan
lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang
higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak memerlukan
biaya.
2. Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah
yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau
jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi factor
primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia.

54
Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita
insomnia, yaitu :

1. Ketempat tidur hanya ketika telah mengantuk


2. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur
3. Jangan menonton TV, membaca, makan dan menelfon
di tempat tidur
4. Jangan berbaring-baring ditempat tidur karena bias
bertambah frustasi
5. Jika tidak bias tidur (setelah beberapa menit) harus
bangun, pergi ke ruang lain, kerjakan sesuatu yang
tidak membuat terjaga, masuk kamar tidur setelah
kantuk dating kembali
6. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa
menghiraukan waktu tidur, total tidur, atau hari
(misalnya hari Minggu)
7. Menghindari tidur di siang hari
8. Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll)
dalam 4-6 jam sebelum tidur.

Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan pertama.


Bila kebiasaanini terus dipraktikkan, gangguan tidur akan
berkurang baik frekuensinya maupun beratnya.

3. Sleep Restriction Therapy


Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu
mengkonsolidasikan tidur. Terapi ini bermanfaat untuk
pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bias tertidur.
Misalnya, bila pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur
lima jam dari delapan jam waktu yang dihabiskannya di
tempat tidur, waktu di tempat tidurnya harus dikurangi.
Tidur di siang hari harus dihindari. Lansia dibolehkan

55
tidur sejenak di siang hari yaitu sekitar 30 menit. Bila
efisiensi tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah
lima hari), waktu ditempat tidurnya boleh ditambah 15
menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur-angsur,
dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun dimalam
hari.
4. Terapi relaksasi dan biofeedback
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik.
Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif dan latihan nafas
dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk
memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup dan
serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan balik perubahan
fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat
meningkatkan kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang
didapat. Teknik ini dapat dikombinasi dengan higene tidur dan
terapi pengontrolan tidur.
5. Terapi apnea tidur obstruktif
Tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur
terlentang, menggunakan perangkat gigi (dental appliance),
menurunkan berat badan menghindari obat-obat yang menekan
jalan nafas, menggunakan stimulansia pernafasan seperti
acetazolamide (Diamox), nasal continuous positive airway
pressure (NCPAP), upper airway surgery (UAS). Nasal continuous
positive airway pressure ditoleransi baik oleh sebagian besar
pasien. Metode ini dapat memperbaiki tidur pasien di malam hari,
rasa mengantuk disiang hari dan keletihan serta perbaikan fungsi
kognitif.
Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah satu
teknik pembedahan yang digunakan untuk terapi apnea tiduur.
Efikasi metode ini kurang. Trakeostomi juga merupakan pilihan
terapi untuk apnea tidur berat. Penggunaan kedua bentuk terapi

56
bedah ini sangat terbatas karena resiko morbiditas dan mortalitas.
Keputusan untuk mengobati apnea tidur didasarkan atas frekuensi
dan beratnya gangguan tidur, beratnya derajat kantuk disiang hari,
dan akibat medik yang ditimbulkannya (abnormalitas
kardiorespirasi).

9. Apa perspektif islam yang sesuai dengan skenario?


Jawab ;

Di dalam keseharian manusia, tidur adalah salah satu proses untuk


beristirahat dan juga menjaga energi agar tetap sehat dan fit. Banyak
permasalah tubuh dan juga proses detoksifikasi terjadi saat tidur. Untuk
itu, proses tidur menjadi bagian dari mekanisme biologis dalam tubuh
manusia. Tidak hanya dalam sudut pandang biologis, ternyata jauh
sebelum ilmu biologi banyak muncul di dunia, Islam sudah membahas
mengenai tidur. Hal ini sebagaimana di dalam Al-Quran. Untuk itu Islam
dan Ilmu Pengetahuan selalu sejalan.

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu diwaktu


malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.
Sesung-guhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mendengarkan.” (QS. Ar-Ruum: 23).

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa tidur kita di siang atau malam
hari adalah bagian dari kekuasaan Allah. Justru Allah memberikan
kesempatan untuk manusia istirahat tidur di malam hari sedangkan
berusaha di pagi harinya. Sistem tidur seperti ini sudah Allah ciptakan

57
sesuai dengan sistem kehidupan di muka bumi. Pagi atau siang hari
matahari masih sangat kuat dan terlihat cahayanya, lalu memberikan
energi untuk tumbuhan berfotosintesis, menyinari manusia sehingga bisa
aktif beraktifitas. Andai kan di siang hari tidak ada sistem seperti itu, dan
tubuh manusia di siang hari tidak dapat aktif bekerja maka akan ada
kerusakan tubuh bagi manusia itu sendiri.

Untuk itu, Allah menyampaikan lagi bahwa tidur adalah proses


untuk istirahat. Dengan beristirahat maka dapat menjadi kesegaran dan
proses detoksifikasi racun yang ada dalam tubuh sesuai mekanisme
biologis yang terjadi,

ً‫سبَات‬
ُ ً‫ن َْو َم ُك ْم‬
‫َو َجعَ ْلنَا‬
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat”. (QS. An-Naba’: 9).

Imam Ibnu Katsir pun menyatakan bahwa, “Yaitu termasuk tanda-


tanda kekuasaan-Nya Allah menjadikan sifat tidur bagi kalian diwaktu
malam dan siang, dengan tidur, ketenangan dan rasa lapang dapat
tercapai dan rasa lelah serta kepenatan dapat hilang”.

58
DAFTAR PUSTAKA

Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah:
Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2006. Hal : 433

Potter & Perry, 2009

Patlak, M. 2005. Your Guide to Healthy Sleep. U. S. Department of Health


and Human Services. http://www.nhlbi.nih.gov/health/public/sleep/healthy_
sleep.pdf.

Japardi, iskandar. Gangguan Tidur. 2012 Fakultas Kedokteran Bagian Bedah


Universitas Sumatera Utara

Nurmiati Amir.2015. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan


Penatalaksanaan. Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. Iskandar Japardi. 2012. Gangguan Tidur. Bagian Bedah : Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Hal 1-3

Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed:
Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC

Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas

Satya, Widyadhari Rara. 2017. Hubungan Gangguan Tidur dengan Daya


Konsentrasi pada Mahasiswa FK USU. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Medan. Hal.13-15.

59
Kamelia, Lina. dkk. 2013. Jurnal: Nyeri Kepala dan Gangguan Tidur Vol.44
No.2. Bagian SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar Bali. Hal.101-104.

Willy F. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.

dr. Rusdi Maslim, Diagnosis Gangguan Jiwa. PPDGJ-III

Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi VI, Katzung

W.F Maramis.2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya: Penerbit


Airlangga University Press

Kaplan, Sadock, 1997 Synopsis of Psychiatry. Ed7th. Binarupa Aksara,


Jakarta

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa. 2015. Gangguan Skizoafektif.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/73/2015. Hal.31-35.

Kartikadewi, A. Suprihatini. 2015. Buku Ajar Sistem Neurobehaviour


(Psikiatri). Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
Hal.48-51.

Harold. Kaplan, M.D, et al. Synopsis psikiatri. Ilmu pengetahuan perilaku


psikiatri klinis.

Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi


Ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: 2007.
Hal. 23-41.

Aries Dirgayunita. Depresi: Ciri, Penyebab Dan Penangannya. Vol.1 No.1


Juni 2016. Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Probolinggo.
Journal An-Nafs: Kajian Dan Penelitian Psikologi

60
Rosani Selti, Hervita Diatri. 2014. Gangguan suasana perasaan. Kapita
Selekta Kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Media Aesculapius, Jilid 2. Halaman 914-
915

Marsasina, Arhatya. 2016. Gambaran Dan Hubungan Tingkat Depresi


Dengan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pada Pasien Rawat Jalan
Puskesmas. Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Hal 20-24.

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa. 2015. Episode Depresi.


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/73/2015. Hal 41-43

61

Vous aimerez peut-être aussi