Vous êtes sur la page 1sur 26

INFEKSI PADA LANSIA

A. PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya umur harapan hidup, jumlah kelompok usia lanjut
akan makin banyak, yang menyebabkan tingginya penyakit degenerative,
kardiovaskuler, kanker, dan penyakit non infeksi lain. Tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa penyakit infeksi juga makin banyak. Hal ini antara lain
disebabkan karena pada usia lanjut pertahanan terhadap infeksi terganggu atau
dapat dikatakan menurun (Hadi Martono, 1996).
Infeksi merupakan penyebab kematian yang paling penting pada umat
manusia, sampai saat digunakannnya antibiotika dan pencegahan dengan imunisasi
aktif maupun pasif di era masyarakat modern. Penyakit infeksi mempunyai
kontribusi cukup besar terhadap angka kematian penderita sampai akhir abad 20
pada populasi umum, kemudian menurun setelah ditemukan antibiotika dan teknik
pencegahan penyakit.
Pada umumnya, penyakit-penyakit yang terjadi pada lansia, termasuk juga
penyakit infeksi, sering memberikan gejala-gejala yang tidak jelas / tidak khas,
sehingga memerlukan kecermatan untuk segera dapat mengenalnya, karena
penanganan atau pengobatan yang terlambat terhadap penyakit infeksi dapat
berakibat fatal.
Pada infeksi saluran nafas misalnya, lansia sering tidak mengalami demam
atau hanya demam ringan disertai batuk-batuk ringan bahkan hanya didapati nafsu
makan yang berkurang atau tidak ada sama sekali, rasa lelah disertai penampilan
seperti orang bingung yang dialami dalam beberapa hari, yang jelas berbeda dengan
gejala-gejala penyakit infeksi pada orang dewasa.
Gejala-gejala penyakit infeksi yang tidak khas tadi bukan saja perlu dikenal
dan dipahami oleh dokter ataupun petugas kesehatan lainnya tetapi juga perlu
dikenal dan dipahami oleh masyarakat awam agar sesegera mungkin membawa
lansia untuk mendapat pengobatan.

1
Secara umum, penyakit infeksi telah dapat dikendalikan, akan tetapi pada
lansia hal ini masih merupakan suatu masalah, karena berkaitan dengan
menurunnya fungsi organ tubuh dan daya tahan tubuh akibat proses menua.

B. DEFINISI INFEKSI
Infeksi berarti keberadaan mikroorganisme di dalam jaringan tubuh “host”,
dan mengalami replikasi. Infeksi merupakan interaksi antara kuman (agent), host
(pejamu, dalam hal ini adalah lansia) dan lingkungan. Pada usia lanjut terdapat
beberapa faktor predisposisi / faktor resiko yang menyebabkan seorang usia lanjut
mudah terkena infeksi, antara lain :
1. Faktor hospes meliputi :
a. Penyakit utama
b. Prosedur invasive
c. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai
d. Malnutrisi
e. Dehidrasi
f. Gangguan mobilitas
g. Inkontinensia
h. Keadaan imunitas tubuh
i. Berbagai proses patologik (ko-morbid) yang terdapat pada penderita
tersebut

2. Faktor agent meliputi :


a. Jumlah kuman yang masuk dan ber-replikas
b. Virulensi dari kuman

3. Faktor lingkungan meliputi :


a. Apakah infeksi didapat di masyarakat, rumah sakit atau panti werdha
b. Faktor lingkungan yang terdapat pada institusi meliputi pengawasan
infeksi yang terbatas, area yang padat, kontaminasi silang, dan
lambatnya deteksi dini

2
C. FAKTOR PADA PENDERITA
1. Faktor Nutrisi
Keadaan nutrisi, yang pada usia lanjut seringkali tidak baik dapat
mempengaruhi awitan, perjalanan dan akibat akhir (outcome) dari infeksi.
Secara klinik keadaan ini dapat dilihat dari keadaan hidrasi, kadar
hemoglobin, albumin, beberapa mikronutrien yang penting, misalnya kadar
Cu maupun Zn. Juga beberapa vitamin yang penting pada proses
pertahanan tubuh.

2. Faktor Imunitas Tubuh


Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya
yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Beberapa faktor imunitas tubuh, antara lain imunitas alamiah (inate
immunity), misalnya kulit, silia, lendir mukosa dan lain – lain sudah
berkurang kualitas maupun kuantitasnya, demikian pula dengan faktor
imunitas humoral (berbagai imunoglobulin, sitokin) dan selular (netrofil,
makrofag, limfosit T). Sistem imun alamiah merupakan pertahanan tubuh
terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh
karena dapat memberi respons imun langsung terhadap antigen dan tanpa
waktu untuk mengenalnya terlebih dahulu.

3. Faktor Perubahan Fisiologik


Beberapa organ pada usia lanjut sudah menurun secara fisiologik,
sehingga juga sangat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akhir infeksi.
Penurunan fungsi paru, ginjal, hati dan pembuluh darah akan sangat
mempengaruhi berbagai proses infeksi dan pengobatannya. Fungsi
orofaring pada usia lanjut sudah menurun sedemikian sehingga seringkali
terjadi gerakan kontra peristaltik (terutama saat tidur), yang menyebabkan
terjadinya aspirasi spontan dari flora kuman di daerah tersebut kedalam
saluran nafas bawah dan menyebabkan terjadinya aspirasi pneumonia

3
(Yoshikawa, 1996). Berbagai obat – obatan yang aman diberikan pada usia
muda harus secara hati – hati diberikan pada usia lanjut, karena dapat lebih
memperburuk berbagai fungsi organ, antara lain hati dan ginjal.

4. Faktor Terdapatnya Berbagai Proses Patologik


Salah satu karakteristik pada usia lanjut adalah adanya multi-
patologi. Berbagai penyakit antara lain diabetes melitus, PPOM, keganasan
atau abnormalitas pembuluh darah akan sangat mempermudah terjadinya
infeksi, mempersulit pengobatannya dan menyebabkan prognosis menjadi
lebih buruk.

D. FAKTOR PADA LINGKUNGAN


Penderita lansia yang berada di lingkungan rumah sakit tentu saja berbeda
dengan yang berada di masyarakat atau di panti rawat werdha, antara lain
dilihat dari aspek social ekonomi, nutrisi, kebugaran dan penyakit penyertanya.
Demikian pula jenis dan virulensi kuman yang berada di tiga tempat tersebut
akan berbeda.

E. FAKTOR PADA KUMAN


Jumlah dan virulensi kuman yang menjadi penyebab infeksi pada lansia
sering kali berbeda dengan yang terjadi pada usia muda. Hal ini disebabkan
terutama karena sudah terdapat berbagai penurunan fisiologik akibat proses
menua, misalnya kulit dan mukosa yang lebih sering menjadi :”port d’entre”
kuman. Akibat kelemahan otot saluran nafas bagian atas menyebabkan sering
terjadi pneumonia spontan dengan kuman komensal sebagai penyebabnya.
Keadaan ini akan berpengaruh pada awitan, berat dan akhir dari infeksi pada
penderita lansia.

4
F. MANIFESTASI INFEKSI PADA USIA LANJUT
Seperti juga berbagai penyakit pada usia lanjut yang lain, manifestasi infeksi
pada usia lanjut sering tidak khas, beberapa hal perlu diperhatikan seperti
berikut ini :
1. Demam
Seringkali tidak mencolok. Glickman dan Hilbert (1982), seperti
dikutip oleh Yoshikawa, mendapatkan bahwa banyak penderita lansia
yang jelas menderita infeksi tidak menunjukkan gejala demam. Walaupun
demikian untuk diagnosis infeksi tanda adanya demam masih penting,
sehingga Yoshikawa tetap menganjurkan batasan sebagai berikut :
a. Terdapat peningkatan suhu menetap > 2°F
b. Terdapat peningkatan suhu oral > 37,2°C atau rektal > 37,5°C
2. Gejala tidak khas
Gejala nyeri yang khas pada apendisitis akut, kolesistitis akut,
meningitis, dll sering tidak dijumpai. Batuk pada pneumonia sering tidak
dikeluhkan, mungkin oleh penderita dianggap batuk “biasa” (Fox, 1988;
Hadi Martono 1992, 1993).
3. Gejala akibat penyakit penyerta (ko-morbid)
Sering menutupi, mengacaukan bahkan menghilangkan gejala khas
akibat penyakit utamanya (Hadi Martono, 1993; Yoshikawa, 1986; Smith,
1980).

G. BERBAGAI INFEKSI PADA USIA LANJUT

Jenis Infeksi Catatan


Pneumonia Penyebab kematian utama karena infeksi pada usia
lanjut, sehingga dinyatakan sebagai the old men’s
friend
Infeksi saluran kemih Penyebab terbanyak terjadinya bakteremia/sepsis pada
lansia

5
Infeksi intra Gangren apendiks dan vesika felea terbanyak pada
abdominal lansia, di vertikulitis terdapat terutama pada lansia
Infeksi jaringan lunak Dekubitus dan luka pasca operasi tersering terjadi pada
lansia
Bakteremia/sepsis Dari semua kasus 40% terjadi pada lansia,
mengakibatkan 60% kematian
Endokarditis infektif Meningkat prevalensinya pada lansia
Tuberkulosis Peningkatan kasus secara mencolok pada lansia,
termasuk yang berada di panti werdha
Atritis septika Adanya penyakit sendi yang mendahului menyebabkan
peningkatan resiko pada lansia
Tetanus Di AS, 60% dari semua kasus tersering pada lansia
Herpes zoster Prevalensi meningkat seiring dengan penuaan,
neuralgia pasca herpetic sering timbulpertama pada usia
lanjut
(Yoshikawa, 1990)

H. INFEKSI YANG SERING TERJADI PADA LANSIA


1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Saat tua tiba, mereka yang lanjut usia beresiko tinggi mengalami
infeksi. Infeksi yang terjadi adalah bakteria uria asimtomatik dan Infeksi
Saluran Kemih (ISK). Faktor yang ikut berperan pada ISK adalah
penggunaan kateter dan peningkatan residu urine. Faktor yang secara
spesifik berperan adalah hipertrofi prostat pada pria dan meningkatnya pH
vagina dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna.
Inkontinensia urine (ngompol) dan delirium (mata gelap) terkadang
menjadi keluhan pasien ISK, walau tanpa demam. Pada pasien rawat jalan,
lansia yang diduga mengalami ISK harus dilakukan pemeriksaan untuk
mengonfirmasi adanya bakteri di urine. Selain tes penyaring dengan
urinalis, kultur urine merupakan pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan pada semua pasien yang diduga menderita ISK untuk

6
menentukan jenis mikroorganisme penyebab ISK. Pada pasien lansia yang
memerlukan perawatan di RS, kultur darah juga harus dilakukan.
Pasien yang terinfeksi secara komplikasi (saluran kemih bagian
atas, berulang atau terkait kateter) perlu menjalani tes fungsi ginjalnya.
Juga evaluasi terhadap saluran kemih dan fungsi kandung kemih. Untuk
diagnosis yang optimal, pasien perlu mendapat antibiotik yang sesuai dan
lamanya terapi yang memadai. Spesimen urine untuk kultur harus diambil
sebelum terapi dimulai.
Pemilihan antibiotik untuk pengobatan ISK pada lansia sama dengan
dewasa muda. Terapi empirik yang direkomendasikan pada pasien ISK
rawat jalan adalah dengan trimetoprim sulfameyoksazol. Alternatif lain
yang dianjurkan, yang intoleransi terhadap trimetoprimsul fametoksazol
atau yang gagal dengan terapi tersebut, adalah fluorokuinolon oral. Lama
terapi sekitar 7 hari. Pada kasus yang komplikasi dapat dilanjutkan sampai
14 hari. Pada laki-laki lansia terapi antibiotika yang dianjurkan adalah 14
hari. Pemeriksaan kultur urine ulang, harus dilakukan lagi 7-10 hari setelah
terapi selesai.
ISK pada lansia dapat dicegah dengan memodifikasi faktor resiko
dan faktor predisposisi terjadinya ISK. Terapi terhadap kelainan anatomis,
baik di saluran kemih (mulai dari ginjal-uretra) serta hipertropi prostrat
pada pria, harus dilakukan untuk mencegah kolonisasi kuman di saluran
kemih. Pasien yang suka ngompol sedapat mungkin menghindari
pemakaian kateter jangka panjang. Apabila harus menggunakan, usahakan
agar kebersihannya terjaga.

2. PNEUMONIA
Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi (Price, 1995). Pneumonia adalah peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat (Zul, 2001).

7
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia yang
mempengaruhi kapasitas dan fungsi paru meliputi :
a. Peningkatan diameter anteroposterior dada
b. Kolaps osteoporotik vertebrae yang mengakibatkan kifosis
(peningkatan kurvatura konveks tulang belakang)
c. Klasifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta
d. Penurunan efisiensi otot pernapasan
e. Peningkatan rigiditas paru
f. Penurunan luas permukaan alveoli

1) Etiologi :
a) Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organsime gram positif seperti: streptococcus pneumonia, s. aureus
dan s. pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia dan P.Aeruginosa.
b) Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyabab
utama pneumonia virus.
c) Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d) Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami imunosupresi
(Reeves, 2001).

2) Manifestasi klinis
a) Kesulitan dan sakit pada saat bernafas

8
b) Nyeri pleuritik, nafas dangkal dan mendengkur, takipnea
c) Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi
d) Mengecil, kemudian menjadi hilang, krekels, ronkhi, egofoni
e) Gerakan dada tidak simetris
f) Menggigil dan demam 38,8-41,1˚C, delirium
g) Diaforesis
h) Anoreksia
i) Malaise
j) Batuk kental, produktif
k) Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan
atau berkarat
l) Gelisah
m) Sianosis
n) Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
o) Masalah-masalah psikososial: disorientasi, ansietas, takut mati.

3) Pemeriksaan penunjang
a) Sinar X : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga
menyatakan abses luas/infilrat, empiema (stapilococcus); infiltrat
menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran/perluasan
infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar X dada
mungkin bersih
b) GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada
c) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi fiberotik atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab
d) JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
berkembangnya pneumonia bacterial
e) Pemeriksan serologi; titer virus atau legionella, aglutinin dingin

9
f) LED : meningkat
g) Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain
menurun, hipoksemia, elektrolit natrium dan klorida mungkin
rendah
h) Bilirubin mungkin meningkat
i) Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV) (Doenges,
1999).

4) Penatalaksanaan
a) Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan petunjuk
penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur sputum dan tes
sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan
antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat diberikan
secara parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat
proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan
antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa,1989).

b) Pengobatan umum
 Terapi oksigen
Hidrasi, bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi
dilakukan secara parenteral.
 Fisioterapi
Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-
ubah untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan dan
dekubitus.

10
3. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe
(Brunner & Studdart, 2002 : 584).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberkulosis). Sebagian besar kuman
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
(www.infeksi.com).
Tuberkulosis paru adalah ptenyakit yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberkulosis, yakni kuman aerob yang dapat menyerang
semua sistem tubuh, yang mengenai paru (Ramali, Ahmad, dkk, 1992
:306).
a. Gambaran klinis :
1) Demam(panas)
2) Batuk dan sputum
3) Sesak nafas
4) Nyeri dada
5) Malaise

Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia,


seperti prilaku tidak biasa dan perubahan stastus mental, demam, anoreksia,
dan penurunan berat badan (Brunner & Studdart, 2002 : 585).
b. Komplikasi :
1) Komplikasi dini
 Pleuritis
 Efusi pleura
 Empiema
 Laringitis
 Menjalar ke organ lain yaitu usus

11
2) Komplikasi lanjut
 Obstruksi jalan nafas – SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca
Tuberkulosis)
 Kerusakan parenkim berat – fibrosis paru, kor pulmonal
 Amioloidosis
 Karsinoma paru
 Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II, 2003 : 829).

c. Penatalaksanaan medik
Tuberculosis paru di obati karena agens kemoterapi (agen anti
tuberkulosis) selama periode 6-12 bulan. Lima medikasi garis depan
digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM),
etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin,
etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin, dan siklisin
merupakan obat-obat baris kedua.
1) Pembedahan pada TB paru
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah
berkurang. Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi
mutlak dan indikasi relatif.
Indikasi mutlak pembedahan adalah :
a) Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum
tetap positif
b) Pasien batuk darah pasien tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
c) Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif
Indikasi relatif pembedahan :
a) Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang
b) Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c) Sisa kavitas yang menetap

12
(Kapita selekta kedokteran jilid II, 2001 : 474).

I. PENATALAKSANAAN INFEKSI PADA USIA LANJUT


1. Diagnosis
Mengingat gejala dan tanda infeksi pada usia lanjut yang tidak khas
dan sering menyelinap, maka diagnosis merupakan tonggak penting pada
penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut. Untuk hal tersebut asessmen
geriatri merupakan tata cara baku yang dianjurkan. Pemeriksaan fisik,
psikis dan lingkungan dan pemeriksaan tambahan yang penting secara
menyeluruh sesuai form baku perlu dilaksanakan dengan baik, sehingga
kemungkinan mis- atau under diagnosis bisa dihindari sekecil mungkin
dengan asessmen geriatri ini juga dapat ditegakkan :
a. Penyakit infeksi yang terdapat
b. Penyakit ko-morbid yang menyertai, antara lain gangguan imunologik,
penyakit jantung, ginjal PPOM, penyakit hati dll.
c. Gangguan mental/kognitif yang mungkin mempersulit pengobatan
d. Sumberdaya sosial/manusia yang ada untuk penatalaksanaan jangka
pendek atau jangka panjang

2. Terapi Antibiotika
Terapi antibiotika harus segera dilakukan bila semua spesimen
untuk pemeriksaan mikrobiologis sudah dikirimkan. Secara empiris
antibiotika berspektrum luas, antara lain golongan beta-laktam atau
kuinolon dapat diberikan. Antibiotika berspektrum sempit baru bisa apabila
hasil kultur dan sensitivitasnya mendukung (Hadi Martono, 1996). Pada
usia lanjut, pemakaian antibiotika harus langsung diberikan dengan
menggunakan dosis penuh, akan tetapi tetap memperhatikan kemungkinan
efek samping yang terjadi.

13
3. Terapi Suportif
Harus selalu diingat bahwa sebagian besar usia lanjut sudah dalam
keadaan status gizi yang kurang baik sebelum sakit (keadaan ini pula yang
menyebabkan lansia mudah terserang infeksi). Pemberian diet dengan
kalori dan protein yang cukup harus diupayakan, bila perlu dengan
pemberian nutrisi enteral/parenteral. Hidrasi yang cukup juga seringkali
diperlukan untuk membantu penyembuhan penderita. Pemberian vitamin
dan mineral (Cu, Zn) seringkali diperlukan pada keadaan gizi yang kurang
baik.

J. PENYAKIT – PENYAKIT INFEKSIUS


1. Vaksin Influenza
Vaksin influenza telah direkomendasikan untuk dilakukan setiap
tahun bila kita berbicara mengenai lansia. Individu lansia dengan penyakit
jantung, paru kronis atau penyakit-penyakit metabolik terutama bagi
mereka yang tinggal dalam rumah-rumah perawatan memiliki tingkat
resiko lebih tinggi dari populasi keseluruhan saat terjadi epidemi influenza.
Pemberi perawatan yang merawat orang-orang seperti di atas, sebaiknya
juga menjalani vaksinasi juga. Tidak semua lansia yang menerima
vaksinasi ini. Dokter lupa untuk memberikannya atau lansia menolaknya.
Beberapa lansia individu menolak vaksinasi ini karena mereka menakuti
reaksi-reaksi selanjutnya atau mendengar adanya tetangga atau kawan
yang “menjadi sakit” setelah menjalani vaksin tersebut. Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang spesifik berkenaan dengan hal-hal tersebut di
atas mungkin akan membuka rantai mitos yang ada serta meningkatkan
penerimaan terhadap vaksin atau vaksinasi.

2. Vaksin Pneumokokal
Vaksin pneumokokal ini direkomendasikan untuk diterapkan
setidaknya sekali bagi lansia, diluar masalah kurangnya efektivitas vaksin
dalam percobaan yang melibatkan dewasa tua. Pneumonia pneumokokal

14
dan sepsis merupakan penyebab-penyebab kuat penyakit yang ada, dimana
vaksin dapat ditoleransi dengan baik.

3. Vaksin Tetanus
Lansia berada dalam tingkat resiko lebih tinggi dari dewasa muda
terhadap terjadinya tetanus. Vaksinasi tetanus setiap 10 tahun telah
direkomendasikan penerapanya oleh beberapa lembaga kesehatan
berwenang. Orang-orang yang belum tervaksinasi perlu untuk menjalani
rangkaian tiga dosis primer vaksinasi ini. Imunisasi pasien dewasa dengan
vaksin pertusis aseluler yang direkomendasikan dengan vaksinasi tetanus
mungkin menjadi suatu standart vaksinasi di masa datang.

15
ASUHAN KEPERAWATAN
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Suku, Bangsa, Pekerjaan, Pendidikan,
Status Perkawinan, Alamat, Tanggal Masuk Rumah Sakit.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan
pasien, biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah keluhan klien
biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing
dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit tidak enak di suprapubik.
Dan biasanya jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan klien
biasanya sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa
tidak enak atau nyeri pinggang.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan
pasien, biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah keluhan klien
biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing
dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit tidak enak di suprapubik.
Dan biasanya jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan klien
biasanya sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa
tidak enak atau nyeri pinggang.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian biasanya ditemukan kemungkinan penyebab
infeksi saluran kemih dan memberi petunjuk berapa lama infeksi sudah
di alami klien. Biasanya klien dengan ISK pada waktu dulu pernah
mengalami penyakit infeksi saluran kemih sebelumnya atau penyakit
ginjal polikistik atau batu saluran kemih, atau memiliki riwayat penyakit

16
DM dan pemakaian obat analgetik atau estrogen, atau pernah di rawat di
rumah sakit dengan dipasangkan kateter.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Merupakan riwayat kesehatan keluarga yang biasanya dapat
meperburuk keadaan klien akibat adanya gen yang membawa penyakit
turunan seperti DM, hipertensi dll. ISK bukanlah penyakit turunan
karena penyakit ini lebih disebabkan dari anatomi reproduksi, higiene
seseorang dan gaya hidup seseorang, namun jika ada penyakit turunan di
curigai dapat memperburuk atau memperparah keadan klien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : kesadaran menurun
b. Tanda – tanda vital :
1) Tekanan darah : meningkat
2) Nadi : meningkat
3) Pernapasan : meningkat
4) Suhu : meningkat
4. Pemeriksaan fisik head to toe
No. Bagian Tubuh Pemeriksaan Fisik
1. Rambut keadaan kepala klien ISK biasanya baik
(tergantung klien): distibusi rambut merata,
warna rambut normal (hitam), rambut tidak
bercabang, rambut bersih. pada saat di
palpasi keadaan rambut klien ISK biasanya
lembut, tidak berminyak, rambut halus.
2. Mata keadaan mata penderita ISK biasanya
normal. Mata simetris, tidak udema di
sekita mata, sklera tidak ikterik, konjugtiva
anemis, pandangan tidak kabur.
3. Hidung normal. Simetris tidak ada pembengkakan
,tidak ada secret, hidung bersih

17
4. Telinga Normal. telinga simetris kiri dan kanan,
bentuk daun teling normal, tidak terdapat
serumenm,keberihan telinga baik.
6. Mulut mukosa bibir kering, keadaan dalam mulut
bersih(lidah,gigi,gusi).
7. Leher biasanya pada klien ISK Normal
I : leher simetris,tidak ada penonjolan
JVP,terlihat pulsasi
Pa: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada pembesaran nodus limfa
7. Thoraks I : dada simetris kiri dan kanan, pergerakan
· Paru dada sama, pernapasan cepat dan dangkal,
tidak ada penonjolan rusuk.
Pa : Normal.tulang rusuk lengkap, tidak ada
nyeri tekan dan nyeri lepas serta edema atau
massa.tractil fremitus positif kiri dan kanan.
Pe: suara dullness pada daerah payudara,
dan suara resonan pada intercosta.
Au: Normal.tidak terdengar suara tambah
pada pernapasan (ronchi,whezing)
· Jantung biasanya klien dengan ISK Normal. Yaitu
Tidak ada terjadi ganguan pada jantung
klien (kecuali klien memilki riwayat sakit
jantung).teraba pulsasi pada daerah jantung
klien pada intercosta 2 dan pada intercosta
3-5 tidak teraba, pada garis mid klavikula
teraba vibrasi lembut ketukan jantung.suara
jantung S1 dan s2 terdengar dan seimbang
pada intercosta ke 3 dan pada intercosta ke
5 bunyi s1 lebih dominan dari pada s2.

18
8. Abdomen I : perut rata, tidak ada pembesaran hepar
yang di tandai dengan perut buncit, tidak
ada pembuluh darah yang menonjol pada
abdomen, tidak ada selulit.
Pa : ada nyeri tekan pada abdomen bagian
bawah akibat penekanan oleh infeksi
Pe : bunyi yang di hasilkan timpani
Au : bising usus terdengar
9. Ekstermitas kekuatan eks.atas dan eks.bawah baik,
dapat melakukan pergerakan sesuai
perintah, tidak ada nyeri tekan atau lepas
pada ekstermitas, tidak ada bunyi krepitus
pasa ekstermitas

5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan baik untuk penegakkan
diagnosa atau pengobatan antara lain adalah:
a. Laboratorium
1) Analisa urine : terdapat leukosit, eritrosit, crystal, pus, bakteri dan
pH meningkat.
2) Urine kultur :
a) Untuk menentukan jenis kuman atau penyebab infeksi saluran
kemih misalnya : streptococcus, E. Coli, dll
b) Untuk menentukan jenis antibiotik yang akan diberikan
3) Darah : terdapat peningkatan leukosit, ureum dan kreatinin.
b. Blass Nier Ophage – Intra Venous Pyelogram ( BNO – IVP )
1) Menunjukkan konfirmasi yang cepat tentang penyebab nyeri
abdominal, panggul.
2) Menunjukkan abnormalitas anatomi saluran perkemihan.
3) Cystoscopy : Mengetahui kerusakan dari serabut-serabut otot pada
kandung kemih.

19
6. Analisis Data

No. Data Masalah Etiologi


1. DS: Nyeri Inflamasi dan peningkatan
- Biasanya Klien aktivitas penykit
mengatakan rasa sakit
saat pipis(berkemih)
- Biasanya Klien
mengatakan rasa tidak
enak saat berkemih pada
punggung bawah
- Biasanya Klien
mengeluhkan nyeri
terasa sejak 3hari lalu
DO:
- Wajah meringis
- Biasanya Dari
pemeriksaan urinalisis
akan terdapat leukouria
positif dan terdapat 5
eritrosit pada lapang
pandang besar(LPB)
sedimen air kemih.
- Biasanya Klien tampak
memenggang daerah
supra pubik
- - Biasanya Klien
tampak meringis, dan
terdapat nyeri tekan dan
lepas pada daerah sekitar
kandung kemih klien

20
2. DS: Gangguan Nyeri saat BAK dan kurang
- Klien mengatakan eliminasi menjaga kebersihan organ
sering BAK dimalam bawah
hari
- Klien mengatakan saat
BAK terasa sakit dan
BAK sedikit
- DO:
- Klien tanpak kurang
memperhatikan
kebersihan organ
bawah
- Klien tanpak menahan
kencing
- - Klien tanpak
mengalami nokturia
3. DS: Hipertermi Peningkatan metabolisme
- Klien mengatakan akibat bakteri berkembang
demam saat sulit pada kandung kemih
berkemih
- Klien mengatakan
badan terasa panas
- Klien mengatakan sakit
kepala dan menggigil
- DO:
- Klien tanpak pucat
- Konjungtiva klien
tanpak pucat
- T: 39°c

21
B. DIGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan
2. Gangguan eliminasi
3. Hipertermi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan dan Kiteria Intervensi Aktivitas (NIC)


Keperawatan Hasil (NOC)
1. Nyeri berhubungan Tujuan : Setelah 1. Manajemen nyeri: penilaian
dengan Inflamasi dan dilakukan tindakan nyeri secara komprehensif
peningkatan aktivitas keperawatan dimulai dari lokasi,
penyakit. selama 24 jam karakteristik, durasi,
diharapkan frekuensi, intensitas dan
nyerinya teratasi penyebab.
Kiteria hasil : 2. Kurangi faktor presipitasi
1. Skala nyeri 0-3. nyeri(faktor infeksi)
2. Wajah klien 3. Pilih dan lakukan
tidak meringis. penanganan nyeri
3. Klien tidak (farmakologi, non
memegang farmakologi dan inter
daerah nyeri. personal).
4. Pemberian analgesic:
a. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
b. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat

22
c. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

2. Gangguan Eliminasi Tujuan: setelah di 1. Monitor keadaan bladder


lakukan tindakan setiap 2 jam
perawatan selama 2. Hindari faktor pencetus
24 jam klien inkontinensia urine seperti
mampu BAK cemas
dengan normal 3. Kolaborasi dengan Dokter
Kiteria hasil : dalam pengobatan dan
1. Klien dapat kateterisasi
mengontrol 4. Jelaskan tentang
pengeluaran pengobatan, Kateter,
urine setiap 4 penyebab, dan tindakan lain
jam
2. Tidak ada
tanda-tanda
retensi dan
inkontinensia
urine
3. Klien
berkemih
dalam keadaan
rileks

3. Hipertermi Tujuan: Setelah di 1. Fever treatment


lakukan tindakan a. Monitor suhu sesering
keperawatan mungkin
selama 24 jam

23
diharapkan klien T b. Monitor tekanan darah,
kembali normal nadi dan RR
Kiteria hasil : c. Monitor intake dan
1. Suhu tubuh output
dalam rentang d. Kompres pasien pada
normal lipat paha dan aksila
2. Nadi dan RR e. Berikan pengobatan
dalam rentang untuk mencegah
normal terjadinya menggigil
3. Tidak ada
6. 2. Tingkatkan sirkulasi udara
perubahan a. Temperature regulation
warna kulit b. Monitor suhu minimal
dan tidak ada tiap 2 jam
pusing, c. Rencanakan monitoring
merasa suhu secara kontinyu
nyaman d. Monitor TD, nadi, dan
RR
e. Monitor warna dan suhu
kulit
f. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
g. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi

D. IMPLEMENTASI KEPERWATAN
Menurut Nursalam (2011), Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai
setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

24
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya (Nursalam, 2011), maka hasil yang diharapkan sesuai dengan
rencana tujuan, yaitu :
1. Skala nyeri 3
2. Wajah klien tidak meringis
3. Klien tidak memegang daerah nyeri.
4. Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam
5. Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine
6. Klien berkemih dalam keadaan rileks
7. Suhu tubuh dalam rentang normal
8. Nadi dan RR dalam rentang normal
9. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

25
DAFTAR PUSTAKA

Boedhi, Darmojo. 2009. Geriatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.
Gallo, Joseph, J, dkk. 1998. Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Maryam, Siti, R. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Stockslager, Jaime, L. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Tamer, S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
http://erfansyah.blogspot.com/2010/01/askep-tuberculosis-tb.html
http://gerontiklansia.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-pada-lansia-
dengan_12.html
http://gerontiklansia.blogspot.com/2008/09/gangguan-perkemihan-pada-
lansia.html
http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html
http://www.info-sehat.com/inside_level2.asp?artid=1192&secid=&intid=8
http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm
http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=262
9:mengapa-lansia-sering-mengalami-infeksi-
jamur&catid=28:kesehatan&Itemid=48

26

Vous aimerez peut-être aussi

  • Vertigo
    Vertigo
    Document11 pages
    Vertigo
    Anonymous ngKXmoy
    Pas encore d'évaluation
  • PPOK
    PPOK
    Document23 pages
    PPOK
    Anonymous ngKXmoy
    Pas encore d'évaluation
  • Bab 4
    Bab 4
    Document2 pages
    Bab 4
    Anonymous ngKXmoy
    Pas encore d'évaluation
  • Bab 2
    Bab 2
    Document2 pages
    Bab 2
    Anonymous ngKXmoy
    Pas encore d'évaluation
  • Rencana Bab 1
    Rencana Bab 1
    Document6 pages
    Rencana Bab 1
    Anonymous ngKXmoy
    Pas encore d'évaluation
  • Rencana Bab 1
    Rencana Bab 1
    Document2 pages
    Rencana Bab 1
    NL Junianti
    Pas encore d'évaluation