Vous êtes sur la page 1sur 22

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN (TEORITIS)


“TRAUMA KEPALA”

Nurfajrah
NIM: 201601124
IIIB Keperawatan

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKes Widya Nusantara Palu
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan mengucap puji
syukur atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu dan akal sehat
sehingga dengan ijin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berjudul “KONSEP ASKEP TRAUMA KEPALA”. Makalah ini disusun sebagai tugas
mata kuliah “KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III”.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak. Allahumma Amin.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma kepala umumnya digolongkan sebagai trauma tertutup dan terbuka.
Trauma tertutup atau trauma tumpul seperti yang sering disebut orang, merupakan
kejadian yang lebih sering ditemukan. Secara khas trauma tumpul terjadi ketika
kepala membentur benda keras atau ketika ada benda keras yang bergerak dengan
cepat dan membentur kepala. Pada keadaan ini, durameter masih utuh dan tidak ada
jaringan otak yang terbuka terhadap lingkungan luar. Sebagaimana disebutkan
namanya, trauma terbuka menunjukan adanya lubang pada kulit kepala, meningen,
atau jaringan otak termasuk dura meter, sehingga isi tengkorak terbuka terhadap
lingkungan luar. Pada trauma terbuka, risiko infeksi sangat tinggi (Kowalak, 2011).
Mortalitas akibat trauma kepala telah banyak berkurang seiring kemajuan
dibidang preventif, seperti penggunaan sabuk pengaman serta kantung udara.
Respon layanan kesehatan yang lebih cepat terhadap kejadian kecelakaan serta
waktu untuk membawa pasien yang lebih pendek dan penanganan pasien yang
lebih baik. Termasuk pengembangan pusat-pusat trauma disejumlah kawasan.
Kemajuan dalam teknologi penanganan trauma kepala juga telah meningkatkan
keefektifan layanan rehabilitasi bahkan pada pasien cedera kepala berat (Kowalak,
2011).
Akibat dari trauma kepala akan menimbulkan beberapa masalah, salah
satunya perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat mengkaji
secara adekuat pasien cedera kepala dan memulai tindakan keperawatannya.
Meskipun peran perawat dalam program pencegahan amat penting, perannya dalam
mengenali dan merawat cedera otak juga tidak kalah pentingnya (Oman, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun
makalah tentang konsep trauma kepala untuk mengetahui lebih dalam tentang
karakteristik trauma serta bagaimana penatalaksanaan keperawatan yang tepat.
Sehingga kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi lebih lanjut
seperti angka kesakitan dan angka kematian akibat trauma ini dapat dikurangi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep teori dari trauma kepala ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien trauma kepala ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III pada program
studi S-1 Keperawatan di STIKes Widya Nusantara Palu
2. Tujuan Khusus
Diharapkan Mahasiswa mampu :
1. Untuk mengetahui konsep teori dari trauma kepala.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawtan pada klien trauma kepala.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang
menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional
(pekerjaan). Anak kecil usia dua bulan hingga dua tahun, individu usia 15 hingga 24
tahun, dan lanjut usia merupakan kelompok yang beresiko tinggi mengalami trauma
kepala. Risiko pada laki-laki dua kali lipat risiko pada wanita (Kowalak, 2011).
Trauma kepala adalah perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan
lambatnya pembentukan hematoma karena rendahnya tekanan, laserasi arterial
ditandai oleh pembentukan hematoma yang cepat karena tingginya
tekanan (Engram, 2007).
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan trauma kepala adalah
trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial,
ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan perdarahan yang berasal dari
vena menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma.
2. Klasifikasi
Menurut Kowalak (2011), trauma kepala dapat diklasifikaikan sebagai berikut :
a. Mekanisme Cedera Jenis Trauma Kepala
Berdasarkan mekanisme cedera jenis trauma kepala ada 2, yaitu :
1) Trauma Kepala Tertutup
a. Komusio Serebri/Gegar otak
Pukulan pada kepala yang cukup keras untuk membuat otak
menghantam tulang tengkorak,. Kejadian ini menyebabkan disfungsi
syaraf yang temporer. Kesembuhan biasanya bersifat total dalam waktu
24 hingga 48 jam. Cedera berulang dapat menimbulkan kerusakan
kumulatif pada otak.
b. Kontusio Serebri/Memar otak
Paling sering terjadi pada usia 20 hingga 40 tahun. Kebanyakan
disebabkan oleh perdarahan arteri. Darah umumnya mengumpul di
anatara tulang tengkorak dan duramater.
c. Hematoma Intraserebral
Disrupsi traumatic atau spontan pembuluh darah serebral dalam
parenkim otak menyebabkan deficit neurologi yang intensitasnya
bergantung pada lokasi perdarahan. Gaya robekan akibat gerakan otak
sering menimbulkan laserasi pembuluh darah dan perdarahan ke dalam
parenkim otak.
d. Edema Serebri Traumatik
Keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak
sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume
intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupun
ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranail.
e. Hematoma Epidural
Cedera akselerasi (Otak terus bergerak serta membentur tengkorak) dan
deselerasi (memantul). Otak dapat membentur tonjolan tulang yang ada
di dalam tengkorak (khususnya krista sfenoidalis) sehingga terjadi
perdarahan atau hematoma intracranial yang dapat menimbulkan
herniasi tentorium.
f. Hematoma Subdural
Perdarahan meninges yang terjadi karena penumpukan darah dalam
rongga subdural (diantara duramater dan araknoid). Keadaan ini paling
sering ditemukan. Bisa bersifat akut, subakut dan kronis terjadi secara
unilateral (pada satu sisi) atau bilateral (pada kedua sisi).
g. Hematoma Subaraknoid
Perdarahan terjadi dalam rongga subaraknoid, sering menyertai kontusio
serebri. Pada pungsi lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.
2) Trauma Kepala Terbuka
a. Fraktur linear didaerah temporal
Fraktur linear didaerah temporal di mana arteri meningeal media berada
dalam jalur tulang temporal, sering menyebabkan perdarahan epidural.
Fraktur linear yang melintang garis tengah, sering menyebabkan
perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis superior.
b. Fraktur di daerah basis
Fraktur di daerah basis di sebabkan karena trauma dari atas atau kepala
bagian atas yang membentur jalan atau benda diam fraktur di fosa
anteror, sering terjadi keluarnya liquor melalu hdung (rhinorhoe) dan
adanya brill hematoma (raccon eye).
c. Fraktur pada os petrosu
Fraktur pada os petrosus terbentuk longitudinal dan transversal (lebih
jarang).fraktur longitudinal dibagi menjadi anterior dan posterior.
Fraktur anterior biasanya karena trauma di daerah temporal, sedang yang
posterior disebabkan trauma didaerah oksipital.
d. Fraktur longitudinal
Fraktul longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus
akutikus interna, foramen jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2-3 hari
akan tampak battle sign (warna biru di belakang telinga di atas os
mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari
telinga dengan trauma kepala hampir selalu di sebabkan oleh retak
tulang dasar tengkorak.
b. Keparahan Cedera Kepala
Berdasarkan keparahan cedera kepala di bagi menjadi :
1. Cedera Kepala Ringan
Cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda
tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau
menurunnya kesadaran sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa
adanya kerusakan lainnya (Corwin, 2009).
2. Cedera Kepala Sedang
Cedera kepala sedang adalah suatu trauma yang menyebabkan kehilangan
kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam dapat
mengalami fraktur tengkorak dengan GCS 9-12 (Muttaqin, 2008).
3. Cedera Kepala Berat
Cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow 3-8 atau
dalam keadaan koma kepala dimana otak mengalami memar dengan
kemungkinan adanya daerah hemoragi, pasien berada pada periode tidak
sadarkan diri (Batticaca, 2008).
3.Etiologi
Menurut Kowalak (2011), Etologi trauma kepala dapat meliputi:
1. Kecelakaan kendaraan atau transportasi.
2. Kecelakaan terjatuh.
3. Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga.
4. Kejahatan dan tindak kekerasan.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala trauma kepala berdasarkan klasifikasi
sebagai berikut :
1) Mekanisme Cedera Jenis Trauma Kepala
Berdasarkan mekanisme cedera jenis trauma kepala ada 2, yaitu :
A. Trauma Kepala Tertutup
a. Komusio Serebri/Gegar otak
1. Pingsan tidak lebih dari 10 menit
2. Tanda-tanda vital dapat normal atau menurun
3. Sesudah sadar mungkin terdapat gejala subyektif seperti nyeri
kepala, pusing, muntah
4. Terdapat amnesia retrograde
b. Kontusio Serebri/Memar otak
1. Pingsan berlangsung lama, dapat beberapa hari sampai berminggu-
minggu
2. Kelainan neurologic
3. Hemiparesis yang berkaitan dengan gangguan aliran darah ke
tempat cedera
4. Pernapasan biasa atau seperti Cheyne Stokes
5. Pupil mengecil dan reflex cahaya baik
6. Postur tubuh dekortikasi atau deserebrasi akibat kerusakan korteks
serebri
c. Hematoma Intraserebral
1. Keadaan tidak bereaksi yang segera terjadi atau interval lusidum
sebelum pasien tidak sadarkan diri (koma) sebagai akibat kenaikan
tekanan intracranial dan efek massa yang ditimbulkan oleh
perdarahan
2. Kemungkinan deficit motoric dan respons dekortikasi atau
deserebrasi akibat kompresi pada traktus kortikospinalis serta batang
otak
d. Edema Serebri Traumatik
1. Pingsan yang lamanya dapat berjam-jam
2. Tekanan darah naik dan nadi turun
3. Kelainan neurologic
e. Hematoma Epidural
1. Penurunan kesedaran atau nyeri kepala sebentar, kemudian membaik
2. Beberapa jam kemudian timbul gejala yang berat dan sifatnya
progresif seperti nyeri kepala hebat, pusing dengan disertai
penurunan kesadaran.
f. Hematoma Subdural
1. Nyeri kepala hebat, muntah
2. Gangguan penglihatan karena edem dari pupil N II
3. Pada sisi kontralateral hematoma terdapat gangguan traktur
piramidalis
g. Hematoma Subaraknoid
1. Serebrospinal berdarah
2. Timbul kaku kuduk
B. Trauma Kepala Terbuka
a. Fraktur linear di daerah temporal
1. Perdarahan epidural
2. Perdarahan sinus
3. Robeknya sinus sagitalis superior
b. Fraktur didaerah basis
1. Keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe)
2. Adanya brill hematoma (raccoon eye)
c. Fraktur longitudinal
1. Kerusakan pada meatus akutikus interna, foramen jugularis dan tuba
eustakhius
2. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign dan otorhoe
3. Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hamper selalu
disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak
2) Keparahan Cedera Kepala
Berdasarkan keparahan cedera kepala di bagi menjadi :
A. Cedera Kepala Ringan
a. Hilangnya kesadaran tidak lebih 30 menit atau lebih
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau menurun
c. Timbul rasa nyeri di kepala
d. Pusing dan muntah
e. GCS 13-15, tidak terdapat kelainan neurologis.
B. Cedera Kepala Sedang
a. Pada cedera otak, kesadaran seringkali menurun
b. Pola nafas menjadi abnormal secara progresif
c. muntah dapat terjadi akibat penigkatan intracranial
d. Amnesia yang berhubungan dengan kejadian ini mungkin terjadi
C. Cedera Kepala Berat
a. Skor skala koma Glasgow (GCS) 3-8 (koma)
b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c. Tanda neurologi fokal
d. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.

5. Patofisiologi
Otak dilindungi oleh perisai kubah tengkorak (rambut, kulit, tulang,
meningen, dan cairan serebrospinal) yang akan meredam kekuatan dari suatu
benturan fisik. Di bawah tingkat kekuatan tertentu (kapasitas absorpsi), kubah
tengkorak dapat mencegah energy benturan sehingga tidak mengenai jaringan otak.
Derajat cedera kepala akibat trauma biasanya sebanding dengan besar kekuatan yang
mencapai jaringan kranial. Lebih lanjut, kemungkinan cedera leher harus diasumsikan
terjadi pada pasien trauma kepala kecuali bila kemungkinan ini sudah dapat
disingkirkan (Corwin, 2009).
Trauma tertutup secara khas merupakan cedera akselerasi deselerasi
(coup/contrecoup) yang terjadi secara tiba-tiba. Pada cedera coup/contrecoup, kepala
membentur benda yang relative dalam keadaan stasioner sehingga terjadi cedera pada
jaringan kranial di dekat tempat benturan (yang disebut coup). Kemudian kekuatan
atau gaya yang masih tersisa mendorong otak hinga menghantarkan sisi tengkorak
yang lain dan dengan demikian terjadi benturan serta cedera sekunder (yang disebut
contrecoup). Kontusio dan laserasi dapat pula terjadi pada saat contecoup ketika
jaringan otak yang lunak menggelincir pada tulang rongga tengkorak yang kasar. Di
samping itu, serebrum dapat mengalami robekan karena terpeluntir, yang merusak
pars mesensefalon superior dan daerah-daerah otak pada lobus frontalis, temporalis,
serta oksipitalis (Corwin, 2009).
Trauma terbuka dapat menembus kulit kepala, tulang tengkorak, meningen,
atau otak. Cedera kepala yang terbuka biasanya disertai dengan fraktur tulang
tengkorak (fraktur cranium), dan fragmen tulang yang patah serin menimbulkan
hematoma serta rupture meningen dengan kehilangan cairan serebrospinal sebagai
akibatnya (Corwin, 2009)

6. Penatalaksanaan
1) Medis (Kowalak, 2011)
1. ABC
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke
belakang dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang
oropharyngeal tube atau nasopharyngeal tube.
b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak
2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses
ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan
norepinefrin dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah
3-4 hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral
melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2. Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah rebound
(manitol 20%) diberikan dalam 30 menit.
Pemberian diulang setelah 6
jam dengan dosis 0,25-
0,5/kgBB dalam 30 menit
2 Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
(furosemid) manitol, karena
mempunyai efek sinergis
dan memperpanjang efek
osmotik serum manitol
3 Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan bisa Diberikan bila ada kejang
diulang sampai 3 kali bila
masih kejang
4. Analgetik Dosisnya 325 atau 500 mg Untuk mengurangi demam
(asetaminofen) setiap 3 atau 4 jam, 650 mg serta mengatasi nyeri
setiap 4-6 jam, 1000 mg ringan sampai sedang
setiap 6 akibat sakit kepala
5. Analgetik 30-60 mg, tiap 4-6 jam sesuai Untuk mengobati nyeri
(kodein) kebutuh ringan atau cukup parah
6. Antikonvulsan Dosisnya 200 hingga 500 mg Untuk mencegah serangan
(fenitoin) perhati epilepsi
7. Profilaksis Biasanya digunakan setelah Tindakan yang sangat
antibiotik 24 jam pertama, lalu 2 jam penting sebagai usaha
pertama, dan 4 jam untuk mencegah terjadinya
berikutnya infeksi pasca operasi
3. Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil
fragmen fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil
benda asing dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak
lebih lanjut akibat fraktur dapat dikurangi.
4. Mobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.

2) Keperawatan (Kowalak, 2011)


1 Kontusio dengan kehilangan kesadaran kurang dari 20 menit : Biasanya
tidak perlu dirawat, Tirah baring
2 Kontusio, laserasi atau kehilangan kesadaran lebih dari 20 menit : Rawat di
UPI, Tirah baring, Lakukan tidakan untuk mengatasi meningkatnya tekanan
intracranial mencegah kejang
3 Mengkaji riwayat cedera
4 Pantau tanda-tanda vital dan periksa cedera tambahan. Palpasi tulang
tengkorak untuk menemukan gejala nyeri tekan atau hematoma
5 Jika pasien mengalami perubahan tingkat kesadaran lakukan observasi
tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, dan besar pupil setiap 15 menit.
6 Pasien dengan kondisi stabil setelah dilakukan observasi selama empat jam
atau lebih dapat dipulangkan di bawah pengawasan orang dewasa yang
bertanggung jawab
7 Bersihkan dan cuci luka yang superfisial pada kulit kepala.
8 Berikan edukasi pada klien untuk mewaspadai kemungkinan sakit kepala
bertambah berat, vomitus, tanda-tanda perdarahan cairan serebrospinal dari
dalam telinga
9 Jika pada pasien mengalami kontusio serebri dan fraktur cranium
pertahankan patensi jalan napas dengan memasang pipa Mayo, pemasangan
pipa jalan napas melalui hidung merupakan kontraindikasi pada pasien
fraktur basis kranii. Intubasi bisa diperlukan. Lakukan pengisapan (suction)
melalui mulut dan bukan melalui hidung untuk mencegah bakteri masuk jika
terjadi kebocoran cairan serebrospinal
10 Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari hidung, bersihkan
rembesan dan jangan biarkan pasien menghembuskannya keluar seperti
membuang ingus
11 Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari dalam telinga, tutup
telinga secara hati-hati tanpa menekannya dengan kasa steril dan jangan
memasukkan kasa tersebut ke dalam liang telinga
12 Atur posisi pasien sedemikian rupa agar secret dapat mengalir keluar dengan
benar, tinggikan bagian kepala ranjang hingga membentuk sudut 30 derajat
13 Terapkan kewaspadaan terhadap serangan kejang atau bangkitan epilepsi,
tetapi jangan menghalangi pasien dengan banyak larangan
14 Batasi asupan total cairan per oral sampai 40% hingga 50% (1200 hingga
1500 ml/hari) untuk mengurangi volume cairan tubuh dan edema
intraserebral.

7. Komplikasi
Menurut Kowalak (2011), Komplikasi utama dari trauma kepala :
1. Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)
2. Perdarahan
3. Kejang
4. Infeksi (trauma terbuka)
5. Depresi pernapasan dan gagal napas
6. Herniasi otak
7. Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan
serebrospinal (CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan
menyebabkan meningitis.

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kowalak (2011), pemeriksaan penunjangan trauma kepala :
1. Komusio Serebri/Gegar Otak
CT scan otak tidak memeperlihatkan tanda-tanda fraktur, perdarahanl, atau lesi
lain pada sistem saraf
2. Kontusi Serebri
a. CT scan otak memperlihatkan perubahan pada densitas jaringan,
kemungkinan pergeseran struktur di sekitar lesi dan bukti adanya
jaringan yang iskemik, hemotoma, serta fraktur
b. Hasil rekaman EEG langsung di daerah kepala yang mengalami
kontusio menunjukkan abnormalitas progesif dengan terlihatnya
gelombang teta dan delta yang memiliki amplitudo tinggi
3. Ematoma Epidural
Pemeriksaan CT Scan atau MRI menunjukkan massa abnormal atau pergeseran
struktur dalam kranium
4. Hemartoma Subdural
a. CT Scan otak, foto rontgen kepala dan arteriografi menunjukkan massa dan
perubahan aliran darah di daerah lesi, gambaran ini memastikan keberadaan
hematoma
b. CT Scan atau MRI memperlihatkan massa dan pergeseran jaringan
c. Cairan serebrospinal tambak berwarna kuning dan memiliki kadar protein
yang relatif rendah (hematoma subdural kronis)
5. Hematoma Intraserebral
CT Scan atau arteriografi serebral memperlihatkan lokasi perdarahan. Tekanan
cairan serebrospinal meninggi, cairan serebrospinal tampak mengandung darah
atau berwarna xantokrom (berwarna kuning atau mirip warna jerami) akibat
penguraian hemoglobin
6. Fraktur Tenggkorak
a. CT Scan dan MRI menunjukkan perdarahan intrakranial akibat ruptur
pembuluh darah dan pembengkakan
b. Foto rontgen kranium dapat memperlihatkan fraktur
c. Pungsi lumbal merupakan kontraindikasi jika terdapat lesi yang luas
Sinar x kepala dan servikal untuk mendeteksi lokasi dan parahnya fraktur
CT Scan untuk mengenali adanya hematoma intracranial
Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien
memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal,
kejang)
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar daripada
risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga 24
tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi,
adanya akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya.
c. Pemeriksaan Primer
1. Airway management/penatalaksanaan jalan napas:
a. Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu (pada
pasien tidak sadar).
b. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal (pada
pasien tidak sadar).
c. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
d. Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi
intratrakeal).
e. Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
2. Breathing/pernapasan:
a. Kaji pemberian O2.
b. Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan dinding
dada (simetris)/posisi trakea.
c. Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.
3. Circulation/sirkulasi:
a. Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi apeks/JVP/bunyi
jantung/bukti hilangnya darah.
b. Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.
c. Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi
urin.
d. Pemeriksaan Sekunder
1. Penampilan atau keadaan umum
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
3. Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya
36,5-37,5°C)
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan
darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)
Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK
meningkat (Normalnya 60-100 x/menit
RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22)
4. Pemeriksaan Nervus Cranial
a. Nervus I : Penurunan daya penciuman.
b. Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan karena edema pupil.
c. Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor.
d. Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi
daerah dahi.
e. Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah.
f. Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g. Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
h. Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan
disartia.
5. Pemeriksaan Head to Toe
a. Pemeriksaan Kepala
Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada
deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala)
Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)
Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada
skuama, ada kemerahan)
Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan
simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada
uban) Palpasi (rambut mudah rontok)
Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil
anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap
rangsangan cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak sekret) Palpasi
(bola mata normal, tidak ada nyeri tekan)
Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan serebrospinal
keluar dari hidung), ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi
septum) Palpasi sinus (ada nyeri tekan)
Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik, ada
otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign (warna
biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid),
dan memotipanum (perdarahan di daerah membrane timpani telinga))
Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri)
Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran
mukosa kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi tidak
bersih, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak ada
pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula simetris, mual-muntah) Palpasi
(tidak ada lesi, lidah tidak ada massa)
Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp,
tidak ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak
ditemukan kaku kuduk)
b. Pemeriksaan Dada dan Thorak
 Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas
dada cepat dan dangkal,sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
 Jantung :
Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri
tekan, denyut nadi Bradikardia
Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4
sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior
kanan
Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama
nafas tidak teratur, tekanan darah menurun
c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada
nyeri pada Titik Mc. Burney.
Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup
d. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot,
adanya sianosis
Palpasi : Turgor buruk, kulit kering

6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72
jam setelah injuri.
b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
c. Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien
memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal,
kejang).
d. Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
f. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
g. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.
h. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
i. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
j. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
k. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial.
l. Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis., trauma kepala).
2) Kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.
3) Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung.
4) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.
5) Gangguan eliminasi urine b.d penyebab multipel.
6) Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

3. Intervensi Keperawatan
Diagnose Rencana keperawatan
No
keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan NOC NIC
pola napas b.d Tujuan: Manajemen jalan napas
gangguan Setelah dilakukan tindakan1. O : Observasi TTV
neurologis (mis., keperawatan selama 2x242. O : Monitar aliran oksigen
trauma kepala) diharapkan pola napas3. N : Buka jalan napas dengan
kembali efektif tekhnik chin lift atau jaw thrust
Dengan KH: 4. N : Posisikan pasien untuk
1. Kedalaman inspirasi dalam memaksimalkan ventilasi
kisaran normal (RR : 16-245. N : Masukkan alat
x/menit) nasoparyngeal airway atau
2. Kepatenan jalan napas oropharyngeal airway
dalam kisaran normal, klien6. E : Informasikan pada pasien
tidak merasa tercekik, tidak dan keluarga tentang teknik
ada suara nafas abnormal relaksasi untuk memperbaiki
3. Frekuensi dan irama pola nafas
pernapasan dalam keadaan7. C : Kolaborasi dengan dokter
normal dalam pemberian terapi obat dan
pemberian oksigen
2 Kekurangan Tujuan: Manajemen cairan
volume cairan b.d Setelah dilakukan tindakan1. O : Obsersavi TTV
gangguan keperawatan selama 1x242. O : Monitor status hidrasi
mekanisme jam diharapkan kekurangan (mis., membrane mukosa
regulasi volume cairan teratasi. lembab denyut nadi adekuat,
Dengan KH: dan tekanan darah ortostatik)
1. Mempertahankan urine3. N : Berikan cairan IV
output sesuai dengan usia4. N : Pertahankan catatan intake
dan BB dan output yang akurat
2. Tidak ada tanda-tanda5. E : Dorong pasien dan keluarga
dehidrasi, elastisitas turgor untuk menambah intake oral
kulit baik, membran misalnya minum
mukosa lembab, tidak rasa6. C : Kolaborasi pemberian
haus yang berlebihan cairan IV
3. TTV dalam batas normal
3 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
jantung b.d keperawatan selama ….1. O : Monitor EKG, adakah
perubahan diharapkan penurunan curah perubahan segmen ST
frekuensi jantung jantung teratasi 2. O : Monitor TTV
Dengan KH: 3. N : Atur periode latihan dan
1. Tekanan darah sistol dan istirahat untuk menghindari
diastol dalam kisaran kelelahan
normal (110/70-120/804. N : Evaluasi adanya nyeri dada
mmHg) 5. O : Anjurkan untuk
2. Denyut nadi perifer dalam menurunkan stress
kisaran normal (60-1006. C : Kolaborasi untuk
x/menit) menyediakan terapi antiaritmia
3. Denyut jantung apikal sesuai kebijakan unit (mis., obat
dalam kisaran normal (16- antiaritmia, kardioversi, atau
24 x/menit) defibrilasi)
4. Tidak ada penurunan
kesadaran
4 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
nyaman nyeri b.d keperawatan selama ….1. O : Lakukan pengkajian nyeri
gejala terkait Diharapkan rasa nyaman secara komprehensif
penyakit kembali 2. N : Tingkatkan istirahat
Dengan KH: 3. N : Kontrol lingkungan yang
1. Mengontrol nyeri dapat mempengaruhi nyeri
(mengetahui penyebab seperti suhu ruangan,
nyeri, mengetahui cara pencahayaan, dan kebisingan
mengurangi nyeri) 4. E : Ajarkan tentang teknik non
2. Rasa nyaman tidak farmakologi
terganggu 5. C : Kolaborasi dengan dokter
3. Mengontrol gejala nyeri pemberian analgetik
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Irigasi kandung kemih
eliminasi urine b.d keperawatan selama ….1. O : Lakukan penilaian kemih
penyebab multipel diharapkan gangguan yang komprehensif
eliminasi urine teratasi 2. N : Siapkan peralatan irigasi
Dengan KH: yang steril, dan pertahankan
1. Jumlah urin tidak tekhnik steril setiap kali
terganggu tindakan
2. Warna urin tidak3. N : Bersihkan sambungan
terganggu kateter atau ujung Y dengan
3. Tidak ada darah dalam kapas alcohol
urin 4. N : Catat jumlah cairan yang
4. Intake cairan dalam digunakan, karakteristik cairan,
rentang normal jumlah cairan yang keluar
5. E : Ajarkan pasien atau
keluarga untuk mencatat urin
6. C : Kolaborasi dengan dokter
dengan penberian obat
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas
b.d keperawatan selama ….1. O : Monitor respon fisik,
ketidakseimbangan diharapkan intoleransi emosi, social dan spiritual
antara suplai dan aktivitas teratasi 2. N : Bantu klien untuk
kebutuhan oksigen Dengan KH: mengidentifikasi aktivitas yang
1. Berpartisipasi dalam mampu dilakukan
aktivitas fisik tanpa disertai3. E : Bantu pasien dan keluarga
peningkatan ttv untuk mengidentifikasi
2. Hemoglobin, hematocrit, kekurangan dalam beraktivitas
glukosa darah, serum4. C : Kolaborasi dengan Tenaga
elektrolit darah tidak Rehabilitasi Medik dalam
terganggu merencanakan program terapi
3. Mampu melakukan yang tepat
aktivitas sehari-hari secara
mendiri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma kepala adalah trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan
fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan
perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya pembentukan
hematoma. Penyebab dari trauma kepala yaitu Kecelakaan kendaraan atau
transportasi, Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, dan
Kejahatan dan tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari trauma kepala yang umum
yaitu terjadi penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang
dapat terjadi diantaranya Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan,
Kejang, Infeksi (trauma terbuka), Depresi pernapasan dan gagal napas, dan
Herniasi otak.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan
pembedahan, dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu
memantau ttv, adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah
infeksi akibat pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai
dari pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer,
pengkajian sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa
keperawatan dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.
B. Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar
dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama litelatur yang berhubungan
dengan penatalaksaan yang lebih efektif mengenai trauma kepala karena di dalam
makalah ini penatalaksaannya masih banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Engram, B. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Hidayat, & Alimul, A. A. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Oman, K. S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Vous aimerez peut-être aussi