Vous êtes sur la page 1sur 30

LAPORAN KASUS

ULKUS DIABETIKUM
(KAKI DIABETES)
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto

Disusun oleh :
Febe Rangga Tambing
11.2012.260

Pembimbing :
dr. Susie Setyowati SpPD, KEMD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2018

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Dengan Judul :

Ulkus Diabetikum

(Kaki Diabetes)

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen Penyakit Dalam

RSPAD GATOT SOEBROTO – DITKESAD, Jakarta

Disusun Oleh:

Febe Rangga Tambing


11.2012.260

Telah disetujui oleh :

Nama Pembimbing Tanda Tangan Tanggal


Pembimbing Pengesahan

dr. Susie Setyowati SpPD, KEMD

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul
“Ulkus Diabetikum (Kaki Diabetes)”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat
mengikuti ujian kepaniteraan klinik pendidikan profesi dokter di Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Susie Setyowati SpPD,
KEMD sebagai dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan petunjuk,
serta kerjasama dari berbagai pihak yang telah membantu penyusunan laporan kasus ini.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak kekurangan
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan di masa mendatang. Semoga laporan kasus
ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Jakarta, November 2018

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang
berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah, selain itu ada
juga yang mendefinisikan sebagai kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang
tidak terkendali dengan baik yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, gangguan
persyarafan dan infeksi.
Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai bawah secara
menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan adanya lesi hingga
terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan ulkus diabetik karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat
luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan
dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan gangren diabetik.
Ulkus kaki diabetik terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor, seperti kadar glukosa
darah yang tinggi dan tidak terkontrol, perubahan mekanis dalam kelainan formasi tulang kaki,
tekanan pada area kaki, neuropati perifer, dan penyakit arteri perifer aterosklerotik, yang
semuanya terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi pada penderita diabetes. Gangguan
neuropati dan vaskular merupakan faktor utama yang berkonstribusi terhadap kejadian luka, luka
yang terjadi pada pasien diabetes berkaitan dengan adanya pengaruh saraf yang terdapat pada
kaki yang dikenal dengan nuropati perifer, selain itu pada pasien diabetes juga mengalami
gangguan sirkulasi, gangguan sirkulasi ini berhubungan dengan peripheral vascular diseases.
Efek dari sirkulasi inilah yang mengakibatkan kerusakan pada saraf-saraf kaki.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn I.R
Tanggal Lahir : 27 Mei 1962 (56 tahun)
Alamat : Jl. Panda Raya blok D No 60 PTI RT 003 RW 016 – Bekasi
Agama : Kristen Katolik
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai swasta
Masuk RS : 21 Oktober 2018
Dilakukan Pemeriksaan : 24 Oktober 2018

2.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 Oktober 2018
Keluhan Utama : Mual Muntah 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSPAD GATOT SUBROTO dengan keluhan mual dan muntah ±
3 hari SMRS. Mual dirasakan sebelum dan sesudah makan dan muntah sehabis makan dengan
frekuensi 4x/hari, konsistensi berisi cairan dan makanan, warna kuning, darah (-). Keluhan mual
muntah disertai dengan demam (+). Sakit kepala (-), nyeri perut (-), BAB cair (-). BAK normal
(sering pada malam hari).
Pada kaki kanan pasien tampak membengkak dan melepuh pada punggung kanan pasien
dan mengeluarkan nanah. 1 bulan SMRS pasien mengatakan telapak kaki kanan pasien seperti
kapalan dan terdapat luka kecil di telapak kaki. Semakin lama luka di telapak kaki tersebut
semakin membesar dan semakin sakit. ± 2 minggu SMRS luka pada telapak kaki kanan tersebut
membesar, membengkak dan mengeluarkan nanah sedikit dan pasien mengalami demam dan
nafsu makan pasien mulai menurun. Selama 2 minggu SMRS pasien berobat ke klinik dekat
rumah nya untuk mengobati luka tersebut namun tidak ada perbaikan. 1 minggu SMRS pasien
mengambil tindakan sendiri dengan mengobati memakai koyo pada luka tersebut. 3 hari SMRS

5
luka tersebut semakin bengkak, merah dan semakin mengeluarkan nanah dan mengalami demam
yang terus menerus, nafsu makan semakin menurun.
Pasien mengakui cepat mengalami haus, lapar dan sering BAK pada malam. Riwayat DM
diakui pasien mulai tahun 2008. Dirawat pertama kali di RS Carolus – Jakarta Pusat dengan GDS
400 dan dirawat selama 1 minggu. Tetapi pasien mengakui tidak pernah meminum obat DM dari
diketahui riwayat DM pertama kali.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pada tahun 1988 pasien mengakui pernah operasi ambeien di Mitra Keluarga – Bekasi
Barat
Riwaya Penyakit Keluarga

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang pegawai swasta. Pasien tinggal bersama istrinya dan anaknya.
Pasien menggunakan BPJS mandiri. Pasien

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik di IGD pada tanggal 21 Oktober 2018. Pukul 20.10 WIB
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Status Gizi : BB : 70 kg
TB : 173 cm
BMI : 23.39 (Berat badan normal)
Tanda vital : TD : 130/70 mmHg
Nadi : 91 x/menit
Suhu : 36,9OC
Pernapasan :22 x/menit
Kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Pupil isokor, refleks cahaya +/+, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Sekret -/- , deviasi septum (–)

6
Telinga : Sekret -/- , liang telinga lapang, nyeri tekan tragus (–)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Mulut : Mukosa lembab, sianosis (-), coated tongue (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Pulmo Depan Belakang
Inspeksi  Bentuk dada normal  Bentuk dada bagian belakang normal
 Pernapasan regular, tidak ada  Bentuk scapula simetris
dinding dada yang tertinggal  Tidak ditemukan bekas luka ataupun
 Jenis pernapasan benjolan
abdominothorakal
 Otot-otot bantu pernapasan (-)
Palpasi  Tidak teraba adanya pembesaran  Perbandingan gerakan nafas dan
kelenjar getah bening vokal fremitus sama kuat di kedua
 Vokal fremitus sama kuat di kedua lapang paru
lapang paru
 Gerakan nafas sama kuat di kedua
paru
Perkusi  Perkusi terdengar sonor pada  Pada dada kanan dan kiri terdengar
kedua lapang paru sonor

Auskultasi  Suara nafas vesikuler  Suara nafas vesikuler


 Ronkhi - / -  Ronkhi - / -
 Wheezing - / -  Wheezing - / -

Kardiovascular
Inspeksi  Tidak terlihat pulsasi pada ictus cordis
Palpasi  Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi  Batas kiri jantung terletak pada ICS V lateral linea midclavicularis sinistra
 Batas pinggang jantung terletak pada ICS III linea parasternalis sinistra
 Batas kanan jantung terletak pada ICS V linea parasternalis dextra
7
Auskultasi  Bunyi jantung I dan II terdengar regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi  Perut datar, tidak terdapat striae, tidak terdapat tanda-tanda peradangan
Auskultasi  Bising usus (+) normoperistaltik
Palpasi  Supel, nyeri tekan (-) pada epigastrium, tidak terdapat pembesaran hepar (-)
tidak teraba pembesaran lien (-), kedua ginjal tidak teraba
Perkusi  Bunyi timpani pada seluruh lapang abdomen
Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Petechiae (-), CRT < 2”, motorik 5/5
 Inferior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), Petechiae (-), CRT < 2”, motorik 5/5,
terdapat luka membengkak pada punggung kaki kanan, mengeluarkan nanah

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
JENIS PEMERIKSAAN 21-10-2018 Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.6* 13.0 - 18.0 g/Dl
Hematokrit 30* 40 - 52%
Eritrosit 3,8* 4.3 - 6.0 juta/uL
Leukosit 28960* 4.800 - 10.800 /uL
Trombosit 405000* 150.000 - 400.000 /uL
MCV 78* 80 - 96 fl
MCH 28 27 - 32 pg
MCHC 36 32 - 36 g/dL
KIMIA KLINIK
Ureum 125* 20 - 50 mg/dL
duplo
Kreatinin 3.2* 0.5 - 1.5 mg/dL
Glukosa Darah (sewaktu) 143 70- 140 mg/dL
Natrium 136 135 - 147 mmol/L
Kalium 3.4* 3.5 - 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 94 95 - 105 mmol/L

8
Aseton +/Positif -/Negatif

JENIS PEMERIKSAAN 21-10-2018 Nilai Normal


KIMIA KLINIK
ANALISA GAS DARAH
pH 7.539* 7.37 – 7.45
pCO2 20,8* 33 - 44 mmHg
pO2 142.2* 71 - 104 mmHg
Bikarbonat (HCO3) 17.9* 22 – 29 mmol/L
Kelebihan Basa (BE) -1.7 (-2) – 3 mmol/L
Saturasi O2 99.5 *
94 – 98%

FOTO THORAX AP :

 Jantung kesan tidak membesar


 Aorta kalsifikasi. Mediastinum superior tidak melebar
 Trakea di tengah. Kedua hillus tidak menebal
 Corakan bronkovaskular kedua paru baik. Tidak tampak infiltrate/nodul
 Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
 Kedua hemidiafragma licin
 Tulang-tulang yang tervisualisasi optimal kesan intak.

9
KESAN : Kalsifikasi Aorta, Tidak Tampak Kelainan radiologis pada jantung dan paru

FOTO PEDIS : (proyeksi AP dan oblik)

 Kedudukan tulang-tulang pedis baik, tidak tampak subluksasi/dislokasi


 Tak tampak fraktur maupun destruksi
 Tidak tampak spur formation
 Celah sendi tampak menyempit
 Jaringan lunak region pedis kanan tampak menebal dengan multiple lusensi di sekitarnya

KESAN :

 Soft tissue swelling dengan emfisema subkutis region pedis kanan


 Tidak tampak erosi maupun destruksi tulang – tulang pedis kanan

10
Foto Tanggal 21 Oktober 2018

2.5 RESUME

Laki-laki 56 tahun dengan keluhan mual muntah sejak 3 hari SMRS. Mual dirasakan
sebelum dan sesudah makan dan muntah sehabis makan dengan frekuensi 4x/hari, konsistensi
berisi cairan dan makanan,berwarna kuning, demam (+). Riwayat DM sejak tahun 2018, operasi
Ambeien 1988. Pada pemeriksaan fisik ditemukan luka melepuh, bengkak, bernanah pada
punggung kaki kanan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb menurun, hematokrit
menurun, eritrosit menurun, leukopenia, trombositopenia, penurunan MCV, uremia,
hiperkreatinin, peningkatan GDS, hiperkalemia, peningkatan kadar klorida dan aseton positif,
ketosis diabetikum.

2.6 DAFTAR MASALAH


 DM tipe II dengan Ketosis
 Ulkus Diabetikum Pedis Dextra

11
2.7 PENGKAJIAN MASALAH
1. DM tipe II dengan ketosis
Atas Dasar :
Anamnesis : pasien mengatakan sering mengalami rasa haus, sering lapar, sering BAK pada
malam hari. Pada tahun 2008 pasien pernah dirawat di RS Carolus dengan GDS
400.
Pemeriksaan Lab : GDS = 143 g/dl
Aseton : positif
Rencana Diagnostik : Laboratorium darah, HbA1c
Rencana Monitoring : cek TTV, KU, cek GDS, cek Aseton
Rencana Pengobatan : Metformin 500 mg  2x1
Rencana Nutrisi : Diet DM
Edukasi : Menjelaskan Penyebab penyakit, rencana diagnosis, pengobatan serta prognosis
penyakit
Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia

2. Ulkus Diabetikum Pedis Dextra


Atas Dasar :
Pemeriksaan Fisik : ditemukan luka pada kaki kiri di punggung dan telapak kaki kiri. Ditemukan
jaringan nekrosis pada kaki kiri digiti 4 dan 5.
Rencana diagnostic : Debridement / amputasi digiti 4 dan 5 kaki kiri.
Rencana Monitoring : cek KU, cek TTV, cek GDS
Rencana Pengobatan : Rawat luka dengan burnazin , ganti perban 1x/hari
Ambicilin sulbactam 4x1,5gr
Rencana Nutrisi : Nutrisi Adekuat
Sleeding Scale Novorapid Kelipatan 4
201 – 250 – 4 unit
251 – 300 - 8 unit
301 – 350 – 12 unit

12
≥ 351 – 16 unit
Edukasi : Menjelaskan Penyebab penyakit, rencana diagnosis, pengobatan serta prognosis
penyakit
Quo Ad Vitam : dubia ad malam
Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia

2.8 FOLLOW UP HARIAN

24/10/18 S : kaki terasa keram, nyeri (+), P:


Hari ke-3 O : Ku: TSS,CM TD: 163/59mmHg,  Nacl 0,9% 500/8 jam
perawatan N:90x/mnt,RR:20x/mnt,T: 36,3C  Cefoperazim Sulbactam
Mata : CA -/-, SI -/- 2x1 gr iv
Pulmo : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-  PCT 3x500 mg
Cor : S I – II regular, murmur - , gallop -  Sliding Scale Novorapid
Abd : datar, bising usus normal, nyeri tekan (-) kelipatan 4
Eks : Luka pada pedis dextra, jaringan nekrosis  Rawat luka burnazin
pada digiti 4&5 1x/hari
A : DM tipe 2 dengan ketosis Rencana :
Ulkus diabetikum Pedis Dextra  Cek GDS, aseton ulang,
GDS one Touch : 308 ur, cr
 Debridement + amputasi
digiti 4&5
25/ 10 /2018 S : Kaki kanan terasa baal, demam tadi pagi P:
Hari ke-4 O : Ku: TSS,CM TD: 112/83 mmHg,  Nacl 0,9% 500/8 jam
perawatan N:117x/mnt,RR:20x/mnt,T: 36,3C  Cefoperazim Sulbactam
Mata : CA -/-, SI -/-, Sp O2 : 97% 2x1 gr iv
Pulmo : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-  PCT 3x500 mg
Cor : BJ I – II regular, murmur gallop -  Sliding Scale Novorapid
Abd : datar, bising usus normal, nyeri tekan (-) kelipatan 4
Eks : Luka pada pedis dextra, jaringan nekrosis  Rawat luka burnazin

13
pada digiti 4&5 1x/hari
A : DM tipe 2 dengan ketosis Diet :
Ulkus diabetikum Pedis Dextra  Nasi Tim 1500kkal/hari
GDS : 382mg/dl  Jus buah
 Diabetasol 2x150
Rencana :
 Cek GDS, aseton ulang,
ur, cr
 Debridement + amputasi
digiti 4&5
26/ 10/2018 S : Kaki terasa nyeri dan baal P:
Hari ke-5 O : Ku: TSS,CM TD: 137/83 mmHg,  Nacl 0,9% 500/8 jam
perawatan N:92x/mnt,RR:20x/mnt,T: 36,3C  Cefoperazim Sulbactam
Mata : CA -/-, SI -/-, Sp O2 : 97% 2x1 gr iv
Pulmo : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-  PCT 3x500 mg
Cor : BJ I – II regular, murmur gallop -  Sliding Scale Novorapid
Abd : datar, bising usus normal, nyeri tekan (-) kelipatan 4
Eks : Luka pada pedis dextra, jaringan nekrosis  Rawat luka burnazin
pada digiti 4&5 1x/hari
A : DM tipe 2 dengan ketosis Diet :
Ulkus diabetikum Pedis Dextra  Nasi Tim 1500kkal/hari
GDS : 252 mg/dl  Jus buah
 Diabetasol 2x150
Rencana :
 Cek GDS, aseton ulang,
ur, cr
 Debridement + amputasi
digiti 4&5
27/10/2019 S : Tidak ada keluhan P:
Hari ke-6 O : Ku: TSS,CM TD: 120/70mmHg,  Nacl 0,9% 500/8 jam

14
perawatan N:90x/mnt,RR:20x/mnt,T: 36,3C  Cefoperazim Sulbactam
Mata : CA -/-, SI -/- 2x1 gr iv
Pulmo : Vesikuler ↓/+, rh -/-, wh -/-  PCT 3x500 mg
Cor : S I – II regular, murmur - , gallop –  Sliding Scale Novorapid
Abd : datar, bising usus normal, nyeri tekan (-) kelipatan 4
Eks : Luka pada pedis dextra, jaringan nekrosis  Rawat luka burnazin
pada digiti 4&5 1x/hari
A : DM tipe 2 dengan ketosis Diet :
Ulkus diabetikum Pedis Dextra  Nasi Tim 1500kkal/hari
GDS jam 7 : 144 mg/dl  Jus buah
GDS jam 11 : 168 mg/dl  Diabetasol 2x150
Aseton : -/negatif Rencana :
 Cek GDS ulang, HbsA1C
 Debridement + amputasi
digiti 4&5

28/10/2018 S : Tidak ada keluhan  Nacl 0,9% 500/8 jam


Hari ke-7 O : Ku: TSS,CM TD: 120/70mmHg,  Cefoperazim Sulbactam
perawatan N:90x/mnt,RR:20x/mnt,T: 36,3C 2x1 gr iv
Mata : CA -/-, SI -/-  PCT 3x500 mg
Pulmo : Vesikuler ↓/+, rh -/-, wh -/-  Sliding Scale Novorapid
Cor : S I – II regular, murmur - , gallop – kelipatan 4
Abd : datar, bising usus normal, nyeri tekan (-)  Rawat luka burnazin
Eks : Luka pada pedis dextra, jaringan nekrosis 1x/hari
pada digiti 4&5 Diet :
A : DM tipe 2 dengan ketosis  Nasi Tim 1500kkal/hari
Ulkus diabetikum Pedis Dextra  Jus buah
GDS : 223mg/dl
 Diabetasol 2x150
Rencana :
 Cek GDS ulang, HbsA1C

15
 Debridement + amputasi
digiti 4&5

29/10/2018 S : Nyeri pada luka kaki, sulit BAB, mual (-),  Nacl 0,9% 500ml/8 jam
Hari ke-8 muntah (-)  Ampicilin Sulbactam
perawatan O : Ku: TSS,CM TD: 120/70mmHg, 4x1,5gr (iv)
N:82x/mnt,RR:20x/mnt,T: 36,3C  Novorapid 3x12 unit
Mata : CA -/-, SI -/-  Ketorolac 3x30mg IV
Pulmo : Vesikuler ↓/+, rh -/-, wh -/-  PCT 3x500 mg
Cor : S I – II regular, murmur - , gallop –  Rawat luka burnazin
Abd : datar, bising usus normal, nyeri tekan (-) 1x/hari
Eks : Luka pada pedis dextra, jaringan nekrosis Th/ Gizi
pada digiti 4&5  Zinc 1x20 mg P.O
A : DM tipe 2 dengan ketosis (perbaikan)
 Vit B comp 2x1 P.O
Ulkus diabetikum Pedis Dextra pro
Rencana :
debridement/amputasi
 Debridement + amputasi
GDS : 144 mg/dl
digiti 4&5
HbA1c : 15

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin,
atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua
tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular
(retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun
makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi
saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi
ulkus/gangren diabetik.1

Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan oleh
diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan
kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi.
Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang
tidak dirasakan oleh penderita.2

EPIDEMIOLOGI

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil
pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter pengelola maupun
penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik berakhir dengan kecacatan dan
kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan
tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki
diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat menyolok.
Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat
pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki diabetik.1

Di RSUPN dr. CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetik masih merupakan masalah


besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetik. Angka
kematian dan angka amputasi masih sangat besar, masing-masing 16% dan 25% (data
RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk.

17
Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan
meninggal 3 tahun pasca amputasi.1

ETIOLOGI

Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum
faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:2
 Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti kelainan
makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom.

Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati motorik, neuropati
sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).

 Faktor presipitasi
 Perlukaan di kulit (jamur).
 Trauma.
 Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
 Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
 Derajat luka.
 Perawatan luka.
 Pengendalian kadar gula darah.

PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati
sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan
otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang
kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetik.1

1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan lapisan
dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang berakibat pada mudahnya

18
terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran
kolateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas.2

Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa


penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama sering terjadi pada tungkai
bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami angiopati adalah
arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri
femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi
jaringan distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
amputasi.2

Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis serta
penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet aggregating agent) akan memacu
terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan
timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf
perifernya.2

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi endotel melalui


berbagai mekanisme antara lain:3

 Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan makromolekul
seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA.
Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan
keseimbangan NO dan prostaglandin.
 Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan menyebabkan
gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.
 Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos pembuluh
darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.
 Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalur glikolitik.
Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC
berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.
 Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan hiperglikemia akan
meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein,
terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di
samping itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat
meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.

19
 Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi platelet. Keadaan ini
berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan penurunan
aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi
peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan
advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin sulfat.
 Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan disfungsi endotel,
namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari
sel-sel endotel sehingga akan terjadi disfungsi endotel.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara kronik hingga
menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi stadium sebagai berikut: I.
rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting pain, IV. iskemia/infark dan/atau
gangren.2

2. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan patogenesis
kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung
kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, di mana ada teori yang menyatakan bahwa
semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan
ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena.2

Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan
mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak
cukup dan menyebabkan iskemia dan bahkan gangren.2

Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa  sorbitol 


fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan
fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia
dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan
hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik,
dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan
atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-
saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare
nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan
impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut
tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan
tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia.4

20
a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang menimbulkan
kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah
dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan
gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara
berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di
bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan
akhirnya gangren.2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik dengan 4
tahap perkembangan:2
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya kewaspadaan
proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh
normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang diterima
menimbulkan refleks untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari
rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal
diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik.2

Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena
gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma
kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki.
Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut
dan dapat membahayakan keselamatan pasien.2

Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM, seperti:2

(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena lama
berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

21
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat
kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah,
produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.2

Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai


yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga
memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu
neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi
penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat
mudah terjadi ulkus.2

3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur muskulofasial.
Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki maupun pada
tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal
pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan
kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis
sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial
yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk gangren yang
selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangren
diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk
berkembangnya bakteri patogen.2

Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini
disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin,
kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula
darah. Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan
sistem imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN
membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi.
Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.2

22
KLASIFIKASI

A. Klasifikasi Edmonds (King’s College Hospital, London, 2004-2005) 1


Stage 1: Normal Foot

Stage 2: High Risk Foot

Stage 3: Ulcerated Foot

Stage 4: Infected Foot

Stage 5: Necrotic Foot

Stage 6: Unsalvable Foot.

B. Klasifikasi Liverpool 1
Klasifikasi primer:
 Vaskular
 Neuropati
 Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:

 Tukak sederhana, tanpa komplikasi


 Tukak dengan komplikasi.
C. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
D. Klasifikasi Texas 1
Tingkat
Stadium
0 1 2 3
Luka superfisial,
Tanpa tukak atau Luka sampai
tidak sampai Luka sampai
A pasca tukak, kulit tendon atau
tendon atau tulang/sendi
intak/utuh kapsul sendi
kapsul sendi

B ----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

23
C ---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

D --------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

E. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003) 1


Impaired Perfusion 1 None
2 PAD + but not critical
3 Critical limb ischemia
Size/Extent in mm2
Tissue Loss/Depth 1 Superficial full thickness, not deeper than dermis
2 Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous
structures, fascia, muscle, or tendon
3 All subsequent layers of the foot involved including bone
and or joint
Infection 1 No symptoms or signs of infection
2 Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous
structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response
4 Infection with systemic manifestation:
Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
Impaired Sensation 1 Absent
2 Present

DIAGNOSIS
Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, serta
pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu ditanyakan perjalanan timbulnya luka
beserta perkembangannya, serta riwayat penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga
ditanyakan komplikasi-komplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular.5

Gejala klinis akibat neuropati perfier

Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain.5

1. Hypesthesia
2. Hyperesthesia
3. Paraesthesia
4. Dysesthesia

24
5. Radicular pain
6. Anhydrosis
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer

Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada saat istirahat,
ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot besar pada salah satu atau
kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat berjalan dalam jarak tertentu, yang
mengindikasikan adanya klaudikasio intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan
membaik dengan istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini
apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman, kram atau
kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki diabetis, karena cenderung
terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-otot betis mungkin juga terjadi. Gejala-
gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.5

Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada beberapa kasus,
fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah terjadinya penurunan perfusi.
Ketika penderita diabetes dating dengan gangrene hal tersebut sering merupakan akibat dari
infeksi5

Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik serta tes
sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea,
dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang akan
diberikan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin
(tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah,
urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran perjalanan
penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam menentukan
penatalaksanaan kaki diabetik.5

PENATALAKSANAAN

A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus,
bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga
merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki
diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya dan risiko
besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko
terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas

25
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak,
disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan
tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait
terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.1
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang insensitif,
alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada
deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan
penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu
diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan
dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder.1

B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat diperlukan. Berbagai
hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang maksimal dapat
digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama.

1. Mechanical control (pressure control)


Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar
pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap
timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara
lain dengan removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding,
crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles. 1

Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka, seperti
dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk
hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial calcanectomy).
1

2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus
PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian
akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.1

26
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti
cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa perak sebagai bagian dari
dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement non surgikal dapat dimanfaatkan untuk
mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.1

Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada
proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi
kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini
umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik.1

3. Microbiological control (infection control)


Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang
berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,
umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif
serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama
pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif
dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol).1

4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai
langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya
kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna
dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri
femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai
fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun
invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure,
TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi.1

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk


kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:

Modifikasi Faktor Risiko1

 Stop merokok
 Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia)

27
Terapi Farmakologis

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat
aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya
yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang
DM; tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian
obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang
DM.1

Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang
hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan
pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.1

Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang
pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut
dapat pula dilakukan tromboarterektomi.1

Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki,
sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga kesembuhan luka tinggal
bergantung pada berbagai faktor lain yang turut berperan.1

Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi
dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian,
masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum
kaki diabetik.1

5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah
diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait
hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang
baik akan membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki,
seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal.1

6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan
penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya

28
diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.1

PROGNOSIS

Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada kaki diabetik.
Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik
hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah
yang subur untuk perkembangan bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas
arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi.2

Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh dalam
terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosioekonomi, dan
gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah terkait dengan
pengetahuan yang kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta
kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus yang dideritanya. Status
gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya respon imun sehingga mempermudah
terjadinya infeksi.2

Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan penyakit diabetes


mellitus secara berkepanjangan antara lain: 6

 Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat dilakukan oleh pasien
secara mandiri)
 Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)
 Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
 Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
 Pemeriksaan mata (setiap tahun)
 Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
 Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis – setiap tahun)
 Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
 Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
 Imunisasi influenza/pneumococcus
 Pertimbangkan terapi antiplatelet.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h. 1911-4.
2. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran Andalas Vol. 22 No.
1. Juni 1998, h. 2-10.
3. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
FKUI, 2007: h. 1894-7.
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Dalam: Price SA &
Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2.
Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.
5. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, April 01[citied on 2011, April 24]. Available
from : http://emedicine.medscape.com/.
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison’s Manual of Medicine 17th Edition. New
York: McGraw-Hill, 2009: h. 942-7.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe
2 di Indonesia. Dalam: IPD’s CIM: Compendium of Indonesian Medicine, 1st Edition.
Jakarta: IDI, 2009: 13-40.

30

Vous aimerez peut-être aussi