Vous êtes sur la page 1sur 36

REFERAT

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK UROLOGI

Disusun oleh :

Succi Islami Putri

1610221094

Pembimbing :

dr. Hendy Mirza, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN

PERIODE 02 JULI - 08 SEPTEMBER 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN ”VETERAN” JAKARTA


LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK UROLOGI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Disusun oleh :

Succi Islami Putri

1610221094

Pembimbing :

dr. Hendy Mirza, Sp.U

Mengetahui,

Pembimbing : dr. Hendy Mirza, Sp.U


Tanggal : Agustus 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
referat ini. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
bagian ilmu bedah Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta di RSUP Persahabatan
Jakarta. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Hendy Mirza, Sp.U
selaku pembimbing makalah ini, dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing
selama kepaniteraan. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pihak yang terkait dan kepada seluruh pembaca.

Jakarta, Agustus 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Urologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari


penyakit dan kelainan traktus urogenitalia pria dan traktus urinaria wanita. Organ
urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra;
sedangkan organ reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens,
vesikula seminalis, prostat dan penis. Penyakit dan kelainan pada urologi dapat
ditegakkan melalui pemeriksaan dasar urologi. Pemeriksaan dilakukan secara
seksama dan sistematis dimulai dari pemeriksaan subjektif, yaitu mencermati
keluhan yang disampaikan oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang
sistematik, kemudian pemeriksaan objektif, yaitu melakukan pemeriksaan fisik
terhadap pasien untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan pasien,
dan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang, yaitu mampu memilih
berbagai pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis.
Anamnesis yang cermat dan penilaian gejala yang dirasakan akan
menentukan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan terbatas langsung ke indikasi,
dan juga membantu mengarahkan pilihan ke diagnosis yang tepat. Pemeriksaan
fisik lengkap dan menyeluruh merupakan komponen yang penting dari pasien
urologi. Setiap bagian akan memberikan temuan yang signifikan yang akan
berkontribusi pada evaluasi keseluruhan dan pengobatan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anamnesa
Anamnesa bergantung pada keterampilan dan metode yang dipergunakan
untuk memperoleh informasi, anamnesa akan akurat jika pasien menjelaskan
gejala yang dialaminya. Informasi subjektif ini penting untuk menegakkan
diagnosis yang akurat.
A. Keluhan Utama
Sebagian besar pasien datang dengan keluhan pada traktus
urinariusnya. Keluhan utama harus didefinisikan secara jelas karena
menyediakan informasi awal dan petunjuk untuk mulai menegakkan diagnosis
banding.
1. Nyeri
Nyeri yang berasal dari saluran genitourinari bisa memberat,
biasanya disebabkan oleh adanya obstruksi saluran kemih maupun
peradangan. Batu saluran kemih dapat menimbulkan nyeri yang berat
ketika menyumbat saluran kemih, namun batu-batu yang besar yang tidak
menyumbat dapat asimptomatik. Retensi urin dari obstruksi oleh prostat
juga menyebabkan nyeri, namun biasanya diagnosis jelas pada pasien.
Inflamasi pada saluran genitourinari paling berat ketika melibatkan
parenkim organ genitourinari, hal ini dikarenakan adanya edema dan
distensi pada kapsul yang mengelilingi organ. Pada pielonefritis,
prostatitis, dan epididinitis biasanya menimbulkan nyeri yang berat.
Peradangan mukosa dari viscus berongga seperti kandung kemih atau
uretra biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman, namun nyeri dapat
timbul dengan kualitas yang tidak terlalu berat. Tumor biasanya tidak
menyebabkan rasa nyeri kecuali menyebabkan obstruksi atau melibatkan
saraf didekatnya. Jadi rasa nyeri yang terkait dengan keganasan
merupakan manifestasi lanjut.
a. Nyeri ginjal
2
Nyeri pada ginjal dirasakan sebagai nyeri yang menetap di
costovertebral angel sebelah lateral dari otot sacrospinalis dan dibawah
costae ke 12. Nyeri ginjal ini menunjukkan kelainan ginjal yang
disebabkan distensi dari kapsul ginjal, umumnya dari peradangan atau
obstruksi. Nyeri dapat menyebar ke seluruh sisi anterior menuju ke
perut bagian atas dan umbilicus, dan dapat menjalar ke testis atau
labium. Nyeri pada peradangan biasanya stabil, sedangkan nyeri pada
obstruksi berfluktuasi dalam intensitas. Nyeri yang dihasilkan oleh
obstruksi ureter biasanya kolik dan intensif terhadap gerakan
peristaltik ureter, pada saat tekanan di pelvis ginjal meningkat ketika
ureter berkontraksi dalam upaya untuk memaksakan urin melewati titik
obstruksi.
Nyeri ginjal dapat serupa dengan gejala gastrointestinal karena
stimulasi reflex dari ganglion celiac dan karena berdekatan dengan
organ gastrointestinal (hati, pancreas, duodenum, kandung empedu,
dan usus besar), sehingga dibutuhkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang teliti. Nyeri yang disebabkan oleh ulkus duodenum atau
pankreatitis dapat menyebar ke punggung, tetapi nyeri paling besar
dirasakan di epigastrium. Nyeri yang berasal dari intraperitoneal jarang
bersifat kolik seperti nyeri ginjal obstruktif. Nyeri asal intraperitoneal
juga sering menjalar ke bahu karena iritasi diafragma dan saraf frenik,
hal ini tidak terjadi pada nyeri yang berasal dari ginjal. Pasien dengan
kelainan pada intraperitoneal lebih nyaman berbaring tanpa bergerak
untuk meminimalkan rasa nyeri, sedangkan pasien dengan nyeri ginjal
biasanya lebih nyaman bergerak dan memegang panggul.
Nyeri ginjal juga harus dibedakan dengan nyeri yang dihasilkan
dari iritasi saraf kosta, paling sering T10-T12. Nyeri seperti itu
memiliki distribusi yang sama dari sudut costovertebra menjalar ke
umbilicus. Namun nyeri tidak bersifat kolik, dan intensitas nyeri
radikuler dipengaruhi oleh perubahan posisi.
b. Nyeri ureter

3
Nyeri ureter biasanya bersifat akut dan sekunder karena adanya
obstruksi. Nyeri terjadi karena adanya distensi ureter akut dan karena
hiperperistaltik dan spasme otot polos ureter saat berusaha untuk
meredakan obstruksi (biasanya dihasilkan oleh batu atau bekuan
darah). Letak obstruksi ureter sering dapat ditentukan oleh lokasi nyeri
yang ditunjuk. Pada obstruksi midureter, nyeri di sisi kanan mengacu
pada kuadran kanan bawah, sehingga mensimulasikan appendisitis;
nyeri di sisi kiri mengacu pada kuadran kiri bawah dan menyeruai
divertikulitis. Nyeri dapat menjalar ke skrotum pada pria atau labium
pada wanita.
Obstruksi ureter yang lebih rendah sering menimbulkan gejala
iritatif, seperti frekuensi, urgensi, dan ketidaknyamanan pada
suprapubik yang menjalar di sepanjang uretra sampai ujung penis pada
pria. Patologi pada ureter yang muncul perlahan atau yang
menyebabkan obstruksi minimal jarang menimbulkan nyeri.
c. Nyeri vesika
Nyeri vesika biasanya disebabkan oleh overdistensi kandung
kemih akibat retensi urin akut atau peradangan. Nyeri pada suprapubik
yang konstan yang tidak berhubungan dengan retensi urin jarang
berasal dari urologi. Sedangkan pasien dengan obstruksi kemih
progresif lambat dan distensi kandung kemih (misalnya penderita
diabetes dengan flaccid neurogenic bladder) sering tidak merasa nyeri
meskipun volume urin residual lebih dari 1 liter.
Inflamasi pada kandung kemih biasanya menimbulkan
ketidaknyamanan pada suprapubik yang intermiten. Pada pasien
sistitis, terkadang mengalami nyeri yang tajam pada suprapubik dan
menusuk pada akhir berkemih, hal ini disebut dengan stranguri. Nyeri
juga berhubungan dengan gejala iritasi seperti frekuensi dan dysuria.
Nyeri pada sistitis memberat ketika kandung kemih penuh dan
membaik dengan berkemih.
d. Nyeri prostat

4
Nyeri prostat biasanya sekunder akibat peradangan dengan
edema sekunder dan distensi kapsul prostat. Nyeri yang berasal dari
prostat kurang terlokalisasi. Pasien mungkin mengeluhkan nyeri pada
perut bagian bawah, inguinal, perineum, lumbosacral, penis, dan/atau
rectum. Nyeri prostat sering dikaitkan dengan gejala iritatif seperti
frekuensi dan dysuria, dan pada kasus yang berat, edema prostat dapat
ditandai dengan adanya retensi urin akut.
e. Nyeri penis
Nyeri pada penis biasanya sekunder akibat peradangan di
kandung kemih atau uretra, dengan nyeri dirasakan maksimal pada
meatus uretra. Nyeri penis juga dapat disebabkan oleh parafimosis,
suatu kondisi dimana preputium penis yang tidak disunat terperangkap
di belakang glans penis, sehingga mengakibatkan obstruksi vena dan
pembengkakan yang menimbulkan nyeri pada glans penis. Nyeri pada
penis yang sedang ereksi biasanya karena Peyronie disease atau
priapism.
f. Nyeri testis
Nyeri pada skrotum dapat primer atau sekunder. Nyeri primer
berasal dari dalam skrotum, dan sekunder pada epididymitis akut atau
torsio testis. Karena edema dan nyeri terkait dengan epididymitis akut
dan torsio testis, seringkali sulit mebedakan kedua kondisi ini. Nyeri
skrotum juga dapat terjadi akibat peradangan pada dinding skrotum itu
sendiri. Hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi folikel rambut atau
sebaceous cyst, tetapi mungkin juga akibat Fournier gangrene, infeksi
nekrosis berat yang timbul di dalam skrotum yang dengan cepat
berkembang dan berakibat fatal kecuali segera dikenali dan diobati.
Nyeri skrotum kronis biasanya berhubungan dengan kondisi
non inflamasi seperti hidrokel atau varikokel, dan nyeri umumnya
ditandai sebagai sensasi yang tumpul dan berat yang tidak menyebar.
Karena testis timbul secara embriologis di dekat ginjal, nyeri yang
timbul di ginjal atau retroperitoneum dapat menjalar ke testis.

5
Demikian pula nyeri tumpul yang terkait dengan hernia inguinalis,
dapat menjalar ke skrotum.
2. Hematuria
Hematuria adalah adanya darah dalam urin; lebih dari tiga sel
darah merah per lapang pandang besar mikroskopis bernilai signifikan.
Pasien-pasien dengan gross hematuria atau hematuria makroskopis
biasanya merasa takut akan adanya darah dengan onset tiba-tiba didalam
urin dan seringkali datang ke departemen kegawatdaruratan untuk
evaluasi, takut bahwa mereka mungkin akan mengalami perdarahan secara
berlebihan. Hematuria derajat berapapun tidak pernah boleh diabaikan dan
pada orang dewasa harus dianggap sebagai gejala keganasan urologi
hingga terbukti sebaliknya. Dalam mengevaluasi hematuria, beberapa
pertanyaan harus selalu ditanyakan, dan jawabannya akan memungkinkan
ahli urologi untuk menargetkan evaluasi diagnostik selanjutnya secara
efisien.
- Apakah hematuria bersifat makroskopis atau mikroskopis?
- Pada waktu kapan hematuria terjadi (awal atau akhir pancaran atau
selama keseluruhan pancaran)?
- Apakah hematuria berkaitan dengan nyeri?
- Apakah pasien mengeluarkan bekuan darah? Apakah bekuan memiliki
bentuk yang spesifik?
a. Hematuria makroskopis berbanding mikroskopis
Membandingkan hematuria makroskopis dan mikroskopis
penting, karena identifikasi patologi signifikan meningkat sejalan
dengan derajat hematuria. Oleh karena itu pasien-pasien dengan
hematuria makroskopis biasanya memiliki patologi mendasari yang
dapat diidentifikasi; sementara itu cukup sering pasien-pasien dengan
hematuria mikroskopis derajat minimal menunjukkan hasil evaluasi
urologi yang negatif.
b. Waktu hematuria
Waktu hematuria selama berkemih seringkali menunjukkan
tempat asalnya. Hematuria di awal biasanya berasal dari uretra; ini

6
terjadi paling jarang dan biasanya disebabkan oleh inflamasi.
Hematuria total paling sering terjadi dan menunjukkan bahwa
perdarahan paling mungkin berasal dari buli atau traktus urinarius atas.
Hematuria terminal terjadi pada akhir mikturisi dan biasanya
disebabkan oleh inflamasi di area leher buli atau uretra pars prostatika.
Kelainan ini terjadi pada akhir miksturisi saat leher buli berkontraksi,
yang memeras sejumlah urin yang terakhir untuk keluar.
c. Hubungan dengan nyeri
Hematuria, meskipun menakutkan, biasanya tidak
menyakitkan, kecuali jika berkaitan dengan inflamasi atau obstruksi.
Oleh karena itu pasien-pasien dengan sistitis atau hematuria sekunder
mungkin mengalami gejala iritatif yang menyakitkan, namun nyerinya
biasanya tidak memburuk dengan keluarnya bekuan. Yang paling
sering terjadi adalah, nyeri akibat hematuria traktus urinarius atas
dengan obstruksi ureter oleh bekuan. Keluarnya bekuan ini dapat
menimbulkan nyeri pinggang berat dan kolik yang serupa dengan yang
disebabkan oleh batu ureter, dan ini membantu mengidentifikasi
sumber hematuria.
American Urological Association (AUA) telah
mempublikasikan pedoman mengenai pasien-pasien dengan
mikrohematuria asimptomatik, yang didefinisikan sebagai adanya tiga
atau lebih sel darah merah per lapang pandang besar mikroskopis,
dalam keadaan tidak adanya penyebab jinak yang jelas. Penentuan
mikrohematuria asimptomatik harus didasarkan pada pemeriksaan
mikroskopis, bukan pemeriksaan urin dengan dipstik. Anamnesis yang
seksama, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium harus
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab mikrohematuria
asimptomatik yang jinak, seperti infeksi, penyakit ginjal medis, dan
yang lain-lain. Ketika penyebab-penyebab ini disingkirkan, evaluasi
urologi yang mencakup pengukuran fungsi ginjal direkomendasikan.
Jika faktor-faktor seperti sel darah merah yang dismorfik, proteinuria,
casts, atau insufisiensi renal ditemukan, pemeriksaan nefrologi harus

7
dipertimbangkan selain evaluasi urologi. Mikrohematuria
asimptomatik yang terjadi pada pasien-pasien yang mendapatkan
antikoagulasi masih membutuhkan evaluasi urologi.
Evaluasi pasien yang berusia lebih dari 35 tahun dengan
mikrohematuria asimptomatik harus mencakup sistoskopi, yang
bersifat opsional pada pasien yang lebih muda. Namun, semua pasien
harus menjalani sistoskopi jika faktor risiko seperti gejala-gejala
berkemih iritatif, konsumsi tembakau atau paparan kimia ditemukan.
Evaluasi radiologi harus dilakukan dalam evaluasi awal, dan prosedur
pilihannya adalah CT urografi multifasik dengan dan tanpa kontras IV.
Urografi resonansi magnetik, dengan atau tanpa kontras IV,
merupakan alternatif yang dapat diterima pada pasien-pasien yang
tidak dapat menjalani CT scan multifasik. Dalam kasus dimana rincian
sistem pengumpul dibutuhkan, CT, MRI nonkontras atau
ultrasonografi renal dengan pielogram retrograde merupakan alternatif
yang dapat diterima jika terdapat kontraindikasi terhadap penggunaan
kontras IV.
Modalitas-modalitas yang tidak direkomendaiskan dalam
evaluasi rutin terhadap pasien-pasien dengan mikrohematuria
asimptomatik diantaranya adalah sitologi urin, penanda urin, dan
sistoskopi blue light. Namun, sitologi mungkin membantu pada
pasien-pasien yang dengan mikrohematuria asimptomatik persisten
setelah pemeriksaan yang negative, atau mereka yang dengan faktor
risiko lain untuk karsinoma in situ, seperti gejala berkemih iritatif,
konsumsi tembakau, atau paparan kimia. Untuk pasien-pasien dengan
mikrohematuria asimptomatik yang persisten, urinalisis setiap tahun
harus dilakukan. Adanya dua analisis tahunan yang negatif secara
berturut-turut menunjukkan bahwa tidak dibutuhkan lagi urinalisis
lebih lanjut untuk tujuan ini. Untuk pasien-pasien dengan
mikrohematuria asimptomatik persisten atau rekuren, evaluasi ulangan
dalam waktu 3 hingga 5 tahun harus dipertimbangkan.
d. Adanya bekuan

8
Adanya bekuan biasanya menunjukkan suatu derajat hematuria
yang lebih signifikan, sehingga kemungkinan mengidentifikasi
patologi urologi yang signifikan akan meningkat. Biasanya, jika
pasien mengeluarkan bekuan, bekuan ini berbentuk amorfous dan
bersumber dari buli atau uretra pars prostatika. Namun, adanya bekuan
vermiformis (menyerupai cacing), terutama jika berkaitan dengan
nyeri pinggang, mengidentifikasi bahwa hematuria berasal dari traktus
urinarius atas dengan pembentukan bekuan vermiformis didalam
ureter.
Tidak dapat ditekankan dengan cukup kuat bahwa hematuria,
terutama pada orang dewasa, harus dianggap sebagai gejala keganasan
hingga terbukti tidak dan membutuhkan pemeriksaan urologi segera.
Pada pasien yang datang dengan hematuria makroskopis, sistoskopi
harus dilakukan sesegera mungkin karena seringkali sumber
perdarahan dapat diidentifikasi dengan mudah. Sistoskopi akan
menentukan apakah hematuria berasal dari uretra, buli, atau traktus
urinarius atas. Pada pasien-pasien dengan dengan hematuria
makroskopis yang berasal dari saluran bagian atas, mudah untuk
melihat pancaran urin yang merah yang berdenyut yang keluar dari
orifisium uretra yang terlibat.
Meskipun kondisi inflamasi dapat menyebabkan hematuria,
semua pasien dengan hematuria, kecuali kemungkinan wanita muda
dengan sistitis hemoragik bakterial akut, harus menjalani evaluasi
urologi. Wanita dan pria usia lanjut yang datang dengan hematuria dan
gejala-gejala berkemih iritatif mungkin mengalami sistitis akibat
infeksi yang muncul pada tumor buli nekrotik atau, yang lebih sering,
karsinoma buli flat in situ. Penyebab tersering hematuria makroskopis
pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun adalah kanker buli.
3. Gejala traktus urinarius bawah
a. Gejala-gejala iritatif
Frekuensi merupakan salah satu gejala-gejala urologi yang
paling sering ditemukan. Orang dewasa normal berkemih lima atau

9
enam kali perhari, dengan volume sebanyak sekitar 300 ml, pada setiap
kali berkemih. Frekuensi urin disebabkan oleh apakah itu peningkatan
output urin (poliuria) atau penurunan kapasitas buli. Jika berkemih
dinyatakan terjadi dalam jumlah yang besar dengan frekuensi yang
sering, pasien mengalami poliuria dan harus dievaluasi untuk diabetes
melitus, diabetes insipidus, atau konsumsi cairan yang berlebihan.
Penyebab penurunan kapasitas buli mencakup obstruksi outlet buli
dengan penurunan komplians, peningkatan residu urin, dan/atau
penurunan kapasitas fungsional karena iritasi, buli neurogenik dengan
peningkatan sensitivitas dan penurunan komplians, tekanan dari
sumber ekstrinsik, atau kecemasan.
Nocturia adalah frekuensi nokturnal. Normalnya, orang dewasa
bangun tidak lebih dari dua kali di malam hari untuk berkemih. Sama
halnya dengan frekuensi, nokturia mungkin disebabkan oleh
peningkatan output urin atau penurunan kapasitas buli. Frekuensi
selama siang hari tanpa nokturia biasanya berasal dari psikogenik dan
berkaitan dengan kecemasan. Nokturia tanpa frekuensi dapat terjadi
pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif dan edema perifer
yang mana volume intravaskular dan output urin meningkat ketika
pasien dalam posisi supinasi. Kemampuan mengonsentrasikan urin
menurun sejalan dengan bertambahnya usia; oleh karena itu produksi
urin pada pasien geriatri meningkat di malam hari, ketika aliran darah
ginjal meningkat sebagai akibat dari rekumbensi. Secara umum,
nokturia dapat dikaitkan dengan poliuria nokturnal (produksi urin
nokturnal yang berlebihan) dan/atau penurunan kapasitas buli
nokturnal. Nokturia mungkin juga terjadi pada orang yang meminum
sejumlah besar cairan di malam hari, terutama minuman yang
berkafein dan beralkohol, yang memiliki efek diuretik yang kuat.
Dalam keadaan tidak adanya faktor-faktor ini, nokturia menandakan
suatu masalah dengan fungsi buli akibat obstruksi outlet urin dan/atau
penurunan komplians buli.

10
Disuria adalah urinasi yang terasa menyakitkan yang biasanya
disebabkan oleh inflamasi. Nyeri ini biasanya tidak terasa disekitar
buli namun biasanya dialihkan ke meatus uretra. Nyeri yang terjadi
pada awal berkemih dapat menunjukkan patologi uretra, sementara
nyeri yang terjadi pada akhir mikturisi (strangury) biasanya berasal
dari buli. Disuria seringkali disertai dengan frekuensi dan urgensi.
b. Gejala obstruksi
Penurunan daya dorong berkemih biasanya disebabkan oleh
obstruksi outlet buli dan biasanya terjadi akibat benign prostatic
hyperplasia (BPH) atau striktur uretra. Faktanya, kecuali untuk derajat
obstruksi yang berat, sebagian besar pasien tidak menyadari perubahan
dalam dorongan dan besarnya kaliber pancaran urin mereka.
Perubahan ini biasanya terjadi secara perlahan dan secara umum tidak
disadari oleh sebagian besar pasien. Gejala-gejala obstruktif lain yang
disebutkan kemudian lebih sering disadari.
Hesitansi urin mengacu pada penundaan dalam memulai
mikturisi. Normalnya, berkemih dimulai dalam waktu satu detik
setelah merelaksasi sfingter urin, namun ini mungkin tertunda pada
pria dengan obstruksi outlet buli.
Intermiten mengacu pada pemulaian-penghentian pancaran
urin secara tidak sadar. Kelainan ini paling sering terjadi akibat
obstruksi prostat dengan oklusi intermiten dalam pancaran urin oleh
lobus prostat lateral.
Postvoid dribbling mengacu pada pelepasan tetesan urin
terminal pada akhir mikturisi. Hal ini disebabkan oleh sejumlah kecil
urin sisa pada apakah itu uretra pars bulbaris atau pars prostatika yang
normalnya “terperah kembali kebelakang” kedalam buli pada akhir
mikturisi. Pada pria dengan obstruksi outlet buli, urin ini keluar
kedalam uretra bulbaris dan tetap keluar pada akhir mikturisi. Pria
akan sering mencoba untuk menghindari menyebabkan kelembaban
pada pakaian mereka dengan menggoyangkan penis pada akhir
berkemih. Faktanya, ini tidak efektif, dan masalahnya lebih mudah

11
diatasi dengan kompresi manual uretra pars bulbaris pada perineum
dan mengeringkan meatus uretra dengan tissue. Tetesan postvoid
seringkali merupakan gejala awal obstruksi uretra yang berkaitan
dengan BPH, namun, dalam keadaan itu sendiri, jarang membutuhkan
penatalaksanaan lebih lanjut.
Straining atau pengedanan mengacu pada penggunaan struktur
otot abdomen untuk berkemih. Normalnya, tidak dibutuhkan pada pria
untuk melakukan manuver Valsava pada akhir berkemih. Peningkatan
peneranan selama mikturisi merupakan gejala obstruksi outlet buli.
Semenjak perkenalan pada tahun 1992, indeks gejala AUA
telah digunakan secara luas dan divalidasi sebagai cara yang penting
untuk menilai pria dengan gejala traktus urinarius bawah. Skor gejala
AUA yang asli didasarkan pada jawaban terhadap tujuh pertanyaan
berkenaan dengan frekuensi, nokturia, pancaran urin yang lemah,
hesistansi, intermittensi, pengosongan buli yang tidak sempurna, dan
urgensi. The Internasional Prostate Syndrome Score (I-PSS)
mencakup tujuh pertanyaan ini, serta pertanyaan kualitas hidup global.
Skor gejala total berkisar dari 0 hingga 35 dengan skor sebesar 0
hingga 7, 8 hingga 19 dan 20 hingga 35 yang menunjukkan gejala
traktus urinarius bawah yang ringan, sedang dan berat, secara berturut-
turut. I-PSS merupakan tambahan yang sederhana dalam menilai pria
dengan gejala traktus urinarius bawah dan mungkin digunakan dalam
evaluasi awal pria dengan gejala-gejala traktus urinarius bawah, serta
dalam penilaian respon penatalaksanaan.
c. Inkontinensia
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin secara tidak sadar.
Anamnesis yang seksama terhadap pasien yang mengalami
inkontinensia seringkali dapat menentukan etiologinya. Inkontinensia
urin dapat dibagi kembali menjadi empat kategori.
Continue incontinence. Inkontinensia kontinyu paling sering
disebabkan oleh fistula traktus urinarius yang melewati sfingter uretra.
Tipe fistula yang paling sering yang menyebabkan inkontinensia urin

12
adalah fistula vesikovaginal yang biasanya disebabkan oleh operasi
ginekologi, radiasi, atau trauma obstetri. Yang lebih jarang, fistula
ureterovagina yang dapat terjadi dari penyebab yang serupa. Penyebab
kedua tersering inkontinensia kontinyu adalah suatu ureter ektopik
yang memasuki uretra atau traktus genitalia perempuan. Ureter ektopik
biasanya mengeluarkan cairan yang kecil dan displastik dari segmen
ginjal bagian atas, dan jumlah kebocoran urin mungkin ada dalam
jumlah yang cukup sedikit. Pasien-pasien seperti itu mungkin
mengeluarkan sebagian besar urin mereka secara normal namun
mengalami kebocoran urin dalam jumlah yang kecil secara kontinyu
yang mungkin salah didiagnosis selama beberapa tahun sebagai
discharge vaginal kronis. Ureter ektopik tidak pernah menyebabkan
inkontinensia urin pada pria karena ureter ini selalu memasuki
kolumna buli atau uretra pars prostatika yang terletak di proksimal
sfingter uretra eksternal.
Stress incontinence. Inkontinensia tekanan mengacu pada
kebocoran urin secara tiba-tiba saat batuk, bersin, latihan, atau
aktivitas lain yang meningkatkan tekanan intraabdominal. Selama
aktivitas ini, tekanan intraabdomen meningkat secara sementara diatas
tahanan uretra, yang menyebabkan kebocoran urin secara tiba-tiba
yang biasanya dalam jumlah yang kecil. Inkontinensia tekanan paling
sering ditemukan pada wanita setelah usia reproduktif atau menopause
yang berkaitan dengan hilangnya penyokong vagina anterior dan
kelemahan jaringan pelvis. Inkontinensia tekanan juga teramati pada
pria setelah operasi prostat, yang paling sering adalah prostatektomi
radikal, yang mana mungkin terdapat cedera pada sfingter uretra
eksternal. Inkontinensia tekanan sulit untuk diobati secara
farmakologi, dan pasien dengan inkontinensia tekanan yang signifikan
biasanya paling baik diobati secara pembedahan.
Urgency incontinence. Inkontinensia urgensi merupakan
keluarnya urin secara cepat yang disebabkan oleh keinginan yang kuat
untuk berkemih. Gejala ini seringkali teramati pada pasien-pasien

13
dengan sistitis, neurogenic bladder, dan obstruksi outlet buli lanjut
akibat kehilangan komplians buli sekunder. Penting untuk
membedakan inkontinensia urgensi dari inkontinensia stres untuk dua
alasan. Pertama, inkontinensia urgensi mungkin disebabkan oleh
proses patologi sekunder yang mendasari, yang harus diidentifikasi;
penatalaksanaan masalah primer ini seperti infeksi atau obstruksi outlet
buli dapat menyebabkan resolusi inkontinensia urgensi. Kedua, pasien
dengan inkontinensia urgensi biasanya tidak memenuhi persyaratan
untuk koreksi secara pembedahan, namun, sebaliknya lebih tepat
diobati dengan agen-agen farmakologi yang meningkatkan komplians
buli dan/atau meningkatkan resistensi uretra.
Overflow urinary incontinence. Inkontinensia urin overflow,
yang disebut inkontinensia paradoksikal, disebabkan oleh retensi urin
dan volume residu urin yang tinggi. Pada pasien-pasien ini, buli
terdistensi secara kronis dan tidak pernah kosong secara sempurna.
Urin mungkin menetes keluar dalam jumlah yang kecil karena buli
mengandung urin yang berlimpah. Ini terutama kemungkinan besar
terjadi pada malam hari ketika pasien cenderung berkemungkinan kecil
untuk menghambat kebocoran urin. Inkontinensia overflow telah
dinamai sebagai inkontinensia paradoksikal karena kelainan ini
seringkali dapat disembuhkan dengan mengurangi obstruksi outlet
buli. Namun, seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis
inkontinensia overflow dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja,
terutama pada pasien-pasien obesitas, yang mana perkusi buli yang
mengalami distensi mungkin sulit dilakukan. Inkontinensia overflow
biasanya terjadi selama waktu yang cukup panjang, dan pasien-pasien
mungkin benar-benar tidak menyadari pengosongan buli yang tidak
sempurna. Oleh karena itu pasien apapun dengan inkontinensia yang
signifikan harus menjalani pengukuran urin residu postvoid.
d. Enuresis
Enuresis mengacu pada inkontinensia urin yang terjadi selama
tidur. Kelainan ini terjadi normalnya pada anak-anak yang berusia

14
hingga 3 tahun namun tetap ada pada sekitar 15% anak pada usia 5
tahun dan sekitar 1% anak yang berusia 15 tahun.
4. Disfungsi seksual
Disfungsi seksual pria seringkali disebut dengan impotensi atau
disfungsi ereksi, meskipun impotensi mengacu secara spesifik pada
ketidakmampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang
adekuat untuk hubungan seksual. Pasien-pasien yang datang dengan
“impotensi” harus ditanyakan secara hati-hati untuk menyingkirkan
gangguan seksual pria lainnya, termasuk hilangnya libido, tidak adanya
pemancaran, tidak adanya orgasme, dan yang paling sering, ejakulasi
prematur. Penting untuk mengidentifikasi masalah yang pasti sebelum
melanjutkan dengan evaluasi dan penatalaksanaan lebih lanjut.
a. Hilangnya libido
Karena androgen memiliki pengaruh yang besar terhadap
hasrat seksual, penurunan libido dapat menunjukkan defisiensi
androgen yang berasal dari disfungsi hipofisis ataupun disfungsi testis.
Hal ini dapat dievaluasi secara langsung dengan pengukuran
testosteron serum yang jika bernilai abnormal, harus dievaluasi lebih
lanjut dengan pengukuran gonadotropin dan prolaktin. Karena jumlah
testosteron yang dibutuhkan untuk mempertahankan libido biasanya
kurang dari yang dibutuhkan untuk stimulasi sempurna prostat dan
vesikula seminalis, pasien-pasien dengan hipogonad mungkin juga
mengalami penurunan atau tidak adanya ejakulasi sama sekali.
Sebaliknya, jika volume semen normal, faktor-faktor endokrin
kemungkinan cenderung tidak bertanggung jawab atas hilangnya
libido. Penurunan libido mungkin juga terjadi akibat depresi dan
beragam penyakit medis yang menyerang kesehatan umum dan
kesejahteraan.
b. Impotensi
Impotensi secara spesifik mengacu pada ketidakmampuan
untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang memadai untuk
hubungan seksual. Anamnesis yang seksama seringkali akan

15
menentukan apakah maslah ini terutama bersifat psikogenik atau
organik. Pada pria dengan impotensi psikogenik, kondisi ini seringkali
terjadi dengan cepat akibat kejadian yang mencetuskan seperti stres
dalam perkawinan atau atau hilangnya pasangan seksual. Pada pria
dengan impotensi organik, kelainan ini biasanya terjadi dengan lebih
tersembunyi dan seringkali dapat dikaitkan dengan usia lanjut atau
faktor-faktor lain yang mendasari.
Dalam mengevaluasi pria dengan impotensi, penting untuk
menentukan apakah masalahnya tetap bertahan pada semua situasi.
Banyak pria yang melaporkan impotensi yang mungkin tidak mampu
menjalani hubungan seksual dengan satu pasangan namun bisa dengan
yang lainnya. Demikian pula, penting untuk menentukan apakah pria
mampu mencapai ereksi yang normal dengan bentuk stimulasi seksual
alternatif (misalnya, masturbasi, video erotik). Terakhir, pasien harus
ditanyakan apakah ia pernah menyatakan adanya ereksi nokturnal atau
pagi hari. Secara umum, pasien-pasien yang mampu mencapai ereksi
yang adekuat pada beberapa situasi namun tidak pada keadaan lainnya
lebih berkemungkinan besar mengalami impotensi psikogenik
dibandingkan organik.
c. Kegagalan ejakulasi
Kegagalan untuk berejakulasi mungkin terjadi akibat beberapa
penyebab: (1) defisiensi androgen; (2) denervasi simpatis, (3) agen-
agen farmakologis, dan (4) operasi kolumna buli dan prostat.
Defisiensi androgen menyebabkan penurunan sekresi dari prostat dan
vesikula seminalis, yang menyebabkan penurunan atau tidak adanya
volume seminalis. Operasi simpatektomi atau retroperitoneal ekstensif,
yang paling sering adalah limfadenektomi retroperitoneal untuk kanker
testis, dapat mengganggu inervasi otonom prostat dan vesikula
seminalis, yang menyebabkan tidak adanya kontraksi otot polos dan
tidak adanya emisi semen pada waktu orgasme. Agen-agen
farmakologi, terutama antagonis adrenergik alfa, dapat mengganggu
penutupan leher buli pada waktu orgasme dan menyebabkan ejakulasi

16
retrograde. Demikian pula, operasi leher buli atau uretra pars
prostatika sebelumnya, yang paling sering adalah reseksi prostat
transuretra, dapat mengganggu penutupan kolumna buli, yang
menyebabkan ejakulasi retrograde. Terakhir, ejakulasi retrograde dapat
terjadi secara spontan pada pria penderita diabetes.
Pasien-pasien yang mengeluhkan tidak adanya ejakulasi harus
ditanyakan mengenai hilangnya libido atau gejala-gejala defisiensi
androgen lainnya, obat yang sedang dikonsumsi, diabetes, dan operasi
sebelumnya.

d. Tidak adanya orgasme


Anorgasmia biasanya bersifat psikogenik atau disebabkan oleh
obat tertentu yang digunakan untuk mengobati penyakit psikiatri.
Namun, kadangkala, anorgasmia mungkin disebabkan oleh penurunan
sensasi penis karena gangguan fungsi saraf pudendal. Yang paling
sering, ini terjadi pada penderita diabetes dengan neuropati perifer.
Pria yang mengalami anorgasmia yang berkaitan dengan penurunan
sensasi penis harus menjalani pemeriksaan getaran penis dan evaluasi
neurologi lebih lanjut sesuai indikasi.
e. Ejakulasi prematur
Pria yang mengeluhkan ejakulasi prematur harus ditanyakan
secara seksama karena ini jelas merupakan gejala subjektif. Biasa bagi
pria untuk berejakulasi dalam waktu 2 menit setelah memulai
hubungan seksual, dan banyak pria yang mengeluhkan ejakulasi
prematur sebenarnya mengalami fungsi seksual yang normal dengan
ekspektasi seksual yang abnormal. Namun, terdapat pria dengan
ejakulasi prematur yang sebenarnya yang mencapai orgasme dalam
waktu kurang dari 1 menit setelah dimulainya hubungan seksual.
Masalah ini hampir selalu bersifat psikogenik dan paling baik diobati
oleh ahli psikologi klinis atau ahli psikiatri yang khusus dalam
penatalaksanaan masalah ini dan aspek psikologis disfungsi seksual

17
pria lainnya. Dengan konseling dan modifikasi yang tepat dalam teknik
seksual, masalah ini biasanya dapat diatasi. Sebagai alternatifnya,
penatalaksanaan dengan penghambat reuptake serotonin seperti
sertraline dan fluoxetine telah terbukti membantu pada pria-pria
dengan ejakulasi prematur.
5. Hematospermia
Hematospermia mengacu pada adanya darah dalam cairan
seminalis. Ini hampir selalu terjadi akibat inflamasi nonspesifik pada
prostat dan/atau vesikula seminalis dan membaik secara spontan., biasanya
dalam waktu beberapa minggu. Kelainan ini seringkali terjadi setelah
periode tidak adanya hubungan seksual sama sekali dalam jangka panjang,
dan setelah diamati lebih sering pada pria yang istrinya berada pada
minggu terakhir kehamilan. Pasien-pasien dengan hematospermia yang
tetap ada selama melebihi beberapa minggu harus menjalani evaluasi
urologi lebih lanjut untuk mengidentifikasi etiologi yang mendasarinya.
Pemeriksaan genitalia dan rektal harus dilakukan untuk mengeksklusikan
adanya tuberkulosis, antigen spesifik prostat (PSA) dan pemeriksaan rektal
dilakukan untuk mengesklusikan karsinoma prostat; dan sitologi urin
dilakukan untuk mengeksklusikan kemungkinan karsinoma sel transisional
prostat. Namun, harus ditekankan, bahwa hematospermia hampir selalu
membaik secara spontan dan jarang berkaitan dengan patologi urologi
yang signifikan.
6. Pneumaturia
Pneumaturia adalah keluarnya gas didalam urin. Pada pasien-
pasien yang baru-baru ini belum menjalani instrumentasi traktus urinarius
atau pemasangan kateter uretra, ini hampir selalu disebabkan oleh fistula
diantara usus dan buli. Penyebabnya yang sering adalah divertikulitis,
karsinoma kolon sigmoid, dan enteritis regional (Penyakit Crohn). Pada
keadaan yang jarang, pasien-pasien dengan diabetes melitus mungkin
menderita infeksi pembentukan gas, dengan pembentukan karbondioksida
dari fermentasi gula dalam konsentrasi yang tinggi didalam urin.
7. Urethral discharge

18
Discharge uretra merupakan gejala yang tersering pada infeksi
kelamin. Discharge purulen yang kental, banyak dan berwarna kuning
hingga abu-abu khas untuk uretritis gonokokus; sekret ini pada pasien-
pasien dengan uretritis nonspesifik biasanya sedikit dan cair. Sekret
dengan darah mengesankan karsinoma uretra.
8. Demam dan menggigil
Demam dan menggigil dapat terjadi dengan infeksi dimanapun di
saluran genitourinari namun paling sering teramati pada pasien-pasien
dengan pielonefritis, prostatitis, atau epididimitis. Ketika berkaitan dengan
obstruksi urin, demam dan menggigil dapat menandakan septikemia dan
membutuhkan penatalaksanaan emergensi untuk meredakan obstruksi.

B. Riwayat Medis
1. Riwayat penyakit sebelumnya dengan sekuele urologi
Pasien-pasien dengan diabetes melitus seringkali mengalami
disfungsi autonom yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi
berkemih dan seksual. Riwayat tuberkulosis sebelumnya mungkin penting
pada pasien-pasien yang datang dengan gangguan fungsi ginjal, obstruksi
ureter, atau infeksi saluran kemih yang tidak dapat dijelaskan. Pasien-
pasien dengan hipertensi mengalami peningkatan risiko disfungsi seksual
karena mereka cenderung lebih berkemungkinan untuk mengalami
penyakit pembuluh darah perifer dan karena banyak dari obat yang
digunakan untuk mengobati hipertensi seringkali menyebabkan impotensi.
Pasien-pasien dengan penyakit neurologi seperti multipel sklerosis juga
berkemungkinan untuk mengalami disfungsi urin dan seksual.
Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, pada pria dengan obstruksi
outlet buli, penting untuk menyadari kondisi neurologi yang telah ada
sebelumnya. Penatalaksanaan bedah obstruksi outlet buli dalam keadaan
adanya hiperrefleksia detrusor mungkin menyebabkan peningkatan
inkontinensia urin pada pascaoperatif. Terakhir, pasien-pasien dengan

19
anemia sel sabit rentan terhadap sejumlah kelainan urologi, termasuk
nekrosis papilaris dan disfungsi ereksi akibat priapismus berulang.
2. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang rinci perlu didapatkan karena banyak
penyakit bersifat genetik dan/atau familial. Contoh-contoh penyakit
genetik mencakup penyakit ginjal polikistik dewasa, sklerosis tuberosa,
penyakit Von-Hippel-Lindau, asidosis tubularis renal, dan sistinuria; ini
merupakan sebagian dari beberapa contoh yang sering ditemukan dan
telah diketahui dengan baik.
Selain penyakit-penyakit dengan predisposisi genetik yang telah
diketahui ini, terdapat kondisi lain yang mana pola pasti penurunannya
belum diuraikan namun jelas memiliki kecenderungan familial. Telah
diketahui dengan baik bahwa individu dengan riwayat keluarga urolithiasis
mengalami peningkatan risiko untuk pembentukan batu. Terlebih baru
lagi, telah disadari bahwa 8% hingga 10% pria dengan kanker prostat
memiliki bentuk penyakit yang familial yang cenderung terjadi pada
sekitar satu dekade lebih dini dibandingkan tipe kanker prostat yang lebih
sering ditemukan.
3. Pengobatan
Juga sama pentingnya untuk mendapatkan daftar obat yang sedang
digunakan secara akurat dan lengkap karena terdapat banyak obat yang
mengganggu fungsi urin dan seksual. Sebagai contohnya, sebagian besar
pengobatan antihipertensi mengganggu fungsi ereksi, dan mengubah
pengobatan antihipertensi kadangkala dapat membantu memperbaiki
fungsi seksual. Demikian pula, banyak agen psikotropika yang
mengganggu pancaran dan orgasme. Daftar obat yang mempengaruhi
fungsi urin dan seksual sangat telah lengkap, namun, kembali lagi,
masing-masing obat harus dicatat dan efek sampingnya diteliti untuk
memastikan bahwa masalah pasien tidak berkaitan dengan obat.
4. Tindakan pembedahan sebelumnya
Operasi sebelumnya dapat membuat operasi yang berikutnya lebih
sulit. Jika sebelumnya pembedahan di daerah anatomi yang sama, akan

20
lebih bermanfaat untuk mencoba mendapatkan laporan operasi
sebelumnya. Dengan memberikan penjelasan tentang operasi pasien
sebelumnya akan menyederhanakan operasi berikutnya. Secara umum,
akan lebih bermanfaat memperoleh informasi sebanyak mungkin sebelum
operasi dilakukan.
5. Merokok dan penggunaan alkohol
Penggunaan rokok dan konsumsi alkohol yang jelas terkait dengan
sejumlah kondisi urologi. Merokok dikaitkan dengan peningkatan resiko
karsinoma urothelial, terutama kandung kemih, dan juga dikaitkan dengan
peningkatan penyakit pembuluh darah perifer dan disfungsi ereksi.
Alkoholisme kronis dapat menyebabkan neuropati otonom dan perifer
dengan resultan kemih terganggu dan fungsi seksual. Alkoholisme kronis
juga dapat mengganggu metabolisme hepatik estrogen, yang
mengakibatkan penurunan testosteron serum, atrofi testis, dan penurunan
libido. Selain efek urologi langsung, merokok tembakau dan konsumsi
alkohol, pasien yang merokok secara aktif atau meminum hingga waktu
operasi berisiko tinggi untuk komplikasi perioperatif.
6. Alergi
Alergi terhadap obat harus ditanyakan karena obat-obat ini harus
dihindari dalam penatalaksanaan pasien di masa yang akan datang.

II.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh merupakan komponen
yang penting dalam evaluasi pasien yang datang dengan penyakit urologi. Sejalan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik masih merupakan komponen utama dalam
evaluasi diagnostik dan harus dilakukan secara hati-hati.
A. Observasi Umum
Inspeksi visual pasien memberikan gambaran secara umum. Kulit
harus diinspeksi untuk bukti ikterik atau pucat. Status gizi pasien harus
dicatat. Cacheksia merupakan tanda keganasan yang sering ditemukan, dan
obesitas mungkin merupakan tanda kelainan endokrinologi yang mendasari.
Dalam keadaan ini, kita harus mencari adanya obesitas trunkus, “buffalo

21
hump”, dan striae kulit abdomen, yang merupakan stigmata akan
hiperadrenokortisonisme. Sebaliknya, debilitas dan hiperpigmentasi mungkin
merupakan tanda hipoadrenokortikokisme. Ginekomastia mungkin merupakan
tanda penyakit endokrinologi dan kemungkinan indikator akan alkoholisme
atau terapi hormonal sebelumnya untuk kanker prostat. Edema genitalia dan
ekstremitas bawah mungkin berkaitan dengan dekompensasi jantung, gagal
ginjal, sindroma nefrotik, atau obstruksi limfatik pelvis dan/atau
retroperitoneal. Limfadenopati supraklavikularis mungkin dapat terlihat
dengan neoplasma genitourinari, yang paling sering adalah kanker prostat dan
testis; limfadenopati inguinalis dapat terjadi akibat karsinoma penis atau
uretra.
B. Ginjal
Pada orang dewasa, ginjal normalnya sulit untuk dipalpasi karena
posisinya dibawah diafragma dan iga dengan struktur otot yang sangat banyak
baik di anterior maupun posterior. Karena posisi hati, ginjal kanan agak lebih
rendah dibandingkan dengan yang kiri. Pada anak-anak dan wanita yang
kurus, adalah hal yang memungkinkan untuk meraba bagian bawah ginjal
kanan dengan inspirasi dalam. Namun, biasanya tidak memungkinakn untuk
melakukan palpasi satupun ginjal pada pria, dan ginjal kiri hampir selalu tidak
dapat dipalpasi kecuali jika membesar secara abnormal.
Cara terbaik untuk mempalpasi ginjal adalah dengan pasien berada
pada posisi supinasi. Ginjal diangkat dari belakang dengan satu tangan pada
sudut kostovertebral. Pada inspirasi dalam, tangan pemeriksa didorong secara
kuat kedalam abdomen anterior tepat dibawah tepi kostae. Pada titik inspirasi
maksimal, ginjal dapat terasa karena ginjal bergerak ke arah bawah sejalan
dengan diafragma. Dengan masing-masing inspirasi, tangan pemeriksa dapat
didorong semakin dalam pada abdomen. Sekali lagi, lebih sulit untuk
mempalpasi ginjal pada pria karena ginjal cenderung bergerak lebih sedikit
dengan inspirasi karena dilingkupi oleh lapisan otot yang lebih tebal. Pada
anak-anak, lebih mudah untuk mempalpasi ginjal karena penurunan ketebalan
tubuh. Pada neonatus, ginjal dapat dirasakan dengan cukup mudah dengan

22
mempalpasi pinggang diantara ibu jari di bagian anterior dan jari-jari lain di
bagian sudut kostovertebra posterior.

Transilluminasi ginjal mungkin membantu pada anak-anak yang


berusia kurang dari 1 tahun dengan massa pinggang yang teraba. Massa
tersebut seringkali bersumber dari ginjal. Sinar senter atau sumber sinar
fiberoptik diposisikan pada bagian anterior terhadap sudut kostovertebra.
Massa yang dipenuhi cairan seperti kista atau hidronefrosis menghasilkan
pancaran kemerahan yang tumpul pada bagian abdomen anterior. Massa yang
padat seperti tumor tidak ditembus cahaya. Manuver diagnostik lain yang
mungkin membantu dalam memeriksa ginjal adalah perkusi dan auskultasi.
Meskipun inflamasi ginjal dapat menyebabkan nyeri yang tidak terlokalisir
dengan baik, perkusi pada sudut kostovertebra pada bagian psoterior paling
sering menentukan lokasi nyeri dan nyeri tekan dengan lebih akurat. Perkusi
harus dilakukan secara lembut karena pada pasien dengan inflamasi ginjal
yang signifikan, ini bisa cukup menyakitkan. Auskultasi abdomen atas selama
inspirasi dalam kadangkala dapat memperlihatkan bruit sistolik yang berkaitan
dengan stenosis arteri renalis atau suatu aneurisma. Bruit juga dapat terdeteksi
berkaitan dengan fistula arteriovenosus ginjal yang besar.
Setiap pasien dengan nyeri pinggang juga harus diperiksa untuk
kemungkinan iritasi radiks saraf. Iga harus dipalpasi secara seksama untuk
menyingkirkan suatu spur tulang atau kelainan otot rangka lainnya dan untuk
menentukan titik nyeri tekan maksimal. Tidak seperti nyeri pada ginjal,
radikulitis biasanya menyebabkan hiperestesia terhadap kulit yang mendasari
23
yang diinervasi oleh saraf perifer yang mengalami iritasi. Hipersensitivitas ini
dapat dimunculkan dengan jarum atau dengan mencubit kulit dan lemak yang
mendasari area yang terlibat. Terakhir, nyeri yang dialami selama fase pra-
eruptif herpes zoster yang melibatkan setiap segmen diantara T11 dan L2 juga
dapat memicu nyeri yang berasal dari ginjal.
C. Buli
Buli yang normal pada orang dewasa tidak dapat dipalpasi atau
diperkusi hingga terdapat sekurang-kurangnya 150 ml urin didalamnya. Pada
volume sekitar 500 ml, buli yang terdistensi menjadi terlihat pada pasien yang
kurus sebagai massa abdomen di bagian tengah bawah. Perkusi lebih baik
dibandingkan palpasi untuk mendiagnosis buli yang mengalami distensi.
Pemeriksa mulai dengan melakukan perkusi tepat diatas simfisis pubis dan
terus ke arah atas hingga terdapat perubahan nada dari pekak ke bergema.
Sebagai alternatifnya, ini memungkinkan pada pasien-pasien yang kurus dan
pada anak untuk mempalpasi buli dengan mengangkat vertebra lumbali
dengan satu tangan dan menekan tangan yang lainnya ke bagian tengah
abdomen bawah.
Pemeriksaan bimanual yang seksama, yang paling baik dilakukan
dengan pasien yang berada dalam keadaan anestesi, tidak terhingga nilainya
dalam menilai perluasan regional tumor buli atau massa pelvis lainnya. Buli
teraba diantara abdomen dan vagina pada perempuan atau rektum pada pria.
Selain untuk menentukan area indurasi, pemeriksaan bimanual memungkinkan
pemeriksa untuk menilai mobilitas buli, informasi tersebut tidak bisa diperoleh
dengan teknik radiologi seperti CT dan MRI, yang menawarkan gambaran
statik.
D. Penis
Jika pasien belum disirkumsisi, kulit luar harus diretraksi untuk
memeriksa tumor atau balanoposthitis (inflamasi pada preputium dan glans
penis). Sebagian besar kanker penis terjadi pada pria yang tidak disirkumsisi
dan muncul pada preputium atau glans penis. Oleh karena itu pada pasien
dengan sekret penis yang berdarah yang mana preputium tidak dapat ditarik,

24
dorsal slit atau sirkumsisi harus dilakukan untuk mengevaluasi glans penis
dan uretra secara adekuat.
Posisi meatus uretra harus dicatat. Meatus uretra mungkin terletak
pada area proksimal terhadap ujung glans pada permukaan ventral
(hipospadia), atau, yang jauh lebih jarang, pada permukaan dorsal (epispadia).
Kulit penis harus diperiksa untuk adanya vesikel superfisial yang sesuai
dengan herpes simpleks dan untuk ulkus yang mungkin menunjukkan apakah
itu infeksi kelamin atau tumor. Adanya kutil kelamin (kondiloma akuminata),
yang tampak sebagai lesi yang ireguler, papiler, yang menyerupai beludru
pada genitalia pria, juga harus dicatat.
Meatus uretra harus dipisahkan diantara ibu jari dan telunjuk untuk
menginspeksi lesi neoplastik atau inflamasi didalam fossa navicularis. Bagian
batang dorsal penis harus dipalpasi untuk adanya plak fibrotik atau kerutan
yang khas untuk penyakit Peyronie. Nyeri tekan disepanjang aspek ventral
penis mengesankan periuretritis, yang seringkali akibat striktur uretra.
E. Skrotum dan Isinya
Skrotum adalah kantong longgar yang berisikan testis dan struktur
korda spermatika. Dinding skrotum terbuat atas kulit dan lapisan otot tipis
yang mendasarinya. Testis normalnya berbentuk oval, keras dan halus; pada
orang dewasa, testis berukuran panjang sekitar 6 cm dan lebar 4 cm. Testis
tergantung didalam skrotum, dengan testis kanan yang normalnya lebih
anterior dibandingkan bagian kiri. Epididimis berada pada bagian posterior
testis dan teraba sebagai suatu kerutan jaringan yang berbeda. Vas deferens
dapat terpalpasi diatas masing-masing testis dan terasa seperti sepotong
benang yang berat.
Skrotum harus diperiksa untuk kelainan dermatologi. Karena skrotum,
tidak seperti penis, yang berisikan baik itu rambut maupun kelenjar keringat,
skrotum ini merupakan tempat yang sering untuk infeksi lokal dan kista
sebasea. Folikel rambut dapat terinfeksi dan dapat terlihat sebagai pustul kecil
pada permukaan skrotum. Ini biasanya membaik secara spontan, namun dapat
muncul menjadi infeksi yang lebih signfikan, terutama pada pasien-pasien

25
dengan penurunan imunitas dan diabetes. Pasien seringkali khawatir akan lesi
ini, yang keliru menganggapnya sebagai tumor testis.
Testis harus dipalpasi secara perlahan diantara ujung jari kedua tangan.
Testis normalnya memiliki konsistensi yang keras dan elastis dengan
permukaan yang halus. Testis yang kecil secara abnormal mengesankan
hipogonad atau endokrinopati seperti penyakit Klinefelter. Area yang kuat
atau keras didalam testis harus dianggap sebagai tumor ganas hingga terbukti
sebaliknya. Epididimis harus dipalpasi sebagai suatu kerutan yang terletak
posterior pada masing-masing testis. Massa pada epididimis (spermatocele,
kista, dan epididimitis) hampir selalu bersifat jinak.
Untuk memeriksa hernia, jari telunjuk dokter harus dimasukkan secara
perlahan kedalam skrotum dan diinvaginasikan kedalam cincin inguinal
eksternal. Skrotum harus diinvaginasikan didepan testis, dan perhatian harus
diberikan untuk tidak mengangkat testis itu sendiri, yang cukup menimbulkan
rasa nyeri. Ketika cincin eksternal telah ditentukan lokasinya, dokter harus
meletakkan ujung harinya atau tangan lainnya pada cincin inguinal internal
dan meminta pasien untuk meneran (manuver valsava). Henia akan terasa
sebagai tonjolan yang berbeda yang menurun menyentuh ujung jari telunjuk
pada cincin inguinal eksternal saat pasien meneran. Meskipun memungkinkan
untuk membedakan hernia inguinal direk yang berjalan melalui dasar kanalis
inguinalis dari hernia inguinalis indirek yang mengalami prolaps melalui
cincin inguinal internal, ini jarang memungkinkan dan memiliki signifikansi
klinis yang kecil karena pendekatan pembedahan pada dasarnya identik untuk
kedua kondisi ini.

26
Korda spermatika juga diperiksa dengan pasien pada posisi berdiri.
Varicocele yang berdilatasi, vena spermatika yang berbelit-belit menjadi lebih
jelas saat pasien melakukan manuver Valsava. Epididimis kembali dapat
dipalpasi sebagai rigi jaringan yang berjalan secara longitudinal, posterior dari
masing-masing testis. Testis harus dipalpasi kembali diantara jari kedua
tangan, kembali dengan memperhatikan untuk tidak memberikan tekanan pada
testis itu sendiri sehingga untuk menghindari nyeri.
Transiluminasi membantu dalam menentukan apakah massa skrotal
bersifat padat (Tumor) atau kistik (hidrocele, spermatocele). Sinar senter yang
kecil atau cahaya fiberoptik diletakkan dibelakang massa. Massa kistik dapat
ditembus cahaya dengan mudah, sementara sinar tidak ditransiluminasikan
saat melalui tumor yang padat.
F. Pemeriksaan Rektal dan Prostat pada Pria
Pemeriksaan colok dubur/ digital rectal examination (DRE) harus
dilakukan pada setiap pria yang berusia diatas 40 tahun dan pada pria usia
berapapun yang datang untuk evaluasi urologi. Kanker prostat merupakan
penyebab kematian kanker pria kedua tersering setelah usia 55 tahun dan
merupakan penyebab kematian akibat kanker yang paling sering pada pria
yang berusia diatas 70 tahun.
DRE harus dilakukan pada akhir pemeriksaan fisik. Ini paling baik
dilakukan dengan pasien yang dalam keadaan berdiri dan membungkuk pada
meja pemeriksa atau dengan pasien yang berada pada posisi knee-chest. Pada
27
posisi berdiri, pasien harus berdiri dengan pahanya yang berdekatan dengan
meja pemeriksa. Kaki harus terpisah dengan jarak sekitar 18 inci, dengan lutut
yang sedikit difleksikan. Pasien harus membungkuk pada pinggang dengan
kemiringan 90 derajat hingga dadanya berada pada lengan bawahnya. Dokter
harus memberikan pasien waktu yang cukup untuk berada pada posisi yang
sesuai dan berelaksasi sebanyak mungkin. Sedikit kata-kata yang
menenangkan sebelum pemeriksaan membantu. Dokter harus memasang
sarung tangan pada tangan yang memeriksa dan harus melubrikasi jari
telunjuk secara menyeluruh.
Sebelum melakukan DRE, dokter harus meletakkan lengan tangan
lainnya pada abdomen bawah pasien. Ini memberikan sedikit penenangan bagi
pasien dengan memungkinkan dokter untuk membuat kontak secara lembut
dengan pasien sebelum menyentuh anus. Ini juga memungkinkan dokter untuk
memantapkan pasien dan memberikan tekanan lawanan yang lembut jika
pasien mencoba untuk bergerak saat DRE sedang dilakukan. DRE itu sendiri
dimulai dengan memisahkan bokong dan menginspeksi anus untuk adanya
patologi, biasanya hemoroid, namun kadangkala, suatu karsinoma anal atau
melanoma dapat terdeteksi. Jari telunjuk dengan sarung tangan yang telah
terlubrikasi kemudian dimasukkan secara perlahan kedalam anus. Hanya satu
jari yang boleh dimasukkan pada awalnya untuk memberikan waktu bagi anus
untuk berelaksasi dan dengan mudah mengakomodasi jari. Estimasi tonus
sfingter ani sangat penting: Sfingter ani yang flaksid atau spastik
mengesankan perubahan yang serupa pada sfingter urin dan mungkin
merupakan petunjuk untuk diagnosis penyakit neurogenik. Jari telunjuk
kemudian disapukan pada permukaan prostat; permukaan posterior
keseluruhan kelenjar biasanya dapat diperiksa jika pasien berada pada posisi
yang sesuai. Normalnya, prostat berukuran sekitar sebesar buah kastanye dan
memiliki konsistensi yang serupa dengan eminens thenar ibu jari yang
berkontraksi (dengan ibu jari yang berlawanan dengan jari kelingking).

28
Jari telunjuk diekstensikan sejauh mungkin kedalam rektum, dan
keseluruhan bagian diperiksa untuk mendeteksi adanya karsinoma rekti dini.
Jari telunjuk kemudian ditarik secara perlahan, dan feses pada sarung tangan
dipindahkan ke kartu yang telah mengandung guaiac (Hemocult) untuk
penentuan darah samar. Meskipun mungkin terdapat insidensi hasil positif
palsu dan negatif palsu yang signifikan berkaitan dengan pemeriksaan darah
samar feses, terutama tanpa restriksi diet dan obat, uji guaiac merupakan alat
yang sederhana dan murah dan mungkin mengarahkan pada deteksi kelainan
gastrointestinal yang signifikan (Bond, 1999). Jaringan yang adekuat, sabun
dan handuk harus tersedia bagi pasien untuk membersihkan diri mereka
sendiri setelah pemeriksaan. Dokter kemudian harus meninggalkan ruangan
dan memungkinkan pasien waktu yang adekuat untuk mencuci dan berpakaian
sebelum menyimpulkan konsultasi.
G. Pemeriksaan Pelvis pada Perempuan
Pemeriksaan itu sendiri harus dilakukan pada posisi litotomi standar
dengan tungkai pasien yang mengalami abduksi. Pada awalnya, genitalia
eksternal dan introitus harus diperiksa, dengan perhatian khusus yang
diberikan pada perubahan atropi, erosi, ulkus, sekret, atau kutli, yang
semuanya dapat menyebabkan disuria dan ketidaknyamanan pelvis. Meatus
uretra harus diinspeksi untuk karunkel, hiperplasia mukosa, kista, dan prolaps
mukosa. Pasien kemudian diminta untuk melakukan manuver Valsava dan

29
diperiksa secara seksama untuk sistocele (prolaps buli) atau rectocele (prolaps
rektum). Pasien kemudian diminta untuk batuk, yang mungkin mencetuskan
inkontinensia urin tekanan. Palpasi uretra dilakukan untuk mendeteksi
indurasi, yang mungkin merupakan tanda inflamasi kronis atau keganasan.
Palpasi mungkin juga dapat memperlihatkan divertikulum uretra, dan palpasi
divertikulum dapat menyebabkan sekret purulen dari uretra. Pemeriksaan
bimanual buli, uterus, dan adneksa kemudian harus dilakukan dengan dua jari
didalam vagina dan tangan lain pada bagian abdomen bawah. Kelainan
apapun dalam organ pelvis harus dievaluasi lebih lanjut dengan ultrasound
pelvis atau CT scan.

H. Pemeriksaan Neurologi
Pada beberapa kasus, ketinggian kelainan neurologi dapat ditentukan
lokasinya dengan pola defisit sensorik yang dicatat selama pemeriksaan fisik
dengan menggunakan peta dermatom. Defisit sensorik pada penis, labia,
skrotum, vagina dan area perianal umumnya menunjukkan kerusakan atau
cedera pada radiks sakral atau saraf sakral. Selain pemeriksaan sensorik,
pemeriksaan refleks pada area genital juga dapat dilakukan. Yang paling
penting adalan refleks bulbocavernosus (BCR), yang merupakan kontraksi
refleks otot lantai pelvis yang berupa otot lurik yang terjadi sebagai respon

30
terhadap beragam stimulus pada perineum atau genitalia. Refleks ini paling
sering diperiksa dengan meletakkan jari di rektum dan kemudian meremas
glans penis atau klitoris. Jika kateter Foley terpasang, BCR juga dapat
dimunculkan dengan secara perlahan menarik kateter. Jika BCR intak,
penguatan sfingter ani harus bisa dirasakan dan/atau diobservasi. BCR
memeriksa intergritas refleks yang dimediasi medula spinalis melibatkan S2-
S4 dan mungkin tidak ada dalam keadan adanya kelainan medula spinalis atau
saraf perifer sakral.
Refleks kremaster dapat dimunculkan dengan sedikit memukul paha
superior dan medial dalam arah ke bawah. Respon yang normal pada pria
adalah kontraksi otot kremaster yang menyebabkan elevasi cepat skrotum dan
testis ipsilateral. Terdapat manfaat klinis yang terbatas untuk memeriksa
refleks superfisial seperti kremaster ketika memeriksa disfungsi neurologi.
Namun, mungkin terdapat peran pemeriksaan refleks ini ketika menilai pasien
dengan kecurigaan torsio testis atau epididimitis. Terakhir, suatu refleks
kremaster aktif yang berlebihan pada anak-anak dapat menyebabkan diagnosis
undescended testis yang keliru pada sebagian kasus.

31
BAB III
KESIMPULAN

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan secara seksama dan


sistematis. Anamnesis yang seksama dan menyeluruh termasuk keluhan yang
membawa pasien dan riwayat penyakit saat ini, riwayat medis masa lampau, dan
riwayat keluarga harus didapatkan untuk setiap pasien.
Pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh merupakan komponen
yang penting dalam evaluasi pasien yang datang dengan penyakit urologi. Sejalan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik masih merupakan komponen utama dalam
evaluasi diagnostik dan harus dilakukan secara hati-hati.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. 2003. Jakarta :


Sagung Seto.
2. Campbell-Walsh Urology.11th ed 2016, editors in chief, Alan J. Wein ;
editors, Louis R. Kavoussi, alan W. Partin, Craig A. Peters. Printed in
China.
3. Schwartz’s Principles of Surgery. 10th ed 2015, editors in chief F.
Charles Brunicardi. Copyright by McGraw-Hill Education.

33

Vous aimerez peut-être aussi