Vous êtes sur la page 1sur 3

Formulasi Salep Mata

Formulasi salep mata meliputi tiga komponen utama yaitu zat aktif, basis, dan preservatif.

a. Zat Aktif
Zat aktif pada salep mata disiapkan dengan 2 metode :
 Zat aktif yang larut dalam air dan membentuk larutan yang stabil, maka zat aktif
dilarutkan dengan aqua untuk injeksi dalam jumlah minimum. Larutan tersebut
diinkorporasikan pada basis cair dan campuran diaduk hingga dingin.
 Zat aktif tidak larut dalam air, maka zat aktif dihaluskan bersama dengan sejumlah
basis. Campuran ini diencerkan dengan basis yang tersisa.

Zat aktif yang tidak larut harus dibuat dalam bentuk dispersi halus dengan basis, dengan
persyaratan ukuran partikel tidak lebih dari 10µm. Pengaturan pH dapat dilakukan untuk
meningkatkan kelarutan selama pH akhir dari sediaan masih berada dalam rentang pH
fisiologis mata.

b. Basis Salep Mata


Basis salep mata biasanya terdiri atas parafin cair, lanolin, dan parafin kuning lunak
(dengan perbandingan 1: 1 : 8). Lanolin digunakan untuk memfasilitasi pencampuran air.
Perbandingan parafin yang digunakan dapat bervariasi, jika produk digunakan untuk iklim
tropis dan subtropis maka parafin padat dicampurkan , dimana suhu tinggi membuat basis
terlalu lunak untuk memberikan kenyamanan (untuk menjaga konsistensi salep). Alkohol
alifatik (setil alkohol dan stearil alkohol) dan senyawa seperti kolesterol dan beeswax (fasa
minyak) dapat ditambahkan ke dalam basis selain lanolin, untuk memfasilitasi pencampuran
air untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air.
Batas ukuran partikel dalam salep mata yang mengandung partikel padat terdispersi
diberikan dalam BP. Standar ini dapat dipenuhi dengan mereduksi semua padatan terdispersi
menjadi serbuk yang sangat halus (< 25 μm) sebelum dicampurkan.
Syarat basis salep mata yang baik adalah:
• Meningkatkan dispersi halus zat aktif
• Stabil
• Meleleh pada suhu tubuh sehingga zat aktif dapat berdifusi ke cairan kelenjar lakrimal
mata.
• Mampu mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu pada kondisi
penyimpanan yang tepat.
• Tidak mengiritasi mata

c. Preservatif

Preservatif adalah zat yang sengaja ditambahkan untuk mencegah kerusakan sediaan
selama masa penyimpanan dan pemakaian. Apabila zat aktif merupakan zat bakteriostatik,
maka penambahan zat preservatif tidak perlu dilakukan.

Preservatif harus dapat larut dalam basis salep mata dan tidak berinteraksi dengan zat
aktif. Chlorbutanol dan metil/propil paraben ialah zat yang umumnya digunakan sebagai
preservatif.
Formulasi Tetes Mata

Tetes Mata atau Eye Drops teridiri atas empat komponen utama, yaitu zat aktif, vehicle, adjuvant,
dan preservatif.

a. Zat aktif
Zat aktif adalah komponen yang dimaksudkan memberikan efek terapi pada sediaan.
Zat aktif yang larut air umumnya akan mudah penanganannya, sementara untuk zat aktif
yang tidak larut air akan dibuat dalam bentuk suspensi dispersi halus. Ukuran partikel dari
suspensi zat aktif tidak boleh lebih dari 10µm
b. Vehicle
Vehicle merupakan bahan pembawa dari suatu sediaan tetes mata, umumnya berupa
air, tetapi beberapa juga merupakan minyak. Vehicle berupa air umumnya menjadi tempat
yang ideal untuk mikroba berkembang biak, oleh karena itu pembahan preservatif sangat
diperlukan. Vehicle harus bebas dari partikel kasar.
c. Adjuvant
Adjuvant merupakan bahan yang sengaja ditambahkan kedalam sediaan tetes mata
agar sediaan tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan USP atau FI. Adjuvant terdiri atas
pengatur tonisitas, viskositas, dan pH; antioksidan; dan chelating agent.
d. Tonicity agent
Pengatur tonisitas ditambahkan agar sediaan tetes mata dapat mencapai nilai isotonis
yang sama dengan cairan lakrimal. Mata umumnya akan toleransi terhadap sejumlah tetes
mata dengan nilai isotonis 0.7 – 1.5 % b/v NaCl. Pengatur tonisitas diberikan pada larutan
hipotonis, sementara itu apabila larutan hipertonis, tidak boleh melebihi 2% dari nilai
isotonis mata. Tetes mata hipertonis yang memenuhi syarat diperbolehkan karena hanya
akan menginduksi keluarnya air mata. Pengatur tonisitas yang digunakan umumnya ialah
NaCl dan propilen glikol.
Larutan tetes mata sedapat mungkin dibuat isotonis dan tidak hipertonis, karena sifatnya
yang dapat menginduksi air mata membuat kemungkinan penurunan konsentrasi dan efikasi
zat aktif di kornea.
e. Viscocity agent
Pengatur viskositas diberikan atas dasar suatu hipotesa yang menyatakan pada tingkat
viskositas tertentu, durasi kontak kornea mata dengan zat aktif akan meningkat,
menyebabkan permeasi zat aktif akan meningkat, sehingga bioavaibilitas dapat lebih tinggi.
Zat pengatur viskositas yang digunakan biasanya ialah polivinil alkohol 1.4% b/v atau derivat
metilselulosa seperti hipromellosa 0.5-2% b/v
f. pH adjustment agent
Umumnya zat aktif merupakan garam dari basa lemah yang stabil pada pH asam namun
aktif pada pH sedikit alkali. Pengatur pH diberikan selain untuk kenyamanan penggunaan
juga untuk kestabilan dari sediaan dan kelarutan zat aktif. pH tetes mata harus menyamai pH
dari cairan lakrimal yaitu sebesar 7.20 – 7.50 Zat yang biasanya digunakan sebagai pengatur
pH ialah Borat buffer, Fosfat buffer, dan Citrate buffer.
d. Antioksidan
Antioksidan diberikan dengan tujuan mencegah zat aktif dari zat aktif teroksidasi.
Biasanya digunakan zat seperti sulfacetamid, adrenalin, sebagai antioksidan.
e. Chelating agent
Chelating agent diberikan untuk meminimalisir akibat dari kontaminasi logam berat
yang akan mengkatalisis zat aktif. Umumnya digunakan Disodium EDTA 0,1% b/v sebagai
chelating agent dan sebagai antimikroba.
f. Kontainer
Kontainer atau kemasan utama tetes mata harus dapat melindungi dari kontaminasi
mikroba, kelembapan, dan cahaya. Kontainer tidak boleh menyerap isi, dan juga tidak boleh
melepaskan air kedalam isi. Kontainer yang digunakan dapat berupa unit dose atau multi
dose, keduanya tidak boleh berkapasitas lebih dari 10 mL.

Pustaka

Abdou, H.M., 1995, Dissolution, in Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 19th ed., 729,
Mack Publishing Co., Pennsylvania.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI-Press.

Lachman, Lieberman . 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI-Press.

Vous aimerez peut-être aussi